• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah melakukan perencanaan pembelajaran yang akan dilakukan, tugas guru adalah melakukan proses belajar mengajar dikelas. Adapun yang dimaksud dengan proses belajar mengajar di kelas adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan sekolah.39 Dalam pelaksanaan pembelajaran sudah pasti ada penyampaian materi pelajaran dari guru kepada peserta didik, proses pembelajaran dapat dikatakan sulit mencapai hasil manakala guru tidak menggunakan metode yang tepat dalam penyampaian pembelajarannya. Oleh karena itu, guru hendaknya

37

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 38-39.

38

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran...59.

39

menguasai, mengetahui, dan memahami berbagai metode pengajaran, baik kelebihan maupun kelemahannya.40

Materi pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran oleh karenanya pemilihan serta pengembangan materi menjadi sangat penting demi keberhasilan proses pembelajaran itu sendiri.41 Dalam pembelajaran konvensional, guru sering menentukan buku teks sebagai satu-satunya sumber materi pembelajaran namun sebenarnya buku teks bukanlah satu-satunya sumber bahan belajar.42 4. Evaluasi Pembelajaran

Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan untuk menilai hasil belajar. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nomor 23 Tahun 2003 Pasal 58 disebutkan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk mencapai standar nasioanal pendidikan.43 Penilaian hasil belajar dilakukan bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta

40

Thoifuri, Menjadi Guru Inspirator (Semarang: RaSAIL Media Group, 2007), 55.

41

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran...141-142.

42

Ibid., 146.

43

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2006, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pendidian, 17.

didik dalam hal penguasaan materi pengejaran yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.44 Penilaian dalam proses belajar mengajar meliputi:

a. Evaluasi formatif, evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilaksanakan ketika program masih berlangsung atau ketika program masih dekat dengan permulaan kegiatan. Tujuan evaluasi formatif tersebut adalah mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat berlangsung, sekaligur mengidentifikasi hambatan. Dengan diketahuinya hambatan dan hal-hal yang menyebabkan program tidak lancar, pengambil keputusan secara dini dapat mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan program.45

b. Evaluasi sumatif, evaluasi sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai di mana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan belajar yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.46 Pelaksanaan evaluasi sumatif dilakukan setelah prgram berakhir. Tujuan dari evaluasi sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian program.47

c. Pelaporan hasil evaluasi

44

Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah....36.

45

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul jabar, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 42.

46

M. Ngalim Purwanto dan Tjun Surjaman, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 26.

47

d. Pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan. 5. Aswaja

a. Pengertian Aswaja

Aswaja (ahl al-sunnah wa al-jama>ah) dirinci dengan makna kata perkata adalah, ahl al-sunnah wa al-jama>ah. Ahl al-sunnah wa

al-jama>ah terdiri dari Ahl berarti keluarga, golongan atau pengikut.

Al-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah

Saw. Adapun kata al jama>ah berarti sesuatu yang telah disepakati

oleh Rasulullah dan para sahabat beliau pada masa Khulafa al-Rasyidin (Abu Bakar As Shiddiq Ra, Umar bin Khattab

Ra, Utsman bin Affan Ra, dan Ali bin Abi Thalib Ra). Ahl al-sunnah

wa al-jama>ah terdiri dari tiga kata, ahl, al-sunnah, dan al-jamaah.

Ketiganya merupakan satu kesatuan bukan sesuatu yang terpisah.48Menurut pengertian istilah, yang dimaksud dengan Ahl

al-sunnah wa al-jama>ah (Aswaja) ialah orang-orang yang selalu

berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad Saw dan amal perbuatan para sahabatnya dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriah serta akhlak hati.49

48

Busyairi Harits, Islam NU Pengawal Tradisi Sunni Indonesia (Surabaya: Khalista, 2010),14.

49

b. Aswaja NU

Sesuai dengan hasil keputusan Bahtsul masail Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Jakarta, pada tanggal 25-28 Juli 2002,

Ahl al-sunnah wa al-jama>ah diartikan sebagai berikut:

خُللْوخُسَّ ا ِ لْيكَ كَع كَِبِكَو ِلله ِب كَتِكِب كَكَّسكَكَتَكَو كَعِبَّت ِنكَم كَوخُه ِةكَع كَمكَلْلْ كَو خُةَّنُّسا خُللْهكَ

لْ خُهلْوخُ ِب كَتكَو خُ ِا َّلا خُ كَ َّسا ِ لْيكَ كَع كَِبِكَو ِ ِب كَ لْ كَ كَو كَ َّ كَسكَو ِ لْيكَ كَع خُلله َّ كَ

.

“Ahlussunnah Wal-Jamaah adalah orang-orang yang memegang teguh Al-Qur’an dan mengikuti segala sesuatu yang telah dijalankan oleh Rasulullah Saw, para sahabatnya, serta Salaf as-Shalih dan para penerusnya.”

Adapun dalam menghadapi masalah budaya atau problem sosial yang berkembang di tengah masyarakat Nahdlatul Ulama menggunakan pendekatan sikap sebagai berikut:50

1) Sikap tawasut} dan i’tidal. Sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah kehidupan bersama Nahdlatul Ulama‟ dengan sikap dasar ini, akan selalu mejadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat ekstrim.

2) Sikap tasamuh. Sikap toleran terhadap perbedaan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau

50

M. Mahbubi, Pendidikan Karakter: Implementasi Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2012). 22.

menjadi masalah Khilafiyyah, serta dalam masalah Khilafiyyah,

serta dalam masalah kemasyarakatan dan kekulturan.

3) Sikap tawazun. Sikap seimbang dalam berkhidmat menyerasikan kepada Allah swt, khidmat kepada sesama manusia serta kepada lingkungan hidupnya, menyelaraskan kepentingan masa lalu, kini, dan masa mendatang.

4) Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Memiliki sikap untuk berbuat baik,

berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.

Dalam menyikapi perkembangan budaya, NU tetap mendasarkan pada kaidah yang menyatakan:51

ِب خُ لْ كَلْا كَو ِ ِا َّلا ِلْ ِ كَ لْا كَ كَع خُةكَ كَا كَ خُملْاكَ

كَلْا

ِ كَ لْ كَلْا ِ لْ ِ

“Mempertahankan tradisi lama yang amasih relevan dan responsif terhadap gagasan baru yang lebih baik dan lebih relevan.”

Melalui kaidah ini dapat dikatakan, yang tidak boleh adalah hal-hal dari luar yang bertentangan dengan Islam dan atau berbahaya bagi Islam. Adapun hal-hal yang dapat diterima oleh Islam dan atau bermanfaat bagi Islam dan kehidupan, bukan saja boleh, malah perlu dicari, diambil dan dikembangkan. Adapun yang menyangkut politik

51

NU, dalam Khittahnya dijelaskan bahwa setiap warga Nahdlatul Ulama adalah warga negara yang mempunyai hak-hak politik yang dilindungi oleh undang-undang. NU menggunakan hak-hak politiknya harus dilakukan secara bertanggungjawab, sehingga dengan demikian dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokratis, kontitusional, taat hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah dan mufakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.52

c. Pembelajaran Muatan Lokal Aswaja

Muatan lokal (mulok) adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, sosial budaya, dan wajib dipelajari peserta didik di daerah itu. Dalam kaitannya dengan komponen kurikulum, muatan lokal juga berposisi sebagai komponen kurikulum. Muatan lokal adalah bahan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar yang dianggap penting oleh pendidik atau masyarakat sekitar untuk dipelajari oleh anak didik. Sebagai komponen kurikulum muatan lokal merupakan media penyampaian.53

Adapun kurikulum mulok Aswaja adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan

52

Ibid.,24.

53

Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 264.

alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib diikuti oleh siswa daerah itu dengan haluan Ahl

al-sunnah wa al-jama>ah, Aswaja adalah golongan yang mengikuti

ajaran yang diridhai oleh Allah, yaitu ajaran Nabi, para sahabat, dan tabi‟in serta generasi penerus mereka terdiri dari golongan terbesar umat Islam dalam setiap masa, sehingga isi dan media pendidikannya dikaitkan dengan ajaran-ajaran yang berhaluan Aswaja baik dari segi ibadah, politik, maupun kemasyarakatan, agar siswa-siswi menjadi generasi penerus madzhab Ahl al-sunnah wa al-jama>ah umat dalam setiap masa.54

Pendidikan Aswaja merupakan pendidikan yang berdasarkan pada ajaran-ajaran Ahl al-sunnah wa al-jama>ah, yaitu ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah Saw. Dalam buku As‟ad Toha sebagaimana dikutip dalam skripsi Muhamad Khoril Anam, Aswaja memiliki prinsip-prinsip sikap yang membutuhkan dan harus diimplementasikan dalam kehidupan dunia untuk bekal akhirat. Menurut K.H Sahal Mahfudh, para ulama Aswaja memiliki ciri faqih fi mashalih al-khalqi fi al-dunya, yang berarti mereka faham benar dan peka terhadap kemaslahatan makhluk dunia, sehingga pendidikan Aswaja pun menjadi zamani dan fleksibel. Dari

54

Rif‟atul Khoriyah, “Peningkatan Wawasan ke-Nu an Melalui Pembelajaran Muatan Lokal

Aswaja di MA Hasyim Asy‟ari Sukodono Sidoarjo”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2017),

hal tersebut, pendidikan Aswaja masih dikembangkan dan diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan. Pendidikan Aswaja adalah mengkaji dan membelajarkan ajaran agama Islam, agar ajaran-ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan Hadis dapat terinternalisasi ke dalam sendi-sendi kehidupan umat Islam.55

Muatan lokal Aswaja merupakan program pendidikan yang materi pembelajarannya disesuaikan dengan kondisi lingkungan daerah berdasarkan paham Ahl al-sunnah wa al-jama>ah yaitu ajaran yang berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad Saw dan perbuatan para sahabat nabi. Oleh sebab itu, pendidikan Aswaja dimasukkan sebagai program pendidikan bagi sekolah yang berada di bawah naungan lembaga pendidikan Ma‟arif NU.

d. Tujuan Pembelajaran Aswaja

Tujuan pembelajaran Aswaja bertujuan untuk memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai paham Aswaja secara keseluruhan kepada peserta didik, sehingga nantinya akan menjadi muslim yang terus berkembang dalam hal keyakinan, ketakwaan kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan individual maupun kolektif, sesuai dengan tuntunan ajaran Islam Ahl al-sunnah wa al-jama>ah yang dicontohkan oleh jama‟ah, mulai dari sahabat, tabi‟in, dan para ulama dari generasi ke generasi.

55

e. Fungsi Pembelajaran Aswaja

Fungsi pembelajaran Aswaja adalah menanamkan nilai-nilai dasar Aswaja kepada peserta didik sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan ajaran Islam, meningkatkan pengetahuan dan keyakinan peserta didik terhadap paham Aswaja, sehingga mereka dapat mengetahui sekaligus dapat mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya, memperbaiki kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelamahan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, dan memupuk keyakinan peserta didik tentang ajaran Aswaja yang sesungguhnya, sehingga dapat mengamalkan dan menjalankan ajaran Islam dengan benar dan penuh keyakinan.

Pendidikan Aswaja merupakan upaya sadar, terarah dan berkesinambungan untuk mengenalkan dan menanamkan paham Aswaja pada murid agar mengetahui, meyakini, dan mengamalkannya. Pendidikan Aswaja dilakukan melalui aktivitas bimbingan, pengajaran, latihan, dan pengalaman belajar.56

56

M. Khoirul Anam, “Pembelajaran Aswaja sebagai Implementasi Pendidikan Akhlak di MTs Miftahul Ulum Mranggen Demak,”.... 19.

f. Dasar Pelaksanaan Muatan Lokal 1) Landasan Idiil

Landasan idealnya adalah UUD 1945, Pancasila dan Tap MPR Nomor II/1998 tentang GBHN dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional dan tujuan pendidikan nasional. 2) Landasan Hukum

Landasan hukumnya adalah Keputusan Mendikbud No. 0412 tahun 1987, yaitu untuk pendidikan dasar, Keputusan Direktur Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987, tanggal 7 Oktober 1987 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Muatan Lokal.

3) Landasan Teori

Landasan teori pelaksanaan muatan kurikulum lokal adalah:

a) Tingkat kemampuan berpikir siswa adalah dari yang konkrit ke yang abstrak.

b) Pada dasarnya anak-anak usia sekolah memiiki rasa ingin tahu yang sangat besar akan segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

4) Landasan Demografik

Indonesia adalah negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan memiliki beraneka ragam adat istiadat, tata cara dan tata

krama pergaulan, seni dan budaya serta kondisi alam dan sosial yang juga beraneka ragam.57

6. Akhlak

a. Pengertian Akhlak

Menurut Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Mahmud, kata “akhlak” sering diidentifikasikan dengan kata al-khalqu (kejadian).

Al-khuluqu (akhlak atau tingkah laku) adalah dua perkataan yang

dipakai bersama-sama. Dikatakan seseorang yang baik (al-khalqu dan

al-khuluqu) baik kejadian dan akhlaknya, berarti ia baik lahir dan

batin. Manusia tersusun dari jasad (tubuh) yang terbuat dari tanah dan terlihat dengan mata serta dari roh dan jiwa yang berasal dari Tuhan dan hanya terlihat dengan mata hati.58 Akhlak atau budi pekerti, tabiat, watak, atau sifat kualitas yang membedakan seseorang dari yang lain atau kekhasan yang dapat menjadikan seseorang terpercaya dari orang lain. Dari konteks inipun, karakter mengandung unsur moral, sikap bahkan perilaku karena untuk menentukan apakah seseorang memiliki akhlak atau budi pekerti yang bai, hanya akan terungkap pada saat seseorang melakukan perbuatan atau perilaku tertentu.59

57

Abdullah Idi, Pengembangan Kuriulum: Teori dan Praktik.... 258-260.

58

Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 254.

59Harjali, “ Pendidikan Karakter (Sebuah Usaha Penanaman Kebaikan),” Cendekia, Volume

Menurut Hamzah Ya‟qub sebagaimana dikutip oleh Nasrul, adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Menurut Imam Ghazali, akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Adapun menurut Ibn Miskawaih akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran dan pertimbangan.60

Berdasarkan beberapa penjelasan dan definisi akhlak di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa akhlak adalah segala sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang menimbulkan perbuatan-perbuatan baik maupun buruk tanpa memerlukan proses pemikiran dan keluar secara spontan.

b. Ruang Lingkup Akhlak

Sumber ajaran akhlak ialah Al-Qur‟an dan Hadis. Tingkah laku Nabi Muhammad Saw merupakan contoh suri tauladan bagi umat manusia. Ini ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur‟an surah Al-Ahzab ayat 21:

60

                           

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.61

Tentang akhlak pribadi Rasulullah Saw dijelaskan pula oleh Aisyah ra, diriwiyatkan oleh Imam Muslim. Dari Aisyah ra, berkata,

كَا لْ خُ لْا خُ خُ خُ خُ كَا كَ

“Sesungguhnya akhlak Rasulullah itu adalah Al-Qur‟an.” (HR. Muslim).

Hadis Rasulullah meliputi perkataan dan tingkah laku beliau, merupakan sumber akhlak yang kedua setelah Al-Qur‟an segala ucapan dan perilaku beliau senantiasa mendapat bimbingan dari Allah Swt.62

Dalam ajaran Islam terdapat perbedaan antara akhlak dan etika. Atau dengan kata lain, berbeda antara akhlak dan etika. Jika etika dibatasi hanya pada sopan santun sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku yang bersifat lahiriah, akhlak maknanya lebih luas dari itu serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah, yaitu:63

61 Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Bandung: PT Sygm Examedia Arkanleema, 2009), 420.

62

Nasrul, Akhlak Tasawuf....3.

63

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2014), 6-12.

1) Akhlak kepada Allah. Abuddin Nata sebagaimana dikutip oleh Heri Gunawan, menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada empat alasan kenapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu karena Allah-lah yang telah menciptakan manusia, karena Dia-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indra berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, di samping anggota badan yang kokoh dan sempurna, karena Alla-lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, karena Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan.

2) Akhlak kepada diri sendiri. Menurut Hamzah Ya‟kub sebagaimana dikutip oleh Heri Gunawan, kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri yaitu, memelihara kesucian diri baik jasmani maupun rohani, memelihara kerapian diri di samping kebersihan jasmani dan rohani perlu diperhatikan faktor kerapian sebagai manifestasi adanya disiplin dan keharmonisan pribadi, berlaku tenang (tidak terburu-buru), ketenangan dalam sikap termasuk ke dalam rangkaian akhlaqul karimah, dan menambah pengetahuan. 64

64

3) Akhlak kepada sesama manusia. M. Quraish Shihab sebagaimana dikutip oleh Heri Gunawan, telah menguraikan beberapa hal yang menyangkut tentang akhlak terhadap sesama manusia, yaitu melarang melakukan hal-hal negatif baik itu bentuknya membunuh, menyakiti badan atau mengambil harta tanpa alasan yang benar maupun menyakiti hati dengan menceritakan aib seseorang, berkata baik sesama manusia, dan pemaaf.

4) Akhlak kepada lingkungan. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan menurut Quraish Shihab bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Hal senada diungkapkan oleh Muhaimin sebagaimana dikutip oleh Heri Gunawan, tugas manusia sebagai khalifah, yaitu membudayakan alam agar alam yang tersedia ini dibudayakan sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfat bagi kemaslahatan hidup manusia, mengalamkan budaya yakni budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau

lingkungan hidup agar tidak menimbulkan mala petaka bagi manusia dan lingkungan.65

Akhlak Rasulullah itu adalah Al-Qur‟an dan Hadis. Segala perkataan dan perbuatan beliau merupakan sumber akhlak yang senantiasa mendapat bimbingan dari Allah Swt. Sebagai umat muslim kita harus senantiasa memiliki sifat akhlak kepada Allah karena Allah-lah yang telah menciptakan manusia dan bumi seisinya ini. Akhlak kepada diri sendiri juga perlu karena untuk memelihara kesucian diri baik jasmani maupun rohani. Selain itu, akhlak kepada manusia sangatlah penting karena kita sesama umat-Nya wajib menghargai antarsesama, tidak menceritakan aib orang lain, dan mempunyai sikap pemaaf. Adapun akhlak terhadap lingkungan yaitu menjaga keasrian alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan karena alam merupakan ciptaan Allah juga.

c. Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan akhlak yang dimaksud yaitu melakukan sesuatu atau tidak melakukannya, yang dikenal dengan Al-Ghayah, dalam bahasa Inggris disebut the high goal, dalam bahasa Indonesia disebut dengan ketinggian akhlak. Ketinggian akhlak diartikan sebagai meletakkan kebahagian pada pemuasan hawa nafsu makan minum dan syafaat dengan cara yang halal. Al Ghazali sebagaimana dikutip oleh Nasrul,

65

menyebutkan bahwa ketinggian akhlak merupakan kebaikan tertinggi. Kebaikan-kebaikan dalam kehidupan semuanya bersumber pada empat macam, yaitu:66

1) Kebaikan jiwa: pokok-pokok keutamaan yang sudah berulang kali disebutkan yaitu ilmu, bijaksana, suci diri, berani, dan adil.

2) Kebaikan dan keutamaan badan. Ada empat yakni, sehat, kuat, tampan, dan usia panjang.

3) Kebaikan eksternal yaitu, harta, keluarga, pangkat, dan nama baik. 4) Kebaikan bimbingan (taufiq hidayat) yaitu, petunjuk Allah,

bimbingan Allah, pelurusan, dan penguatannya.

Jadi, tujuan akhlak diharapkan untuk mencapai kebahagian dunia akhirat bagi sesorang pelakunya sesuai dengan ajaran Al-Qur‟an dan Hadis.

d. Pembentukan Akhlak

Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah instinct (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kabaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan

66

ini, akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan.67

Pendapat lain mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan, dan perjuangan keras serta sungguh-sungguh. Pada kenyataannya di lapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu bapak, sayang kepada makhluk Tuhan dan seterusnya.

Pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha-usaha dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh serta konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa anak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, patah hati, hati nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.

67

Adapun dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW bersabda “Perbaikilah akhlak kamu”. Ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya akhlak yang buruk dapat diubah dan dididik sehingga menjadi akhlak yang baik.68

e. Metode Pembentukan Akhlak

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad Saw yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari

Dokumen terkait