• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan yang Objeknya Hak Guna Usaha pada PT. Bank Sumut Cabang Medan

Pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini adalah sebagai mana tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai mana jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan.

Ketentuan Pasal 10 ayat (2) UUHT pemberian Hak Tanggungan yang wajib dihadiri oleh pemberi Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan dan dua orang saksi, dilakukan dengan pembuatan APHT yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku. APHT yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan akta otentik.

Pasal 11 ayat (1) UUHT disebutkan hal-hal yang wajib dicantumkan dalam APHT, yaitu:46

a. Nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;

b. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1, dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia. Penunjukan secara jelas       

hutang atau hutang-hutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dan meliputi juga nama dan identitas debitur yang bersangkutan; c. Nilai tanggungan;

d. Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.2

Selanjutnya APHT dan Blangko permohonan pemberian Hak Tanggungan didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui bagian pendaftaran tanah untuk penerbitan sertifikat Hak Tanggungan oleh BPN.

Pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah biasanya didahului dengan adanya perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang atau disebut juga dengan perjanjian kredit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada PT. Bank Sumut Cabang Medan, dimana bank tersebut pernah menerima jaminan berupa tanah dengan status Hak Guna Usaha, yang dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit

Pelaksanaan pemberian kredit, PT. Sumut Cabang Medan tetap berpegang pada asas perkreditan yang sehat dan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perbankan, menegaskan bahwa sebelum merealisasikan kreditnya bank wajib mempunyai keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan calon debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan apa yang diperjanjikan berdasarkan analisis yang mendalam.

Dari hasil penelitian diperoleh mengenai pembebanan Hak Tanggungan atas tanah Hak Guna Usaha di PT. Bank Sumut Cabang Medan antara lain :47 1. Tahap perjanjian utang piutang

a. Calon debitur datang ke PT. Bank Sumut Cabang Medan dan mengisi permohonan kredit secara lengkap pada formulir yang telah disediakan pihak bank, dengan dilampiri data, antara lain meliputi : Foto copy identitas debitur, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) debitur beserta istri/ suami dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) penjamin beserta suami/ istri, Akta Nikah, Kartu Keluarga, Surat Bukti Kewarganegaraan (SBKRI), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan ganti nama jika debitur/penjamin Warga Negara Keturunan. Hal ini diperlakukan jika debitur adalah debitur perorangan.

b. Jika debitur adalah Badan Usaha/Badan Hukum, ditambahkan dengan Akta Pendirian berikut perubahannya, sampai perubahan yang terakhir. Hal ini untuk menentukan siapakah yang berhak mewakili Badan Usaha/ Badan Hukum, baik dalam meminjam uang maupun menjaminkan. Berkaitan dengan hal ini pihak bank biasanya meminta agar debitur membuat pernyataan bahwa akta-akta yang diserahkan adalah akta yang berlaku sampai perubahan terakhir pada badan Usaha/Badan Hukum tersebut serta membebaskan pihak bank bila ternyata ada kekeliruan dalam hal siapa yang mewakili Badan Usaha/ Badan Hukum tersebut, karena memang akta yang diserahkan pada bank tidak lengkap.

      

47 Hasil wawancara dengan M. Asral Nasution, selaku Pimpinan Divisi Sumber Daya Manusia Bank Sumut Kantor Pusat, 3 Juni 2015

c. Laporan keuangan 3 (tiga) bulan terakhir.

d. Foto copy sertifikat jaminan, berikut foto copy IMB dan PBB tahun terakhir yang telah dibayarkan

e. Foto copy izin usaha 2. Tahap pengikatan jaminan

Tahap pengikatan jaminan yang berupa Hak Tanggungan dihadapan PPAT yang ditunjuk oleh pihak bank, yaitu dengan dibuatnya APHT dalam bentuk akta otentik. Pengikatan kredit harus diikuti dengan proses pemberian Hak Tanggungan, yaitu dengan dibuatkannya APHT. Dalam pembuatan APHT, pemberi Hak Tanggungan wajib hadir secara langsung untuk menandatangani APHT tersebut. Hal ini menyangkut kewenangannya untuk melakukan perbuatan hukum terhadap tanah yang akan dibebankan Hak Tanggungan, meskipun kepastian kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan, baik itu dilakukan untuk diri sendiri, bertindak berdasarkan kuasa, atau bertindak berdasarkan persetujuan suami/isteri untuk menjamin harta bersama.

3. Tahap proses pendaftaran Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.

Sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam Pasal 13 UUHT, maka pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, karena hal ini merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan dan mengikatnya terhadap pihak ketiga. Tidaklah adil bagi pihak ketiga untuk terkait dengan pembebanan suatu Hak Tanggungan atas suatu obJek Hak Tanggungan

apabila pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk mengetahui tentang pembebanan itu. Hanya dengan cara pencatatan atau pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan Hak Tanggungan atas suatu hak atas tanah.

Proses pendaftaran ini, setelah APHT dan warkah lainnya diterima oleh Kantor Pertanahan, maka akan dibuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan, serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 13 ayat (4) dan (5) UUHT, Hak Tanggungan lahir pada tanggal dibuatnya buku tanah, ini berarti bahwa sejak hari, tanggal itulah kreditur resmi menjadi pemegang Hak Tanggungan, dengan kedudukan yang istimewa (droit de preference dan droit de suite). Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, maka Kantor Pertanahan akan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan dan kemudian diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan dalam hal ini kreditur sedangkan sertipikat hak atas tanah diserahkan kepada pemilik tanah, namun demikian dalam praktiknya sertipikat hak atas tanah tidak dipegang oleh pemilik tanah melainkan oleh pemegang Hak Tanggungan demi keamanan modal dan kepastian pengembalian pinjamannya apabila debitur wanprestasi.

4. Tahap keputusan pemberian kredit

Keputusan kredit baik yang telah disetujui maupun ditolak oleh bank, diberitahukan oleh Account Officer untuk disampaikan kepada calon debitur. Terhadap kredit yang telah disetujui oleh bank dan calon debitur marketing akan membuat Surat Persetujuan Kredit yang berisi uraian jenis kredit, plafond, provisi

dan administrasi, biaya-biaya lain seperti biaya materai, biaya taksasi, asuransi serta biaya notaris. Selain itu dalam Surat persetujuan pemberian kredit juga diuraikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur juga uraian tentang berapa jumlah Hak Tanggungan yang akan dipasang. Terhadap kredit yang ditolak, marketing memberitahukan keputusan komite kredit beserta alasan penolakannya, dan terhadap semua data yang telah diterima dari calon debitur, wajib dikembalikan kembali kepada calon debitur.

5. Tahap persetujuan pemberian kredit

Setelah Persetujuan Pemberian Kredit tersebut diberitahukan dan disetujui oleh calon debitur, maka seluruh berkas pengajuan kredit berikut Persetujuan Pemberian Kredit diserahkan kepada Legal Officer untuk dilakukan pengikatan kredit dan pengikatan jaminan secara notariil, melalui Notaris/ PPAT yang ditunjuk oleh pihak bank.

6. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dulu calon nasabah menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotek dan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu. Penandatangan dilaksanakan :

a. Antara kreditur dengan debitur secara langsung atau b. Dengan melalui notaris.

7. Realisasi kredit

Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.

8. Penyaluran atau penarikan dana

Pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu sekaligus atau secara bertahap.48

Kebijakan Perkreditan Bank sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR, tanggal 31 maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagaiman ditetapkan dalam Pedoman Penyusunan Kebijaksaan Perkreditan Bank, sebagai berikut :

a. Prinsip Kehati-hatian dalam perkreditan. b. Organisasi dan manajemen perkreditan. c. Kebijaksanaan persetujuan kredit. d. Dokumentasi dan administrasi kredit. e. Penyelesaian kredit bermasalah.

Setelah melalui tahapan-tahapan pelaksanaan pemberian kredit usaha rakyat tersebut, maka secara otomatis perjanjian kredit telah lahir setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak yaitu pihak debitur dan bank, dimana       

48 Hasil wawancara dengan M. Asral Nasution, selaku Pimpinan Divisi Sumber Daya Manusia Bank Sumut Kantor Pusat, 3 Juni 2015.

debitur sudah menerima penyerahan uang atas pinjamannya dari pihak bank. Hal ini sesuai dengan sifat perjanjian itu sendiri yaitu konsensuilobligatoir. Sifat konsensuil dari perjanjian itu ada setelah tercapai kesepakatan diantara pihak bank dengan debitur yang dituangkan dalam bentuk penandatanganan perjanjian kredit itu sendiri, sedangkan sifat obligatoir terlihat dengan adanya hak dan kewajiban yang timbul karena adanya perjanjian tersebut. Atas lahirnya perjanjian kredit maka secara otomatis lahir pula hubungan hokum antara keduanya yaitu nasabah debitur dan pihak bank sebagai kreditur. Hubungan hukum pada perjanjian itu mengawali adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang berbeda satu sama lainnya. Bagi pihak bank kewajiban yang dimilikinya merupakan hak yang harus diterima oleh debiturnya, begitu juga sebaliknya.

B. Kendala dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Menggunakan Hak

Dokumen terkait