• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Hukum Perlindungan Konsumen Listrik di PT. PLN (Persero) Cabang Makassar.Cabang Makassar

E. Teknik Analisis Data

1. Pelaksanaan Hukum Perlindungan Konsumen Listrik di PT. PLN (Persero) Cabang Makassar.Cabang Makassar

Guna melindungi konsumen PT.PLN dalam pemanfaatan jasa tenaga listrik maka dalam perjanjian jual beli tenaga listrik disebutkan kewajiban dan hak konsumen (Pihak kedua) serta PT.PLN (Pihak pertama) dalam penyelenggaraan jasa tenaga listrik.

Hak PT.PLN termuat pada pasal 5 yaitu:

1. Dalam rangka penyediaan dan penyaluran tenaga listrik kepada PIHAK KEDUA, PIHAK PERTAMA berhak untuk :

a. Memasang alat pembatas dan pengukur (APP) di bangunan / Persil milik PIHAK KEDUA

b. Memasuki ataupun melintas diatas dan atau dibawah bengunan / persil PIHAK KEDUA dan menggunakannya untuk sementara waktu

c. Menebang atau memotong tumbuh-tumbuhan PIHAK KEDUA yang membahayakan atau mengganggu kelangsungan penyaluran tenaga listrik

d. Memeriksa instalasi ditempat PIHAK KEDUA baik sebelum maupun sesudah mendapat penyaluran tenaga listrik maupun pemanfaatan tenaga listrik oleh PIHAK KEDUA

e. Menentukan sistem penyambungan pada instalasi PIHAK KEDUA

2. PIHAK PERTAMA berhak untuk menghentikan penyaluran tenaga listrik tanpa pemberian ganti rugi dalam bentuk apapun kepada PIHAK KEDUA apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

a. Sebab kahar (force Majeure)

b. Terjadi gangguan pada instalasi PIHAK PERTAMA yang diakibatkan oleh kegagalan operasi peralatan

c. Terjadi sesuatu hal pada instalasi PIHAK PERTAMA atau instalasi PIHAK KEDUA yang membahayakan kelangsungan penyaluran tenaga listrik dan/atau kepentingan dan keselamatan jiwa manusia

d. Terjadi hal-hal yang dianggap yang membahayakan keamanan daerah dan/atau keamanan negara

e. Terdapat pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan, perbaikan gangguan, perluasan atau rehabilitasi instalasi PIHAK PERTAMA yang berhubungan dengan instalasi PIHAK KEDUA

3. PIHAK PERTAMA berhak mengambil tindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA terhadap perjanjian ini

4. PIHAK PERTAMA berhak atas biaya penyambungan (BP) yang telah dibayarkan oleh PIHAK KEDUA

Pasal 6 memuat tentang kewajiban PT.PLN , yaitu :

1. PIHAK PERTAMA berkewajiban menyalurkan tenaga listrik dengan mutu sebagaimana dimaksud dalam perjanjian ini.

2. PIHAK PERTAMA berkewajiban menyalakan listrik PIHAK KEDUA

selambat-lambatnya……hari sesudah pihak kedua menyelesaikan

kewajiban pada pasal 2 dan 3 serta telah menyerahkan jaminan instalasi. ( Pasal 2 berisi tentang biaya penyambungan aliran listrik, sedangkan pasal 3 berisi tentang uang jaminan pelanggan )

3. PIHAK PERTAMA berkewajiban melakukan perbaikan / penggantian atas gangguan / kerusakan pada sambungan tenaga listrik dan / atau APP dan / atau perlengkapan APP setelah ada laporan dari PIHAK KEDUA. Pasal 7 memuat tentang hak konsumen, yaitu :

1. PIHAK KEDUA berhak atas informasi dan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian ini.

2. PIHAK KEDUA berhak untuk mendapatkan pelayanan tenaga listrik secara berkesinambungan dengan mutu sesuai dengan yang diperjanjikan kecuali apabila terjadi hal-hal sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat (2) perjanjian ini

3. PIHAK KEDUA berhak atas pelayanan perbaikan terhadap gangguan atau penyimpangan atas mutu tenaga listrik yang disalurkan

4. PIHAK KEDUA berhak mendapat kompensasi berupa reduksi biaya beban atas penghentian penyaluran tenaga listrik yang berlangsung terus-menerus melebihi waktu 3 x 24 jam (tiga kali dua puluh empat ) jam yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kecuali bila penghentian penyaluran tenaga listrik disebabkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) perjanjian ini.

5. PIHAK KEDUA berhak atas pengembalian uang jaminan langganan (UJL) setelah diperhitungkan dengan tagihan rekening listrik dan tagihan-tagihan lain PIHAK KEDUA yang belum dilunasi apabila perjanjian berakhir karena sebab apapun.

Sedangkan Pasal 8 memuat tntang kewajiban konsumen, yaitu:

1. PIHAK KEDUA wajib tunduk pada ketentuan persyaratan penyambungan tenaga listrik, ketentuan tentang instalasi ketenagalistrikan, ketentuan tentang tarif Dasar Listrik (TDL) dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan jual beli tenaga listrik yang berlaku yang dikeluarkan pemerintah

2. PIHAK KEDUA wajib menyediakan tempat yang aman untuk pemasangan alat pembatas dan pengukur (APP) milik PIHAK PERTAMA

3. PIHAK KEDUA wajib memberi ijin kepada PIHAK PERTAMA untuk menggunakan haknya sebagaimana tersebut dalam Pasal 5 perjanjian ini

4. Pihak kedua wajib menjaga instalasi milik PIHAK PERTAMA yang terpasang di persil dan atau bangunan PIHAK KEDUA agar selalu dalam keadaan baik dan segera melaporkan kepada PIHAK PERTAMA apabila ditemukan kelainan atau kerusakan

Pasal 9 memuat tentang pembayaran tagihan listrik bulanan, yaitu

1. PIHAK KEDUA wajib membayar harga jual tenaga listrik yang tercantum dalam rekening listrik setiap bulan sesuai dengan tagihan PIHAK PERTAMA paling lambat tanggal 25 kecuali apabila tanggal 25 jatuh pada hari minggu/hari libur resmi, maka pembayaran diundur sampai dengan hari kerja berikutnya, di tempat pembayaran PIHAK PERTAMA yang telah ditentukan

2. Rekening untuk pemakaian tenaga listrik PIHAK KEDUA akan diperhitungkan atas dasar jumlah pemakaian tenaga listrik selama 1 (satu) bulan sesuai dengan hasil pembacaan dan pencatatan meter yang dilakukan oleh petugas PIHAK PERTAMA

3. Harga jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini bisa berubah dengan atau persetujuan pihak kedua disesuaikan TDL yang berlaku, tanpa perlu di buatkan amandemen

4. PIHAK KEDUA membayar rekening listrik sesuai dengan pemakaian yang terukur dalam alat pengukur PIHAK PERTAMA di lokasi PIHAK KEDUA. Kelebihan dan/atau kekurangan pembayaran oleh PIHAK

KEDUA akan diperhitungkan oleh kedua belah pihak untuk menyesuaikan dengan pemakaian yang sebenarnya.

Pasal 10 memuat sanksi keterlambatan pembayaran rekening bulanan, yaitu: 1. Apabila PIHAK KEDUA tidak dapat melunasi rekening listrik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) perjanjian ini, PIHAK KEDUA mendapat surat pemberitahuan pemutusan sementara dari PIHAK PERTAMA dan dikenai biaya keterlambatan sesuai yang berlaku untuk setiap bulan keterlambatan dengan pemberitahuan tertulis dari PIHAK PERTAMA, tanpa perlu dibuatkan Amandemen/Addendum

2. Penyaluran kembali tenaga listrik yang telah di putus sementara akan dilakukan oleh PIHAK PERTAMA setelah semua rekening listrik yang terhutang berikut biaya keterlambatannya dibayar oleh PIHAK KEDUA 3. Apabila PIHAK KEDUA tidak dapat melunasi rekening listrik bulanan

yang terutang berikut biaya keterlambatan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggal surat pemberitahuan pemutusan sementara, maka PIHAK PERTAMA berhak melakukan pemutusan rampung berupa penghentian penyaluran tenaga listrik dengan mengambil sebagian atau seluruh instalasi listrik milik PIHAK PERTAMA yang terpasang pada bangunan / persil PIHAK KEDUA

4. Pengambilan sebagian atau seluruh instalasi listrik sebagaimana di maksud ayat (3) Pasal ini tidak mengurangi kewajiban PIHAK KEDUA atau ahli warisnya untuk melunasi semua rekening listrik terhutang berikut biaya keterlambatannya setelah diperhitungkan dengan yang ada 5. Penyaluran kembali tenaga listrik kepada PIHAK KEDUA yang diputus

rampung sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini diperlakukan sebagai sambungan baru dan hanya akan dilaksanakan setelah PIHAK KEDUA melunasi biaya penyambungan baru dan sesuai ketentuan yang berlaku serta diwajibkan terlebih dahulu melunasi tunggakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) Pasal ini

Secara sepintas pasal-pasal tersebut sudah melindungi konsumen dalam pemanfaatan jasa tenaga listrik. Pasal 6 perjanjian jual beli tenaga listrik menguraikan tentang kewajiban PT.PLN agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen. Begitu juga pada Pasal 7 yang memberikan alasan hak kepada konsumen dalam memanfaatkan jasa tenaga listrik.

Jika dicermati, pasal-pasal tersebut tidak banyak memberikan perlindungan hukum bagi konsumen. PT.PLN dalam memberikan informasi dan penjelasan mengenai barang dan/atau jasa hanya tertuang pada Pasal 7 (berisi hak pihak konsumen). Pemberian informasi dan penjelasan mengenai produk barang dan/atau jasa, seharusnya juga ada pada Pasal 6 yang berisi tentang kewajiban pihak PT.PLN. Perjanjian jual beli tenaga listrik yang tidak mencantumkan kewajiban PT.PLN untuk memberikan informasi mengenai barang dan/atau jasa dalam menjalankan

usahanya sangatlah wajar. Dikatakan wajar karena Undang-Undang Ketenagalistrikan yang menjadi landasan perjanjian jual beli tenaga listrik memang mengatakan demikian. Pasal 33 huruf (b) Undang-Undang Ketenagalistrikan

berbunyi, “pemegang izin usaha tenaga listrik wajib ” memberikan pelayanan

yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dan memperhatikan hak-hak konsumen sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang

perlindungan konsumen”. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud tidak lain adalah UUPK Pasal 33 Huruf (b) Undang-Undang Ketenagalistrikan memang memberikan kewajiban bagi pemegang ijin penyedia tenaga listrik, yang tidak lain adalah PT.PLN. Namun kewajiban yang diberikan hanya sebatas pada memperhatikan hak-hak konsumen sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.

Pengaturan yang demikian penerapannya sangat berbeda dengan apa yangada di UUPK. UUPK selain memberikan hak pada konsumen juga memberikan kewajiban kepada pelaku usaha, seperti yang diatur pada pasal 7 huruf b

yaitu tentang pelaku usaha adalah “memberikan informasi yang benar, jelas dan

jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ jasa serta memberi penjelasan

penggunaan , perbaikan dan pemeliharaan.” Konsumen akan sangat dirugikan jika

pemberian informasi mengenai barang dan/atau jasa hanya sebatas hak yang dimiliki konsumen.

Kata hak yang terdapat pada perjanjian jual beli tenaga listrik, maupun yang terdapat pada undang-undang ketenagalistrikan pemenuhannya sangat tergantung

pada sikap aktif dari konsumen. Dengan kata lain apabila konsumen tidak meminta informasi kepada PT.PLN maka, PT.PLN tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi mengenai barang dan/jasa yang diperdagangkan. Padahal informasi yang benar, jujur dan jelas mengenai barang dan/atau jasa yang diberikan oleh PT.PLN sangat penting bagi konsumen. Informasi penting bagi konsumen dalam pemanfaatan jasa tenaga listrik adalah mengenai tingkat mutu dan pelayanan yang dimiliki oleh PT.PLN. Sebab tingkat mutu dan pelayanan PT.PLN merupakan standar kerja PT.PLN. Apabila konsumen mengetahui tentang tingkat mutu dan pelayanan PT.PLN maka setidaknya konsumen akan mengerti standarisasi mutu pelayanan PT.PLN. Dengan demikian apabila mutu dan pelayanan PT.PLN tidak sesuai dengan tingkat mutu dan pelayanan yang dimiliki oleh PT.PLN maka masyarakat dapat mengajukan keluhannya kepada PT.PLN.

Ketidaktahuan konsumen akan hak-haknya menjadikan konsumen tidak bisa berbuat banyak terhadap kerugian yang dideritanya sebagai akibat pemanfaatan jasa tenaga listrik. Berdasarkan wawancara dengan Responden keempat, terungkap bahwa di daerah tempat tinggalnya pernah terjadi pemadaman listrik sampai semalam suntuk. Kejadian ini bisa terjadi sampai 3 kali dalam sebulan. Sehingga bisa dikatakan bahwa pemadaman terjadi lebih dari 19 jam / bulan. Padahal sesuai dengan deklarasi tingkat mutu dan pelayanan PT.PLN untuk Cabang Makassar, lama gangguan perpelanggan maksimal 19 jam / bulan. Dalam hal ini PT.PLN tidak bisa menjamin mutu barang dan/ jasa yang diperdagangkannya. Hal ini bertentangan dengan pasal 7 huruf (d) UUPK yang memberikan kewajiban pelaku

usaha untuk “menjamin mutu barang dan/jasa yang diproduksi dan atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan / jasa yang

berlaku.”

Pembuat UUPK sudah mengerti dengan resiko yang akan dihadapi konsumen seperti diatas. Dengan tingkat pendidikan dan wawasan yang kurang, pemberian informasi mengenai barang dan/jasa tidak bisa hanya sebatas hak konsumen. Untuk melindungi konsumen, UUPK memberikan kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi mengenai barang dan/atau jasa kepada konsumennya. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 7 huruf (b) UUPK yang berisi

kewajiban pelaku usaha, yaitu ”memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.”

Pada kenyataannaya dalam surat perjanjian jual beli tenaga listrik yang ditandatangani oleh pihak PT. PLN Cabang Makassar dan konsumen pada awal penyambungan aliran listrik, tidak memuat mengenai tingkat mutu dan pelayanan jasa tenaga listrik yang dimiliki oleh PT.PLN Cabang Makassar.Ketentuan-ketentuan yang mengatur bila timbul akibat-akibat yang mungkin terjadi dari pemakaian layanan jasa tenaga listrik, juga tidak termuat dalam surat perjanjian jual beli tenaga listrik Surat perjanjian jual beli tenaga listrik yang dibuat PT. PLN hanya memuat tentang masalah penyambungan tenaga listrik, hak dan kewajiban konsumen maupun PT.PLN, larangan tertentu bagi konsumen, keadaan

force majeur, tata cara pembayaran rekening listrik, penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.

Permasalahan mengenai pemanfaatan jasa tenaga listrik yang mungkin dialami oleh konsumen tidak termuat dalam Surat perjanjian jual beli tenaga listrik. Oleh karena itu, surat perjanjian jual beli tenaga listrik yang dibuat secara sepihak oleh PT.PLN merupakan perjanjian yang berat sebelah dan tidak memberikan perlindungan kepada konsumen.. Perjanjian ini lebih menitikberatkan pada kepentingan dari pihak PT.PLN selaku pelaku usaha.

Namun demikian PT.PLN bukan berarti tidak pernah memberikan ganti rugi kepada konsumennya. PT.PLN pernah memberikan ganti rugi berupa perbaikan alat-alat elektronik warga . Alat-alat elektronik warga tersebut mengalami kerusakan karena tegangan listrik dari PT.PLN naik secara tiba-tiba.

Tidak adanya ketentuan mengenai pelaksanaan dan bentuk ganti rugi yang diberikan oleh PT.PLN dalam surat perjanjian jual beli tenaga listrik bukan berarti PT.PLN dapat melepaskan tanggung jawabnya. Tindakan pihak PT.PLN yang memberikan ganti rugi atas kerusakan alat-alat elektronik milik warga memberikan kesan kepada konsumen bahwa PT.PLN berkewajiban memberikan ganti kerugian akibat mutu dan pelayanan PT.PLN yang tidak layak.

Apabila didasarkan pada pasal 7 huruf (f) UUPK maka PT.PLN mempunyai kewajiban untuk memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/ atau penggantian atas kerugian akibat pemanfaatan jasa tenaga listrik. Pada Pasal 7 huruf

ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan

pemanfaatan barang dan/ jasa yang diperdagangkan”.

2. Upaya-upaya yang diakukan konsumen dan PT. PLN dalam mewujudkan perlindungan hukum kelistrikan di PT. PLN (Persero) Cabang Makassar

Seperti yang telah diuraikan diatas, perjanjian jual beli tenaga listrik belum sepenuhnya melindungi konsumen. Banyak permasalahan mengenai pemanfaatan jasa tenaga listrik yang dialami oleh konsumen tidak termuat dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. Berdasarkan wawancara penulis dengan responden, terungkap bahwa banyak responden yang mengeluhkan seringnya pemadaman aliran listrik pada waktu hujan turun. Lamanya pemadaman sangat bervariasi, bisa hanya selama satu jam, dua jam bahkan satu malam penuh.

Padahal konsumen berhak mendapatkan aliran listrik selama dua puluh empat jam. Sikap-sikap yang diambil oleh konsumen dalam menghadapi masalah mengenai pemanfaatan tenaga listrik pun bermacam-macam. Sebagian konsumen mengambil sikap diam saja tanpa berbuat apapun, Ada yang menelpon PT.PLN sekedar menyampaikan keluhannya sampai ada yang meminta ganti rugi atas kerugian yang dideritanya.

Berdasarkan wawancara dengan responden kedua, responden memilih mengambil sikap untuk diam. Baginya keluhan yang disampaikan ke PT.PLN tidak merubah keadaan. Hal yang sama juga dilakukan oleh responden ketiga. Responden enggan menyampaikan keluhannya langsung ke PT.PLN, sebab tetangganya ada yang bekerja sebagai karyawan PT.PLN. Responden lebih

memilih untuk menyampaikan keluhannya melalui tetangganya tersebut, dengan harapan penanganan terhadap keluhannya akan lebih cepat. Berbeda seperti yang dilakukan kedua responden sebelumnya, ketiga responden lainnya masing-masing responden pertama, keempat dan kelima memilih menyampaikan keluhannya melalui telepon.

Untuk memberikan pelayanan yang baik bagi konsumennya, PT.PLN menyediakan unit jaringan. Keluhan konsumen dapat disampaikan melalui nomor telepon 123 atau datang langsung ke Jalan Pemuda Nomor 93 Semarang. Melalui unit jaringan keluhan konsumen tidak hanya ditampung dan didengarkan tetapi juga ada tindak lanjutnya, seperti yang diungkapkan oleh responden kelima. Responden mengatakan bahwa penanganan gangguan terhadap instalasi listrik cukup cepat. Pihak PT.PLN juga cepat dalam menangani dan mencari alternatif dalam menangani dan mencari alternatif dalam mengalirkan listrik

Meskipun upaya hukum yang dilakukan kelima responden maksimal berupa telepon ke PT.PLN, namun sebenarnya mereka berhak mengajukan gugatan terhadap kerugian yang dideritanya. Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha terdapat dalam Bab X UUPK. Pasal 45 UUPK mengatur :

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui badan peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum

2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau melalui luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa

3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang

4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa

Berdasarkan pasal tersebut konsumen yang dirugikan keselamatan badannya, keamanan jiwanya, atau harta bendanya dalam pemanfaatan jasa tenaga listrik dapat mengajukan gugatan terhadap PT.PLN melalui peradilan umum ataupun melalui badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK). Putusan BPSK tersebut dapat dimintakan penetapan eksekusinya kepada pengadilan negeri di tempat konsumen dirugikan (Pasal 57 UUPK).

Lebih lanjut penjelasan Pasal 45 ayat (2) menguraikan: penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

59

1. Pada kenyataannya perlindungan hukum terhadap konsumen PT.PLN dalam pemanfaatan jasa tenaga listrik belum sepenuhnya diberikan oleh PT.PLN. Surat perjanjian jual beli tenaga listrik yang merupakan landasan hukum dalam penyaluran tenaga listrik, masih mempunyai kekurangan. Didalamnya tidak memuat kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas tentang barang dan/jasa yang diperdagangkan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 huruf (b) UUPK. Surat perjanjian jual beli tenaga listrik juga memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur bila timbul akibat-akibat tertentu dalam pemanfaatan jasa tenaga listrik.

Pemberian informasi yang benar, jujur dan jelas sangat penting untuk diketahui oleh konsumen. Sebab dengan informasi yang didapat, konsumen dapat meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen dalam melindungi diri. Dengan demikian konsumen akan lebih mampu dalam memutuskan tindakan yang tepat apabila merasa dirugikan akibat pemanfaatan jasa tenaga listrik

2. Banyak pilihan upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen

listrik apabila dirugikan oleh PT.PLN Cabang Makassar dalam

pemanfaatan jasa tenaga listrik. Konsumen dapat menyampaikan keluhannya melalui nonor telepon 123 atau datang sendiri ke Jalan

Monginsidi Makassar. UUPK sendiri telah mengatur apabila konsumen memilih menyelesaikan sengketanya melalui peradilan umum ataupun melalui Badan Penyelesaikan Sengketa Konsumen (BPSK). Lebih lanjut penyelesaian sengketa konsumen dengan pihak PT.PLN tidak menutup kemungkinan melalui penyelesaian damai. Penyelesaian damai yang dimaksud adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan undang-undang dalam hai ini adalah undang-undang-undang-undang perlindungan konsumen

B. Saran

1. PT.PLN diharapkan dapat memperbaiki isi surat perjanjian jual beli tenaga listrik, karena isinya tidak dapat memberikan perlindungan kepada konsumen.

2. PT.PLN diharapkan dapat mengganti kabel udara dalam menyalurkan tenaga listrik dengan kabel tanam, karena pemakaian kabel tanam dapat meningkatkan mutu pelayanan PT.PLN kepada konsumen.

Dokumen terkait