• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Penelitian

4) Refleksi

Refleksi atau dikenal dengan peristiwa perenungan adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah dilakukan oleh guru atau siswa. Refleksi dilakukan oleh guru dan siswa.

Adapun model untuk masing-masing tahap dalam PTK dapat dilihat pada siklus berikut ini (Arikunto, 2008:16):

d. Manfaat PTK

Manfaat PTK menurut Wina Sanjaya adalah sebagai berikut ( 2009: 34-35) :

1) Manfaat PTK untuk guru :

a) PTK dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggungjawabnya

b) PTK mampu meningkatkan kemampuan dan kualitas kinerja

c) Keberhasilan PTK mampu mempengaruhi teman sejawat untuk mencoba ide-ide baru dalam pembelajaran

d) PTK mampu mendorong guru untuk memiliki sikap profesionalitas

e) PTK mampu mendorong guru untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

2) Manfaat untuk siswa :

a) PTK mampu mengurangi kebosanan dalam mengikuti proses pembelajaran

b) PTK mampu berpengaruh positif terhadap pencapaian hasil belajar siswa secara optimal

3) Manfaat PTK untuk sekolah

PTK akan menciptakan guru-guru yang kreatif dan inovatif dengan selalu berupaya meningkatkan hasil belajar siswanya. Dengan makin banyaknya guru yang kreatif di suatu sekolah maka akan membuka kesempatan kepada sekolah tersebut untuk maju dan berkembang.

e. Kelebihan dan Kelemahan PTK

PTK sebagaimana jenis penelitian lainnya memiliki kelebihan dan kelemahan. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan tersebut, diharapkan mengurangi atau mengantisipasi kekurangan dan mampu mengoptimalkan kelebihan tersebut. Wina Sanjaya (2009:37-38) menyatakan kelebihan PTK sebagai berikut : 1) PTK dilaksanakan secara kolaboratif, sehingga menciptakan

2) Dengan diadakannya kerjasama yang menjadi ciri khas dalam PTK, memungkinkan dapat menghasilkan sesuatu yang lebih kreatif dan inovatif

3) Hasil atau simpulan dalam PTK adalah hasil dari keputsuan semua pihak sehingga akan meningkatkan validitas dan reliabilitas hasil penelitian.

4) Hasil yang diperoleh dari PTK mampu secara langsung diterapkan oleh guru.

Sementara itu kelemahan dari PTK adalah sebagai berikut :

1) PTK adalah penelitian yang berangkat dari masalah praktis yang dihadapi oleh guru, dengan demikian kesimpulan yang dihasilkan bersifat universal yang berlaku secara umum

2) PTK adalah penelitian yang bersifat longgar situasional dan kondisional, sehingga terkadang tidak menerapkan prinsip-prinsip metode ilmiah secara ajek, dengan demikian banyak orang yang meragukan PTK sebagai suatu kerja penelitian ilmiah.

2. Model Pembelajaran Cooperative Learning

a. Pengertian model pembelajaran tipe cooperative learning

Pengertian model pembelajaran. Menurut joyce (1994:4). Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.

Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau dalam membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham kontruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pembelajaran. Dalam kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan ajar.

Menurut Aninta Lie (1998:27) dalam bukuknya “Cooperative Learning” bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan hanya sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson (dalam Nana: 1997: 22) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :

1) Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa dengan saling ketergantungan sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugas sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

2) Tanggung jawab perseorangan

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan

merasa bergantung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran cooperative Learning membuat persiapan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

3) Tatap muka

Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interkasi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

4) Komunkasi antar anggota

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

5) Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwal waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama lebih efektif.

b. Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning

Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, dalam Suryadi dkk.2008)

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidakanya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim. (dalam Suyitno.2009: 9), yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencangkup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas hasil belajar akademis. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas akademik.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting kegiatan pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi. Ketrampilan-ketrampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam pengembangan sosial.

c. Metode-metode Pembelajaran Tipe Kooperatif

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, tetapi terdapat variasi dari model pembelajaran kooperatif. Metode-metode tersebut diantaranya:

1) JIGSAW

Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang berangotakan siswa dengan kemampuan beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok yang terdiri dari beberapa kelompok asal yang bertugas untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu lalu dan menjelaskan pada teman-teman di kelompok asal.

2) STAD

Dalam metode pembelajaran ini kelas dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang siswa secara heterogen. Setelah itu guru memberikan topik untuk didiskusikan dalam kelompok dan mengharuskan tiap anggota kelompok dapat mengerti dan dapat menjelaskan tentang materi yang telah didiskusikan. Selanjutnya guru memberikan evaluasi untuk mengukur sejauh mana keberhasilan penggunaan metode tersebut

3) Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Dalam metode pembelajaran ini kelas dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa secara heterogen. Setelah itu kelompok dipersilahkan memilih topik yang sesuai dengan materi yang sedang diajarkan. Selanjutnya kelompok melakukan penyelidikan atas topik yang dipilihnya. Lalu kelompok menyiapkan laporan tentang apa yang diteliti dan mempresentasikannya di depan kelas.

4) Think Pair Share (TPS)

Dalam metode pembelajaran ini guru mengajukan masalah atau pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari. Lalu siswa diberikan waktu untuk berfikir sendiri untuk mencari jawaban atas masalah yang diajukan oleh guru. Selanjutnya siswa diminta untuk mencari

pasangan dan mendiskusikan jawaban yang telah mereka peroleh. Selajutnya guru meminta tiap pasangan untuk berbagi di depan kelas tentang apa yang sudah mereka diskusikan. 5) Teams Games Tournament (TGT)

Model TGT hampir sama dengan STAD. Satu-satunya perbedaan antara keduanya adalah STAD menggunakan kuis-kuis individual pada tiap akhir pelajaran, sementara TGT menggunakan game-game akademik. Dalam TGT siswa dikelompokkan secara heterogen, setiap kelompok terdiri 4-5 orang. Guru memulai dengan mempresentasikan sebuah pelajaran kemudian siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok-kelompok menuntaskan pelajaran tersebut. Namun kuis dalam TGT diganti dengan turnamen. Dalam turnamen ini siswa bertanding dengan anggota kelompok lain yang mempunyai kemampuan setara. Dari turnamen inilah tiap anggota akan mendapat skor yang akan disumbangkan pada kelompoknya. Kemudian skor-skor ini akan dirata-rata untuk menentukan skor-skor kelompok. Skor kelompok yang diperoleh akan menentukan penghargaan kelompok.

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

Model TGT hampir sama dengan STAD. Satu-satunya perbedaan antara keduanya adalah STAD menggunakan kuis-kuis

individual pada tiap akhir pelajaran, sementara TGT menggunakan game-game akademik. Dalam TGT siswa dikelompokkan secara heterogen, setiap kelompok terdiri 4-5 orang.

TGT dapat digunakan dalam berbagai macam pelajaran dari ilmu-ilmu eksak, ilmu-ilmu sosial maupun dari jenjang dasar, menengah, atas, hingga perguruan tinggi. TGT sangat cocok untuk mengajar karena tujuan pembelajaran dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar. Meski demikian, TGT juga dapat diadaptasi untuk digunakan dengan tujuan yang dirumuskan dengan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang bersifat terbuka, misalnya esai atau kinerja (Nur & Wikadari, 2000: 27).

Lima komponen utama dalam komponen dalam TGT yaitu (Slavin, 1995:84-88):

a. Presentasi kelas

Sebelum melakukan games, dalam pembelajaran akan diawali penjelaskan materi oleh guru. Penjelasan materi ini dapat dilakukan dengan metode ceramah, diskusi atau metode yang lainnya. Yang harus ditekankan dalam penyajian kelas ini adalah siswa harus benar-benar memahami materi yang disampaikan oleh guru. Penguasaan materi ini akan membantu siswa untuk bekerja dalam kelompok nantinya.

b. Kelompok (teams)

Di dalam kegiatan kelompok masing-masing anggota kelompok bertugas mempelajari materi atau menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru pada lembar latihan dan membantu teman satu kelompok menguasai materi pembelajaran tersebut. Sebelum kegiatan belajar kelompok dimulai, guru terlebih dahulu menjelaskan beberapa sikap yang harus diperhatikan siswa agar kerja sama dalam kelompok berjalan dengan lancar. Pada saat diskusi berlangsung, seluruh anggota sebaiknya berbicara dengan suara yang pelan, tidak boleh meninggalkan tugas selama bekerja dalam kelompok, mendiskusikan tugas secara bersama-sama, jika ada suatu pertanyaan di dalam kelompok tersebut, sebaiknya jangan ditanyakan dahulu kepada guru karena mungkin dari salah satu teman kelompok ada yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. Setelah itu, jika pertanyaan tidak bisa terjawabkan oleh salah satu teman kelompok, baru bisa meminta penjelasan dari guru. Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk

mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat games atau tournament.

c. Permainan (Games)

Permainan ini dirancang untuk mengetahui pemahaman siswa setelah mengikuti presentasi kelas dan belajar kelompok. Games dapat berisi pertanyaan–pertanyaan bernomor yang dirancang oleh guru untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi oleh siswa sesuai dengan materi yang diajarkan. Siswa dapat mengambil salah satu pertanyaan bernomor dan menjawabnya sesuai dengan kemampuan masing-masing dan teman di dalam kelompoknya tidak diperkenankan untuk membantu anggota kelompok yang sedang mengerjakan. Jawaban siswa yang benar akan dikumpulkan untuk tournament mingguan. d. Turnamen (Tournament)

Turnamen biasanya dilakukan pada akhir materi pembelajaran yang sedang dibahas dan setelah siswa melakukan belajar dalam kelompok. Turnamen ini berfungsi untuk mengetahui kelompok mana yang bisa mendapatkan nilai yang terbaik. Turnamen merupakan suatu pertandingan antar anggota-anggota yang berbeda. Pada awal turnamen, guru menugaskan siswa untuk pindah pada suatu meja turnamen yang sudah ditentukan sebelumnya, penentuan meja turnamen dalam penelitian ini didasarkan pada pengamatan oleh guru kelas dan hasil dari tes sebelumnya. Sebelum memulai setiap sesi turnamen salah satu anggota kelompok diminta untuk menaruh uang sebagai modal yang dikumpulkan oleh masing-masing kelompok pada saat games berlangsung, jika kelompok menjawab soal dengan benar maka skor kelompok akan bertambah sesuai uang yang dipertaruhkan, tetapi jika kelompok menjawab salah maka skor akan berkurang sebesar modal yang dipertaruhkan. Kelompok yang memiliki jumlah uang terbanyaklah yang akan menjadi pemenang.

e. Penghargaan Kelompok

Guru akan mengumumkan kelompok yang menang dalam turnamen, dan masing–masing teams akan mendapatkan sertifikat atau skor apabila memenuhi standar yang ditentukan. Pemberian penghargaan tiap kelompok dapat ditentukan berdasarkan skor kelompok yang didapat dengan menjumlahkan poin yang didapat pada skor lembar permainan setiap anggotanya, dan kemudian dicari skor rata-ratanya. Yang harus ditekankan dalam pemberian penghargaan di sini bukan mendorong siswa untuk bersaing secara tidak sehat, akan tetapi pemberian penghargaan tersebut adalah untuk memotivasi belajar siswa agar prestasi belajarnya dapat meningkat.

4. Belajar

a. Pengertian Belajar

Menurut W.S.Winkel belajar dirumuskan sebagai berikut: suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.

b. Hakikat Universal dari Belajar

Dalam dunia pembelajaran, untuk menghadapi dan beradaptasi dengan berbagai tantangan UNESCO memberikan resep berupa empat pilar belajar, yaitu : (Hariyanto, 2011: 29-33) 1) Belajar untuk mengetahui (learning to know)

Belajar untuk mengetahui akan berimplikasi tehadap pengembangan seluruh potensi konsentrasi belajar, ketrampilan mengingat, dan kecakapan untuk berfikir.

2) Belajar untuk berbuat (learning to do)

Belajar atau berlatih untuk menguasai ketrampilan dan kompetensi kerja. Hal ini berimplikasi pada pendidikan vokasional di sekolah.

3) Belajar untuk hidup bersama (learning to live together)

Proses pembelajaran harus berlangsung sedemikian rupa sehingga mengembangkan nilai-nilai kehidupan melalui tatanan hidup bersama atas dasar toleransi yang ditandai oleh nilai-nilai universal yang bersumber dari ajaran agama.

4) Belajar untuk menjadi manusia utuh (Learning To Be)

Belajar untuk menjadi manusia utuh adalah belajar untuk menjadi manusia yang utuh dan paripurna.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa

dapat digolongkan menjadi dua yaitu : (Dimyati dan Mujiono, 1999:236-254)

1) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang menyangkut seluruh diri pribadi, termasuk fisik maupun mental atau psikofisiknya yang ikut menentukan berhasil tidaknya seorang dalam belajar. 2) Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar individu yang bersangkutan, misalnya ruang belajar yang tidak memenuhi syarat, alat-alat pelajaran yang tidak memadahi, dan lingkungan sosial maupun lingkungan alaminya.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan minat belajar adalah kemauan atau ketertarikan peserta didik untuk belajar khususnya dalam pelajaran akuntansi. Keberhasilan belajar dapat diukur dari adanya perubahan minat peserta didik dari tidak berminat menjadi berminat, dari belum tahu menjadi tahu, dari yang nilainya kurang baik meningkat menjadi lebih baik.

5. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut kamus besar bahasa Indonesia prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Menurut Muhibin Syah (2003:213) Prestasi belajar adalah pengungkapan hasil belajar dari segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan prestasi belajar adalah pengungkapan hasil belajar melalui penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran dan menilai setiap ranah psikologis siswa sebagai hasil dari proses belajar siswa.

Faktor–faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat digolongkan menjadi dua yaitu (Dimyati dan Mujiono, 1999:236-254):

1) Faktor internal

a) Sikap terhadap belajar

Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar.

b) Motivasi belajar

Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi ini dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus agar siswa memiliki hasil belajar yang baik, yang pada akhirnya semakin meningkatkan motivasi berprestasi.

c) Konsentrasi belajar

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran yang tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat.

d) Mengolah bahan belajar

Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara memperoleh ajaran yang dikembangkan di berbagai mata pelajaran, sehingga lebih bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar berupa pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, kesenian, serta keterampilan mental dan jasmani. Cara memperoleh ajaran berupa bagaimana menggunakan kamus, daftar logaritma, atau rumusan matematika. e) Menyimpan perolehan hasil belajar

Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara memperoleh pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu yang pendek (hasil belajar cepat dilupakan) dan waktu yang lama (hasil belajar

tetap dimiliki siswa). Proses belajar terdiri dari proses penerimaan, pengolahan, dan pengaktifan yang berupa penguatan serta pembangkitan kembali untuk dipergunakan. Dalam kehidupan sebenarnya tidak berarti semua proses tersebut berjalan lancar, akibatnya proses penggunaan hasil belajar terganggu.

f) Menggali hasil belajar yang tersimpan

Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses pengaktifan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau mengkaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. g) Kemampuan berprestasi

Kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar yang membuktikan keberhasilan belajar dalam memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Kemampuan berprestasi terpengaruh oleh proses penerimaan, pengaktifan, prapengolahan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman.

h) Rasa percaya diri siswa

Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian ”perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.

i) Intelegensi dan keberhasilan belajar

Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.

j) Kebiasaan belajar

Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain: belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, bergaya sok menggurui atau bergaya minta ”belas kasih” tanpa belajar.

Kebiasaan-kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.

k) Cita-cita siswa

Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu didikan yang harus dimulai sejak sekolah dasar. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi siswa.

2) Faktor eksternal

a) Guru sebagai pembina siswa belajar

Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar yang merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru pengajar, guru bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah. Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa meliputi: pembangunan hubungan baik dengan siswa, menggairahkan minat, perhatian dan memperkuat motivasi belajar untuk berprestasi, mengorganisasi belajar, melaksanakan pendekatan pembelajaran secara tepat, mengevaluasi hasil belajar secara jujur dan obyektif, melaporkan hasil belajar kepada orang tua/wali siswa.

b) Prasarana dan sarana pembelajaran

Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti lengkapnya sarana dan prasarana otomatis bisa menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar dengan baik.

c) Kebijakan penilaian

Penilaian adalah penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.

d) Lingkungan sosial siswa di sekolah

Dokumen terkait