• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III RANGKAIAN RITUAL PANGGUNI UTTIRAM

3.3 Pelaksanaan Upacara

Upacara dilaksanakan pada hari ketiga yang dimulai dari pagi hari hingga malam hari. Dimulai dengan puja-puja khusus, Abhisegam, Archanai, mandi suci,

Alagu, arakan Kavadigal, dan arakan Ratham. Serangkaian ritual ini dilakukan

secara berurutan. 3.3.1 Abhisegam

Sehari sebelumnya, tepatnya hari kedua Pangguni Uttiram, suasana di kuil tidak begitu ramai. Hanya ada sembahyang biasa di kuil yang diikuti oleh umat yang berasal dari sekitar kuil. Hari kedua ini memang dimaksudkan sebagai waktu istirahat atau jedah sebelum acara puncak upacara di hari ketiga.

Memasuki hari ketiga perayaan Pangguni Uttiram. Hari ketiga merupakan saat puncak upacara. Pada saat inilah umat Hindu Tamil beramai-ramai mendatangi kuil. Mereka menggunakan pakaian lengkap khas India (Sari) dan membawa beraneka macam sesaji. Kuil Shri Thendayudabani pagi hari itu dipadati umat yang siap mengikuti sembahyang bersama atau puja khusus.

63 Puja khusus adalah sembahyang kepada para Dewa. Namun, pada upacara

Pangguni Uttiram puja-puja khusus ditujukan kepada Dewa Murugar. Sembari

membacakan mantra-mantra khusus yang berisi do’a, pendeta memasukkan satu persatu sesaji berupa makanan, buah, bunga, dan biji-bijian. Bahan sesaji ini ada yang dipersiapkan oleh pihak kuil dan ada pula sumbangan dari umat yang datang. Pada tata cara sembahyang pada ajaran Hindu adalah melakukan pemujaan yang pertama untuk Dewa Ganesha. Dewa Ganesha diyakini sebagai lambang ilmu pengetahuan, yang akan memberi wawasan dan kepintaran. Meskipun momennya adalah untuk Dewa Murugar, akan tetapi Dewa-dewa lainnya juga tetap mendapat penghormatan khusus. Seluruh umat Hindu yang datang ke kuil bebas melakukan pemujaan Dewa manapun sesuai dengan keinginan dan kepentingan masing-masing.

Seusai puja khusus, ritual selanjutnya adalah Abhisegam. Abhisegam adalah ritual memandikan Dewa. Semua arca Dewa yang ada di kuil akan

Gambar 3.11. Seorang pendeta sedang melakukan abhisegam, memandikan arca Dewa dengan susu dan aneka bunga. (dok. Ayu)

dimandikan secara khusus. Abhisegam biasanya dilakukan pada waktu tertentu, yakni setiap hari, seminggu sekali, sebulan sekali, setahun sekali atau pada saat perayaan.

Pada upacara Pangguni Uttiram, ritual Abhisegam dilakukan pada hari

ketiga atau hari puncaknya. Setelah melakukan sembahyang (puja khusus), pendeta akan memandikan arca-arca utama. Dibantu dengan beberapa orang, arca dimandikan satu persatu dengan bahan yang telah disiapkan. Susu, beragam jenis bunga, air kunyit, dan air bersih digunakan sebagai media untuk tujuan tertentu sesuai dengan makna masing-masing bahan. Setelah arca-arca Dewa dimandikan hingga bersih, kemudian arca tersebut dikenakan baju atau semacam kain berwarna kuning dan dikalungi rangkaian bunga. Warna kuning bagi kepercayaan Hindu Tamil berarti suci. Sehingga pemakaian warna kuning lebih mendominasi.

Abhisegam dilakukan sebagai wujud rasa syukur umat kepada Dewa

Murugar. Pada hari ulang tahunnya ini Dewa Murugar akan ditampilkan dalam wujud yang berbeda dari wujudnya di hari biasa.

3.3.2 Archanai

Ritual Archanai yang dilakukan pada saat upacara Pangguni Uttiram dimaksudkan sebagai rasa bakti dan terima kasih mereka atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan. Permohonan pun juga dipanjatkan dalam setiap do’a dalam puja-pujanya. Ritual ini dipimpin oleh seorang pendeta yang berada di tengah ruangan yang biasa digunakan untuk bersembahyang yang disebut

mahamandaban.

Archanai dipusatkan pada sebuah perapian yang dibuat di tengah ruangan.

65 Bagi umat Hindu Tamil, sesaji yang dibakar di dalam perapian akan menjadi asap yang terbang ke atas. Mereka percaya semuanya akan sampai ke pada Dewa yang dianalogikan berada di atas.

Bahan-bahan dan sesaji yang telah dipersiapkan dan kemudian dimasukkan ke perapian merupakan bentuk penghormatan umat kepada Dewa Murugar yang pada saat itu diperlakukan istimewa.

Gambar 3.12. Seorang pendeta sedang melakukan archanai, dibantu oleh beberapa orang. (dok. Ayu)

Gambar 3.13. Sesaji yang disiapkan untuk archanai. (dok. Ayu)

3.3.3 Alagu

Setibanya di sungai, dimana akan dilaksanakannya ritual cucuk (Alagu), para peserta wajib menjalani ritual mandi suci. Sungai Tangsi yang digunakan sebagai tempat mandi suci ini berjarak 1 (satu) Kilometer dari Kuil Shri Thendayudabani. Setiap peserta akan mencelupkan seluruh tubuhnya ke dalam air dipandu oleh seorang pendeta. Mandi suci bermaksud memberi penyegaran bagi peserta yang akan membayarkan nazarnya setelah itu.

Setelah semua peserta selesai mandi suci, mereka akan dikumpulkan di sebuah area di pinggir sungai. Area ini telah dibatasi, dengan maksud orang-orang yang tidak berkepentingan tidak mengganggu jalannya ritual Alagu. Pendeta yang memimpin ritual ini segera membacakan mantra-mantra khusus kepada semua

kavedi dan sesaji yang nantinya akan dibawa arak-arakan.

Alagu adalah ritual menusukkan besi-besi dengan bermacam bentuk pada

bagian tubuh tertentu. Besi-besi tersebut ada yang berbentuk seperti kail pancing, anak panah, dan lain-lain. Biasanya ditusukkan di bagian tubuh seperti lidah, punggung, dada dan pipi. Besi-besi tersebut disebut kavedi.

67 Saat peserta akan ditusuk tubuhnya, seluruh umat yang hadir di sana tampak khusuk memanjat doa keselamatan. Seruan-seruan juga terdengar dari para peserta yang menunggu giliran dengan maksud memberi semangat kepada peserta yang sedang menjalani Alagu. Yang tampak pada raut wajah para peserta saat itu adalah kepasrahan dan keikhlasan.

Ritual alagu ini adalah puncak dimana akan terlihat ketulusan mereka

selama menjalani persiapan sebelumnya. Bagi peserta yang melanggar syarat yang telah ditentukan, dipercaya akan mengalami hambatan saat menjalani ritual alagu. Seperti yang dituturkan oleh Ramish (25 tahun) berikut:

“Jika kami melakukan semuanya dengan niat yang tulus dan nggak melanggar pantangan, mudah-mudahan Dewa akan membantu meringankan rasa sakit saat ditusuk. Tapi jika ada pantangan yang dilanggar, pada waktu ditusuk akan terjadi hal-hal yang nggak diinginkan seperti berdarah atau terasa berat saat diarak keliling kota.”

Para peserta Alagu melakukannya dalam keadaan trance atau tak sadarkan

diri. Namun, beberapa orang merasa dalam keadaan sadarkan diri. Semuanya bergantung pada pemimpin upacara yang mengendalikan kekuatan magis.

Gambar 3.15. Prosesi Alagu seorang peserta yang dilakukan seorang pendeta. (dok. Ayu)

Biasanya setiap peserta akan dirasuki atau dimasuki roh-roh Dewa. Mereka dapat mengenalinya dengan suara-suara yang dikeluarkan peserta saat trance.

Masing-masing peserta akan ditusuk pada bagian bagian-bagian tertentu tubuhnya. Ada yang di bagian pipi, lidah, punggung, atau dada. Masing-masing sebagai bentuk penebusan dosa atas kejahatan yang pernah dilakukan.

3.3.4 Arakan Kavadigal

Ritual selanjutnya yaitu Kavadigal. Kavadigal dilaksanakan di hari kedua yaitu pada hari puncak. Setelah dilakukan puja khusus, Abhisegam, Archanai, dan

Alagu sebelumnya, barulah seluruh umat yang hadir bersiap-siap melakukan arak-

arakan keliling kota menuju kuil.

Arak-arakan keliling kota dengan membawa empat kavedi Dewa dalam wujud yang berbeda-beda. Selain itu, ada pula kavedi yang berbentuk rangkaian bunga, daun dan buah. Beberapa orang perempuan juga tampak menjunjung kendi berisi susu sapi. Semua peserta arak-arakan Kavadigal ini harus berjalan beriringan sejauh kurang lebih 2 Kilometer menuju kuil tanpa menggunakan alas kaki.

69 Pada arak-arakan Kavadigal suasana jalan yang dilalui menjadi ramai.

Bukan saja umat Hindu Tamil tetapi masyarakat umum juga ikut menyaksikan. Peserta wirtho yang telah mengenakan kavedi akan berjalan dengan dipandu oleh pendeta dan beberapa orang pembantunya. Diiringi alunan musik khas India, para peserta upacara menarikan tari-tarian dan menyanyi lagu-lagu yang dapat memberi semangat untuk peserta.

Gambar 3.17. Arakan Kavadigal. (dok. Ayu)

Gambar 3.18. Pada arakan Kavadigal diisi dengan tari-tarian dan nyanyian. (dok. Ayu)

Selama diarak, peserta berjuang menahan diri. Mereka sebenarnya sedang menjalani ujian untuk melawan kejahatan dalam diri mereka sendiri. Sehingga bagi mereka yang benar-benar menjaga niat tetap bersih, akan sanggup melewatinya.

Dalam arak-arakan Kavadigal juga ada pertunjukkan Barongsai dan Jaran Kepang. Keduanya adalah bentuk kesenian tradisional di luar budaya Tamil.

Kehadiran kelompok kesenian ini sengaja dipanggil oleh panitia penyelenggara untuk mengaburkan kesan religius dalam acara ini. Mereka menganggap jika memasukkan unsur budaya lain akan lebih mudah dalam pelaksanaan ritual.

Gambar 3.19. Peserta dalam keadaan trance (tidak sadarkan diri) saat diarak menuju kuil. (dok. Sardi)

Gambar 3.20. Kesenian tradisional Thiongha (Barongsai) dan Jaran

71 Sekilas perayaan ini seperti sebuah pertunjukkan atau akrobat. Namun, bagi orang Tamil ritual yang sedang mereka jalankan adalah suatu kewajiban agama. Seperti yang dituturkan oleh pendeta Nadhin (40 tahun):

“Ritual cucuk adalah acara yang sangat ditunggu-tunggu. Saat ritual cucuk dan arak-arakan ke kuil, masyarakat umum boleh saja menyaksikannya. Tanpa ada batasan usia, suku, agama dan jenis kelamin. Sehingga saat prosesi acaranya, suasana menjadi ramai dan sulit dikendalikan. Makanya panitia telah menyiapkan orang-orang yang siap membantu pendeta dalam menjaga peserta agar tak tersentuh orang-orang. Bagimanapun acara ini adalah acara agama, dan masyarakatpun diharapkan dapat memberi kebebasan kepada kami untuk menjalani ibadah ini.”

Saat peserta diarak keliling kota, masyarakat khususnya orang-orang Tamil yang tidak ikut dalam arak-arakan akan menunggu di depan rumah mereka atau di pinggir jalan yang dilalui peserta. Mereka menyiapkan air dan makanan yang akan diberikan kepada peserta arak-arakan. Sebagian ada yang menyediakan air kunyit untuk disiramkan ke kaki para peserta Alagu.

Setelah tiba di kuil, semua peserta masuk ke dalam kuil. Pendeta kemudian membaca mantra khusus untuk melepaskan besi-besi yang melekat di tubuh peserta. Secara perlahan besi pun dilepaskan tanpa meninggalkan bekas luka atau lubang pada kulit. Pada saat itu, seruan doa dan bunyi lonceng meramaikan suasana kuil. Semua umat yang hadir memanjatkan doa dan rasa syukur kepada Dewa atas keselamatan dan kelancaran acara tadi.

3.3.5 Arakan Ratham

Pada malam harinya dilanjutkan dengan ritual arak-arakan Ratham.

Ratham adalah mengarak arca suci Murugar di atas kereta kencana (radoo). Radoo akan ditarik oleh hewan sapi atau lembu keliling kota. Arak-arakan ini

akan berkeliling dengan route yang hampir sama dengan arakan Kavadigal.

Radoo adalah kereta kencana Murugar yang menandakan kebesarannya.

Sehingga malam itu menjadi malam yang dinantikan umat Tamil. Pada saat itu, Dewa Murugar yang diarak di dalam radoo akan mendatangi umatnya dan memberkati mereka. Orang-orang Tamil akan menyiapkan sesaji yang terdiri dari beraneka macam buah dan diberi dupa. Pendeta dan beberapa orang peserta

wirtho berada di atas kereta akan memberkati sesaji di hadapan arca Dewa

Murugar.

Pada arak-arakan ini, semua umat Hindu-Tamil yang hadir dan menyaksikan acara tersebut menyambut dengan gembira. Mereka merasakan kemenangan karena telah berhasil memerangi kejahatan dalam bentuk penebusan dosa atau Alagu tadi.

3.4 Ritual Penutup

Setelah pelaksanaan upacara selesai di hari ketiga, hari keempat hanya ada sembahyang atau puja-puja Dewa. Hari keempat menjadi waktu istirahat karena telah menjalani serangkaian ritual. Namun perayaan Pangguni Uttiram belum selesai. Masih ada serangkaian ritual lagi di hari kelima yang menjadi ritual penutup.

Hari kelima adalah hari terakhir perayaan Pangguni Uttiram. Pada pagi hari umat Hindu Tamil akan datang ke kuil untuk melakukan sembahyang. Sembahyang pada hari kelima ini sama dengan hari pertama. Setelah dilakukan puja-puja kepada Dewa, mereka akan mengelilingi kuil dan menunurunkan bendera kuil. Lalu dilanjutkan dengan Puja Idumban, dimana puja-puja ditujukan kepada Muniandi. Muniandi adalah penjaga kuil yang dalam wujudnya berupa

73 Macan. Dalam mitologi Dewa Murugar, Macan adalah musuh Murugar. Ketika mereka terlibat dalam sebuah perang, ada suatu perjanjian. Jika yang kalah dia akan menjadi pelayan bagi yang menang. Pada waktu itu Murugar menang, dan

Muniandi akhirnya menjadi pengawal Murugar.

Sebagai ritual penutup, biasanya akan diadakan pemotongan hewan kambing. Ini dimaksudkan untuk dipersembahkan kepada arca Muniandi. Dalam kepercayaan Hindu-Tamil, hal-hal yang bersifat amis sangat dilarang. Namun, pada pelaksanaannya ada sebagian yang menganggap bahwa ritual potong kambing ini sebagai penghormatan mereka kepada Muniandi yang telah menjaga umat di kuil.

Saat proses pemotongan, semua arca suci yang ada di dalam kuil maupun di luar kuil akan ditutup dengan kain dengan maksud agar tidak melihat darah yang mengucur dari hewan kambing itu. Setelah kambing dipotong, akan dimasak dan dihidangkan dalam acara makan bersama. Pengadaan kambing ini adalah hasil sumbangan dari masyarakat Tamil yang dengan sukarela menyumbang.

Dokumen terkait