• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran Administrasi Pemilihan

BAB III PERADILAN PEMILU PADA

D. Pelanggaran Administrasi Pemilihan

Pelanggaran administrasi pemilihan merupakan salah satu masalah hukum dalam pilkada. Pasal 138 UU No. 10 Tahun 2016 memberikan defenisi bahwa yang dimaksud dengan Pelanggaran administrasi Pemilihan adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak pidana Pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan.196

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2016, macam macam Pelanggaran Administrasi disertai sanksinya dapat dilihat dalam tabel berikut:197

Tabel 4.7

Macam macam Pelanggaran Administrasi disertai sanksinya

Tidak dijelaskan Bab VII Pendaftaran

196 Indonesia, Undang-Undang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, UU No. 10 Tahun 2016, LN Tahun 2016 Nomor 130, TLN No. 5896, Ps.138

197 Wasis Susetyo, et, al., Laporan Akhir Pengkajian Hukum Tentang Tinjauan Terhadap Efisiensi Pelaksanaan Pemilu Di Indonesia, (Jakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, 2015) hlm.89-93.

Tidak dijelaskan Bab VII Pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, Dan Calon

Denda 20 Milyar

Tidak dijelaskan Bab VII Pendaftaran

Pencabutan hak

Tidak dijelaskan Bab XVII Pemantau

Tidak dijelaskan BAB XI Kampanye

Tidak dijelaskan BAB XI Kampanye

Tidak dijelaskan BAB XX Pelanggaran

rekomendasi

Tidak dijelaskan Bab XI Kampanye

Tidak dijelaskan BAB XI Kampanye

gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah lain.

Sanksinya berupa penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh daerah Pemilihan

setempat.

Kemudian, mengenai mekanisme penyelesaian pelanggaraan administrasi pilkada menurut UU Nomor 10 Tahun 2016 diawali dengan laporan yang dilakukan oleh Pemilih, pemantau Pemilihan, atau peserta Pemilihan.198 Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS diberikan wewenang untuk menerima laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan.199 Kemudian laporan tersebut ditindak lanjuti dengan kajian. Setelah dikaji dan terbukti kebenarannya, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima.200

Kemudian, Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota membuat rekomendasi atas hasil kajiannya terkait pelanggaran administrasi Pemilihan.201 Setelah diterbitkannya rekomendasi, KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib

198 Ibid, Ps. 134 ayat (2)

199 Ibid, Ps. 134 ayat (1)

200 Ibid, Ps. 134 ayat (5)

201 Ibid, Ps. 139 ayat (1)

menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota.202 KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.203 Jika KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, atau peserta Pemilihan tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota akan memberikan sanksi peringatan lisan atau peringatan tertulis.204 Mekanisme penyelesaian tersebut, dapat dilihat pada bagan berikut :

Dari ketentuan dan bagan yang telah diuraikan, dapat dilihat bahwa fungsi Bawaslu propinsi dan/atau Panwaslu kabupaten/kota adalah menerima dugaan laporan yang kemudian dilakukan pengkajian atas laporan tersebut. Produk dari kajian tersebut adalah rekomendasi terhadap KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,. KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota diberikan tugas oleh Undang-undang untuk melakukan eksekusi terhadap rekomendasi tersebut, misalnya

202 Ibid, Ps. 139 ayat (2)

203 Ibid, Ps. 139 ayat (3)

204 Ibid, Ps. 141

memberikan sanksi terhadap peserta pilkada yang terbukti melanggar ketentuan administrasi pilkada.

Dapat dilihat, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota selain sebagai penyelenggara pilkada yang diamanahkan oleh undang-undang, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota juga berfungsi sebagai penegak hukum, yaitu eksekutorial terhadap rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota yang diawali dengan laporan pelanggaran administrasi kepemiluan. Dengan peran demikian, seolah-olah KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota menjadi pilar penting dalam penegakan hukum administrasi pemilu. Namun, dipihak lain Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota hanya sekadar diperankan pada hal yang tidak signifikan yaitu sebagai penerima laporan, mengkaji dan menerbitkan rekomendasi. Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota tidak memiliki kewenangan untuk mengeksekusi atau menyelesaikan adanya laporan dari masyarakat atau peserta pilkada.

Jika dilihat dari data pelanggaran administrasi pilkada maka terlihat bahwa rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota justru malah tidak dilaksanakan atau tidak ditindaklanjuti oleh KPU. Hal ini menunjukkan bahwa desain penyelesaian pelanggaran admnistrasi yang melibatkan dua lembaga cenderung tidak efektif dan tidak berhasil memberikan kepastian hukum.205

205 Catatan Pengawasan Pemilu..., op,cit, hlm. 99-102

Padahal, upaya untuk mengefektifkan eksekusi akan adanya temuan laporan Bawaslu atau Panwaslu terhadap adanya pelanggaran administrasi bertujuan untuk meminimalisir potensi sengketa hukum yang berlanjut di pengadilan serta memberikan kepastian dan keadilan hukum pemilu (electoral justice) bagi para pihak yang merasa dirugikan akibat adanya pelanggaran administrasi.206

Dalam UU maupun dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pengawasan Pemilihan Umum,207 Jika rekomendasi dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang ditujukan kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS atau Peserta Pemilu tidak ditindaklanjuti maka Bawaslu memberikan sanksi peringatan lisan atau peringatan tertulis. Hal ini perlu diperjelas mengenai muatan dari kewenangan kedua lembaga ini secara rinci supaya dalam praktek tidak menimbulkan masalah. Misalnya apa yang termasuk muatan rekomendasi Bawaslu dan apa kriteria tindak lanjut dari KPU. Selain itu juga perlu dijelaskan dalam undang-undang mengenai peringatan lisan dan peringatan tertulis yaitu mengenai pengertian dan akibat hukum yang ditimbulkan karena dikeluarkannya peringatan tersebut. Dengan demikian desain penyelesaian pelanggaran administrasi dapat lebih efektif. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip dalam sistem keadilan pemilu yang mensyaratkan adanya sistem penyelesaian sengketa yang efektif, efisien dan mudah diakses. Selain itu sejalan pula dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.

206 Irvan Mawardi, Dinamika Sengketa Hukum Administrasi di Pemilukada, (Yogyakarta : Rangkang Education, 2014), hlm. 198

207 Indonesia, Peraturan Badan Pengawas Pemilihan UmumTentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pengawasan Pemilihan Umum, Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2015, Ps. 41 ayat (5)