• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

Dalam dokumen BAB II BAHAN RUJUKAN (Halaman 31-37)

B. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan

2. Fungsi SSP (Surat Setoran Pajak)

2.3.5. Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

Sesuai dengan prinsip self-assessment yang di anut di Indonesia wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak yang terutang sendiri ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Wajib pajak harus melaporkan laporan bulanan ini meskipun nihil. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)

merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kewajiban perpajakan yang telah dipenuhinya dalam suatu masa pajak atau tahun pajak atau bagian tahun pajak dalam sistem tersebut. Waluyo (2009:22) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah :

“ Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Adapun beberapa Fungsi SPT, yaitu :

1. Bagi wajib pajak Pajak Penghasilan, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak.

b. Laporan tentang pemenuhan penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.

c. Harta dan kewajiban.

d. Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan / pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak. 2. Bagi pengusaha kena pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan

dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3. Bagi pemotong / pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 152/PMK.03/2009 Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan Serta Tata Cara Pengambilan Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan membagi SPT yang berbentuk formulir kertas (hardcopy) dan e-spt menjadi dua, yaitu :

a. SPT tahunan, yaitu SPT untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak; b. SPT Masa, yaitu surat pemberitahuan yang dilaporkan pada suatu masa pajak.

Tabel 2.2

Yang Termasuk SPT Masa

No. Jenis SPT Tahunan Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu Pelaporan 1 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan

berikutnya 2 PPh Pasal 15 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan

berikutnya 3 PPh Pasal 21/26 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan

berikutnya 4 PPh Pasal 23/26 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan

berikutnya

5

PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk Wajib Pajak orang pribadi dan

Tgl 15 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya

badan

6

PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk Wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan

melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT masa

Akhir masa pajak terakhir

Tgl 20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir 7 PPh Pasal 22, PPN & PPnBM oleh Bea Cukai

1 hari setelah dipungut

Hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan) 8 PPh Pasal 22 – Bendahara Pemerintah

Pada hari yang sama saat penyerahan barang

Tgl 14 bulan berikutnya 9 PPh Pasal 22 –

Pertamina

Sebelum Delivary Order

dibayar

10 PPh Pasal 22 –

Pemungut tertentu Tgl 10 bulan berikutnya

Tgl 20 bulan berikutnya

11 PPN dan PPnBM – PKP

Akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan Akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak 12 PPN dan PPnBM – Tgl 7 bulan berikutnya Tgl 14 bulan

Sumber :Direktorat Jendral Pajak, 2011

2.3.5.1. SPT Masa PPN 1111

Sebelum terjadinya perubahan SPT Masa PPN oleh Direktorat Jendral Pajak, terlebih dahulu menggunakan SPT Masa PPN Formulir 1107. Bentuk dan isi SPT Masa PPN Formulir 1107 yang diterapkan di setiap KPP di Indonesia sesuai dengan Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-146/PJ./2006 Tanggal : 29 September 2006 yang terdiri dari :

a. Induk SPT Masa PPN; dan

b. Lampiran SPT Masa PPN, baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau data elektronik;

yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang masing - masing diberi nomor kode dan nama formulir sebagai berikut :

a. 1107 (F 1.2.32.01) : Induk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

b. 1107 (D 1.2.3.2.01) : lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM c. 1107 (D 1.2.32.02) : lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM

Kemudian terdapat perubahan kembali pada formulir SPT Masa PPN menjadi Formulir 1108. Bentuk dan isi SPT Masa PPN Formulir 1108 yang

Bendaharawan berikutnya

13

PPN dan PPnBM – Pemungut Non Bendahara

Tgl 15 bulan berikunya Tgl 20 bulan berikutnya

14

PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, 21, 23, PPN dan PPnBM Untuk Wajib Pajak Kriteria Tertentu

Semua batas waktu per SPT Masa

Tgl 20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir

diterapkan di setiap KPP di Indonesia sesuai dengan Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER- 180/PJ./2007 Tanggal : 28 Desember 2007 yang terdiri dari :

a. 1108 (F.1.2.32.03) : Induk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

b. 1108 A (D.1.2.32.05) : lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM c. 1108 B (D.1.2.32.06) : lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM

Dan pada tahun 2010 Dirjen Pajak merubah kembali peraturan SPT Masa PPN. Ketentuan mengenai perubahan SPT Masa PPN ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tanggal 6 oktober 2010 dan Surat Edaran Nomor SE-98/PJ/2010 untuk PKP yang menggunakan mekanisme Pajak Masukan dan Pajak Keluaran (Normal) dan untuk PKP yang menggunakan pedoman penghitungan perkreditan pajak masukan, diatur terpisah dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 dan Surat Edaran Nomor SE-99/PJ/2010.

Dengan adanya perubahan ini maka sekarang kita mengenal 3 macam formulir SPT Masa PPN sebagai berikut :

1. SPT Masa PPN 1111, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan mekanisme Pajak Masukan dan Pajak Keluaran (Normal).

2. SPT Masa PPN 1111 DM, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Perkreditan Pajak Masukan, dan

3. SPT Masa PPN 1107 PUT, yang digunakan oleh Pemungut PPN.

Daftar bentuk formulir SPT Masa PPN 1111 adalah Formulir 1111 yang merupakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (F.1.2.32.04) biasa disebut dengan Induk SPT Masa PPN; dan

Lampiran Induk SPT Masa PPN 1111 :

1. Formulir 1111 AB : Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07);

2. Formulir 1111 A1 : Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP (D1.2.32.08);

3. Formulir 1111 A2 : Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (D1.2.32.09);

4. Formulir 1111 B1 : Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud / JKP dari Luar Daerah Pabean (D.1.2.32.10);

5. Formulir 1111 B2 : Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP / JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11); dan

6. Formulir 1111 B3 : Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12).

Dalam dokumen BAB II BAHAN RUJUKAN (Halaman 31-37)

Dokumen terkait