• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN TEORITIK

C. Pelarut tersier pulpa kakao

Hasil analisis RSM menunjukkan bahwa laju pelarutan kafein optimum sebesar 0.3016%/jam (Gambar 49) dan waktu observasi optimum sebesar 6.57 jam (Gambar 50) diperoleh dari proses dekafeinasi pada suhu dan konsentrasi pelarut masing-masing 100oC dan 70%. Batas bawah (low limit) dan batas atas

(high limit) untuk laju pelarutan sebesar 0.2556 %/jam dan 0.3477 %/jam,

sedangkan batas bawah (low limit) dan batas atas (high limit) untuk waktu observasi sebesar 5.24 jam dan 7.90 jam. Waktu observasi (jam) adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk secara eksperimental. Hasil uji cita rasa contoh biji kopi terdekafeinasi pada suhu proses 100oC dan konsentrasi pelarut 70% diperoleh nilai aroma, flavor, body dan bitterness masing-masing sebesar 3.1; 2.5; 2.7; dan 1.5; sedangkan nilai finish appreciation (FA) sebesar 2.6.

Hasil anova menunjukkan bahwa hanya suhu pelarut yang memberikan pengaruh nyata terhadap laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein akhir 0.3% bk dalam biji kopi.

! # "

$

Gambar 49. Kurva RSM laju pelarutan kafein (%/jam) pada berbagai konsentrasi pelarut tersier pulpa kakao dan suhu proses

" # !

$

Gambar 50. Kurva RSM lama proses pelarutan kafein (t-observasi) pada berbagai

konsentrasi pelarut tersier pulpa kakao dan suhu proses

Tabel 9. Nilai efek estimasi dan koefisien regresi terhadap laju pelarutan kafein (pelarut tersier pulpa kakao)

No. Faktor Efek estimasi Koefisien regresi

1 Konstanta 0.2629 0.2629 2 Suhu (L) 0.0476 9.51×10-4 3 Suhu (Q) 0.0133 2.13×10-5 4 Konsentrasi (L) 0.0109 1.21×10-4 5 Konsentrasi (Q) -0.0253 -1.25×10-5 6 Suhu (L) – Konsentrasi (L) 0.0149 6.63×10-6

Harga efek estimasi pada Tabel 9 menunjukkan besarnya pengaruh masing-masing variabel terhadap laju penurunan kadar kafein. Semakin besar harga efek estimasi suatu variabel menunjukkan semakin besar pengaruh variabel tersebut. Variabel linear konsentrasi dan interaksi antara suhu dan konsentrasi memberikan efek negatif terhadap laju penurunan kadar kafein. Sedangkan variabel suhu, variabel kuadrat suhu, dan variabel linear konsentrasi memberikan efek positif terhadap laju penurunan kadar kafein. Dengan demikian variabel linear suhu, kuadrat suhu, dan variabel linear konsentrasi akan memberikan pengaruh terhadap bertambahnya laju penurunan kadar kafein. Sedangkan variabel kuadrat konsentrasi dan interaksi antara suhu dan konsentrasi akan memberikan pengaruh terhadap berkurangnya laju penurunan kadar kafein.

Dengan menggunakan harga koefisien regresi yang terdapat dalam Tabel 9 dapat disusun suatu persamaan model matematika yang menghubungkan antara laju penurunan kadar kafein dengan variabel suhu dan variabel konsentrasi pelarut sebagai berikut: 2 2 5 2 1 5 2 1 6 2 4 1 4 1.216 6.63 . 2.13 1.25 51 . 9 2629 . 0 E x E x E x x E x E x Y= + − + − + − + − − − 10 75 1 1 − =X x dan 20 50 2 2 − =X x

Dalam hal ini x1 adalah variabel tak berdimensi suhu, X1 adalah variabel suhu (°C), x2 adalah variabel tak berdimensi konsentrasi, dan X2 adalah variabel konsentrasi (%).

Penelitian pengembangan model matematik proses dekafeinasi biji kopi robusta dalam reaktor kolom tunggal telah dilakukan. Model matematik untuk menggambarkan kinetika kafein selama proses ekstraksi (pengurasan) dalam biji kopi telah dikembangkan. Persamaan difusi pada kondisi tak mantap (non steady)

yang berkaitan dengan persamaan perpindahan massa makroskopik untuk pelarut telah dikembangkan dan diselesaikan secara analitis. Kinetika ekstraksi kafein dari dalam biji kopi dapat diekspresikan dengan persamaan berikut :

t V A k A A A AS p L c c c c . . 0 exp         − = − −

, dalam hal ini

) . ( exp . . R T Ea a f g c g k − = , Dk r2.kf 2 π = dan r D k k L= Difusivitas massa internal kafein dapat diprediksi dari model untuk digunakan dengan menggunakan pelarut asam asetat, limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan yang terbentuk mampu menerangkan kinetika proses ekstraksi kafein dari biji kopi. Nilai difusivitas kafein (Dk) biji kopi dengan pelarut asam asetat

antara 1.38–4.08x10-7m2/detik, dan nilai koefisien laju pelarutan (kf) mengikuti

persamaan berikut : ) / 82 . 1041 ( 01282 . 0 1) 4.4106. .exp (det T f c k − = − .

Model matematik pelarutan kafein dari dalam biji kopi Robusta menggunakan reaktor kolom tunggal dengan pendekatan bentuk bulat (sperichal)

adalah, t d c r A A A AS T e c c c c ( )(4.4106. exp )( 3.3319 10.302). 0 ) / 81 . 1041 ( 01282 . 0 2      + − − − = − − π

Untuk memprediksi waktu pelarutan (t-0,3) senyawa kafein dari kondisi

awal cA0 sampai 0.3% dalam biji kopi adalah,

      − − + − − = − − 3 . 0 3 . 0 ln )) 302 . 10 3319 . 3 )( exp . 4106 . 4 ).( (( (det) 0 1 ) / 82 . 1041 ( 01282 . 0 2 A AS T c c d c r t π

Dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal diawali dengan proses pengukusan biji kopi dengan uap air selama 1.5 jam dan kemudian dilanjutkan

dengan proses pelarutan. Proses pengukusan berakibat pada pengembangan panjang biji 8.6-9.5%, pengembangan lebar biji 12.2-13.3%, pengembangan tebal biji 18.3-20.6% peningkatan kadar air menjadi 55.45%, peningkatan diameter aritmatik 8-13%, dan peningkatan diameter geometrik 9-18%. Proses pengukusan tidak mengakibatkan perubahan yang nyata dari nilai sperisitas biji kopi yaitu antara 0.87-1.12. Nilai densitas kamba biji kopi meningkat sebesar 7-8%. Pada suhu pelarut 50oC, kadar kafein 0.3% bk diperoleh setelah proses pelarutan berlangsung selama 8 jam jika menggunakan konsentrasi pelarut 100%, dan 10 jam jika menggunakan konsentrasi pelarut 10%. Pada suhu pelarut 100oC, kadar kafein 0.3% bk diperoleh setelah proses pelarutan berlangsung selama 4 jam jika menggunakan konsentrasi pelarut 100%, dan 7 jam jika menggunakan konsentrasi pelarut 10%.

Validasi model yang terbentuk dengan menggunakan senyawa asam asetat menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) dari grafik nilai koefisien laju pelarutan observasi terhadap prediksi dan waktu dekafeinasi observasi terhadap prediksi masing-masing sebesar 0.9328 dan 0.9326. Validasi model yang dilakukan dengan metode test-run berdasarkan matrik perlakuan RSM dengan

menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) dari grafik waktu dekafeinasi observasi terhadap prediksi masing-masing sebesar 0.9556 dan 0.7727.

Laju pelarutan kafein dan waktu observasi optimum dengan pelarut asam asetat sebesar 0.497%/jam dan 4.99 jam diperoleh pada suhu dan konsentrasi pelarut masing-masing 100oC dan 69%. Pada kondisi tersebut diperoleh seduhan kopi rendah kafein dengan nilai aroma, flavor, body dan bitterness masing-masing

sebesar 3.2; 2.7; 2.8; dan 1.6; sedangkan nilai finish appreciation (FA) sebesar

2.8. Laju pelarutan kafein optimum sebesar 0.3426%/jam diperoleh pada waktu 5.68 jam proses dekafeinasi dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao pada suhu 100oC dan konsentrasi pelarut 55%. Pada kondisi tersebut diperoleh seduhan kopi rendah kafein dengan nilai aroma, flavor, body dan

bitterness masing-masing sebesar 3; 2.4; 2.5; dan 1.8; serta nilai finish

appreciation (FA) sebesar 2.7. Dengan menggunakan pelarut tersier pulpa kakao,

jam proses, suhu 100oC dan konsentrasi pelarut 70%. Pada kondisi tersebut diperoleh seduhan kopi rendah kafein dengan nilai aroma, flavor, body dan

bitterness masing-masing sebesar 3.1; 2.5; 2.7; dan 1.5; serta nilai finish

appreciation (FA) sebesar 2.6.

Novelty dari penelitian pengembangan model matematik proses dekafeinasi biji kopi robusta dalam reaktor kolom tunggal adalah :

1. Telah diperoleh model matematik yang dapat digunakan secara umum untuk memprediksi waktu pelarutan kafein dari dalam biji kopi robusta dengan menggunakan pelarut asam asetat, limbah cair fermentasi biji kakao, dan pelarut tersier pulpa kakao dalam reaktor kolom tunggal.

2. Kondisi optimum proses dekafeinasi dengan menggunakan asam asetat, limbah cair fermentasi biji kakao, dan pelarut tersier pulpa kakao sebagai pelarut kafein biji kopi robusta dalam reaktor kolom tunggal.

3. Nilai difusivitas kafein (Dk) tertinggi diperoleh pada pelarutan biji kopi

dengan pelarut asam asetat, yaitu sebesar 4.08x10-7 m2/detik, dengan laju

pelarutan kafein 0.497%/jam pada suhu dan konsentrasi pelarut masing- masing 100oC dan 69%, dan lama proses 4.99 jam. Namun demikian, proses dekafeinasi dengan menggunakan pelarut asam asetat pada suhu 100oC akan berdampak negatif pada keamanan proses terutama bagi keselamatan dan kesehatan operator.

Saran

1. Penerapan model matematika disarankan untuk disain proses dekafeinasi kopi robusta dalam reaktor kolom tunggal menggunakan pelarut asam asetat, limbah cair fermentasi biji kakao, dan larutan tersier hasil fermentasi pulpa kakao.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mempelajari pengaruh tingkat pengembangan volume biji kopi pada berbagai tekanan pengukusan terhadap penurunan kadar kafein dan cita rasa mutu kopi rendah kafein yang dihasilkan. 3. Kajian peningkatan skala proses produksi limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao perlu dilakukan agar diperoleh kondisi proses yang spesifik dengan mutu yang konsisten.

properties of coffee cherries and beans. Biosystems Engineering 98: 39-46.

Anderson BA, Shimoni E, Liardon R, Labuza TP. 2003. The diffusion kinetics of carbon dioxide in fresh roasted and ground coffee. J Food Engineering 59:

71-78.

Atmawinata O, Mulato S, Widyotomo S, Yusianto. 1998. Teknik pra-pengolahan biji kakao segar secara mekanis untuk mempersingkat waktu fermentasi dan menurunkan keasaman biji. Pelita Perkebunan 14: 48-62.

Atmawinata O. 2001. Pengolahan dan kompoisis kimia biji kopi : Peranan uji citarasa dalam pengendalian mutu kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.

Barani A. 2009. Orang Indonesia masih jarang minum kopi. Berita Bisnis. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian Republik Indonesia Baumann T, Mosli SS, Schulthess BH, Aetrs RJ. 1993. Interpendence of caffeine

and chlorogenic acid methabolism in coffee. Proc 15th ASIC Coll; 134-140.

Bichsel B. 1979. Diffusion phenomena during the decaffeination of coffee beans.

J Food Chemistry 4: 53–62.

Biehl B. 1989. Fermentation and drying. 2nd. International Congress on Cocoa

and Chocolate. Munich 13-15 May. 14p.

Bird RB, Stewart WE, Lightfoot EN. 1960. Transport Phenomena. New York: John Wiley & Sons.

Cahyono BS. 1987. Usaha penurunan kafein kopi biji dengan perebusan dalam larutan alkali dan kaitannya dengan mutu kopi bubuk yang dihasilkan (skripsi). Yogyakarta: Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

Charley H, Weaver C. 1998. Coffea, Tea, Chocolate and Cocoa Foods. New

Jersay USA: A Scientific Approach Merricee and Inprint of Prenttice Hall. Clapperton J. 1990. Forward control of cocoa flavour quality : An R&D

viewpoint. Jakarta: Int. Seminar on Cocoa Markets and Quality

Requirements. 29 November 1990.

Clarke RJ, Macrae R. 1989. Coffee Chemistry. Vol. I, II. London and New York :

Elsevier Applied Science.

Clifford MN, Willson KC. 1985. COFFEE : Botany, Biochemistry, and

Production of Beans and Beverage. Connecticut USA: The AVI Publsihing

Company, Inc.

Clifford MN. 1985a. Chemical and Physical Aspects of Green Coffee and Coffee

Products. P.305-374. In: M.N. Clifford & K.C.Wilson [Eds]. Botany,

Biochemistry, and Production of Beans & Beverage. Westport Connecticut: The AVI Publ.Co.Inc.

Clifford MN. 1985b. Chlorogenic Acids, Coffee. Vol. I. London and New York:

Elsevier Applied Science.

Crank J. 1975. The Mathematics of Diffusion. Second Eds. Oxford: Clarendon

Press.

Depkes. 2006. Melawan dampak negatif kafein. Intisari. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjend PPHP. 2006. Pedoman teknis pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu dan kemitraan kakao. Departemen Pertanian: Ditjend Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

Ditjendbun. 2010. Statistik Perkebunan 2008-2010: Kopi. Kementerian Pertanian Republik Indonesia: Direktorat Jenderal Perkebunan.

Doran PM. 1995. Bioprocess Engineering Principles. San Diego: Academic Press

Inc.

Dua S. 2000. Makan untuk mengurangi stress. Jakarta: Wartaids 65, 3 April 2000.

Dursun E, Dursun I. 2005. Some physical properties of caper seed. Journal of

Biosys. Eng. 92: 237-245.

Earle RL. 1983. Unit Operation in Food Processing. 2nd Eds. Oxford: Pergamon

Press.

Ensminger AH, Ensminger ME, Konlande JE, Robson JRK. 1995. The Consise

Encyclopedia of Food and Nutrition. Tokyo: Boca Raton.

Espinoza-Perez JD, Vargas A, Robles-Olvera VJ, Rodriguez-Jimenes GC, Garcia- Alvarado MA. 2007. Mathematical modelling of caffeine kinetic during solid-liquid extraction of coffee beans. Journal of Food Engineering 81: 72-

78.

Geankoplis CJ. 1983. Transport Processes and Unit Operations. 2nd Eds.

Massachusetts USA: Allyn and Bacon, Inc., 7 Wells Avenue, Newton. Ghosh V, DudaJL, Ziegler GR, Anantheswaran RC. 2004. Difusión of moisture

through chocolate flavoured confectionery coatings. Food and Bioproducts

Processing 82: 35-43.

Hadiyanto A. 1994. Kafein, penggunaan, efek, dan dekafeinasi (skripsi). Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Hamuasse M. 2009. Pemanfaatan pulpa kakao untuk memproduksi asam asetat

dengan menggunakan ragiroti dan aerasi (tesis). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Heldman DR, Singh RP. 1981. Food Engineering. 2nd Eds. Westport Connecticut:

AVI Publishing Comp.

Henderson SM, Perry RL. 1976. Agricultural Process Engineering. 3rd Eds.

Westport, Connecticut: AVI Publishing Comp.

Horman I, Viani A. 1971. The caffeine-chlorogenate complex of coffee, an NMR study, Proc 14th ASIC Coll, 102-111.

Hulbert GJ, Biswal RN, Mehr CB, Walker TH, Collins JL. 1998. Solid/liquid extraction of caffeine from guaranawith methyl chloride. Food Science and

Technology International 4: 53-58.

ICO. 2010. Cocoa prices. Internacional Cocoa Organization.

Illy I, Viani R. 1998. Expresso Coffee : The Chemistry and Quality. London:

Academic Press Limited.

Indonesian Business Today. 2010. Indonesia produsen kopi terbesar ketiga di dunia. Agriculture. 25 Juni 2010.

Ismayadi C. 1998a. Upaya perbaikan mutu kopi arabika spesialti dataran tinggi Gayo, Aceh. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 14: 45-53.

Ismayadi C. 1998b. Cita rasa kopi arabika spesialti Indonesia. Warta Pusat

Jaganyi D, Prince RD. 1999. Kinetics of tea infusion : The effect of the manufacturing process on the rate of extraction of caffeine. Food Chem 64:

27-31.

Jain RK, Ball S. 1997. Physical properties of pearl millet. J. Agric.Eng.Res. 66:

85-91.

Johnson AH, Peterson MS. 1974. Encyclopedia of Food Technology. Vol. I.

Westport Connecticut: The AVI Publ.Co.Inc..

Katz SN. 1997. Decaffeinating Coffee. American: Working Knowledge Scientific.

Kirk-Othmer. 1998. Encyclopedia of Chemical Technology 4th Ed. 10: 88

Ky CL, Louarn J, Dussert S, Guyot B, Hamon S, Noirot M. 2001. Caffeine, trigonelline, chlorogenic acids and sucrose diversity in wild Coffea arabica

L., and C. Canephora P. Accessions. Food Chem 75: 223-230.

Ky CL, Noirot M, Hamon S. 1997. Comparison of five purification methods for chlorogenic acids in green coffee beans (Coffee ap.). J. Agric. Food.Chem

45: 786-790.

Lestari H. 2004. Dekafeinasi biji kopi (Coffee canephora) varietas robusta dengan

sistem pengukusan dan pelarutan (tesis). Yogyakarta: Program

pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.

Lopez AS, Passos FML. 1984. Factors influencing cocoa beans acidity fermentation, drying and the microflora. Lome. Tongo: 9th International

Cacao Research Conference, 701-704.

Mabbett T. 1999. Foundations of flavour in coffee. Indian Coffee.

Macrae R. 1985. Nitrogenous Components, Coffee. Volume I. London and New York: Elsevier Applied Science.

Mataserv. 2010. Kakao di Indonesia 2010-2015 : Kajian Komprehensif Tentang

Peta Bisnis dan Prospek Perkebunan Agro Industri dan Pasar. Jakarta: PT.

Mataserv Bisnisindo.

McCabe WL, Smith JC, Harriot P. 1986. Unit Operation of Chemical

Engineering. New York: McGraw-Hill.

McCabe WL, Smith JC, Harriott P. 1999. Operasi Teknik Kimia. Alih bahasa : E.

Jasjfi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mendes LC, De Mendez HC, Aparecida M, da Silva AP. 2001. Optimization of the roasting of robusta coffee (C. canephora conillon) using acceptability

test and RSM. Food Quality and Preferente 12: 153-162

Meyer B, Biehl B, Said MB, Samarokoddy RJ. 1989. Postharvest pod storage: A method for pulp pre-conditioning during cocoa fermentation in Malaysia. J.

Sci. Food Agric. 48: 285-304.

Misnawi & Sulistyowati. 2006. Mutu kopi Indonesia dan peluang peningkatan daya saingnya. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 22: 127-

132.

Misnawi, Mulato S, Widyotomo S, Sewet A, Sugiyono. 2005. Optimasi suhu dan lama penyangraian biji kakao menggunakan penyangrai skala kecil tipe silinder. Pelita Perkebunan 21: 169-183.

Mohsenin NN. 1978. Physical Properties of Plant And Animal Materials. Gordon

and Breach Sci. Publ., New York.

Mulato S, Widyotomo S, Lestari H. 2004. Pelarutan kafein biji kopi robusta dengan kolom tetap menggunakan pelarut air. Pelita Perkebunan 20: 97-

109.

Mulato S, Widyotomo S, Purwadaria HK. 2007. Kinerja pembubuk mekanis tipe piringan (disk mill) untuk proses pengecilan ukuran biji kopi robusta

pascasangrai. Pelita Perkebunan 23: 231-258.

Mulato S, Widyotomo S, Suharyanto E. 2006. Pengolahan Produk Primer Dan

Sekunder Kopi. Jember Jawa Timur: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia.

Mulato S. 2001. Development and evaluation of a solar cocoa processing center for cooperative use in Indonesia. Ph.D Dissertation. Institut fur Agrartechnik in den Tropen und Subtropen. The University of Hohenheim. Germany.

Mulato S. 2002. Perancangan dan pengujian mesin sangrai biji kopi tipe silinder.

Pelita Perkebunan 18: 31-45.

Pairunan VI. 2009. Karakteristik fermentasi pulpa kakao dalam produksi asam asetat menggunakan bioreactor (tesis). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Perva-Uzunalić A, Škerget M, Knez Z, Weinreich B, Otto F, Grőner S. 2006.

Extraction of active ingredients from green tea (Camellia sinensis):

Extraction efficiency of major catechins and caffeine. Food Chem 96: 597-

605.

Petrus A. 2008. Karakteristik proses fermentasi pulp kakao untuk produksi etanol pada bioreactor (skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Purwadaria HK, Mulato S, AM Syarief. 2008. Dekafeinasi kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut tersier dari pulpa kakao. Bogor: Laporan Hasil Penelitian Tahun II, LPPM, Institut Pertanian Bogor.

Purwadaria HK, Mulato S, Syarief AM. 2007. Dekafeinasi kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut tersier dari pulpa kakao. Bogor: Laporan Hasil Penelitian Tahun I, LPPM, Institut Pertanian Bogor.

Ratna Y, Anisah R. 2000. Dekafeinasi kopi robusta pada pembuatan kopi bubuk dengan larutan NaOH. Makalah Seminar Nasional Industri Pangan, Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Rohan TA. 1963. Processing of raw cocoa for the market. FAO Agric.Stud 60:

207p.

Rozanah A. 2004. Kafein dan wanita. Republika

Rusmantri. 2002. Dekafeinasi kopi robusta dengan pelarut air pada berbagai suhu dan pH (tesis). Yogyakarta: Teknologi Hasil Perkebunan, Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada.

Saravacos GD, Maroulis ZB. 2001. Transport Properties of Foods. USA: Marcel

Dekker, Inc.

Sfredo MA, Finzer JRD, Limaverde JR. 2005. Heat and mass transfer in coffee fruits drying. Journal of Food Engineering 70: 15-25.

Sivetz M, Desroiser NW. 1979. Coffee Technology. Westport Connecticut: The

AVI Publ. Company Inc.

Sivetz M, Foote HE. 1973. Coffee Processing Technology Vol I. Westport

Smith JM, Van Ness HC. 1985. Introduction to Chemical Engineering

Thermodynamics. 3rd ed. Kogakusha Tokyo: International Student Edition.

McGraw-Hill Book Company Inc.

Spiller GA. 1999. Caffeine. New York Washington DC: Boca Raton.

Spiro M, Chong YY. 1997. The kinetics and mechanism of caffeine infusion from coffee: the temperature variation of the hindrance factor. Journal of the

Science of Food and Agriculture 74: 416–420.

Spiro M, Selwood RM. 1984. The kinetics and mechanism of caffeine infusion from coffee: the effect of particle size. Journal of the Science of Food and

Agriculture 35: 915-924.

Sulistyowati, Wahyudi T. 1998. Pengolahan kopi arabika rakyat. Warta Pusat

Penelitian Kopi dan Kakao 14: 198-206.

Susila WR. 1999. Dampak pelaksanaan putaran Uruguay terhadap beberapa aspek perdagangan kopi dunia dan dan domestik. Pelita Perkebunan 15, 33-55.

Sutarsih, Rahardjo B, Hastuti P. 2009. Difusivitas air pada wortel selama penggorengan hampa. Jurnal AGRITECH 29: 184-188.

Tejasari, Sulistyowati, Djumarti, Sari RAA. 2010. Mutu gizi dan tingkat kesukaan minuman kopi dekafosin instan. Jurnal Agroteknologi 4 : 91-106.

Toledo RT. 1999. Fundamental of Food Process Engineering, 2nd Eds.

Gathersburg Maryland: An Aspen Publication, Aspen Publisher Inc.

Treyball RE. 1980. Mass-Transfer Operations. 4th Eds. Singapore: McGraw-Hill

Book Company.

Udaya-Sankar K, Raghavan CV, Srinivasa-Rao PN, Lakshiminarayana-Rao L, Kuppuswany S, Ramanathan PK. 1983. Studies on the extraction of caffeine from coffee beans. Journal of Food Science and Technology 20:

64-67.

USDA. 2000. Tropical Product: World Markets and Trade. Circular series-

USDA, June.

Viani R, Horman I. 1974. Thermal behavior of trigonellin. J. Food. Sci. 39 : 1216-

1217.

Vincent GC. 1987. Green Coffee Processing. p. 1-33. In : Clarke RJ, Macrae R

(eds.). Coffee Vol. II : Technology. London and New York: Elsevier Apll.

Sci.

Vincent GC. 1989. Green Coffee Processing. p. 1-34. In : Clarke RJ, Macrae R

(eds.). Coffee Vol. II : Technology. London and New York: Elsevier Apll.

Sci.

Wahyudi T. 1988. Perisa kakao dan komponen-komponennya. Pelita Perkebunan.

4: 106 - 110.

Wahyudi T. 2003. Standar prosedur operasional (SPO) penanganan biji kakao di tingkat petani, pedagang pengumpuldan eksportir. Warta Pusat Penelitian

Kopi dan Kakao Indonesia 19: 156-167.

Wahyuni T. 2005. Kafein versus kehamilan. Suara Karya.

Welty JR, Wicks CE, Wilson RE, Rorrer G. 2001. Fundamentals of Momentum,

Heat and Mass Transfer. John Wiley and Sons, Inc.

Widyotomo S, Mulato S, Purwadaria HK, Syarief AM. 2009. Karakteristik proses dekafeinasi kopi robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat. Pelita Perkebunan 25: 101-125.

Widyotomo S, Mulato S, Purwadaria HK, Syarief AM. 2010a. Karakterisasi fisik kopi pasca pengukusan dalam reaktor kolom tunggal. Pelita Perkebunan

26: 25-41.

Widyotomo S, Purwadaria HK, Syarief AM, Mulato S. 2010b. Karakteristik suhu dan energi proses pengukusan biji kopi dalam reaktor kolom tunggal. Pelita

Perkebunan 26, 177-191.

Widyotomo S, Mulato S. 2003. Kafein : Senyawa penting pada biji kopi. Warta

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 23: 44-50.

Widyotomo S, Mulato S. 2005. Kinerja mesin sortasi biji kopi tipe meja getar.

Pelita Perkebunan 21: 55-72.

Widyotomo S, Syarief AM, Purwadaria HK. 2011. Karakterisasi fermentasi pulpa kakao dengan metode batch. Prosiding Seminar Nasional Perteta 2011,

Universitas Jember, 21-22 Juli 2011.

Widyotomo S. 2008. Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah. Review Pusat Penelitian Kopi

dan Kakao Indonesia 24: 71-89.

Wijaya H. 2003. Sambutan Ketua Umum BPP AEKI. Dalam : I. Bersten. 2003.

Coffee, Sex, and Health. A History of Anti Coffee Crusaders and Sexual

Hiysteria. Australia: Helian Books.

Wilbaux R. 1963. Coffee Processing. Food and Agriculture. Roma: Organization

of United Nation.

Williams S. 1999. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. 1111 North Nineteenth Street, Suite 210, Arlington,

Virginia 22209. USA: Association of Official Analytical Chemists, Inc. Wood GAR, Lass RA. 1985. Cacao. 4th Eds. London: Longman.

Yusianto, Hulupi R, Sulistyowati, Mawardi S, Ismayadi C. 2005. Sifat fisiko- kimia dan cita rasa beberapa varietas kopi Arabika. Pelita Perkebunan 21 :

200-222.

Yusianto. 1999. Komposisi kimia biji kopi dan pengaruhnya terhadap citarasa seduhan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 15: 190-202.

Yusianto. 2003. Karakter fisik dan cita rasa kopi hasil penyangraian sistem pemanasan langsung. Pelita Perkebunan 19: 152-170.

Zuhri S. 2010. Pasar kopi bakal langka, negara produsen perlu genjot produksi. Bisnis Indonesia. 13 Maret 2010.

air (lanjutan)

air (lanjutan)

air (lanjutan)

" # $ % & & ! ! ! ! ! ! ! ! " # $ % & & ! ! ! ! ! ! ! ! " # $ % & & ! ! ! ! ! ! ! ! " # $ % & & ! ! ! ! !

" # $ % ! & & ! ! ! ! " # $ % & & !

$ % $ %

$ % $ %

!

& & ' ( ) * ) * ! + ( ! ! " # $ % , - . , & &

, & / & , $ & , & &

& & ' ( ) * !) * ! + ( ! ! " # $ % , - . , & &

, & / & , $ & , & &

& & ' ( ) * ) * ! + ( ! ! " # $ % , - . , & &

, & / & , $ & , & &

& & ' ( ) !) * + ( ! ! " # $ % , - . , & &

, & / & , $ & , & &

& & ' ( ) * !! ) * + ( ! ! " # $ % , - . , & &

, & / & , $ & , & &

& & ' ( ) * !!) * + ( ! ! " # $ % , - . , & &

Coefficientsa 1,484 ,163 9,091 ,000 -1041,822 55,254 -,962 -18,855 ,000 1,282E-02 ,010 ,068 1,338 ,192 (Constant) Suhu Konsentrasi Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Dependent Variable: kw a. Descriptive Statistics -1,468154 ,1571244 30 ,0028793 ,00014506 30 3,7200 ,83657 30 kw Suhu Konsentrasi Mean Std. Deviation N Correlations 1,000 -,962 ,068 -,962 1,000 ,000 ,068 ,000 1,000 , ,000 ,360 ,000 , ,500 ,360 ,500 , 30 30 30 30 30 30 30 30 30 kw Suhu Konsentrasi kw Suhu Konsentrasi

Dokumen terkait