• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayan Sakramen Krisma

Dalam dokumen DAFTAR PUSTAKA (Halaman 38-44)

BAB II. SAKRAMEN KRISMA

C. Sakramen Krisma

6. Pelayan Sakramen Krisma

Sakramen Krisma memberikan penugasan dan pengangkatan resmi menjadi persona publica dalam jemaat, maka penerimaan Sakramen Krisma menjadi wewenang khusus pemimpin mandiri jemaat yaitu uskup. Dalam Kitab Hukum Kanonik juga disebutkan bahwa yang menjadi pelayan Sakramen Krisma adalah Uskup, namun sakramen itu juga dapat diberikan sah oleh imam yang memiliki kewenangan (Kan.882). kewenangan itu memiliki syarat sebagai berikut (Kan.883) :

a. Dalam batas-batas wilayah kekuasaaannya, mereka yang dalam hukum disamakan dengan Uskup diosesan.

b. Uskup sudah memberi mandat kepada imam.

c. Orang yang akan menerima Sakramen Krisma sedang dalam bahaya maut.

Selain itu, dalam keadaan darurat Uskup diosesan bisa mengusahakan penerimaan Sakramen Krisma diberikan oleh Uskup lain atau kewenangan kepada

beberapa imam tertentu dan untuk memberikan penguatan secara licit kepada keuskupan lain, Uskup membutuhkan izin dari Uskup diosesan (Kan 884-886).

7. Persayaratan Calon Penerima Sakramen Krisma

Sesuai dengan yang teracantum dalam Kitab Hukum Kanonik Calon penerima Sakramen Krisma harus memenuhi syarat yaitu yang menerima Sakramen Penguatan adalah semua dan hanya yang telah dibaptis serta belum pernah menerimanya (Kan. 889). Di luar bahaya maut Sakramen Penguatan hendaknya diberikan kepada umat beriman pada sekitar usia dapat menggunakan akal, dari segi usia, usia remaja setingkat SLTP merupakan usia minimal untuk dapat menerima Sakramen Krisma dikarenakan usia remaja lebih sesuai dengan maksud dan makna penguatan. Mereka dituntut untuk diajar secukupnya, berdisposisi baik dan dapat memperbaharui janji-janji baptis. Disamping itu Sakramen Krisma dapat diberikan dalam bahaya maut atau jika menurut penilaian pelayan sakramen, ada alasan berat yang menganjurkan lain (Kan. 891).

8. Penanggungjawab Sakramen Krisma a. Tanggung Jawab penerima Sakramen Krisma

Umat beriman wajib menerima Sakramen Krisma tepat pada waktunya.

Seorang yang telah menerima Sakramen Krisma maka ia memiliki tanggung jawab menjadi warga Gereja sepenuhnya karena dengan sakramen Krisma ia telah secara penuh menjadi anggota Gereja yang harus terlibat aktif memikul tanggung jawab dan mempuyai hak dan peranan yang sama dengan semua anggota Gereja yang lain yang sudah dewasa. Para calon penerima Sakramen Krisma diajak pula

memahani bahwa Sakramen Krisma mengandung suatu panggilan untuk menjadi saksi Kristus.

Dalam bidang liturgi, orang yang telah menerima Sakramen Krisma diikutsertakan dalam aneka tugas liturgi seperti lektor, misdinar, pemazmur, koor atau tugas lainnya.

b. Tanggung Jawab Orang Tua

Orang tua bertanggung jawab untuk mendampingi anaknya dengan memberikan pendidikan iman terutana di rumah. Orang tua juga wajib mendukung anaknya dalam dari persiapan Sakramen Krisma hingga sesudah penerimaan Sakramen Krisma.

c. Tanggung Jawab Gereja

Gereja bertanggung jawab agar umatnya dapat menyambut Sakramen Krisma tepat pada waktunya. Selain itu Gereja mengusahakan dan memperhatikan agar umat beriman memiliki pemahaman dan penghayatan yang memadai mengenai Sakaramen Krisma.

d. Tanggung Jawab Umat Setempat

Umat setempat hendaknya menerima dan mendukung mereka dalam berbagai kegiatan, mengajak mereka untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan maupun pertemuan-pertemuan lingkungan.

e. Tanggung Jawab Wali Krisma

Wali krisma adalah pihak yang mendampingi dan membimbing calon penerima krisma. Wali krisma diharapkan mampu menunjukkan jalan kepada calon penerima krisma untuk menerapkan Injil dalam hidupnya sendiri dan dalam hubungannya dengan masyarakat. Wali krisma harus menolong dalam

keragu-raguannya dan kebimbangannya. Wali krisma bertugas mengusahakan agar yang telah menerima penguatan bertindak sebagai saksi Kristus yang sejati dan dengan setia memenuhi kewajiban-kewajiban yang melekat pada sakramen itu.

Syarat untuk menjadi seorang wali krisma tidak jauh berbeda dengan wali baptis, yaitu (Kan.874) :

1) Ditunjuk oleh calon penerima Sakramen Krisma atau orangtuanya atau oleh orang yang mewaliki mereka selain itu ia cakap dan mau melaksanakan tugas itu.

2) Berumur genap enambelas tahun, kecuali umur lain ditentukan oleh Uskup diosesan atau ada kekecualian.

3) Seorang katolik yang telah menerima penguatan dan Sakramen Ekaristi.

4) Tidak terkena suatu hukum kanonik.

5) Bukan ayah atau ibu dari calon penerima Sakramen Krisma.

f. Tanggung Jawab Katekis

Katekis harus siap memberikan katekese kepada calon penerima Sakramen Krisma. Katekis akan mengajar, melatih dan meneguhkan untuk menjadi katolik.

Dengan kesungguhkan hati katekis diharapkan mampu mendampingi para calon penerima Sakramen Krisma dan bahka menjadi teladan bagi para calon.

9. Bidang Perutusan Sakramen Krisma

Setiap orang yang menerima Sakramen Krisma dianggap sudah dewasa baik dalam cara berpikir maupun bertindak. Ia bisa dilibatkan dalam aneka tugas perutusan Gereja.

Ada empat bidang tugas Gereja yang bisa menjadi medan perutusan orang-orang yang telah menerima Sakramen Krisma (Katekese Inisiasi, 2012: 47-48) . a. Leiturgia

Dalam bidang liturgi, orang yang telah menerima Sakramen Krisma diutus untuk terlibat dalam aneka tugas liturgi misalnya menjadi misdinar, lektor, pemazmur, koor atau tugas-tugas lainnya. Partisipasi yang dimaksud bukan karena diajak orang melainkan suatu dorangan dari dalam untuk turut serta menggembangkan Gereja. Sebab yang telah menerimakan Sakramen Krisma, ia turut bertanggung jawab atas mati dan hidupnya, tumbuh dan berkembangnya Gereja dalam aneka kehidupan.

Sebagai wujud keterlibatan, partisipasi juga dapat dalam bentuk aneka tugas liturgi sesuai dengan kemampuannya. Kehadirannya tentu akan turut membawa kemajuan dalam bidang liturgi. Namun lebih dari itu, seseorang yang telah menerima Sakramen Krisma juga dimungkinkan untuk menjadi pionir-pionir dalam kehidupan liturgi. Tidak hanya berpartisipasi, tetapi justru menjadi pemikir yang kreatif, inovatif dan motivator bagi majunya kegiatan-kegiatan liturgi.

b. Koinonia

Panggilan Tuhan bukan panggilan secara personal antara manusia dengan Tuhan, tetapi panggilan Tuhan juga diarahkan untuk menggembangkan persekutuan (koinonia) antar umat beriman dalam kesatuan iman akan Tuhan.

Setiap orang yang telah menerima Sakramen Krisma didorong untuk masuk dalam persekutuan dan terlibat didalamnya. Tidak hanya menjadi anggota persekutuan, tetapi juga diharapkan turut memikirkan dan mengembangkan

persekutuan agar lebih hidup dan tumbuh menjadi persekutuan yang sehati sejiwa dalam iman dan kasih.

Sebagai seseorang yang telah dewasa imannya, orang yang telah menerima Sakramen Krisma diharapkan mengembangkan sikap-sikap yang perlu untuk mendukung persekutuan dan sekaligus membuang sikap-sikap yang bisa merusak persekutuan. Sikap-sikap yang mengembangkan persekutuan adalah kesediaan diri untuk hadir dalam acara-acara bersama, terlibat dalam tugas-tugas bersama, membangun sikap yang ramah, lemah lembut dan penuh dan penuh pengertian.

Sedangkan sikap yang merusak persekutuan antara lain mudah berpikir negatif dan tertutup terhadap kehadiran orang lain. Sikap-sikap semacam ini perlu dihindari agar persekutuan tetap terjaga dan tumbuh menjadi medan setiap pribadi untuk mengambangkan iman dan kasih.

c. Diakonia

Kehadiran Gereja di tengah umatnya dan masyarakat adalah untuk meneladan Yesus Kristus yaitu melayani, khususnya melayani mereka yang termasuk dalam kelompok KLMTD. Pelayanan itu bisa terwujud dalam bentuk pelayanan spontan, pelayanan karitatif dan pelayanan pemberdayaan. Pelayanan spontan adalah pelayanan yang diberikan kepada orang lain secara spontan dan dengan tulus. Misalnya menolong orang kecelakaan atau membantu orang mengerjakan sesuatu. Pelayanan karitatif adalah pelayanan yang diberikan dalm bentuk uang atau dana. Dana itu diberikan untuk kebutuhan mendesak misalnya pengobatan, beasiswa atau bencana. Sedangkan pelayanan pemberdayaan adalah bantuan yang diberikan untuk tujuan pemberdayaan orang dalam hidup dan usaha.

Misalnya, memberikan dana untuk modal usaha atau untuk suatu pelatihan

Dalam dokumen DAFTAR PUSTAKA (Halaman 38-44)

Dokumen terkait