BAB V. HASIL PENELITIAN
3. Pelayanan Kesehatan
b. Paviliun Anggrek c. Instalasi rawat intensif d. Instalasi rawat jalan e. Instalasi Bedah Sentral
Kegiatan Pelayanan : 1) Pelayanan Elaktif 2) Pelayanan Cito
3) Pelayanan One Day Car Klasifikasi tindakan operasi : 1) Bedah khusus
2) Khusus mata 3) Canggih 4) Besar 5) Sedang 6) Kecil 7) Sederhana
Klasifikasi Berdasarkan SMF : 1) SMF Kebidanan 2) SMF Digestif 3) SMF Orthopedi 4) SMF Bedah Umum 5) SMF Urologi f. Instalasi Rawat Inap
1) Instalasi Rawat Inap A
Irna A menempati Gedung Teratai lantai 1 sampai dengan lantai 3 dengan kapasitas 200 tempat tidur dan diperuntukan sebagai berikut :
Lantai1: Emergency Kebidanan, Kamar Bersalin, High Care Kebidanan serta Kamar Isolasi.
Lantai 2 : Kamar-kamar Perawatan Kebidanan dan Bayi Lantai 3 : Kamar-kamar Perawatan Anak dan High Care Anak 2) Instalasi Rawat Inap B
Terletak di Gedung Teratai Lantai IV - VI dengan kapasitas 256 tempat tidur dan diperuntukan sebagai berikut
Lantai IV : R. Perawatan Bedah, THT, Mata, Gigi, Paru Lantai V : R. Perawatan Penyakit Dalam
Lantai VI : R. Perawatan Penyakit Dalam, Jantung & Saraf 3) Instalasi Rawat Inap C
Terletak di Gedung Prof. dr. Soelarto. Merupakan Ruang Perawatan Bedah Orthopaedi (Lt. 1-3), terdiri atas ruang
perawatan Kelas I, II, Kelas III dan Ruang Perawatan Rehabilitasi Medis (Lt. 4-6), terdiri atas ruang perawatan VIP, Kelas I, Kelas III, dengan total kapasitas 59 tempat tidur.
B. Analisa Data
Pada analisa data ini akan menyajikan data hasil penelitian karakteristik responden, tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi mayor elektif di RSUP. Fatmawati tahun 2009, yang berjumlah 46 orang. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Hasil dari pegumpulan data ini disajikan dalam bentuk tabel yang terdiri dari hasil univariat dan bivariat, analisis univariat akan dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dengan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persen sedangkan analisa bivariat akan dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait.
1. Analisa Univariat
Pada bagian ini akan dijelaskan deskripsi data hasil penelitian dari masing-masing variabel dari 46 responden yaitu variabel karakteristik responden, tingkat pengetahuan dan variabel tingkat kecemasan.
a. Distribusi Responden Berdasarkan Karateristik Pasien
Table 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karateristik Pasien di Rawat Inap RSUP Fatmawati tahun 2009
No Variabel Jumlah Persentase 1. Usia 1) 15-20 5 10,9 2) 21-40 20 43,5 3) 41-65 21 45,7 Total 46 100 2. Jenis Kelamin 1) Laki-laki 22 47,8 2) Perempuan 24 52,2 Total 46 100 3. Pendidikan 1) Rendah 19 41,3 2) Sedang 15 32,6 3) tinggi 12 26,1 Total 46 100 4. Pengalaman 1) Ya 16 34,8 2) Tidak 30 65,2 Total 46 100 5. Dukungan
1) Ya 44 95,7
2) Tidak 2 4,2
Total 46 100
b. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat pengetahuan Pasien Pengetahuan informasi operasi adalah pengetahuan pasien yang berhubungan dengan informasi operasi yang akan dijalankan yaitu jenis operasi, manfaat operasi atau komplikasi yang mungki timbul dari tindakan opeasi tersebut.
Tingkat pengetahuan pasien diukur dari hasil jawaban pasien dalam menjawab 8 pertanyaan pada kuesioner. Penelitian ini mengkatagorikan tingkat pengetahuan dalam 3 katagori yaitu kurang baik, cukup, baik. Jawaban kurang baik jika skor < 55%, jika skor antara 56% - 75% , dan dikatakan baik jika >76%.
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat pengetahuan pasien di Ruang Rawat Inap RSUP Fatmawati tahun 2009
Jumlah Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan table 5.2 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik mengenai informasi operasi yang akan dijalankan (67,4%).
c. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pasien Tingka kecemasan pasien operasi adalah derajat kecemasan yang menggambarkan perasaan takut atau tidak tenang yang dialami oleh pasien sebelum menjalani operasi, dalam hal ini jenis operasi mayor.
Penelitian ini mengukur tingkat kecemasan pasien dari hasil jawaban pasien dalam menjawab kuesioner. Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan dengan gejala yang lebih spesifik. Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlah tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu total nilai < dari 14 adalah tidak ada kecemasan, 14-20 adalah kecemasan ringan, 21-27 adalah kecemasan sedang, 28-4 adalah kecemasan berat, 42-56 adalah kecemasan berat sekali atau panik.
Kurang Baik 31 67,4
Sedang 10 21,7
Baik 5 10,9
Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pasien di Ruang Rawat Inap RSUP Fatmawati tahun 2009
A Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar r e s p o n
den mengalami kecemasan ringan dalam menghadapi operasi yang akan dijalankan (67,4%) dan hanya sebagian kecil responden mengalami kecemasan sedang (6,5%).
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu karakteristik pasien dan tingkat pengetahuan pasien dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi di ruang rawat Inap RSUP.
Jumlah Tingkat Pengetahuan
N %
Tidak ada kecemasan 12 26,1
Kecemasan ringan 31 67,4
Kecemasan sedang 3 6,5
Fatmawati tahun 2009. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi Square, diperoleh sebagai berikut.
a. Hubungan usia dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi
Tabel 5.4. Analisa Hubungan usia dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi di Ruang Rawat Inap RSUP Fatmawati tahun 2009.
Tingkat Kecemasan tidak ada
kecemasan Ringan Sedang Total
P value 95%CI Usia N (%) n (%) n (%) N (%) 15-20 0 (0%) 5(10,9%) 0 (0%) 5 (10,9%) 21-40 7 (15,2%) 13 (28,3%) 0 (0%) 20 (41,7%) 41-65 5 (10,9%) 13 (28,3%) 3 (6,5%) 21 (45,8%) Total 12 (26,1%) 31 (67,4%) 3 (6,5%) 46 (100%) 0,168 0,05
Pada tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan (67,4%) terdiri dari usia 41-65 tahun (28,3%), usia 21- 40 tahun (28,3%), usia 15-20 tahun (10,9%). Terdapat 12 responden tidak mengalami kecemasan terdiri dari usia 41-65 tahun (10,9%), usia 21-40 tahun (15,2%), dan hanya 3 responden yang memiliki kecemasan sedang yaitu berusia 41-65 tahun (6,5%).
Dari hasil uji statitik didapatkan p value = 0,169 (α= 0,05), dengan demikian p value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor elektif di ruang rawat RSUP Fatmawati dan dapat.
b. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan
Tabel 5.5. Analisa Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi di Ruang Rawat Inap RSUP Fatmawati tahun 2009.
Tingkat Kecemasan tidak ada
kecemasan Ringan Sedang Total
P value 95%CI Jenis Kelamin n (%) N (%) n (%) N (%) Laki-laki 5 (10,9%) 14 (30,4%) 3 (6.5%) 22 (47,8%) Perempuan 7 (15,2%) 17 (37,0%) 0 (0%) 24 (52,2%) Total 12 (26,1%) 31 (67,4%) 3 (6,5%) 46 (100%) 0,17 0,05
Pada tabel 5.5 menunjukan bahwa terdapat 31 responden mengalami kecemasan ringan diantaranya berjenis kelamin perempuan (37,0%), jenis kelamin laki-laki (30,4%). Terdapat 12 responden tidak menglami kecemasan diantaranya berjenis kelamin perempuan (15,2%), jenis kelamin laki-laki (10,9%), dan hanya 3 responden yang mengalami kecemasan sedang yaitu berjenis kelamin laki-laki (6,5%).
Dari hasil uji statitik didapatkan p value = 0,170 (α = 0,05), dengan demikian p value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor elektif di ruang rawat RSUP. Fatmawati.
c. Hubungan pendidikan dengan tingkat kecemasan
Tabel 5.6. Analisa Hubungan pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi di Ruang Rawat Inap RSUP Fatmawati tahun 2009.
Tingkat Kecemasan tidak ada
kecemasan Ringan Sedang Total
P value 95%CI Pendidikan n (%) n (%) n (%) N (%) Rendah 4 (8,7%) 12 (26,1%) 3 (6,5%) 19 (41,7%) Sedang 7 (15,2%) 8 (17,4%) 0 (0%) 15 (31,3%) Tinggi 1 (2,2%) 11 (23,9%) 0 (0%) 12 (27,1%) Total 12 (26,1%) 31 (67,4%) 3 (6,5%) 46 (100%) 0,043 0,05
Tabel 5.6.1. Odd Rasio Tingkat Kecemasan Pendidikan Tidak Cemas Cemas Ringan OR Rendah 4 12 Tinggi 1 11 0,273
Tingkat Kecemasan Pendidikan Tidak Cemas Cemas Sedang OR Rendah 4 3 Tinggi 1 0 71955941 Tingkat Kecemasan Pendidikan Tidak Cemas Cemas Ringan OR sedang 7 8 Tinggi 1 11 0,175 Tingkat Kecemasan Pendidikan Tidak Cemas Cemas Sedang OR sedang 7 0 Tinggi 1 0 71955941
• Katagori Referensi: Tidak ada kecemasan
Pada tabel 5.6 menggambarkan 31 responden mengalami kecemasan ringan diantaranya responden yang berpendidikan rendah (26,1%),berpendidikan sedang (17,4%), berpendidikan tinggi (23,9%). Terdapat 12 responden yang tidak mengalami kecemasan terdiri dari
responden yang berpendidikan rendah (8,7%), berpendidikan sedang (15,2%), berpendidikan tinggi (2,2%), dan hanya 3 responden yang mengalami kecemaan sedang yaitu responden yang berpendidikan rendah (6,5%).
Dari hasil uji statitik didapatkan p value = 0,043 (α = 0,05), dengan demikian p value lebih kecil dari alpha sehingga Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor elektif di ruang rawat RSUP Fatmawati.
Dari tabel diatas dapat diketahui dua nilai OR= 0,273 dan OR=0,104 menujukan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah beresiko mengalami kecemasan ringan 0,273 kali sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan sedang beresiko mengalami kecemasan ringan 0,104 kali dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi.
d. Hubungan pengalaman dengan tingkat kecemasan
Tabel 5.7. Analisa Hubungan pengalaman dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi di Ruang Rawat Inap RSUP Fatmawati tahun 2009.
Tingkat Kecemasan tidak ada
kecemasan Ringan Sedang Total
P value 95% CI Pengalaman N (%) n (%) n (%) N (%) 0,045 0,05
Ya 3 (6,5%) 10 (21,7%) 3 (6.5%) 16 (34,8%) Tidak 9 (19,6%) 21 (45,7%) 0 (0%) 30 (65,2%) Total 12 (26,1%) 31 (67,4%) 3 (6,5%) 46 (100%)
Table 5.7.1 Odd Rasio Tingkat Kecemasan Pengalaman Tidak Cemas Cemas Ringan OR Ya 3 10 Tidak 9 21 1,429 Tingkat Kecemasan Pengalaman Tidak Cemas Cemas Sedang OR Ya 3 3 Tidak 9 0 855416691
• Katagori Referensi: Tidak ada kecemasan
Pada tabel 5.7 menunjukan 31 responden mengalami kecemasan ringan diantaranya responden yang memiliki pengalaman operasi sebelumnya (21,7%), responden yang tidak memiliki
pengalaman operasi (45,7%). Terdapat 12 responden yang tidak mengalami kecemasan terdiri dari responden yang memiliki pengalaman operasi (6,5%), responden yang tidak memiliki pengalaman (19,6%), dan hanya 3 respnden yang memiliki kecemasan sedang yaitu responden yang memiliki pengalaman operasi (6,5%).
Dari hasil uji statitik didapatkan p value = 0,045 (α = 0,05), dengan demikian p value lebih kecil dari alpha sehingga Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis pengalaman dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor elektif di ruang rawat RSUP Fatmawati dan diketahui nilai OR=1,429 hal ini berarti bahwa responden yang memiliki pengalaman operasi sebelumnya beresiko mengalami kecemasan ringan 1.429 kali dari respoden yang tidak memiliki pengalaman operasi.
e. Hubungan dukungan dengan tingkat kecemasan
Tabel 5.8. Analisa Hubungan dukungan dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi di Ruang Rawat Inap RSUP Fatmawati tahun 2009.
tidak ada
kecemasan Ringan Sedang Total
P value 95%CI n (%) n (%) n (%) N (%) Ya 11 (23,9%) 30 (65,2%) 3 (6.5%) 22 (47,8%) Tidak 1 (2,2%) 1 (2,2%) 0 (0%) 24 (52,2%) Total 12 (26,1%) 31 (67,4%) 3 (6,5%) 46 (100%) 0,709 0,05
Pada tabel 5.8 menggambarkan bahwah sebagian besar responden mengalami keemasan ringan diantaranya responden yang mendapatkan dukungan psikologis (65,2%), tidak mendapatkan dukungan dari orang terdekat (2,2%), terdapat 12 responden yang tidak menyalami kesemasan diantaranya responden yang mendapatkan dukungan dari orang terdekat (23,9%), yang tidak mendapatkan dukungan (2,2%), dan hanya 3 responden yang mengalami kecemasan sedang yaitu responden yang mendapatkan dukungan dari orang terdekat.
Dari hasil uji statitik didapatkan p value = 0,709 (α = 0,05), dengan demikian p value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor elektif di ruang rawat RSUP Fatmawati.
Tabel 5.9. Analisa Hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi di Ruang Rawat Inap RSUP Fatmawati tahun 2009.
Tingkat Kecemasan tidak ada
kecemasan Ringan Sedang Total
P value 95%CI Tingkat Pengetahuan n (%) n (%) n (%) N (%) Kurang Baik 8 (25,8%) 20(64,5%) 3(9,7%) 31 (67,4%) Cukup 4 (33,3%) 6 (19,4%) 0 (0%) 10(21,7%) Baik 0 (0%) 5(16,1%) 0(0%) 5 (16,1%) Total 12 (26,1%) 31 (100%) 3 (6,5%) 46 (100%) 0,354 0,05
Pada tabel 5.6 menunjukan bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan diantaranya responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik (64,5%), memiliki pengetahuan cukup (19,4%), memiliki pengetahuan yang baik (16,1%). Terdapat 12 responden yang tidak mengalami kecemasan diantaranya responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik (25,8%), memiliki pengethuan cukup (33,3%), memiliki pengetahuan yang baik (0%), dan hanya 3 responden yang mengalami kecemasan sedang yaitu responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik (9,7%).
Dari hasil uji statitik didapatkan p value = 0,354 (α = 0,05), dengan demikian p value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima.
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor elektif di ruang rawat RSUP Fatmawati
BAB VI PEMBAHASAN
Pada uraian dibawah ini, penulis akan menjelaskan beberapa variabel meliputi pembahasan hasil penelitian tentang karakteristik responden, kecemasan responden dan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kecemasan pasien pre operasi dalam menghadapi operasi mayor elektif di ruang rawat bedah RSUP Fatmawati tahun 2009.
A.Tingkat kecemasan
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan yaitu 33 responden (68,8%), sementara untuk pasien yang mengalami kecemasan sedang yaitu 3 responden (6,3%), dan pasien yang tidak mengalami kecemasan terdapat 12 responden (25%). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa responden yang memiliki kecemasan ringan lebih tinggi bila dibandingkan dengan responden yang memilik kecemasan sedang, dan terdapat beberapa responden yang tidak mengalami kecemasan. Tanda-tanda yang sering muncul pada responden diantaranya sering bangun pada malam hari, denyut nadi meningkat, gemetar, merasa takut terhadap ruang operasi, peralatan, dan takut operasi yang dilakukannya gagal.
Hal ini dikarenakan respon cemas seseorang tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi tantangan, harga diri, dan mekanisme koping yang digunakan (Stuart, 2007) dan juga mekanisme pertahanan diri yang digunakan untuk mengatasi kecemasannya antara lain dengan menekan konflik, impuls-impuls yang
tidak dapat diterima dengan secara sadar, tak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya (supresi).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendri (2009) dengan sampel 38 orang, menunjukan bahwa sebagian besar responden mengalami tingkat kecemasan ringan (44,7%) kecemasan sedang (28.9%) dan kecemasan berat (26,3%). Tanda gejala yang sering muncul pada responden yaitu irama jantung meningkat, nafas pendek, gejala tidak enak lambung dan gemetar.
B. Karakteristik responden
Berdasarkan tabel 5.1 mengenai karakteristik responden yang mempegaruhi tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi mayor elektif menggambarkan bahwa sebagian besar responden berusia antara 41-65 tahun (45,7%), berjenis kelamin perempuan (52,2%), berpendidikan rendah (41,3%), hampir seluruh responden (65,2%) pengalaman pernah dioperasi sebelumnya (58,7%), dan hampir seluruh responden mendapatkan dukungan psikologis (95,7%).
1. Usia
Penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden berusia 40-65 tahun (45,7%), pada usia pertengahan 40-65 tahun mulai terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis. Hasil analisis bivariat pada tabel 5.4 menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan kecemasan yang dialami (p=0,143, α =0,05), penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan Budi santoso tahun 2008 dengan sampel yang diteliti berjumlah 35 orang menunjukan ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat kecemasan dengan X2=10,503 df=2 p=0,000 dinyatakan signifikan taraf 0,05 dan Molby (1998) memperlihatkan adanya hubungan umur terhadap kecemasan pasien fraktur. Pasien yang dikategorikan dewasa lanjut lebih dapat merespon kejadian fraktur dengan koping individu yang baik dibandingkan kelompok umur dibawahnya (Lukman, 2009).
Menurut Haryanto (2002) umur menunjukan ukuran waktu pertumbuhan dan perkembangan seorang individu. Umur berkorelasi dengan pengalaman, pengalaman berkorelasi dengan pengetahuan, pemahaman dan pandangan terhadap suatu penyakit atau kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan sikap. Kematangan dalam proses berpikir pada individu yang berumur dewasa lebih memungkinkannya untuk menggunakan mekanisme koping yang baik dibandingkan kelompok umur anak-anak, ditemukan sebagian besar kelompok umur anak yang mengalami insiden fraktur cenderung lebih mengalami respon cemas yang berat dibandingkan kelompok umur dewasa (Lukman, 2009).
2. Pendidikan
Pendidikan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia bahwa pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku
seseorang dalam usaha mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Hasil analisa bivariat pada tabel 5.6 menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kecemasan pasien (p=0,043, α= 0,05) dan di dapatkan nilai OR= 0,273 menujukan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah beresiko mengalami kecemasan ringan 0,273 kali sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan sedang beresiko mengalami kecemasan ringan 104 kali dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi.
Hasil Riset yang dilakukan Stuarth and Sundden (1999) menunjukan responden yang berpendidikan tinggi lebih mampu menggunakan pemahaman mereka dalam merespon kejadian fraktur secara adaptif dibandingkan kelompok responden yang berpendidikan rendah (Lukman,2009). Kondisi ini menunjukan respon cemas berat cenderung dapat kita temukan pada responden yang berpendidikan rendah karena rendahnya pemahanan mereka terhadap kejadian fraktur sehingga membentuk persepsi yang menakutkan bagi mereka dalam merespon kejadian fraktur.
g. Pengalaman
Hasil analisis bivariat pada tabel 5.7 menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengalaman dengan kecemasan
pasien yang akan menghadapi operasi jenis operasi mayor (p=0,045,
α =0,05). Penelitian ini menunjukan nilai OR=1,429 hal ini berarti bahwa responden yang memiliki pengalaman operasi sebelumnya beresiko mengalami kecemasan ringan 1.429 kali dari respoden yang tidak memiliki pengalaman operasi.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Robby (2009) pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan menggunakan koping. Keberhasilan seseorang pada masa lalu dapat membantu individu untuk mengembangkan ketrampilan menggunakan koping, sebaliknya kegagalan atau reaksi emosional menyebabkan seseorang menggunakan koping yang maladaptif terhadap stressor tertentu.
4. jenis kelamin
Hasil analisa bivariat yang dijabarkan pada tabel 5.5 menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kecemasan pasien (p=0,170, α =0,05). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Budi santoso berjudul hubungan antara karakteristik demografi dengan kecemasan pasien pre operasi di RS. Islam Amal Sehat Sragen tahun 2008, sampel yang diteliti berjumlah 35 orang menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan tingkat kecemasan dengan nilai X2=3,457 df=1 p=0,063 dinyatakan tidak signifikan taraf 0,05.
Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil pengamatan tim psikologis independen program kajian psikolgis Universitas Indonesia mendapatkan 56,41 % individu perempuan cenderung lebih berespon cemas terhadap kejadian fraktur dibandingkan individu laki-laki (Lukman,2009). Diperkuat dengan teori Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita oleh Sunaryo, 2004 yang menulis dalam bukunya bahwa pada umumnya seorang laki-laki dewasa mempunyai mental yang kuat terhadap sesuatu hal yang dianggap mengancam bagi dirinya dibandingkan perempuan. Laki-laki lebih mempunyai tingkat pengetahuan dan wawasan lebih luas dibanding perempuan, karena laki-laki lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan luar sedangkan sebagian besar perempuan hanya tinggal dirumah dan menjalani aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga, sehingga tingkat pengetahuan atau transfer informasi yang didapatkan terbatas tentang pencegahan penyakit, dan Myers (1983) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan (Power dalam Myers, 1983) (Creasoft, 2008)
Hasil penelitian bivariat pada tabel 5.8 menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi dengan jenis operasi mayor (p=0,709, α=0,05). Hal ini tidak sesuai dengan teori Kaplan dan Saddock, 1994 yang mengatakan bahwa dukungan psikososial keluarga adalah mekanisme hubungan interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stress yang buruk, dan penelitian yang dilakukan oleh Priyadi bahwa ada hubungan yang bermakna antara
Support System (Dukungan) Sosial dengan Tingkat Kecemasan Pasien
Pre Operasi dengan nilai Signifikasi (r) 0,000 dimana nilai r < 0.05 maka terjadi penolakan Ho. Hal ini membuktikan tidak semua responden yang mendapat dukungan penuh dari keluarga tidak memiliki kecemasan dan responden yang tidak mendapat dukungan dari keluarganya memiliki kecemasan ringan.
Hasil penelitian ini didukung oleh Friedman, 1998 yang menyatakan bahwa fungsi afektif keluarga merupakan dukungan psiokososial keluarga kepada anggotanya, sehingga anggota keluarga tersebut merasa nyaman dan dicintai akan tetapi jika fungsi yang penting ini tidak adekuat maka individu akan merasa diasingkan dan tidak diharapkan lai oleh keluarga.
Hasil analisis univariat didapatkan mayoritas responden (67,4%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, memiliki tingkat pengetahuan cukup (21,7%), dan memiliki pendidikan yang baik (10,9%).
Berdasarkan hasil penelitian bivariat menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara Hubungan tingkat pengetahuan dengan kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi mayor elektif di ruang rawat bedah RSUP. Fatmawati. Hasil di atas dapat dilihat hasil uji statistik didapatkan p=0,354 yang berarti lebih kecil dari α=0,05 maka dapat disimpulkan hipotesa Ho diterima sehingga tidak adanya hubungan yang signifikan antara Hubungan tingkat pengetahuan dengan kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi mayor elektif.
Hal ini tidak sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh X yang berjudul Hubungan tingkat pengetahuan informasi prabedah dengan tingkat kecemasan pasien praoperasi yang menggambarkan bahwa 57,1% responden memiliki pengetahuan yang baik tentang informasi prabedah, 92,9% responden mengalami cemas sedang pada saat akan dilakukan operasi (Grahacendikia, 2009) dan penelitian Budi santoso, 2008 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (0,05, nilai X2=22,857 df=2 p=0,000) antara Tingkat pengetahuan tentang pembedahan dengan tingkat kecemasan
Hal ini menunjukan tidak semua responden yang memiliki pengetahuan tinggi tidak mengalami kecemasan begitu juga responden yang memiliki pengetahuan pra bedah kurang akan mengalami kecemasan berat,
hal ini mungkin tergantung terhadap persepsi atau penerimaan responden itu sendiri terhadap operasi yang akn dijalankannya, mekanisme pertahanan diri dan mekanisme koping yang digunakan. Pada sebagian orang yang mengetahui informasi prabedah secara baik justru akan meningkatkan kecemasannya, dan sebaliknya pada responden yang mengetahui informasi pra bedah yang minim justru membuatnya santai menghaapi operasinya, karna menurut Asmadi (2008) setiap ada stresor yang menyebabkan individu merasa cemas maka secara otomatis muncul upaya untuk mengatasinya dengan berbagai mekanisme koping.
.