• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin

BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN

2 Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin

Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih (Cakupan Pn). Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan Pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

Data cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Bekasi tahun 2016 mencapai 105,06% di tahun 2017 mencapai 151,43%.

Pencapaian cakupan tahun 2017 ada peningkatan dikarenakan tenaga kesehatan dan lintas sektor memberikan motivasi maksimal kepada masyarakat untuk mendapatkan pertolongan persalinan ditenaga kesehatan.

Grafik 4.2

Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 Hingga Tahun 2017

64,43

93,90 105,06 105,06

151,43

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00

2013 2014 2015 2016 2017

Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, 2017

Adapun data hasil cakupan tahun 2016 hampir semua persalinan oleh tenaga kesehatan yang mencapai target tertinggi 100%.

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas

Nifas adalah periode mulai dari 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai standar yang dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada 6 jam sampai dengan 3 hari pasca persalinan, pada hari ke-4 sampai dengan hari 28 pasca persalinan, dan pada hari 29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi :

a. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu).

b. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri).

c. Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain.

d. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif.

e. Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana.

f. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.

Keberhasilan upaya kesehatan ibu nifas diukur melalui indikator cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas (Cakupan Kf-3).

Data di Kabupaten Bekasi cakupan pelayanan ibu nifas ada kenaikan karena adanya peran aktif tenaga kesehatan dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan terutama pelayanan nifas, adapun hasil cakupan pelayanan ditahun 2015 mencapai 92,47% dan ditahun 2016 mencapai 105,06%.

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 Grafik 4.3

Cakupan Pelayanan Nifas

di Kabupaten Bekasi 2013 Hingga Tahun 2017

88,78 92,77 105,06

105,06

149,11

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00

2013 2014 2015 2016 2017

Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, 2017

Adapun di tahun 2017 data cakupan di Kabupaten Bekasi semua mencapai hasil diatas target dikarenaka tingginya motivasi, peran aktif tenaga kesehatan ke masyarakat tentang pelayanan nifas.

4. Penanganan Komplikasi Maternal

Komplikasi maternal adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan atau janin, yang tidak disebabkan oleh trauma/kecelakaan. Pencegahan dan penanganan komplikasi maternal adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi maternal untuk mendapatkan perlindungan/pencegahan dan penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pencegahan dan penanganan komplikasi maternal adalah cakupan penanganan komplikasi maternal (Cakupan PK). Indikator ini mengukur

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 kemampuan Kabupaten dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada ibu (hamil, bersalin, nifas) dengan komplikasi.

Data di kabupaten Bekasi tahun 2015 adalah mencapai 100,00%

dan tahun 2016 mencapai 88,16 %, tahun 2017 mencapai 85,19 % hal tersebut terjadi penurunan disebabkan karena kurangnya kesadaran ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas untuk menjaga dan deteksi dini resiko kehamilan berkurang dan berkurangnya penanganan tenaga kesehatan yang belum maksimal sehingga cakupan yang diharapkan tidak sesuai yang diharapkan.

Grafik 4.4

Penanganan Komplikasi Kebidanan di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 - Tahun 2017

23,24

79,60

100,00

88,16 85,19

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

2013 2014 2015 2016 2017

Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, 2017

Data penanganan komplikasi kebidanan 85,19%, Faktor yang menyebabkan cakupan penanganan komplikasi belum sesuai yang diharapkan tidak terlepas dari kurangnya peran tenaga kesehatan, lintas sektor dan kurangnya kesadaran masyarakat yang tinggi tentang pentingnya kesehatan, terutama kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 Berdasarkan laporan rutin program kesehatan ibu dinas kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017, penyebab kematian ibu di Kabupaten Bekasi masih di dominasi oleh perdarahan 13 kasus (41,93%) dan hipertensi dalam Kehamilan 9 kasus (29,03%). Selain penyebab obstetrik, kematian ibu juga disebabkan oleh penyebab lain-lain (non obstetrik) sebesar 29,03 %. Walaupun sebagian komplikasi maternal tidak dapat dicegah dan diperkirakan sebelumnya, tidak berarti bahwa komplikasi tersebut tidak dapat ditangani. Mengingat bahwa setiap ibu hamil/bersalin/nifas berisiko mengalami komplikasi, maka mereka perlu mempunyai akses terhadap pelayanan kegawatdaruratan maternal/

obstetrik.

Terdapat tiga jenis area intervensi yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui : 1) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai; 2) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran; serta 3) pelayanan emergensi obstetrik dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau.

5. Penanganan Komplikasi Neonatal

Neonatal komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (Berat Lahir < 2.500 gram), sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kongenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning pada pemeriksaan dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Yang dimaksud dengan penanganan Neonatal komplikasi adalah neonatal sakit dan atau neonatal dengan kelainan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) baik di rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan sesuai standar antara lain sesuai dengan standar MTBM, manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, manajemen Bayi Berat Lahir Rendah, pedoman pelayanan neonatal essensial di tingkat

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional pelayanan lainnya.

Data di Kabupaten Bekasi penanganan Komplikasi neonatal ditahun 2016 mencapai 74,23% dan tahun 2017 mencapai 55,03%.

Adanya penurunan dikarenakan peran aktif tenaga kesehatan dan peran aktif masyarakat tentang deteksi dini penanganan terutama kesehatan pada neonatal.

Grafik 4.5

Penanganan Komplikasi Neonatal di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 - 2017

88,05

99,09

74,23

74,23

55,03

0 20 40 60 80 100 120

2013 2014 2015 2016 2017

Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, 2017

Data tahun 2017 penanganan komplikasi neonatal mengalami penurunan dari tahun 2016, yang terendah adalah Puskesmas Telagamurni mencapai 2,09%. Hal tersebut disebabkan karena peran aktif tenaga kesehatan yang kurang maksimal. Cakupan penanganan komplikasi neonatal yang rendah dapat disebabkan oleh beberapa permasalahan diantaranya sistem pencatatan dan pelaporan penanganan neonatal dengan komplikasi yang belum mengakomodir semua laporan

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 fasilitas kesehatan dasar dan rujukan swasta. Rendahnya cakupan penanganan juga dapat disebabkan masih terdapat tenaga kesehatan yang belum memahami definisi operasional dari terminologi penanganan neonatal dengan komplikasi.

6. Kunjungan Neonatal

Bayi baru lahir atau yang lebih dikenal dengan neonatal merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan. Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada kelompok ini diantaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir.

Menurut RISKESDAS tahun 2007, diketahui bahwa sebagian besar kematian neonatal (78,5%) terjadi pada minggu pertama kehidupan (0-7 hari). Dengan melihat adanya risiko kematian yang tinggi pada minggu pertama ini, maka setiap bayi baru lahir harus intervensi dapat segera dilakukan untuk mengendalikan risiko kematian. Terkait hal tersebut, pada tahun 2008 ditetapkan perubahan kebijakan dalam pelaksanaan kunjungan neonatal, dari 2 kali yaitu satu kali pada minggu pertama dan satu kali ada 8-28 hari, menjadi 3 kali yaitu dua kali pada minggu pertama dan satu kali pada 8-28 hari. Dengan demikian, jadwal kunjungan neonatal yang dilaksanakan saat ini adalah pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari dan umur 8-28 hari. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan neonatal yang komprehensif.

Pelayanan kesehatan neonatal sesuai standar adalah pelayanan kesehatan neonatal saat lahir dan pelayanan kesehatan saat kunjungan neonatal sebanyak 3 kali. Pelayanan yang diberikan saat kunjungan neonatal adalah pemeriksaan sesuai standar Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi baru lahir termasuk ASI eksklusif dan perawatan tali pusat. Pada kunjungan neonatal pertama (KN1), bayi baru lahir mendapatkan vitamin K1 injeksi dan imunisasi hepatitis B0 bila belum diberikan pada saat lahir. Data di Kabupaten

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 Bekasi tahun 2016 mencapai 102,90% tahun 2017 149,67%. Hal tersebut disebabkan karena tingkat sumber daya manusia yang sudah mengerti akan pentingnya deteksi dini kesehatan neonatal.

Grafik 4.6 Kunjungan Neonatal

di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 Hingga Tahun 2017

97,90 95,11 100,00 102,90

149,67

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00

2013 2014 2015 2016 2017

Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, 2017

Data tahun 2017 di Kabupaten Bekasi seluruh Puskesmas mencapai 100,00%, Puskesmas yang terendah Puskesmas Cipayung.

7. Pelayanan Kesehatan pada Bayi

Bayi juga merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap gangguan kesehatan maupun serangan penyakit. Oleh karena itu dilakukan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan pada bayi usia 29 hari sampai dengan 11 bulan dengan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan (dokter, bidan, dan perawat) minimal 4 kali. Program ini terdiri dari pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/ HB1-3, Polio 1-4, dan

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 Campak), Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) bayi, pemberian vitamin A pada bayi, dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi serta penyuluhan ASI Eksklusif, MP ASI dan lain-lain.

Cakupan pelayanan kesehatan bayi dapat menggambarkan upaya pemerintah dalam meningkatan akses bayi untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas hidup bayi. Cakupan pelayanan kesehatan bayi pada tahun 2017.

8. Pelayanan Kesehatan pada Anak Balita

Salah satu indikator yang ditetapkan pada rencana strategis kementerian kesehatan terkait dengan upaya kesehatan anak adalah pelayanan kesehatan pada anak balita. Adapun batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12 sampai dengan 59 bulan. Pelayanan kesehatan pada anak balita dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup anak balita dengan melakukan beberapa kegiatan antara lain :

a. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan dan stimulasi tumbuh kembang pada anak dengan menggunakan instrumen SDIDTK.

b. Pembinaan posyandu, pembinaan anak prasekolah termasuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan konseling keluarga pada kelas ibu balita dengan memanfaatkan Buku KIA.

c. Perawatan anak balita dengan pemberian ASI sampai 2 tahun, makanan gizi seimbang, dan vitamin A.

9. Pelayanan Kesehatan pada Siswa SD dan Setingkat

Salah satu upaya kesehatan anak adalah intervensi pada anak usia sekolah. Upaya kesehatan pada kelompok ini yang dilakukan melalui penjaringan kesehatan terhadap murid SD/MI kelas I juga menjadi salah satu indikator yang dievaluasi keberhasilannya melalui Renstra Kementerian Kesehatan. Melalui kegiatan penjaringan kesehatan diharapkan bisa mengatasi permasalahan kesehatan pada anak usia sekolah yaitu pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi.

Kegiatan penjaringan kesehatan ini terdiri dari :

1. Pemeriksaan kebersihan perorangan (rambut, kulit dan kuku) 2. Pemeriksaan status gizi melalui pengukuran antropometri 3. Pemeriksaan ketajaman indera (penglihatan dan pendengaran) 4. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut

5. Pemeriksaan laboratorium untuk anemia dan kecacingan 6. Pengukuran kebugaran jasmani

7. Deteksi dini masalah mental emosional.

Melalui penjaringan kesehatan diharapkan siswa SD/sederajat kelas 1 yang memiliki masalah kesehatan mendapatkan penanganan sedini mungkin. Penjaringan kesehatan dinilai dengan menghitung persentase SD/MI yang melakukan penjaringan kesehatan terhadap seluruh SD/MI yang menjadi sasaran penjaringan. Cakupan SD atau sederajat yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk siswa kelas 1 pada tahun 2017 di Kabupaten Bekasi sebesar 89,51%. Cakupan ini lebih rendah dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 90,45%.

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 Grafik 4.7

Cakupan Sekolah Dasar yang Melaksanakan Penjaringan Siswa SD atau Setingkat Kelas 1 di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 Hingga Tahun 2017

94,41

80,8579,50

90,45

89,51

50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

2013 2014 2015 2016 2017

Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, 2017

Grafik 4.7 menunjukkan bahwa terjadinya kenaikan penjaringan siswa SD/MI Kelas 1 dikarenakan akan terpenuhinya target penjaringan SD/MI 100 %, belum terpenuhinya target disebabkan oleh beberapa masalah, Masalah utama yang sering ditemukan di daerah adalah tenaga yang sudah dilatih dipindahkan ke bidang/tempat lain dan juga kurangnya tenaga di puskesmas untuk melaksanakan penjaringan, sehingga untuk melaksanakan penjaringan kesehatan membutuhkan waktu lebih lama.

10. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Salah satu upaya kesehatan anak yang ditetapkan melalui Instruksi presiden adalah Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di puskesmas. Program ini mulai dikembangkan pada tahun 2003 yang bertujuan khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi dan perilaku hidup sehat serta memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada remaja.

Puskesmas yang memiliki PKPR memberikan layanan baik di dalam maupun di luar gedung yang ditujukan bagi kelompok remaja berbasis sekolah ataupun masyarakat. Hal ini dilakukan agar layanan yang diberikan dapat menjangkau semua kelompok remaja (10-19 tahun).

Kriteria yang ditetapkan bagi puskesmas yang mampu laksana PKPR yaitu

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 1. Melakukan pembinaan pada minimal 1 sekolah (sekolah umum,

sekolah berbasis agama) dengan melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) di sekolah binaan minimal 2 kali dalam setahun;

2. Melatih Kader Kesehatan Remaja di sekolah minimal sebanyak 10%

dari jumlah murid di sekolah binaan dan

3. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling yang kontak dengan petugas PKPR.

Layanan PKPR merupakan upaya komprehensif yang menekankan pada langkah promotif/preventif berupa pembekalan kesehatan dan peningkatan keterampilan psikososial dengan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS). Layanan konseling menjadi ciri dari PKPR mengingat permasalahan remaja yang tidak hanya berhubungan dengan fisik tetapi juga psikososial. Upaya penjangkauan terhadap kelompok remajajuga dilakukan melalui kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), Focus Group Discussion (FGD), dan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan kelompok remaja lainnya.

Fenomena peer groups (kelompok sebaya) juga menjadi perhatian pada program PKPR. Oleh karena itu, program ini juga memberdayakan remaja sebagai konselor sebaya yang diharapkan mampu menjadi agen pengubah di kelompoknya. Konselor sebaya ini sangat potensial karena adanya kecenderungan pada remaja untuk memilih teman sebaya sebagai tempat berdiskusi dan rujukan informasi. (Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2015)

Berdasarkan target tahun 2017 yang ditentukan oleh program yaitu 80%, terdapat 44 Puskesmas mampu PKPR. Bahwa pada tahun 2017 terdapat 100,00 % Puskesmas di kabupaten bekasi yang telah memiliki 44 puskesmas mampu laksana PKPR, jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 Kabupaten Bekasi dengan persentase 88,63%.

11. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)

Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititik beratkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 kisaran usia 15-49 tahun. Keberhasilan program KB dapat diukur dengan melihat cakupan KB aktif dan KB baru. Cakupan KB aktif menggambarkan proporsi pasangan usia subur (PUS) yang sedang menggunakan alat/metode kontrasepsi terhadap jumlah PUS yang ada.

Sedangkan cakupan KB baru adalah jumlah PUS yang baru menggunakan alat/metode kontrasepsi terhadap jumlah PUS.

B. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Permasalahan gizi masyarakat merupakan salah satu isu kesehatan masyarakat yang menyita perhatian sektor kesehatan. Status gizi juga merupakan salah satu penentu kondisi derajat kesehatan masyarakat.

Pemerintah melalui kementerian kesehatan melakukan upaya perbaikan gizi masyarakat dalam rangka merespon permasalahan gizi yang sering ditemukan seperti kurang energi kronis, anemia gizi besi, kekurangan vitamin A, dan gangguan akibat kekurangan yodium.

1. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil (Fe)

Salah satu permasalahan gizi masyarakat adalah anemia gizi, yaitu suatu kondisi ketika kadar Haemoglobin (Hb) dalam darah tergolong rendah. Rendahnya kadar Hb ini terjadi karena kekurangan asupan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan komponen Hb, terutama zat besi (Fe).

Sebagian besar anemia yang ditemukan di Indonesia adalah anemia gizi besi yaitu anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe).

Dalam rangka penanggulangan permasalahan anemia gizi besi, telah dilakukan program pemberian tablet Fe. Pemberian tablet besi ini diintegrasikan dengan pelayanan kunjungan ibu hamil (antenatal care).

Cakupan pemberian tablet Fe di Kabupaten Bekasi pada tahun 2017 sebesar 149,51%. Persentase ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 103,50% dan tahun 2015 sebesar 93,47%.dengan pembanding jumlah penduduk dari Dinas Dukcapil.

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 Grafik 4.8

Persentase Ibu Hamil yang Mendapat 90 Tablet Tambah Darah (Fe3) di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 Hingga Tahun 2017

93,5 93,5 98,5 103,5

149,5

0 20 40 60 80 100 120 140 160

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Sumber : Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, 2017

Efektivitas upaya pemberian tablet besi juga sangat bergantung pada seberapa besar kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi yang diberikan. Cakupan pemberian tablet besi yang tinggi bisa tidak berdampak pada penurunan anemia besi jika kepatuhan ibu hamil dalam menelan tablet besi masih rendah. Program pemberian tablet besi sangat terkait dengan pelayanan kesehatan pada ibu hamil (K1-K4) karena diberikan pada saat ibu hamil melakukan kunjungan ke pelayanan.

Pemberian tablet besi juga menjadi salah satu syarat terpenuhinya kunjungan ibu hamil K4. Namun demikian, capaian kunjungan K4 ibu hamil pada tahun 2017 sebesar 148,79% dan capaian pemberian tablet besi ibu hamil Fe 3 sebesar 149,5 % yaitu lebih besar dibandingkan dengan capaian pemberian tablet besi pada ibu hamil tahun 2016 sebesar 103.50%

karena menggunakan pembanding jumlah ibu hamil dari data kependudukan Dinas Dukcapil.

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 2. Pemberian Kapsul Vitamin A

Selain anemia gizi besi, kekurangan vitamin A juga menjadi perhatian dalam upaya perbaikan gizi masyarakat. Oleh karena itu dilakukan pemberian kapsul Vitamin A dalam rangka mencegah dan menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A (KVA) pada balita. Cakupan yang tinggi dari pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pada masyarakat. Vitamin A berperan terhadap penurunan angka kematian, pencegahan kebutaan, serta pertumbuhan dan kelangsungan hidup anak. Masalah vitamin A pada balita secara klinis bukan lagi masalah kesehatan masyarakat (prevalensi xeropthalmia < 0,5%). Namun demikian KVA subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih ada pada kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Selain itu, sebaran cakupan pemberian vitamin A pada balita menurut puskesmas masih ada yang dibawah 80%.

Dengan demikian kegiatan pemberian vitamin A pada balita masih perlu dilanjutkan, karena bukan hanya untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, namun lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan kelangsungan hidup, kesehatan dan pertumbuhan anak. Pemberian kapsul vitamin A dilakukan terhadap bayi (6-11 bulan) dengan dosis 100.000 SI, anak balita (12-59 bulan) dengan dosis 200.000 SI, dan ibu nifas diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI, sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI. Pemberian Kapsul Vitamin A diberikan secara serentak setiap bulan Februari dan Agustus pada balita usia 6-59 bulan.

Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita usia 6-59 bulan di Kabupaten Bekasi tahun 2017 mencapai 97,89%. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 43,22%. Dengan kenaikan ini, makaupaya untuk meningkatkan cakupan pemberian kapsul vitamin A sudah membaik. Untuk meningkatkan capaian telah dilakukan upaya-upaya perbaikan, antara lain melalui peningkatan integrasi pelayanan kesehatan anak, sweeping pada daerah yang cakupannya masih rendah dan kampanye pemberian kapsul vitamin A. Puskesmas dengan cakupan pemberian vitamin A terendah 87,50% Puskesmas Jatimulya

Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi Tahun 2017 3. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif

Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya. Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Kabupaten Bekasi pada tahun 2017 sebesar 54%. Persentase pemberian ASI eksklusif tertinggi terdapat di Puskesmas Cipayung, Tambun, Karang Harja. Sedangkan persentase pemberian ASI eksklusif terendah terdapat di puskesmas Muara Gembong.

Dibandingkan tahun 2016 sebesar 37,48, maka tahun 2017 mengalami peningkatan 16,52%.

Permasalahan terkait pencapaian cakupan ASI Eksklusif antara lain :

a. Pemasaran susu formula tidak gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan yg tidak ada masalah medis

b. Banyak tenaga kesehatan ditingkat layanan yang peduli atau berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan.

c. Peran serta masyarakat lintas sektor dan lintas program secara aktif dalam mempromosikan ASI Eklusif

d. Adanya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI, dan rumah sakit melaksanakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM).

Upaya yang telah dilakukan dalam mendukung masalah tersebut yaitu:

a. Pemberlakuan peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif.

b. Tersedianya ruang laktasi di rumah sakit dan beberapa institusi / instansi

c. Melakukan pelatihan konseling menyusui dan konseling Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Sampai tahun 2017 telah dilakukan pelatihan kapasitas kader posyandu di 5 puskesmas yang diikuti masing-masing puskesmas 25 orang kader dan pada tahun 2016 ada

Dokumen terkait