• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Apakah yang Anda ketahui tentang gangguan yang disebabkan oleh hama

pekarangan?

Hama yang menyerang tanaman di perkebunan (banyaknya kebun ubi jalar, ubi kayu dan kacang tanah) dan bersembunyi di rumpun bambu (tikus)

6. Jenis hama apa sajakah yang sering menyerang di pekarangan Anda?

11 orang menjawab Tikus

3 orang menjawab kumbang boleng 2 orang menjawab belalang

5 orang menjawab wereng

7. Diantara hama yang disebutkan diatas hama apa yang paling banyak menyerang di

pekarangan Anda?

11 orang menjawab Tikus

8. Apakah hama tikus di pekarangan Anda sangat mengganggu?

11 orang menjawab Tidak karena tidak begitu banyak sehingga tidak merusak

9. Gangguan apa saja yang sering ditimbulkan oleh hama tikus tersebut?

10. Dimanakah Anda melihat hama tersebut? 11 orang menjawab di rumpun bambu 5 orang menjawab di kebun ubi jalar 3 orang menjawab di kebun kacang tanah 4 orang menjawab di kebun ubi kayu

11. Menurut Anda apakah yang menyebabkan hama – hama tersebut muncul?

• Ketersediaan makanan yang terus ada di kebun

• Di rumpun bambu jika ada lubang dan lubangnya rapi serta tidak berantakan maka

banyak tikusnya tetapi jika lubangnya ada sarang laba – laba maka tidak ada tikus di dalam lubang tersebut

12. Kerugian apa yang dapat ditimbulkan karena adanya hama tikus tersebut?

Kerugian tidak terlalu besar

13. Tindakan apa Anda lakukan ketika mengetahui kehadiran hama tikus tersebut?

Karena kerugian tidak terlalu besar maka tidak dilakukan pengendalian sehingga didiamkan saja.

14. Apakah Anda mengetahui tentang musuh alami dari hama – hama tersebut?

5 orang menjawab Ya (ular) 6 orang menjawab Tidak

Jika nomer 9 menjawab tidak maka sudah selesai

Tabel Lampiran 12 Sidiki ragam tingkat kejeraan (%) tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap brodifakum

Sumber db JK KT F Pr > F

Perlakuan 3 3234.67 1078.22 24.57 0.0001

Galat 38 1667.69 43.89

Total 41 4902.36

R-SQUARE = 0.6598 CV = 61.1376

Uji selang ganda Duncan

Taraf 2 3 4

5% 6.852 7.204 7.433

1% 9.177 9.570 9.834

Tabel Lampiran 13 Sidiki ragam tingkat kejeraan (%) tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap beras

Sumber db JK KT F Pr > F

Perlakuan 3 212.22 70.74 3.44 0.0326

Galat 24 492.56 20.54

Total 27 705.08

R-SQUARE = 0.3009 CV = 131.4743

Uji selang ganda Duncan

Taraf 2 3 4

5% 5.135 5.393 5.559

ABSTRAK

MINKHAYA SILVIANA PUTRI. Tingkat Kejeraan Tiga Spesies Tikus Hama terhadap Rodentisida dan Umpan serta Faktor Penyebabnya. Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Tikus merupakan hewan pengerat yang seringkali berhubungan dengan kehidupan manusia, baik menguntungkan maupun merugikan. Indera tikus khususnya penciuman, pendengaran, perasa, dan peraba sangat berperan dalam jera umpan dan

jera racun terhadap beberapa jenis rodentisida (akut dan kronis) serta neophobia atau

mudah curiga untuk beberapa jenis umpan dan perangkap. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menghitung tingkat kejeraan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida akut, kronis, maupun botanis yang sering diaplikasikan di lapangan dan permukiman, tingkat kejeraan tikus terhadap umpan dasar (gabah dan beras), serta mengetahui faktor yang menyebabkan tingkat kejeraan tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang tingkat kejeraan terhadap umpan dan rodentisida yang sering diaplikasikan di lapang dan permukiman terhadap tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon. Demikian juga mengetahui faktor yang menyebabkan tingkat kejeraan umpan dan rodentisida tersebut sehingga dapat memberikan informasi dan tindakan pengendalian alternatif. Penelitian disusun dengan melakukan pengujian terhadap 1.228 tikus sawah, 367 tikus rumah, dan 644 tikus pohon serta pemberian kuesioner kepada petani dan masyarakat sekitar tempat pengambilan tikus uji tersebut. Setelah dilakukan pengujian terhadap rodentisida dan umpan, maka dilakukan perhitungan persentase tingkat kejeraan tikus dengan skala skoring. Hasil data kuesioner digunakan untuk mendukung pembahasan dalam mencari faktor penyebab tingkat kejeraan tikus tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tikus sawah Subang memiliki tingkat kejeraan tertinggi dibandingkan dengan tikus sawah Pati, tikus rumah Bogor, dan tikus pohon Bogor. Faktor penyebab tingkat kejeraan tersebut adalah tekanan yang dilakukan oleh manusia seperti pengendalian yang intensif menyebabkan perilaku tikus menjadi mudah curiga, sehingga tingkat kejeraan tersebut terus meningkat.

Kata kunci: Tikus sawah, tikus rumah, tikus pohon, tingkat kejeraan, umpan, rodentisida, faktor penyebab.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor komoditas utama di Indonesia. Negara yang terdiri dari kepulauan dengan lahan yang luas adalah faktor yang mendukung Indonesia untuk menjadi negara yang berbasis pertanian. Pertanian di Indonesia masih menggunakan sistem yang konvensional, karena adanya anggapan bahwa petani adalah orang yang tidak berpendidikan, padahal sektor pertanian yang dominan dalam mendukung kelangsungan perekonomian negara. Dengan demikian perlu adanya petani berdasi yang dapat memajukan pertanian di Indonesia.

Pertanian secara sempit terdiri atas pertanian pada subsektor tanamanan pangan dan hortikultura serta perkebunan. Pertanian pangan dan hortikultura adalah pertanian yang menghasilkan kebutuhan pokok makanan untuk manusia. Sedangkan pertanian perkebunan menghasilkan tanaman tahunan yang dapat menambah devisa negara serta untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada semua subsektor pertanian tersebut banyak kendala yang dihadapi seperti keadaan cuaca atau iklim yang tidak menentu, ketersediaan air, dan yang paling mengganggu adalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Organisme pengganggu tanaman ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis terhadap petani maupun masyarakat.

Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Tikus sawah merupakan salah satu hama utama padi yang dapat menimbulkan kerusakan di seluruh bagian tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan. Tikus pohon biasanya hidup di perkebunan, pekarangan, dan persawahan sedangkan tikus rumah biasanya hidup di permukiman manusia, rumah, dan gudang. Pada saat ini tikus pohon dan tikus rumah dapat menyebabkan kerusakan di permukaan maupun di areal perkebunan. Hal ini disebabkan banyaknya areal perkebunan yang tidak jauh dari tempat permukiman manusia dan tidak tersedianya pakan yang cukup untuk tikus disalah satu habitat tersebut. Tikus pohon dan tikus rumah dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang disimpan di rumah seperti jagung, gandum,

gabah, dan beras. Selain itu tikus pohon dan tikus rumah juga dapat menyebabkan kerusakan pada bahan bangunan karena sifat mengeratnya, kemampuannya menurunkan produksi pertanian dan menyebarkan penyakit pada manusia. Berdasarkan hal tersebut tikus sering dipandang oleh manusia sebagai hewan yang memiliki efek negatif dalam ekosistem (Dickman 1988).

Pengendalian tikus dapat dikelompokkan ke dalam beberapa metode pengendalian antara lain: pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanis, biologi, dan kimia. Pengendalian secara fisik mekanis bertujuan untuk mengubah faktor lingkungan fisik menjadi di atas atau di bawah toleransi tikus secara langsung dengan menggunakan tangan atau dengan bantuan alat. Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan racun, baik yang bersifat akut maupun kronis (Priyambodo 2003). Metode pengendalian yang dilakukan harus sesuai dengan

konsep IPM (Integrated Pest Management) dengan harapan agar populasi hama dapat

terus ditekan di bawah ambang ekonomi, penggunaan redentisida dikurangi sehingga mengurangi bahaya akibat samping, penggunaan non-rodentisida ditingkatkan, keseluruhan program itu harus efektif, efisien, aman, dan tidak mahal (Sigit 2006).

Pengendalian tikus yang sering dilakukan saat ini dan mendapatkan hasil yang efektif adalah pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida sintetik. Rodentisida yang diaplikasikan dengan baik akan didapatkan hasil produksi yang melebihi hasil rata – rata petani. Metode tersebut sekarang banyak digunakan, meskipun menurut konsep PHT seharusnya metode ini digunakan sebagai alternatif terakhir jika semua cara lain yang digunakan belum memberikan hasil yang memadai (Priyambodo 2003). Rodentisida sintetik yang diberikan pada tikus menunjukkan daya bunuh yang efektif serta memberikan hasil kematian tikus yang nyata meskipun penggunaan rodentisida sintetik tidak ramah terhadap lingkungan.

Alternatif dari rodentisida sintesis adalah rodentisida nabati yang termasuk pestisida organik atau pestisida nabati, yaitu merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang biasa digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman.

Tikus sebagai hewan omnivora (pemakan segala) biasanya mau mengonsumsi semua makanan yang dapat dimakan oleh manusia, baik yang berasal dari tumbuhan (nabati) maupun yang berasal dari hewan (hewani). Sifat tikus yang mudah curiga terhadap setiap benda yang ditemuinya, termasuk pakannya, disebut dengan

neophobia. Adapun sifat tikus yang enggan memakan umpan beracun yang diberikan

karena tidak melalui umpan pendahuluan disebut dengan jera umpan (bait shyness)

atau jera racun (poison shyness) (Priyambodo 2003).

Indera tikus khususnya penciuman, pendengaran, perasa, dan peraba sangat berperan dalam sifat jera umpan dan jera racun terhadap beberapa jenis rodentisida

(akut dan kronis) serta neophobia atau mudah curiga untuk beberapa jenis umpan dan

perangkap. Neophobia jika diartikan menurut arti katanya adalah ketakutan pada

sesuatu yang baru tetapi jika dilihat dari maknanya adalah menghindari benda yang tidak dikenali, termasuk bau, rasa, suara, dan makanan asing yang ada disekitarnya.

Sifat neophobia berbeda antara setiap spesies tikus, respon tikus bervariasi dan

mempunyai rangsangan yang unik. Pertumbuhan dari perilaku neophobia terhadap

tikus merupakan hal yang biasa oleh karena itu seleksi untuk banyak generasi selama perolehan dan pemeliharaan dari habitat biasanya. Kegagalan pada aplikasi

rodentisida di lapang berdasarkan pada resistensi perilaku (behavioral resistance)

yaitu kondisi keengganan terhadap rodentisida, bukan berdasarkan resistensi

fisiologis (physiological resistance). Perilaku demikian dapat membantu tikus untuk

menghindari mengonsumsi dosis yang mematikan dari rodentisida. (Priyambodo 2002).

Sampai saat ini semakin banyak pengendalian secara kimia dengan menggunakan rodentisida sintetik yang tidak sesuai aturan pakai, menyebabkan tikus

tersebut lebih jera umpan (bait shyness) dan jera racun (poison shyness), karena sifat

tikus yang mudah curiga. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian tentang tingkat kejeraan umpan (beras dan gabah) dan kejeraaan racun dari tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap beberapa rodentisida sintetis dan nabati serta mencari faktor penyebab dari tingkat kejeraan umpan dan racun tersebut.

Tujuan Penelitian  

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menghitung tingkat kejeraan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida (akut, kronis, dan nabati) yang sering diaplikasikan di lapangan dan permukiman, dan terhadap umpan dasar (gabah dan beras), serta mengetahui faktor yang menyebabkan tingkat kejeraan tersebut.

Manfaat Penelitian  

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang tingkat kejeraan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida dan umpan yang sering diaplikasikan di lapang dan permukiman. Demikian juga untuk mengetahui faktor yang menyebabkan tingkat kejeraan rodentisida dan umpan tersebut sehingga dapat memberikan informasi dan tindakan pengendalian alternatif.

Dokumen terkait