• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN MASYARAKAT

A.

Gambaran dan Struktur Pertanahan Kabupaten Samosir 1.Letak dan Geografis

Kabupaten Samosir berada pada 20 24’-20 48’ LU dan 99’30’-99’01’ BT dengan luas wilayah 2.069,05km yang terdiri dari daratan 1.444,25 km dan selebihnya perairan Danau Toba. Wilayah Kabupaten Samosir berada pada daerah ketinggian 904-2.157m2 diatas permukaan laut. Kontur tanahnya beraneka ragam yaitu ada yang datar, yang landai, miring dan sebagian lagi terjal. Struktur tanahnya labil dan beradapada wilayah gempa tektonik dan vulkanik. Keadaan suhu udaranya berkisar 17’ C-29’C dan rata-rata kelembaban udaranya 85,04 %. Topografi berbukit dan bergelombang adalah sebagai berikut :

0-2 (datar) sekitar 10 % 2-15 (landai) sekitar 20 % 15-40 (miring) sekitar 55 % >40 (terjal) sekitar 15 %

Kabupaten Samosir terdiri dari 9 Kecamatan dengan 111 Desa dan 6 Kelurahan. Kesembilan Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pangururan, Kecamatan Harian, Kecamatan Sianjurmula-mula, Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan Palipi, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Simanindo, Kecamatan Ronggurnihuta dan Kecamatan Sitio-tio.

1. Di sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Simalungun 2. Di sebelah Timur : Kabupaten Tobasa

3. Disebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan 4. Di sebelah Barat : Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat

2. Jenis Tanah dan Potensinya

Letusan gunung api pada masa geologis silam di wilayah Toba telah mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan tanah dan tingkat kesuburannya. Jenis tanah yang umum ditemukan di daerah ini adalah podzol, latosol dan endapan-endapan fluviateel. Tanah-tanah podzol tersebar luas di pantai Barat Pulau Samosir. Pada umumnya tanah podzol ini miskin hara (humus), bersifat asam (ph tanah rendah), mengandung mineral yang sedikit dan bahan organik yang sedikit dan kapasitas menyimpan air dan ion sangat rendah. Potensi pertanian tanah yang demikian umumnya sangat rendah, karena itu vegetasi hutan di daerah ini seyogianya harus dilestarikan. Jenis tanah latosol tersebar di bagian barat Pulau Samosir, daerah Pusuk Buhit atas dan daerah pantai Timur Samosir . Bentuk wilayah tanah latosol ini pada umumnya berbukit-bukit dan miskin hara. Sedangkan jenis tanah endapan fluviateel dijumpai pada teluk-teluk di dingding kawah Danau Toba, pada kaki Pusuk Buhit. Pada umumnya tanah ini datar dan bergelombang sedikit. Endapan-endapan ini subur, teksturnya lebih halus dalam struktur dan lebih kaya akan mineral dan menyuguhkan kondisi-kondisi yang baik untuk menanam hampir setiap jenis tanaman.

3. Keadaan Penduduk dan Alamnya

Penduduk Kabupaten Samosir berjumlah 130.078 jiwa dengan jumlah rumah tangga 26.985. Tingkat kepadatan penduduk 91,67 jiwa perkilo meter persegi. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK 44/ Menhut-II/ 2005 Tanggal 16 Pebruari 2005 tentang penujukan kawasan hutan di wilayah Propinsi Sumatera Utara dan dalam SK tersebut ditunjuk bahwa kawasan hutan di wilayah Samosir adalah 96.246,98 ha dengan rincian hutan lindung seluas 79.556,54 ha dan hutan produksi tetap seluas 16.690,44 ha. Hal ini berarti bahwa kawasan hutan di Kabupaten Samosir adalah berkisar 66,64 % dari luas daratan Kabupaten Samosir. 27

27

Profil Kabupaten Samosir, Tanggal 4 Februari 2008 B.Cara Perolehan Bidang Tanah

Hukum adat ada mengatur tentang cara perolehan tanah dan hukum adat sudah lama berakar dan bertumbuh dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia, dan hukum adat tersebut dipatuhi masyarakat dan tunduk kepadanya. Berikut ini akan diuraikan cara perolehan tanah ditinjau dari hukum adat orang Batak di Samosir yaitu :

1.Jual beli

Dalam suatu masyarakat walaupun bagaimana keadaannya, apabila sudah ada uang yang beredar sebagai alat pembayaran yang sah maka persetujuan jual beli memegang peranan penting di dalam kehidupan masyarakat itu dan jual beli yang kita kenal selama ini adalah jual beli dengan nilai tukar uang.

Pada zaman dahulu tingkat perekonomian manusia masih sangat sederhana, diamana pada waktu itu setiap individu berusaha untuk menghasilkan kebutuhan sendiri dan keluarganya. Akan tetapi oleh karena kenyataan hidup dan kebutuhan setiap individu itu semakin meningkat dan disertai dengan keadaan alam yang terus berubah serta zaman yang semakin maju, setiap individu tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, maka dengan adanya uang sebagai alat tukar yang sah, setiap orang dapat memenuhi kebutuhannya dengan jalan jual beli.

Dalam hukum adat, tanah mempunyai kedudukan tersendiri serta mengandung sifat magis religius dibandingkan dengan benda lainnya yang dimiliki manusia. Pada dasarnya dalam hukum adat tidak mengenal dan memperkenankan tanah diperjualbelikan, namun oleh karena kebutuhan manusia akan uang semakin mendesak maka dengan terpaksa tanahpun akhirnya diperjualbelikan. Melihat kepada pentingnya tanah untuk kehidupan manusia maka seseorang yang mempunyai uang ingin memiliki tanah dengan jalan membelinya dari pihak lain yang memiliki tanah.

Jual beli menurut hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang beupa penyerahan sebidang tanah oleh pihak penjual kepada pembeli untuk selamanya pada saat bersamaan juga pembeli menyerahkan harganya kepada penjual. Dengan dilakukannya jual beli tanah tersebut maka hak milik atas tanah itu telah beralih kepada sipembeli, dengan demikian pembeli sejak saat itu telah menjadi pemilik yang baru atas tanah tersebut.

Jual beli menurut hukum adat adalah bersifat terang dan tunai yang dilakukan dihadapan Kepala Desa/ Adat yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi juga menanggung bahwa jual beli tersebut tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Menurut hukum adat Batak Toba, jual beli tanah pada dasrnya tidak dikenal, hal ini disebabkan karena disamping tanah yang bersifat magis religius juga dalam masyarakat Toba, tanah adalah “tanah marga” atau disebut juga “tanah golat” yaitu tanah yang dimiliki bersama oleh suatu marga, hak atas tanah tersebut dengan hak golat semacam hak ulayat. Namun dewasa ini tanah milik dari seseorang itu sudah dapat diperjualbelikan untuk memenuhi kebutuhannya.

2.Hibah atas tanah

Selain daripada jual beli hak atas tanah untuk mendapatkan hak milik, juga dikenal hibah atas tanah dan merupakan kebalikan dari harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi. Penghibahan adalah penmbagian keseluruhan atau sebagian daripada harta kekayaan yang pemiliknya masih hidup. Adapun yang menjadi motif dari penghibahan ini adalah merupakan suatu jalan untuk memberikan harta kekayaannya langsung kepada anak-anaknya, hal mana sesungguhnya merupakan penyimpangan daripada ketentuan hukum adat waris yang beralaku di daerah-daerah yang bersangkutan atau sistem kekeluargaan disetiap suku di negara kita.

Menurut sistem kekeluargaan patrineal seperti di daerah Batak Toba, hanya anak laki-lakilah yang berhak mewarisi harta peninggalan bapaknya walaupun anak perempuan dan anak laki-laki sama-sama memakai marga dari

bapaknya, akan tetapi yang menyambung silsilah bapaknya hanyalah anak laki-laki sedangkan anak perempuan tidak, karena ia nantinya akan masuk dalam clen suaminya. Untuk ketentuan-ketentuan ini dalam prakteknya diperlunak dengan penghibahan sawah atau sebidang tanah kepada anak perempuan yang tidak ataupun yang sudah kawin bahkan juga kepada cucu-cucu yang pertama yaitu sebagai berikut :

a. Pauseang

Pauseang adalah pemberian sebidang tanah (sawah) oleh seorang ayah kepada anak perempuannya (boru). Pemberia tanah ini adalah pada saat pelaksanaan/ peresmian perkawinan secara adat. Biasanya tanah ini diberikan baik setelah ditanya terlebih dahulu oleh pihak pengantin laki-laki atau sebelum ditanya, telah disebutkan terlebih dahulu oleh ayah si gadis. Pemberian ini adalah sebagai imbalan (balasan) dari sinamot (uang jujuran dari pihak laki-laki, umumnya pauseang ini diberikan oleh orang kaya (partano). Adapun fungsi tanah (sawah) pauseang ini ada (3) tiga yaitu :

1.Sebagai bakal mula-mula bagi putrinya yang kawin agar tidak kekurangan makanan.

2.Sebagai pemberian balik dari pihak perempuan karena telah menerima sinamot (mas kawin)

3.Agar si gadis (boru) yang kawin tersebut mendapatkan penghargaan dari keluarga suaminya.

Ulos na so ra buruk ini juga adalah merupakan pemberian sebidang tanah dari seorang ayah kepada anak perempuannya. Bedanya dengan pauseang adalah pemberian ini tidak ada kaitannya dengan perkawinan atau kelahiran anak. Latar belakang pemberian ini adalah jika si anak perempuan (borunya) merasa tanah yang digarapnya selama ini tidak mencukupi untuk kebutuhannya sehari-hari. Pemberian ini diberikan setelah si suami dan istri datang kehadapan orang tua si istri dengan mempersembahkan makanan seremonial dan setelah itu ia mengajukan permohonan tentang maksudnya. Pemberian ini tidak diniatkan untuk dikembalikan, sesuai dengan namanya “ulos na so ra buruk” (kain yang tak pernah usang).

c.Indahan arian

Indahan arian ini maksudnya adalah makanan sehari-hari. Sifatnya tidak sekuat hak yang ada pada pauseang atau ulos na so ra buruk. Karena diisyaratkan bahwa pihak boru yang memperoleh tanah tersebut untuk bersifat hormat kepada pihak hula-hula, atau pandai mengambil hatinya. Karena jika tidak demikian maka tanah tersebut dapat diminta oleh pihak hula-hula. Tetapi jika ia berlaku hormat selalu, maka tidak ada alasan bagi hula-hulanya untuk meminta tanah tersebut.

d. Pemberian kepada anak laki-laki (Panjaean)

Kepada anak laki-laki, sang ayah juga dapat memberikan sebidang tanah (sawah) yang disebut dengan istilah “panjaean” yang

artinya kira-kira usaha untuk berdiri sendiri, lepas dari tanggungan orang tua. Jadi jelasnya panjaean itu adalah pemberian sebidang tanah (sawah) oleh sang ayah kepada salah seorang anak laki-lakinya, hal mana pemberian tersebut diberikan setelah putranya tersebut menikah. Dengan pemberian tersebut diharapkan sang anak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Luas tanah yang diberikan tergantung kepada kemampuan dari orang tuanya, yakni sebagian dari luas tanah yang dimiliki oleh orang tuanya. Biasanya `tanah yang diberikan sebagai panjaean adalah merupakan bahagian yang telah ditentukan oleh sang bapak sebagai warisannya apabila si bapak meninggal dunia.

e.Pemberian kepada cucu (dondon tua)

Istilah “dondon tua” dapat diterjemahkan dengan dibebani dengan nasib baik. Dondon tua ini adalah pemberian khusus yang diberikan oleh si kekek kepada cucunya. Pemberian ini biasanya terdiri atas sebidang tanah dan khusus diberikan kepada cucunya laki-laki yang tertua dari anak laki-lakinya yang tertua. Dengan lahirnya sang cucu, si kakek telah mempunyai hak untuk menyandang gelar yang sangat didambakannya. Dalam hal ini ia akan dipanggil “Ompu ni N” sesuai dengan nama dari cucunya. Melalui pemberian (tanah) ini diharapkan ada keberuntungan yang pindah kepada sipenerima. Pemberian ini dinyatakan pada waktu pembagian warisan kepada anak-anaknya.

3.Tanah timbul

Tanah timbul adalah tanah yang terbentuk karena endapan lumpur yang terbawa air, baik air sungai, danau atau muntahan pasir, lumpur, batu-batuan suatu gunung sehingga membentuk permukaan baru atau menambah luasnya tanah yang telah ada dan menyatu menjadi tanah kering dengan areal tanah yang bersebelahan terdekat.

Di daerah Batak Toba, tanah timbul ini disebut dengan tanah pangeahan. Di Pulau Samosir khususnya terjadi, air yang surut dari sekeliling Danau Toba meninggalkan lidah tanah disekitar pantai Danau Toba. Dan menurut hukum adat masyarakat Batak Toba pemilik tanah yang berbatasan langsung dengan tanah timbul tersebut menjadi pemiliknya yang disebut dengan istilah “pat ni hauma ku” artinya kaki dari sawah ku. Jadi tanah pangeahan tersebut adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan tanah yang berbatasan dengan tanah timbul tersebut.

4. Menggarap

Menggarap artinya mengerjakan sebidang tanah, dimana seseorang untuk mendapatkan hasil atau untuk memenuhi kebutuhannya adalah dengan jalan menggarap sebidang tanah yang bukan hak miliknya. Dalam hukum adat ternyata seseorang iitu dapat memperoleh hak milik atas tanah berdasarkan atau dengan jalan menggarap dalam jangka waktu yang sudah lama. Pengertian menggarap dalam hal ini hampir sama dengan hak membuka tanah, seseorang membuka tanah kembali yang tidak tau atau kurang jelas siapa pemiliknya kemudian diusahakan terus menerus sampai berganti generasi ke generasi berikutnya, jika

terjadi transaksi terhadap tanah tersebut maka dialah sebagai pemilik dan yang mendapat ganti rugi.

5.Pewarisan

Yang dimaksud dengan pewarisan adalah suatu proses pemindahan hak milik pewaris kepada ahli waris. Pewarisan berlangsung karena kematian (Pasal 830 BW), tetapi menurut hukum adat, pewarisan dapat dilakukan semasa hidupnya pewaris atau dimulai waktu ia masih hidup dan diakhiri pada saat ia meninggal. Ketentuan pokok dalam hukum warisan adalah anak laki-laki yang mewarisi harta peninggalan bapaknya. Jika ada anak laki-laki, maka hanya merekalah yang menjadi ahli waris. Memang dimungkinkan untuk memberikan sebagian harta (tanah) peninggalan kepada perempuan, tetapi mereka bukan merupakan ahli waris dari yang meninggal dunia.

Anak sulung (sihahaan) yang menggantikan bapak dan anak bungsu (siampudan) mereka menempati kedudukan yang istimewa dalam hukum waris kalau dibandingkan dengan anak yang ditengah (sipaitonga), karena pada umumnya tanah-tanah yang subur diberikan kepada anak yang sulung (tanah sawah) dan begitu juga dengan anak yang bungsu . Sedangkan anak yang ditengah memperoleh tanah-tanah yang kurang subur.

6.Paneaon

Sesuai dengan prinsip patrilineal yang dianut dalam hukum adat Batak Toba, maka adalah sangat menyedihkan bila seorang anak meninggal dunia tanpa mempunyai keturunan ataupun kalau mempunyai keturunan, hanya anak perempuan saja. Dalam hukum adat Batak Toba, orang seperti ini disebut dengan

“na mate punu” (tidak meninggalkan keturunan). Dalam kasus seperti ini maka tanah dari si mendiang jatuh ke tangan saudara-saudaranya yang laki-laki. Kalaupun ada anaknya perempuan, namun anak itu tidak berhak memiliki tanah (harta peninggalan) dari bapaknya. Istilah singkat padat untuk mewarisi secara kolateral adalah “na punu si teanon”, artinya hak milik orang mati yang tidak meninggalkan keturunan laki-laki mesti jatuh ke alur samping yang sejajar. Bentuk perolehan hak milik seperti ini diistilahkan “manean” dan orang yang memperolehnya disebut “panean”. Karena itu, anak-anak perempuan yang ditingga l mati oleh bapak mereka menjadi tanggungan dari saudara-saudara (laki-laki) dari si mendiang. Karena itu, tanah (sawah) si mendiang menjadi milik dari siapa yang menjamin kehidupan si anak perempuan.28

Pengetahuan hukum masyarakat akan dapat diketahui bila diajukan seperangkat pertanyaan mengenai pengetahuan hukum tertentu. Pertanayaan dimaksud, dapat dijawab oleh masyarakat dengan benar sehingga kita dapat mengatakan bahwa masyarakat itu sudah mempunyai pengetahuan hukum yang benar. Sebaliknya, bila pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan C.Pemahaman Masyarakat Mengenai Pendaftaran Tanah

Bila suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan dan diterbitkan menurut prosedur yang sah dan resmi, maka secara yuridis peraturan perundang-undangan itu berlaku, kemudian timbul asumsi bahwa setiap warga masyarakat dianggap mengetahui adanya undang-undang tersebut.

28

benar, dapat dikatakan masyarakat itu belum atau kurang mempunyai pengetahuan hukum. Namun, apabila pengetahuan hukum saja yang dimiliki oleh masyarakat, belumlah memadai, masih diperlukan pemahaman atas hukum yang berlaku. Melalui pemahaman hukum, masyarakat diharapkan memahami tujuan peraturan perundang-undangan serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan perundang-undangan yang dimaksud.29

Menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang dimaksud dengan sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat ini merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di

Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, untuk menjamin kepastian hukum, Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria memerintahkan supaya pendaftaran tanah diselenggarakan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Adapun pendaftaran yang dimaksud adalah pendaftaran tanah ke Kantor Pertanahan, dimana setelah melalui proses, pihak Badan Pertanahan Nasional akan menerbitkan sertifikat tanah yang dimohonkan pendaftarannya.

29

dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Secara etimologi, sertifikat berasal dari bahasa Belanda “certificaat” yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi kalau dikatakan sertifiakat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas sebidang tanah atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang.30

Pasal 19 ayat (2) huruf c tidak berani menyebut bahwa surat-surat bukti (sertifikat) tanah adalah menjamin hak seseorang, akan tetapi disebutkannya “surat-surat tanda bukti hak (sertifikat) adalah alat pembuktian yang kuat”. Dengan demikian pemilik surat bukti hak bisa mempertahankan haknya, sekalipun ketentuan yang diminta PP Nomor 10 Tahun 1961 tidak diindahkannya.31

Kemudian disamping sebagai alat bukti, sertifikat juga berguna sebagai jaminan. Baik sebagai jaminan utang kepada orang lain maupun jaminan utang kepada bank. Maksudnya apabila misalnya seseorang membutuhkan pinjaman uang ke bank maka sebagai jaminan uang yang dipinjam tadi ditahanlah sertifikat tanah tersebut (hipotik). Tentu dalam hal ini keberadaan sertifikat tanah telah

Menurut pendapat Muh.Yamin, surat tanda bukti disini bukanlah satu-satunya bukti namun disebutkan hanyalah sebagai alat pembuktian yang kuat, bukan berarti sertifikat tersebut mutlak sebagai bukti.

30

Muh. Yamin, Op.cit, Hal 132 31

membantu untuk meningkatkan pendapatan sipemilik tanah yang sekaligus meningkatkan perekonomian secara mikro, sebab ia telah mengaktifkan modal yang diberikan bank. Dapat disimpulkan bahwa surat tanda bukti hak atau sertifikat tanah tersebut dapat berfungsi menciptakan terti hukum pertanahan serta membantu mengaktifkan kegiatan perekonomian rakyat.32

No

Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, dari pertanyaan nomor 4 : “Denngan cara apa saudara/ i memperoleh tanah tersebut” diperoleh data sebagai berikut :

N = 200

Jawaban Frekuensi %

a Warisan 112 orang 56

b Jual beli 27 orang 13,5

c Pemberian/ hibah 61 orang 30,5

d Lain-lain 0 orang 0

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara langsung dengan responden, diperoleh data bahwa sebahagian besar masyarakat Samosir memperoleh bidang-bidang tanah yang dikuasainya, dari warisan maupun pemberian/ hibah. Hal ini disebabkan masih kuatnya hukum adat dan budaya Batak Toba yang melekat pada kehidupan masyarakat ini. Hukum adat Batak Toba menganut sistem patrilineal sehingga tanah-tanah warisan (harta peninggalan) dari orangtuanya hanya diwariskan kepada anak-anaknya yang laki-laki. Hal ini berhubungan dengan pewarisan marga dalam hukum adat masyarakat Batak Toba yaitu bahwa marga laki-lakilah yang diwariskan kepada anak-anaknya. Yang berarti bahwa laki-lakilah yang meregenerasikan marganya kepada

32

anak-anak yang dilahirkan istrinya. Dengan demikian harta peninggalanpun diwariskan hanya kepada anak laki-laki. Sementara anak perempuan akan menikah dan bergabung kepada clen laki-laki (suaminya) dan mendapatkan warisan dari keluarga suaminya tersebut.

Oleh karena hukum adat Batak Toba hanya memperbolehkan bahwa warisan hanya jatuh ke tangan anak laki-laki, maka seseorang (orangtua) yang menghendaki supaya anaknya yang perempuan juga memperoleh tanah dari harta kekayaannya, maka ia dapat memberikan bidang tanah kepada anak perempuan tersebut pada waktu ia masih hidup. Pemberian / hibah yang dimaksud sudah diterangkan pada sub bab sebelumnya. Selain melalui warisan dan pemberian/ hibah, masyarakat juga memperoleh tanah melalui proses jual beli. Pembelian bidang tanah dilakukan untuk menambah tanah garapan disamping tanah warisan, supaya tetap dapat mempertahankan hidupnya.

Dari wawancara yang dilakukan penulis terhadap responden ketika responden menjawab pertanyaan nomor 5 : “Apakah bukti tertulis yang saudara/i pegang sebagai bukti bahwa tanah tersebut adalah milik saudara/ i ?” diperoleh jawaban sebagai berikut :

N= 200

No Jawaban Frekuensi %

a Surat segel yang dibuat dengan dihadiri saksi-saksi 90 orang 45 b Grand sultan, grand C, kadaster 0 orang 0 c Sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN melalui

prosedur

31 orang 15,5 d Surat keterangan dari Kepala Desa/ Camat/ Bupati 2 orang 1

Oleh karena tanah-tanah yang dimiliki masyarakat sebahagian besar berasal dari tanah warisan dan pemberian/ hibah, maka bukti yang dipegang masyarakat sebagai tanda bahwa seseorang itulah pemilik suatu bidang tanah, hanyalah surat segel yang dibuat dengan tulisan tangan warna hitam diatas putih yang juga dihadiri dan ditanda tangani kedua belah pihak bersama dengan saksi-saksi. Bahkan ada juga masyarakat pemilik tanah yang tidak memegang suatu bukti tertulis atas tanahnya. Hal ini disebabkan tanah tersebut adalah tanah warisan dan sejak dari nenek moyangnya tidak pernah ada gangguan dari pihak lain, dengan kata lain tanah tersebut selama ini aman dari gugatan orang lain, sehingga menurut pemiliknya tidak perlu ada bukti tertulis. Sedangkan masyarakat pemilik tanah yang sudah mendaftarkan tanahnya ke Badan Pertanahan Nasional masih sangat sedikit, bisa dihitung dengan jari.

Masyarakat yang sudah memegang alat bukti tertulis berupa surat segel

Dokumen terkait