• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Pemakaian Bahan Bakar Minyak

Pemakaian bahan bakar minyak ditentukan berdasarkan nilai konsumsi spesifik menurut tipe mesin yang digunakan. Tabel 12 berikut menyajikan nilai konsumsi untuk beberapa jenis mesin sesuai dengan densitas bahan bakar minyak tersebut.

Tabel 2 Konsumsi spesifik bahan bakar menurut jenis mesin

No. Mesin Densitas BBM Konsumsi (gr/HP/jam) 1. Bensin 2 tak 0.72 400 – 500 2. Bensin 2 tak 0.72 300 – 400 3. Bensin 2 tak 0.72 220 – 270 4. Diesel 0.84 170 – 200 5. Diesel (turbo) 0.84 155 – 180

Dengan demikian pemakaian bahan bakar selama kapal beroperasi dapat dihitung sebagai berikut: C = 0,75 x P (max) x (S/d) x t x 0.001

Keterangan : C = konsumsi bahan bakar (dalam liter) 0,75 = koefisien rata-rata:

- sewaktu kapal jalan antara 0,7 – 0,8 - sewaktu operasi penangkapan 0,5 – 0,8 P (max) = daya maksimum mesin (dalam HP)

S = nilai spesifik konsumsi BBM (dalam gr/HP/jam) d = densitas BBM

t = waktu selama pemakaian mesin (dalam jam) - waktu dapat diganti dengan:

Jarak tempuh (dalam mil) Kecepatan (dalam knot)

3

METODE PENELITIAN

3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian

Alokasi waktu penelitian mulai dari kegiatan survei, proses konversi, modifikasi dan rekondisi hingga pengujian di lapangan berlangsung selama tujuh bulan yakni dari awal Bulan Februari sampai dengan akhir Agustus 2008. Lokasi yang ditetapkan sebagai tempat penelitian ini terdiri dari tempat-tempat pembuatan kapal pancing tonda, galangan kapal fiberglass, dan sentra-sentra kegiatan nelayan pancing tonda di Kabupaten Buton. Analisis data hasil penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang.

3. 2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa bahan dan alat untuk pembuatan kapal dan untuk pengambilan data. Bahan dasar untuk pembuatan kapal fiberglass terdiri dari resin, serat penguat, bahan pendukung dan lapisan inti. Resin yang dipakai adalah tipe orthophthalic poliester resin. Serat penguat (fiberglass reinforcement) yang dipakai adalah jenis electrical glass yaitu

chopped strand mat, dan woven roving. Bahan pendukung terdiri dari: catalyst, accelerator, sterin, gel coat, piqmen, parafin, mold release, dan talk. Lapisan inti yang digunakan selain besi adalah pelat fiberglass antara lain, firet coremat, dan

foamed plastic.

Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan kapal fiberglass mula dari persiapan pembuatan cetakan (mould) hingga finishing adalah mesin grinda, gunting, cutter, jerigen, gelas ukur, kwas rool, kwas biasa, dan stick glue, sedangkan peralatan untuk pengambilan data penelitian adalah GPS, kompas, peta laut, stop watch, timbangan, meteran, siku-siku, kamera digital, teropong, pancing tonda dan alat bantu penangkapan.

3. 3 Metode Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode eksperimen yang dilakukan di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui kajian pustaka dan laporan dari pihak-pihak lain yang berhubungan dengan pengembangan desain kapal perikanan

baik ditinjau dari aspek teknis, ekonomis maupun sosial budaya masyarakat di daerah penelitian.

Pengambilan data primer diawali dengan melakukan pengukuran terhadap kapal-kapal pancing tonda di tujuh lokasi penelitian yaitu: Lasalimu, Sampolawa, Pasarwajo, Sampuabalo, Siompu, Lande, dan Lakaliba. Data yang dikumpulkan dalam kegiatan ini meliputi dimensi utama kapal (L, B, D), bentuk badan kapal (kelengkungan lambung pada setiap ordinat), draft tertinggi dan terendah (dmax,

dmin) dan pengaturan ruang interior kapal secara umum. Data yang diperoleh, dikelompokkan menurut basic design masing-masing kapal. Dari kelompok tersebut diambil masing-masing satu unit kapal yang lebih dominan mewakili desain kapal pancing tonda material kayu yang ada di Kabupaten Buton. Basic desain kapal sampel tersebut selanjutnya dipakai sebagai patokan dalam merancang sebuah cetakan (mould) untuk pembuatan sampel kapal fiberglass yang sepadan dengan kapal kayu. Proses konversi material dari kapal kayu menjadi kapal fiberglass dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kegiatan eksperimen dilakukan dengan cara menguji pasangan kapal kayu dan kapal fiberglass hasil konversi untuk mendapatkan data DWL atau draftlightship yang diperlukan dalam analisis parameter hidrostatik, stabilitas, kecepatan dan resistensi kedua kapal untuk kemudian dilakukan kaji banding. Hasil kaji banding yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai data dasar untuk melakukan penyempurnaan melalui proses modifikasi dan redesain kapal fiberglass hingga menemukan prototip desain yang ideal untuk dikonstruksi dan diaplikasikan lebih lanjut.

3. 4 Metode Analisis

Kajian untuk mengetahui kesesuaian dimensi utama kapal pancing tonda dengan metode pengoperasiannya, dilakukan melalui perhitungan rasio dimensi utama antara panjang dan lebar (L/B), panjang dan tinggi (L/D), serta lebar dan tinggi (B/D) berdasarkan data dimensi utama yang telah diukur. Nilai-nilai yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai rasio dimensi utama beberapa jenis kapal ikan di Indonesia yang mempunyai metode operasi penangkapan yang sama.

31

Untuk mendapatkan gambaran tentang keragaan kapal dan kelayakan desain secara umum dilakukan analisis hidrostatik. Nilai-nilai parameter hidrostatik dapat dianalisis melalui data tabel offset yang telah dituangkan dalam bentuk lines plan kapal dengan menggunakan program maxsurf atau dengan perhitungan arsitek perkapalan melalui persamaan-persamaan yang dikutip dari Gillmer & Johnson (1982) maupun Tupper (2004) antara lain dengan persamaan (1) sampai dengan (16). Salah satu parameter hidrostatikyang nilainya menunjukkan bentuk badan kapal adalah coefficient of fineness (Cb, Cp, C , Cvp, Cw). Nilai Cb dipakai untuk menentukan tingkat kegemukan kapal yang berkisar antara 0 – 1, semakin mendekati 1 berarti badan kapal semakin gemuk dan bila mencapai 1 maka bagian badan kapal yang terrendam air berbentuk balok atau empat persegi panjang. Nilai-nilai coefficient of fineness ini kemudian dibandingkan dengan kisaran nilai beberapa jenis kapal ikan di Indonesia yang memiliki kesamaan metode pengoperasian alat tangkap.

Waterplane Area (Aw), dengan rumus Simpson I

………..(1) Keterangan:

h = Jarak antar ordinat pada garis air tertentu Yn = Lebar pada ordinat ke-n (m)

Volume Displacement ( ), dengan rumus Simpson I

..………..….(2) Keterangan:

A = Luas area bidang air ordinat ke-i pada WL tertentu (m2) h = Jarak antar ordinat pada garis air tertentu

Ton Displacement (Δ), dengan rumus:

………..………..(3) Keterangan:

= Volume displacement (m3) δ = densitas air laut (1.025 ton/m3)

Coefficientof block (Cb), dengan rumus: ………(4) Keterangan: = Volume displacement (m3) L = Panjang kapal (m) B = Lebar kapal (m) d = Draft kapal (m)

Coefficientof midship (C ), dengan rumus:

………...(5) Keterangan:

= Luas tengah kapal (m2) B = Lebar kapal (m) d = draft kapal (m)

Coefficientof prismatic (Cp), dengan rumus:

………..……….….(6)

Keterangan:

= Volume displacement (m3) = Luas area tengah kapal (m2)

L = Panjang kapal (m)

Coefficient of waterplane (Cw), dengan rumus:

……….(7) Keterangan:

Aw = Waterplane area (m2) L = Panjang kapal (m) B = Lebar kapal (m)

33

Coefficient of vertical prismatic (Cvp), dengan rumus:

………..(8) Keterangan:

= Volume displacement (m3) Aw = Waterplane area (m2) d = draft kapal (m)

Ton Per Centimeter (TPC),dengan rumus:

……….………(9) Keterangan:

Aw = Waterplane area (m2)

δ = densitas air laut (1.025 ton/m3)

Jarak titik apung (B) terhadap lunas (K), dengan rumus:

……….(10) Keterangan:

= Volume displacement (m3) Aw = Waterplane area (m2) d = draft kapal (m)

Jarak titik apung (B) terhadap titik metacenter (M), dengan rumus:

………...……….…(11) Keterangan:

= Volume displacement (m3) I = Moment innertia

Jarak metacentre (M) terhadap lunas (K), dengan rumus:

………..………..(12) Keterangan:

KB = Jarak titik apung terhadap lunas BM = Jarak titik apung terhadap metacentre

Jarak titik apung terhadap titik metacentrelongitudinal (BML), dengan rumus:

………..………..…………(13) Keterangan:

IL = Innertia longitudinal

= Volume displacement (m3)

Jarak lunas terhadap titik metacentre secara longitudinal (KML), dengan rumus:

……….………….(14) Keterangan:

KB = Jarak titik apung terhadap lunas

BML = Jarak titik apung terhadap metacentre longitudinal

Jarak titik berat (G) terhadap lunas (K), dengan rumus:

………..………..……(15) Keterangan:

Δ = Ton displacement (ton) I = Moment innertia

Jarak titik berat (G) terhadap metacentre (M), dengan rumus:

……….…………(16) Keterangan:

KM = Jarak metacentre terhadap lunas (m) KG = Jarak titik berat terhadap lunas (m)

Kondisi stabilitas kapal diperoleh melalui dua cara yaitu: pertama, dengan melakukan percobaan kestabilan (inclining experiment) dan kedua, dengan melakukan simulasi numerik. Dalam penelitian ini cara kedua yang digunakan untuk menghitung stabilitas kapal, tetapi dicocokkan dengan cara pertama. Simulasi dilakukan untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal pancing tonda sejalan dengan perubahan posisi dan berat muatan yang ada padanya. Perhitungan stabilitas kapal diawali dengan perkiraan terhadap perubahan nilai KG pada setiap kondisi perubahan muatan dengan membuat perubahan jarak vertikal dan longitudinal. Oleh karena itu diperlukan data berat muatan, jarak titik berat muatan secara vertikal dan jarak titik berat muatan secara

35

longitudinal. Perkiraan terhadap perubahan nilai KG dilakukan pada empat kondisi perubahan distribusi jenis dan berat muatan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1) Kondisi kosong; bahan bakar, umpan hidup, dan ikan tangkapan 0%.

2) Kondisi berangkat; bahan bakar 100%, umpan hidup, dan ikan tangkapan 0%. 3) Kondisi beroperasi; bahan bakar 66%, umpan hidup 100%, dan ikan tangkapan 50%. 4) Kondisi pulang; bahan bakar 33%, umpan hidup 0%, dan ikan tangkapan 100%. Nilai KG diperoleh dengan menggunakan formula menurut Hind (1982) yaitu:

………..………(17) Keterangan::

ΔZ = Momen vertikal.

Δ = Ton displacement

Analisis stabilitas selanjutnya dilakukan melalui kurva GZ dengan metode Attwood׳s Formula (Hind, 1982). Metode ini menganalisis stabilitas kapal pada sudut keolengan 0o sampai 90o. Nilai lengan penegak GZ diperoleh melalui perhitungan:

………..……….(18) Keterangan:

BR = perubahan horizontal pusat gaya apung. Perubahan momen pada daerah arsiran adalah:

………...(19) ………...(20) ………(21) Keterangan: v = volume arsiran hhl = perubahan horizontal

= volume displacement kapal

Analisis stabilitas dengan menggunakan simulasi numerik dilakukan dengan membandingkan beberapa kriteria stabilitas kapal baik dalam kondisi distribusi muatan kosong, berangkat, beroperasi, maupun dalam kondisi pulang. Kriteria-kriteria yang dimaksud adalah sudut kisaran stabilitas, nilai GZ maksimum, sudut GZ maksimum,

dan nilai GM. Nilai-nilai kriteria tersebut diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan program maxsurf, microsoft excel dan microsoft visio. Hasil perhitungan stabilitas yang diperoleh pada masing-masing kondisi distribusi muatan kapal tersebut selanjutnya dibandingkan dengan standar kelayakan stabilitas yang dikeluarkan oleh

International Maritime Organization (IMO).

Kecepatan kapal selain dipengaruhi oleh tenaga penggerak yang digunakan juga dipengaruhi oleh bentuk badan kapal (koefisien kemontokan), rasio dimensi utama dan trim. Karena itu maka kecepatan kapal dalam penelitian ini diestimasi pada setiap perubahan nilai displacement sesuai kondisi distribusi muatan seperti halnya pada perhitungan stabilitas. Kecepatan kapal dapat dihitung dengan persamaan Hashimoto (Anung 1993) yaitu :

………...………(22) Keterangan:

BHP = Brake hourse power, Δ = Tondisplacement,

V = Kecepatan kapal (knot), dan L = Panjang kapal (feet)

Untuk melihat hubungan antara daya mesin (HP) dengan kecepatan (knot) dan resistensi (kN) kapal pada setiap displacement kondisi muatan kapal dianalisis dengan menggunakan metode holtrop pada program maxsurf versi 13.01. Data input yang diperlukan untuk perhitungan kecepatan dan resistensi tersebut antara lain datum water line (DWL), displacement, dan efisiensi mesin penggerak yang dipakai. Umumnya metode analisis dengan holtrop banyak digunakan dalam perhitungan hullspeed kapal-kapal yang memiliki ranges kecepatan tertentu.

Hasil perhitungan dan analisis data yang telah diperoleh kemudian dilakukan kaji banding untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan masing-masing kapal sebelum dan sesudah dikonversi menjadi kapal fiberglass. Hasil kaji banding tersebut dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbaikan kapal fiberglass, baik melalui modifikasi maupun rekondisi. Modifikasi dilakukan terhadap bentuk lambung melalui gambar body plan yang ada, kemudian disimulasi dan dikaji ulang hingga diperoleh bentuk lambung yang ideal berdasarkan pertimbangan stabilitas maupun kecepatan yang sesuai dengan peruntukannya. Sedangkan redesain dilakukan terhadap rancangan

37

umum kapal dengan menambah beberapa kompartemen penting seperti cadangan

bouyancy dan dasar ganda (double bottom). Penambahan kompartemen tersebut selain untuk menambah daya apung, juga untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan akibat kapal tenggelam. Bila hasil kaji banding menunjukkan hal yang positif maka desain akhir dari modifikasi tersebut dapat dikonstruksikan sebagi kapal pancing tonda yang ideal untuk dikembangkan secara luas kepada pengguna. Dengan demikian, lambat tapi pasti generasi kapal kayuakan digantikan oleh generasi kapal fiberglass.

5.1 Desain Kapal Pancing Tonda

Desain kapal merupakan proses penentuan spesifikasi yang menghasilkan gambar suatu obyek untuk keperluan pembuatan dan pengoperasian kapal. Berbeda jenis kapal yang dibangun maka desain dan konstruksinya juga berbeda sesuai fungsi dan persyaratan teknis pengoperasian kapal tersebut. Banyak faktor yang perlu mendapat pertimbangan dalam mendesain suatu jenis kapal. Khusus untuk kapal ikan, Fyson (1985) mengelompokkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi desain. Faktor-faktor tersebut adalah meliputi: 1) ketersediaan sumberdaya ikan, 2) alat tangkap dan metode penangkapan, 3) karakteristik daerah penangkapan, 4) kelaiklautan kapal dan keselamatan awak kapal, 5) peraturan- peraturan tentang desain kapal, 6) pemilihan material untuk konstruksi kapal, dan 7) pertimbangan ekonomi.

Mengingat banyak faktor yang menentukan spesifikasi tersebut maka untuk mendapatkan desain kapal yang tepat diperlukan kelengkapan perencanaan yang terdiri dari gambar rancangan umum (general arrangement), gambar rencana garis (lines plan), tabel offset, gambar rencana konstruksi dan spesifikasinya (construction profile and plan) termasuk perencanaan tentang dimensi utama kapal, rasio dimensi utama, bentuk badan kapal dan koefisien bentuk, yang merupakan langkah paling penting dalam proses pembangunan kapal ikan moderen.

Pembangunan kapal pancing tonda di Kabupaten Buton pada umumnya masih dilakukan dengan cara-cara tradisional berdasarkan pengetahuan dan metode yang diwariskan secara turun-temurun atau dari generasi ke generasi berikutnya tanpa menggunakan gambar desain dan perencanaan-perencanaan lain yang dibutuhkan, melainkan hanya berpatokan pada kapal-kapal yang dibangun sebelumnya disertai dengan beberapa modifikasi sesuai keinginan pemesan. Para pengrajin kapal pancing tonda daerah ini kebanyakan berasal dari Suku Bajo yang terkenal sebagai ”tukang perahu alam” yang cukup terampil dalam membangun kapal. Kapal-kapal pancing tonda yang dibangun telah tersebar di berbagai daerah di Sulawesi Tenggara hingga Nusa Tenggara Timur dan Maluku Tengah.

50

Ada beberapa tahap kegiatan yang umum dilakukan pengrajin dalam proses pembangunan kapal pancing tonda di Kabupaten Buton. Tahap-tahap kegiatan tersebut meliputi: persiapan, permulaan pekerjaan, proses pembuatan kapal, dan upacara peluncuran. Pada tahap persiapan, dilakukan perencanaan yang meliputi ukuran kapal, bentuk lambung, dan tata ruang interior kapal. Pekerjaan pertama dimulai dengan pemilihan jenis kayu yang akan dipergunakan sebagai material konstruksi antara lain: jenis Bolongita (Octoatmeles sumatrana), Kuru (Terminalia microcarpa), Teo (Artocarpus elasticus), Wasanoni (Litsea firma), Salawaku (Paraserianthes falcataria) dan Wasaponta (Litsea angulata). Proses pembuatan kapal dilakukan setelah material kayu dan bahan lainnya terkumpul, dan diawali dengan suatu ”upacara” sederhana dimana dalam proses ini ada beberapa aturan dan pantangan yang harus dipatuhi oleh para pembuat kapal. Ada dua proses yang berbeda dalam pembuatan kapal pancing tonda yaitu antara ”bodi susun” dan ”bodi batang”. Bodi susun dibuat dengan jalan menyusun lembaran papan yang diawali dengan peletakan lunas dan linggi haluan, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan papan mulai dari dasar kapal yang berhubungan dengan lunas hingga seluruh bagian kulit lambung. Bodi batang dibuat tanpa didahului dengan pemasangan lunas, melainkan dibentuk dari belahan batang pohon yang dipakai sebagai dasar untuk penyambungan papan kulit lambung berikutnya. Kesamaan kedua proses pembuatan kapal tersebut adalah keduanya mendahulukan penyelesaian kulit lambung kemudian pemasangan gading- gadingnya. Perbedaannya, bodi susun kekuatan utamanya terletak pada gading- gading sehingga kulit lambung relatif tipis, sedangkan bodi batang seringkali tidak memakai gading-gading dan kekuatan konstruksi hanya mengandalkan ketebalan kulit lambung bagian dasar kapal. Tahap akhir dari proses pembangunan kapal tradisional ini adalah upacara peluncuran. Upacara ini diadakan setelah menyelesaikan seluruh tahapan dalam proses pembuatan konstruksi hingga pemasangan mesin penggerak yang dilanjutkan dengan acara peluncuran dan uji kelayakan operasi di laut.

Desain bentuk dan dimensi utama kapal pancing tonda di Kabupaten Buton biasanya ditentukan berdasarkan tipe dan kapasitas mesin penggerak yang dipakai. Tipe mesin penggerak dapat dibedakan atas: mesin dalam (inboard

engine) dan mesin tempel (outboard engine). Kapasitas mesin yang digunakan bervariasi sesuai ukuran kapal. Untuk tipe mesin dalam berkisar antara 16 – 30 HP, sedangkan mesin tempel antara 5,5 – 40 HP. Selain berbeda tipe dan tenaga, kedua tipe mesin tersebut juga memiliki poros baling-baling yang berbeda, hal ini berpengaruh pada pengaturan ruang interior kapal. Tipe inboardengine, memiliki poros baling-baling panjang (long-tail) sehingga posisi ruang mesin berada di bagian midship, dan tipe outboard engine dengan poros baling-baling pendek (short-tail) penempatannya tepat pada ujung buritan (after perpendicular).

5.1.1 Dimensi utama kapal

Dimensi utama kapal merupakan besaran skalar yang menentukan besar kecilnya ukuran sebuah kapal. Parameter dimensi utama ini terdiri dari panjang kapal keseluruhan (length over all - LOA) yang diukur dari ujung haluan hingga

ujung buritan; lebar kapal (breadth - B) diukur dari sisi kanan dan kiri terluar; tinggi kapal (depth - D) diukur dari sisi terrendah hingga badan kapal terbawah; dan sarat air (draft - d) diukur dari batas garis air hingga badan kapal terbawah atau bagian atas lunas. Parameter-parameter tersebut mempunyai pengaruh terhadap bentuk dan karakteristik kapal. Panjang kapal (L) berpengaruh terhadap kecepatan dan kekuatan memanjang kapal; lebar kapal (B) terhadap tinggi

metacentre (GM); tinggi kapal (D) berpengaruh terhadap tinggi titik berat kapal (centre of grafity KG), kekuatan memanjang dan ruangan dalam kapal; dan sarat air kapal (d) terhadap tinggi titik gaya apung (centre of buoyancy KB). Oleh karena itu, penentuan dimensi utama kapal merupakan hal penting dalam mendesain sebuah kapal ikan, karena dimensi utama kapal erat kaitannya dengan penggunaan mesin penggerak serta kemampuan kapal tersebut dalam melakukan aktifitas penangkapan sesuai metode dan kondisi daerah penangkapan.

Pengukuran terhadap seluruh sampel kapal pancing tonda di tujuh lokasi penelitian, diperoleh enam kelompok dimensi utama yang terdiri dari dua tipe kapal yaitu tipe yang menggunakan mesin dalam (inboard) dan tipe yang menggunakan mesin tempel (outboard). Hasil pengukuran dimensi utama kapal sampel yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 5. Dari tabel tersebut terlihat bahwa tiap sampel memiliki spesifikasi ukuran tersendiri sesuai dengan kapasitas mesin penggeraknya. Semakin besar ukuran kapal maka mesin penggerak yang dipakai

52

juga lebih besar. Kapal tipe inboard (PT-1, PT-2, PT-3) umumnya menggunakan mesin penggerak merek Dong Feng dan Jiang Dong dengan kapasitas horse power sebesar 16, 24 dan 30 HP, sedangkan tipe outboard (PT-3, PT-4, PT-5) menggunakan mesin penggerak merek Yamaha berkapasitas 5,5; 15 dan 40 HP. Tabel 5 Dimensi utama kapal pancing tonda Kabupaten Buton

Sampel kapal Tenaga mesin (HP) LOA (m) B (m) D (m)

PT-1 16 9,17 1,06 0,62 PT-2 24 9,60 1,26 0,73 PT-3 30 10,60 1,30 0,92 PT-4 5,5 7,50 0,80 0,60 PT-5 15 8,65 1,04 0,70 PT-6 40 9,75 1,13 0,80

Dari enam kelompok dimensi utama kapal sampel di atas, terdapat dua kelompok yang paling dominan mewakili masing-masing tipe kapal, yaitu PT-1 mewakili tipe kapal inboard dan PT-5 mewakili tipe outboard. Berdasarkan hal tersebut maka dalam tulisan ini hanya diambil dua kelompok ukuran kapal sampel untuk dianalisis lebih lanjut, dimana kelompok kapal PT-1 disebut tipe inboard

dan kelompok kapal PT-5 disebut tipe outboard. 5.1.2 Rasio dimensi utama

Rasio dimensi utama merupakan hal penting dalam proses pendesainan kapal. Nilai rasio tersebut dapat diketahui dengan membandingkan parameter panjang dengan lebar (L/B), panjang dengan tinggi (L/D), dan lebar dengan tinggi (B/D). Kesesuaian nilai rasio dimensi utama sangat menentukan kemampuan sebuah kapal ikan. Menurut Muckle and Taylor (1987) bahwa nilai L/B berpengaruh terhadap kemampuan olah gerak kapal; nilai L/D berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal; dan nilai B/D berpengaruh terhadap stabilitas kapal. Hasil perhitungan rasio dimensi utama kedua tipe kapal pancing tonda di Kabupaten Buton dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Rasio dimensi utama kapal pancing tonda Kabupaten Buton

Tipe Kapal L/B L/D B/D

Inboard 8,65 14,79 1,71

Jika nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai rasio dimensi utama beberapa jenis kapal ikan di Indonesia yang diterakan pada Tabel 7, menunjukkan bahwa nilai rasio dimensi utama kedua tipe kapal pancing tonda sampel berada dalam kisaran nilai rasio semua jenis kapal pembanding. Hal ini mengindikasikan adanya kesesuaian desain antara kapal pancing tonda Kabupaten Buton dengan beberapa jenis kapal penangkap ikan di Indonesia, baik yang menggunakan metode operasi static gear, encircling gear, towed gear, maupun multipurpose gear. Dengan kata lain, dimensi utama kedua tipe kapal pancing tonda tersebut cukup ideal dan cenderung dapat digunakan untuk beberapa metode operasi penangkapan. Pada kenyataannya, kapal pancing tonda yang dipakai menangkap tuna dan cakalang umumnya terdiri dari dua metode operasi yaitu, menggunakan pancing dalam keadaan diam (static gear) maupun yang ditarik atau ditonda (towed/dragged gear).

Tabel 7 Kisaran nilai rasio dimensi utama jenis kapal ikan di Indonesia Metode operasi L/B L/D B/D

Static gear 2,83 – 11,12 4,58 – 17,28 0,96 – 4,68

Encircling gear 2,60 – 9,30 4,55 – 17,43 0,55 – 5,00

Towed/dragged gear 2,86 – 8,30 7,20 – 15,12 1,25 – 4,41

Multipurpose gear 2,88 – 9,42 8,69 – 17,15 0,35 – 6,09 Sumber: Iskandar dan Pujiyati (1995).

Dilihat dari nilai rasio L/B, L/D, dan B/D masing-masing tipe kapal pancing tonda berturut-turut sebesar 8,65, 14,79, dan 1,71 untuk tipe inboard dan 8,32, 12,36, dan 1,49 untuk tipe outboard, ternyata lebih sesuai dengan nilai-nilai rasio dimensi utama kapal towed/dragged gear yang berkisar antara 2,86 – 8,30 (L/B), 7,20 – 15,12 (L/D), dan 1,25 – 4,41 (B/D). Dengan demikian, kapal pancing tonda yang dibangun pengrajin di Kabupaten Buton memiliki kesesuaian rasio dimensi utama dengan kapal penangkap ikan di daerah lain yang mempunyai metode operasi yang sama (towed/dragged gear).

Hasil perbandingan antara nilai rasio dimensi utama kapal pancing tonda dengan nilai rasio dimensi utama kapal ikan towed gear di Indonesia, menunjukkan bahwa nilai L/B dan L/D kedua tipe kapal pancing tonda berada pada kisaran nilai atas kapal pembanding (towed gear) sedangkan nilai B/D berada pada kisaran nilai bawah.

54

Nilai L/B yang besar mempunyai pengaruh yang positif terhadap kecepatan dan olah gerak kapal. Dengan demikian, semakin besar nilai rasio L/B suatu kapal maka kecepatan yang dihasilkan juga semakin tinggi, begitu pula dengan kemampuan olah geraknya. Nilai rasio L/B kapal pancing tonda yang berada pada kisaran nilai atas kapal pembanding, cukup menguntungkan karena akan menghasilkan kecepatan dan olah gerak yang tinggi sesuai peruntukannya sebagai kapal penangkap tuna dan cakalang yang dikenal memiliki kecepatan renang yang tinggi, melakukan olah gerak (manuver) mengikuti pergerakan gerombolan ikan. Kecepatan yang tinggi juga diperlukan untuk perjalanan dari dan ke daerah penangkapan yang jaraknya dapat mencapai 60 mil laut.

Nilai L/D yang besar berpengaruh negatif terhadap kekuatan memanjang kapal, yang berarti semakin besar nilai rasio L/D maka kekuatan memanjang kapal akan semakin rendah. Nilai L/D yang berada pada kisaran atas kapal pembanding, kurang menguntungkan bagi kapal pancing tonda karena akan

Dokumen terkait