• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

G. Pemanfaatan Barang Gadai

Para ulama sepakat mengatakan bahwa barang yang dijadikan barang jaminan tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa menghasilkan sama sekali, karena tindakan itu termasuk tindakan yang menyia-nyiakan harta yang dilarang Rasulullah SAW. Akan tetapi, bolehkah pihak pemegang barang jaminan

memanfaatkan barang jaminan itu, sekalipun mendapat izin dari pemilik barang jaminan ?dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat para ulama.31

1. Pendapat Ulama Syafi‟iyah

Artinya : Manfaat yang diperoleh dari barang gadaian atau mengambil manfaat dengan barang gadaian, semuanya hak yang menggadaikan, walaupun barang gadaian itu dibawah tangan yang menerima gadai. Maka ketika diambil manfaat dari barang itu, dikembalikan dahulu kepada yang menggadaikan, terkecuali kalau mungkin dihasilkan manfaatnya dibawah tangan yang menerima gadai. Jika yang menerima gadai tidak percaya akan dikembalikan lagi barang itu kepadanya,

hendaklah diadakan saksi ketika dikembalikan sebentar itu.32

Ulama syafi‟iyah berpendapat, sekalipun pemilik barang itu

mengizinkannya, pemegang barang jaminan tidak boleh memanfaatkan barang jaminan itu.Karena apabila barang jaminan itu dimanfaatkan, maka hasil pemanfaatan itu merupakan riba yang dilakukan syara‟, sekalipun

diizinkan dan diridhai pemilik barang. Bahkan menurut mereka, ridha dan izin dalam hal ini lebih cenderung dalam keadaan terpaksa, karena khawatir tidak akan mendapatkan uang yang akan dipinjam itu.

2. Pendapat Ulama Mazhab Imam Malik

31

Harun Nasrun. Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama , 2007 ),h.256

32

Abdurrahhman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arabaah, ( Beirut : Daar al Ihya Al Turats al Arabi, 1991 ), Jilid 3, h.187

Ulama mazhab Imam Malik berpendapat bahwa penerima gadai tidak boleh menerima gadai, jika gadai itu terjadi disebabkann oleh qardh ( hutang-piutang ) sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqh Al-Muamalah

„Ala Mazhab Imam Malik :

Artinya : “ Tidak boleh mengsyaratkan pengambilan manfaat pada gadai

qardg ( hutang ), karena akan menyebabkan pinjaman yang menarik

manfaat, dan perbuatan seperti itu tidak boleh ( dilarang )”.33

Mereka juga berpendapat bahwa penerima gadai boleh memanfaatkan barang barang gadai dengan syarat-syarat tertentu, mereka mengemukakan tiga syarat, yaitu

1) Bahwa pinjaman itu dibayarkan tidak atas sifat qardh, tetapi untuk urusan dagang, contohnya : seseorang menjual sebidang tanah kepada seseorang dengan harga yang akan dibayar dalam batas waktu tertentu dan menerima suatu tanggungan untuk harga tanah tersebut,(ini dianggap sebagai suatu pinjaman).

2) Bahwa faedah atau kegunaan itu dijadikan syarat sewaktu pinjaman dilakukan dengan pemegang gadai.

3) Waktu atau kegunaan yang demikian telah ditetapkan dengan jelas.34

33

Hasan Kamil Al-Mathluwi, Fiqh Al-Muamalah „ala Mazhab al Imam Malik, ( Kairo :

Al-Majli al „A‟la li asy-Syu‟un al-Islamiyah, tth), h.157

34

Teungku Muhammad Hasbi As Siddieqi, Hukum-Hukum Fiqh Islam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997) Cet ke-1 h.371

3. Pendapat Ulama Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal

Ulama Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan :

Artinya : “ barang gadaian dapat berupa hewan yang dapat ditunggangi

atau dapat diperah susunya atau bukan berupa hewan, apabila barang berupa hewan tunggangan atau perahan maka penerima gadai boleh memanfaatkan dengan menunggang atau memerah susunya tanpa seizin dari pemiliknya (pemberi gadai) berdasarkan biaya yang telah dikeluarkan penerima gadai. Dan penerima gadai harus memanfaatkan barang gadaian dengan adil (sesuai dengan biaya yang dikeluarkan)”35

Ulama Mazhab Hanbali juga membolehkan penerima gadai untuk memanfaatkan hewan yang tidak ditunggangi dan tidak diperah susunya dengan seizin pemberi gadai, tanpa adanya penggantian dengan ketentuan akad gadai bukan qardh.Tetapi jika akad tersebut berdasarkan qardh, maka penerima gadai dilarang memanfaatkan barang itu walaupun seizin pemberi gadai.

35

Al-Imam Al Hafidh Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, shahih bukhari ( Beirut, Maktabah Ashiriyah, 1997 ), Jilid 2, h.757

4. Pendapat Ulama Mazhab Imam Abu Hanifah Ulama Mazhab Hanafi mengatakan :

Artinya : “ Tidak boleh bagi pemberi gadai untuk memanfaatkan

barang gadaian dengan cara bagaimanapun kecuali atas seizin

penerima gadai”.

Adapun ulama Hanafiyah mengatakan apabila barang jaminan itu hewan ternak, maka pihak pemberi piutang (pemegang barang jaminan) boleh memanfaatkan hewan itu apabila mendapat izin dari pemilik barang.

Dari pendapat para ulama fiqh diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan pendapat yang terjadi disebabkan oleh perbedaan pemahaman terhadap hadits nabi SAW.

Nasrun Harun menyatakan pendapatnya pada bukunya yang berjudul

fiqh muamalah.Beliau menyatakan bahwa ar-rahn yang dikemukakan

para ulama fiqh klasik hanya bersifat pribadi.Artinya, utang piutang itu hanya terjadi antara seorang yang memerlukan dengan seorang yang memiliki kelebihan harta.Di zaman sekarang, sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, ar-rahn tidak saja berlaku antar pribadi, melainkan juga antara pribadi dengan lembaga-lembaga keuangan, seperti bank.Untuk mendapatkan kredit dari lembaga keuangan, pihak bank juga menuntut barang jaminan yang boleh

dipegang bank sebagai jaminan atas kredit itu.Barang jaminan ini, dalam istilah bank disebut dengan Personal Guarantee.Personal Guarantee ini sejalan dengan al-marhun yang berlaku dalam akad al-rahn.Yang dibicarakan para ulama klasik.Perbedaannya hanya terletak pada pembayaran hutang yang ditentukan oleh bank.Kredit dibank, biasanya harus dibayar sekaligus dengan bunga uang yang ditentukan oleh bank. Oleh sebab itu, jumlah uang yang harus dibayar orang yang berhutang akan lebih besar dari uang yang dipinjam dari bank. Dengan demikian, Mustafa Az-Zarqa, persoalan utang (bunga bank) yang berlaku di bank yang mewajibkan adanya Personal Guarantee, terkait dengan penambahan hutang.Persoalan ini, oleh ulama fiqh, dibahas dalam persoalan riba, yaitu apakah bunga sebagai tambahan hutang dibank itu termasuk riba atau tidak.

Dokumen terkait