• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh iklan terhadap isi media telah lama menjadi bahan diskusi di kalangan peneliti komunikasi massa. Pada satu sisi, struktur dari sebagian besar industri media massa di banyak negara kapitalis secara jelas mencerminkan kepentingan pemasang iklan, hal ini secara historis telah berkembang bersamaan dengan perubahan sosial dan ekonomi. Dalam hal ini, bukanlah suatu kebetulan jika

target audien media adalah sama dengan target konsumen pemasang iklan. Kondisi dimana sebagian besar media di pasar bebas dewasa ini saling bersaing untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan pemasang iklan dinilai sebagai sesuatu yang normal.

Pengaruh pemasang iklan juga terlihat pada isi media yang dirancang sedemikian rupa hingga memiliki pola-pola yang sama dengan pola konsumsi target konsumen. Desain, rancangan, perencanaan, dan jadwal media sering kali mencerminkan kepentingan pemasang iklan. Hal yang masih sulit dibuktikan adalah apakah pemasang iklan dapat secara langsung melakukan intervensi untuk memengaruhi isi berita, terlebih berita tentang pemasang iklan itu sendiri agar dapat mendukung kepentingan mereka, di luar dari apa yang sudah diatur dalam sistem?

Sebagaimana intervensi pemilik ke dalam isi berita media, terdapat sedikit keraguan bahwa intervensi pemasang iklan berlangsung terus-menerus, namun dengan prinsip on a local or spesific basis (Shoemaker dan Reese,1991). McManus (1994) menunjukkan sejumlah kasus pengaruh iklan dalam berita. Faker (1994), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dewasa ini di Amerika adalah pemasang iklan, bukan pemerintah, yang menjadi sensor utama isi media. Ia mengemukakan bukti pemasang iklan yang menggunakan kekuatan pasarnya untuk mencegah atau menghalangi komunikasi tertentu yang akan merusak kepentingan mereka dan juga penggunaan tekanan yang memengaruhi orang dan juga keputusan editorial di media.

Pengaruh pemasang iklan terhadap isi media muncul dalam berbagai bentuk, sehingga sering kali sulit untuk dikenali dan juga tidak selalu berarti tidka legal

(misalnya memberikan informasi yang memiliki nilai promosi, iklan melalui penempatan produk atau product placement, sponsor, dan sebagainya). Bogart (1995:

93-4), mengemukakan adanya lima pengaruh iklan terhadap isi media, yaitu sebagai berikut.28

1. Pemasnag iklan jarang mencoba merayu jurnalis dengan maksud untuk mengarahkan berita demi kepentingan mereka, namun lebih sering mereka menekan berita yang tidak mereka sukai.

2. Mereka sensitif dengan lingkungan yang akan menerima pesan meraka dan tidak menyukai kontroversi.

3. Ketika pemasang iklan menyerah kepada tekanan maka media akan melakukan sensor diri.

4. Pemasang iklan menentukan isi media ketika mereka menjadi sponsor program siaran.

5. Persaingan di antara media pers menunjukkan bagaimana iklan menentukan hidup dan mati media.

Pengaruh pemasang iklan terhadap isi media secara etis tidak dapat dibenarkan, khususnya bila iklan bersangkutan mempengaruhi isi berita dan secara umum, pemasang iklan dan media tidak berkeinginan untuk terlibat terlalu dekat satu dengan lainnya karena keduanya dapat kehilangan kredibilitas dan efetivitasnya, terlebih jika publik mencurigai adanya konspirasi di antara keduanya. Tampaknya, hanya media elit dan media yang secara ekonomi kuat saja yang memiliki

28 McQuail’s, Mass Communication Theories, 2005, Hal.261, dalam Morissan. Ibid. Hal.56

kemampuan untuk menghadapi tekanan pemasang iklan (Gans,1979). Organisasi media yang memiliki kemungkinan paling besar untuk dipengaruhi pemasang iklan adalah adalah media yang mengandalkan pendapatannya hanya dari iklan, khususnya jika kompetisi mendapatkan iklan dirasakan tinggi.

Namun demikian, selain kekuatan pengaruh pemasang iklan terhadap isi media, terdapat pula beberapa faktor yang mampu mendorong otonomi media dan juga mampu membatasi kekuatan iklan atau agen-agen ekonomi luar lainnya, walaupun sifatnya tidak terus-menerus (Elliot,1977). Misalnya, terdapat sejumlah sumber keuangan, baik yang berasal dari lembaga publik ataupun swasta yang bersedia memberikan dukungan terhadap tujuan media yang bersifat non-profit atau bertujuan budaya dan profesional, khususnya pada media publik. Kedua, media, sebagaimana perusahaan lainnya (atau lebih dari perusahaan lainnya) harus mau mengambil risiko, yang berarti terkadang harus memberikan kebebasan kepada staf kreatif dan para profesional lainnya, misalnya dalam hal merancang program siaran baru pada stasiun TV. Gagasan baru dan juga produk hasil gagasan tersebut selalu dibutuhkan untuk memenuhi permintaan audien yang tidak pernah terpuaskan terhadap produk yang cepat sekali menjadi usang (Hirsch,1973).

Faktor penting bagi kebebasan media dari tekanan pemasang iklan terletak pada sumber dukungan yang paling sulit diperkirakan, yaitu audien. Jika media berhasil mendapatkan audien, maka media bersangkutan akan mampu menarik keuntungan keuangan lainnya selain iklan (misalnya sponsorship). Karena tidak diketahui bagaimana memperkirakan keberhasilan mendapatkan audien, maka

perkiraan atau pencapaian kepentingan audien dianggap sebagai rahasia profesi dan organisasi, dalam hal ini siapa yang mengetahui rahasianya maka akan mendapatkan keuntungan dalam transaksi ekonomi.

Beberapa studi mengenai organisasi media memberikan pandangan alternatif terhadap cara mengatasi hambatan keuangan di media. Dalam hal ini, lingkungan komersial yang kompetitif dapat memberikan efek positif terhadap kreativitas dan inovasi. Dengan kata lain, situasi sulit dapat menimbulkan kreativitas. Ettema dan Whitney (1982), misalnya, dalam studinya terhadap televisi publik di Amerika mengemukakan bahwa perjuangan melawan keterbatasan organisasi dan keterbatasan keuangan berhasil diatasi oleh para pekerja kreatif stasiun bersangkutan. Studi oleh Turow (1982) yang membandingkan proyek produksi televisi melalui cara-cara konvensional dan non-konvensional di Amerika juga menyimpulkan bahwa inovasi akan muncul bukan dari upaya untuk memenuhi kebutuhan audien, tetapi dari serangkaian faktor yang memiliki muatan konflik, termasuk kompetisi sengit dari media atau saluran lainnya, perubahan teknik atau perjuangan memperebutkan kekuasaan antara individu dalam organisasi media.

2.7.7 Audien

Audien adalah faktor yang paling penting bagi media karena audien adalah konsumen media. Keberhasilan suatu media sangat ditentukan oleh seberapa besar media bersangkutan bisa memperoleh pembacanya, pendengar, dan penonton.

Walaupun disadari bahwa audien merupakan faktor paling penting bagi media, namun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pengelola media massa atau

komunikator massa sering kali menjadikan audien bukan sebagai faktor terpenting yang mempengaruhi pekerjaan mereka, namun mereka tetap mengikuti laporan peringkat acara (rating) dan angka penjualan iklan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah audien mereka.

Menurut Altheide (1974: 59), yang melakukan penelitian pada stasiun televisi, upaya mengejar sebanyak mungkin audien oleh stasiun televisi menghasilkan suatu pandangan sinis bahwa audien sebagai pihak yang bodoh, tidak cakap dan tidak dihargai. Menurut Schlesinger (1978), tuntutan untuk mendapatkan sebanyak mungkin audien dan meraih rating setinggi mungkin telah menimbulkan ketegangan karena pada akhirnya laporan peringkat acaralah yang menentukan isi media dan bukan komunikator massa. Dalam hal ini, komunikator massa harus menghadapi kenyataan bahwa otonomi mereka dalam menentukan isi media akan semakin dikurangi, sebagaimana dikemukakan Schlesinger, A tension is set up between the professionalism of the communicator, with its implied autonomy, and the meeting of apparent audience demands and desires, with their implication for limiting autonomy29 (suatu ketegangan terbangun antara para professional komunikator, dengan otonomi mereka, dan pemenuhan tuntutan dan keinginan audien, dengan akibat pembatasan otonomi).

Situasi yang tegang ini juga disebabkan oleh kenyataan bahwa upaya komunikator massa untuk melakukan pekerjaannya secara professional untuk dapat

29 Ibid.

menghasilkan produk atau isi media yang berkualitas sering kali berbenturan dengan kriteria dominan yang diterapkan manajemen organisasi media yang selalu mengandalkan pada peringkat acara atau rating yang dihitung berdasarkan jumlah penjualan tiras atau oplah atau jumlah penonton atau pendengar dan jumlah iklan yang diperoleh. Sebagaimana dikemukakan Ferguson (1983), para editor di media komersil semuanya sepakat mengenai keberhasilan professional yang harus ditunjukkan dalam ukuran peningkatan sirkulasi dan pendapatan iklan. Namun demikian, kebanyakan pengelola media, dengan menggunakan sejumlah alasan, tidak akan mengakui laporan peringkat acara sebagai instrumen untuk mengukur kualitas acara.

Penolakan atau ketidaksenangan sebagian jurnalis terhadap laporan rating tidak berarti mereka menjadi tidak menyukai audien mereka.Pada umumnya, jurnalis memiliki sikap positif terhadap audien.Penelitian yang dilakukan Ferguson terhadap majalah wanita menunjukkan rasa tanggung jawab besar para jurnalis dan editornya untuk membantu para pembacanya melalui berbagai artikel dan pelayanan lainnya.

Weaver dan Wilhoit (1986) dalam pnelitiannya menemukan bahwa 61%

jurnalis menyatakan bahwa salah satu faktor terpenting yang memberikan rasa puas kepada mereka atas pekerjaannya adalah bisa membantu audiennya.Mereka juga menemukan bahwa sumber umpan balik yang paling sering digunakan jurnalis adalah laporan atau komentar yang disampaikan audien kepada mereka.Dalam hal ini, perlu ditegaskan, penolakan terhadap rating dan laporan statistik audien lainnya yang

sering kali digunakan sebagai instrumen oleh manajemen untuk mengukur kinerja media tidak harus disamakan dengan pandangan negatif jurnalis terhadap audien.

Kebanyakan pengelola media massa, khususnya media yang sudah mapan, tidak terlalu membutuhkan tanggapan segera dari audien mereka mengenai hasil kerja mereka setiap harinya. Dengan demikian, para pengelola dapat menentukan sendiri isi media mereka sebelum menerima umpan balik dari audien, kondisi ini disebut dengan insulasi. Namun demikian, insulasi bukan disebabkan pengelola media tidak membutuhkan respons audien, tetapi karena respons tersebut belum tersedia segera.

Walaupun perusahaan rating dewasa ini sudah mampu menyediakan laporan peringkat acara program televisi setiap hari, namun untuk jenis media lain dibutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan respons audien.

Instrumen yang paling sering digunakan untuk mendapatkan respons audien adalah riset audien, yang sering kali memiliki fungsi manajemen penting dan juga berfungsi sebagai penghubung antara media dengan sistem ekonomi dan politik di sekitarnya. Namun, juga sering kali riset audien tidak memberikan banyak penjelasan yang bermakna bagi para pengelola media, hanya sekedar informasi mengenai jumlah audien.

Di antara para komunikator massa terdapat kelompok pragmatis yang bisa menerima pengaruh rating dalam pekerjaan mereka, hal ini sekaligus dapat membuat manajemen media merasa senang, namun para komunikator massa yang berorientasi pada keahlian dan keterampilan menolak rating, mereka lebih senang menerima masukan dari para sejawat profesional.

Dokumen terkait