• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.8. Pemasaran Produk Karet Olahan RSS

Strategi pemasaran yang dilakukan oleh PT Jember Indonesia secara teknis sudah terpadu, hal ini terbukti dengan dipatuhinya peraturan – peraturan yang ada pada ketentuan – ketentuan pemerintah meskipun pada aplikasinya tergantung kreativitas manajemen. Strategi pemasaran yang dijalankan untuk komoditi karet olahan dapat diuraikan menurut konsep bauran pemasaran yaitu : produk, harga, distribusi dan promosi. Masing – masing bauran pemasaran dapat dijelaskan sebagai berikut :

PT Jember Indonesia dituntut untuk senantiasa dapat menjaga kontinuitas produksi dan meningkatkan mutu produk karet olahan dalam hal ini adalah RSS. Sebagai jaminan kualitas kepada pembeli, karet olahan yang dihasilkan Perkebunan Widodaren telah memiliki standar dan sertifikat dari Standar Industri Indonesia (SII) dan Sertifikasi Mutu Internasional ISO 9002 dan ISO 14001. 2. Bauran harga

Penetapan harga karet olahan sangat tergantung pada mekanisme pasar, baik pasar lokal maupun pasar luar negeri, meskipun harga karet olahan tersebut dipengaruhi oleh harga karet dunia, tetapi masih dimungkinkan terjadinya selisih harga antara priceidea dengan harga jual PT Jember Indonesia karena tergantung negosiasi lanjutan antara kedua belah pihak. Tingkat harga yang terjadi telah terlebih dahulu dinegosiasikan antara PT Jember Indonesia dengan konsumen kemudian dituangkan dalam kontrak dengan pertimbangan harga penawaran tertinggi. Sistem pembayaran yang diterapkan PT Jember Indonesia dalam pemasaran karet olahan kepada pembeli, yaitu Sight LC dan Cash Before Delivery. Harga yang terjadi merupakan hasil pelaksanaan tender/lelang, penawaran langsung (spot) dan kontrak jangka panjang (Long Time Contract) dimana penawaran langsung dan kontrak jangka panjang hanya akan diberlakukan apabila dalam lelang tidak terjadi kesepakatan harga antara pihak PT Jember Indonesia dengan pembeli.

3. Bauran distribusi

PT Jember Indonesia menggunakan sistem pemasaran tidak langsung dalam memasarkan produk karet olahan, yakni melalui suatu lembaga pemasaran di luar PT Jember Indonesia yaitu Kantor Pemasaran Bersama (KPB) sesuai

dengan arahan pemerintah bahwa proses pemasaran karet olahan dilakukan di KPB. Kantor Pemasaran Bersama (KPB) merupakan lembaga pemasaran bersama komoditi – komoditi perusahaan perkebunan, termasuk minyak kelapa sawit, karet, kakao, kopi, teh, gula, tembakau dan lain – lain.

Pengiriman produk karet olahan oleh PT Jember Indonesia ke pihak pembeli dilakukan berdasarkan pesanan. Pembeli memesan produk karet olahan melalui KPB, kemudian KPB menyampaikan kepada PT Jember Indonesia dan setelah terjadi kesepakatan antara pihak PT Jember Indonesia dengan pembeli mengenai harga, kualitas dan kuantitas produk karet olahan, syarat pembayaran, serta waktu dan tempat penyerahan barang. Pihak PT Jember Indonesia akan mengirimkan pesanan melalui pelabuhan terdekat kepada pembeli dengan syarat penyerahan secara FOB (Free on Board).

4. Bauran promosi

Promosi yang dilakukan bertujuan untuk memberitahukan keberadaan perusahaan kepada konsumen/pembeli mengenai produk yang dimiliki perusahaan. Kegiatan promosi untuk produk karet olahan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : promosi melalui publisitas produk di

Penjualan secara personal atau Personal Selling diaplikasikan dengan melakukan kunjungan langsung kepada pelanggan secara berkala, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kedekatan emosional antara perusahaan dengan pelanggan baik lokal maupun luar negeri dan akan memudahkan proses transaksi. Pemasaran langsung lainnya adalah menggunakan alat bantu media non personal seperti telepon, faksimili dan surat – menyurat dengan para pembeli. Dalam usaha

menunjuang strategi pemasaran, perusahaan secara rutin mengikuti pameran –

BAB VI

OPTIMALISASI PRODUKSI

6.1 Model Optimalisasi

Dalam optimalisasi produksi diperlukan model matematis yang mendukung untuk memperoleh hasil optimal yang diharapkan. Model matematis yang dibangun mempunyai fungsi tujuan dan fungsi kendala dalam proses produksi Ribbed Smoked Sheet (RSS) Fungsi tujuan menjelaskan bahwa proses produksi yang dilakukan bertujuan untuk memaksimumkan kontribusi keuntungan dari RSS 1, RSS 2, dan Cutting A yang dihasilkan sedangkan fungsi kendala menjelaskan berbagai batasan yang ditemui dalam memaksimumkan keuntungan.

Fungsi tujuan dan fungsi kendala yang telah dibangun tersebut mempunyai variabel – variabel penyusun yang mewakili sejumlah produk akhir yakni RSS 1, RSS 2 dan Cutting A. Nilai koefisien pada variabel menunjukkan nilai ketergantungan sumberdaya terhadap jumlah produk karet kering yang dihasilkan.

6.2 Fungsi Tujuan

Fungsi tujuan optimalisasi produksi RSS adalah memaksimumkan keuntungan penerimaan atau fungsi tujuan merupakan penjumlahan dan kontribusi keuntungan produk per Kilogram Karet Kering (KKK) dikali dengan jumlah produk yang dihasilkan. Produk off grade Cutting A diproduksi dari potongan RSS 1 maupun RSS 2 yang tidak memenuhi ketentuan pada grade. Biaya produksi dan keuntungan masing – masing produk karet olahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Biaya Produksi dan Keuntungan per Kilogram Karet Kering untuk RSS-1, RSS-2, Cutting A Tahun 2006 dan 2007

2006 RSS 1 RSS 2 Cutting A Harga Jual Biaya Produk si Keuntu ngan Harga Jual Biaya Produ ksi Keuntu ngan Harga Jual Biaya Produ ksi Keuntu ngan Triwulan 1 18.133 7.093 11.040 17.876 7.090 10.786 17.600 6.884 10.716 Triwulan 2 17.700 5.961 11.739 17.371 5.886 11.485 17.399 5.913 11.486 Triwulan 3 19.576 5.258 14.318 19.099 5.336 13.763 18.399 5.011 13.388 Triwulan 4 16.533 6.116 10.417 16.383 6.334 10.049 15.867 5.925 9.942 2007 Harga Jual Biaya Produk-si Keuntu ngan Harga Jual Biaya Produ ksi Keuntu ngan Harga Jual Biaya Produ ksi Keuntu ngan Triwulan 5 17.234 5.837 11.397 16.933 5.731 11.202 16.934 5.798 11.136 Triwulan 6 18.100 6.643 11.457 17.687 6.684 11.183 17.567 6.592 10.975 Triwulan 7 17.086 6.268 10.818 17.300 6.584 10.716 18.326 6.461 11.865 Triwulan 8 19.233 5.717 13.516 18.967 5.601 13.366 18.300 5.563 12.737 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah.

Setelah parameter input untuk setiap produk diketahui maka fungsi tujuan untuk memaksimumkan keuntungan setiap bulannya dapat dirumuskan sebagai berikut : Maksimum Z = 11040X11+10786X21+10716X31+11739X12+11485X22+11486X32+14318X13+137 63X23+13388X33+10417X14+10049X24+9942X34+11397X15+11202X25+11136X3 5+11457X16+11183X26+10975X36+10818X17+10716X27+11865X37+13516X18+1 3366X28+12737X38 Keterangan :

X11– X18 : Produk RSS 1 pada triwulan 1 sampai dengan triwulan 8 X21– X28 : Produk RSS 2 pada triwulan 1 sampai dengan triwulan 8 X31– X38 : Produk Cutting A pada triwulan 1 sampai dengan triwulan 8

6.3 Kendala – kendala Model Optimalisasi

Kendala – kendala khususnya dalam pengolahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) terdiri dari kendala pengadaan bahan baku lateks, kendala bahan penolong, kendala tenaga kerja, kendala kapasitas produksi, dan kendala jam mesin per bulannya.

6.3.1 Kendala Pengadaan Bahan Baku Lateks

Pengadaan bahan baku yang mampu dilakukan oleh masing – masing kebun berbeda – beda dan mengalami fluktuasi pada tiap triwulan. Pengadaan bahan baku oleh masing – masing kebun menjadi perkiraan ketersediaan bahan baku lateks bagi pengolahan RSS dan menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala pengadaan bahan baku. Total ketersediaan bahan baku lateks dalam liter yang didapatkan melalui penyadapan tiap triwulannya pada tahun 2006 dan 2007 dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Ketersediaan Bahan Baku Lateks Tiap Bulan Tahun 2006 dan 2007

Periode Pengadaan Bahan

Baku (Liter) Periode

Pengadaan Bahan Baku (Liter) Triwulan 1 77,825 Triwulan 5 72,154 Triwulan 2 107,862 Triwulan 6 90,989 Triwulan 3 90,502 Triwulan 7 99,203 Triwulan 4 59,286 Triwulan 8 69,045

Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah.

Pada tabel ketersediaan bahan baku lateks dapat dilihat dengan jelas bahwa produksi lateks mengalami puncak pada triwulan ke-2 pada tahun 2006 sebesar 107.862 liter lateks dan pada triwulan ke-7 pada tahun 2007 sebesar 99.203 liter lateks dan mengalami produksi terendah pada triwulan ke-4 dan ke-8 yaitu pada saat kebun mengalami musim penghujan yang menyebabkan proses penyadapan tidak berjalan mulus.

Pada proses produksi pembuatan lateks menjadi karet kering didapatkan 1 Kilogram Karet Kering dihasilkan dari 2,5 liter lateks. Oleh karena itu, seperti ditunjukkan pada Lampiran 3, komposisi produksi aktual sebesar 92 persen RSS 1, 5 persen RSS 2 dan 3 persen Cutting A maka nilai koefisien lateks pada produk

RSS 1 yaitu sebesar 2,3 , pada RSS 2 sebesar 0,125 dan pada Cutting A sebesar 0,075. Berikut adalah fungsi kendala pengadaan bahan baku lateks :

Triwulan 1 : 2,3X11+0,125X21+0,075X31≤ 77.825 Triwulan 2 : 2,3X12+0,125X22+0,075X32≤ 107.862 Triwulan 3 : 2,3X13+0,125X23+0,075X33≤ 90.520 Triwulan 4 : 2,3X14+0,125X24+0,075X34 ≤ 59.286 Triwulan 5 : 2,3X15+0,125X25+0,075X35≤ 72.154 Triwulan 6 : 2,3X16+0,125X26+0,075X36 ≤ 90.989 Triwulan 7 : 2,3X17+0,125X27+0,075X37≤ 99.203 Triwulan 8 : 2,3X18+0,125X28+0,075X38≤ 69.045

6.3.2 Kendala Taksasi Produksi

Dalam melakukan produksinya, perusahaan mempunyai taksasi (perkiraan) berapa jumlah produksi yang seharusnya dicapai. Penentuan taksasi tersebut dilakukan oleh Kantor Direksi Perkebunan Widodaren, sesuai dengan kebutuhan pasar akan masing – masing jenis karet olahan tersebut. Taksasi produksi produk karet olahan perbulannya dapat dilihat di tabel 6.

Tabel 6. Taksasi Produksi Tahun 2006 dan 2007

Periode RSS 1(Kilogram Karet

Kering) RSS 2(Kilogram Karet Kering) Triwulan 1 27,102 1,626 Triwulan 2 31,567 1,693 Triwulan 3 28,121 809 Triwulan 4 22,210 1,069 Triwulan 5 26,969 1,110 Triwulan 6 31,887 336 Triwulan 7 31,940 1,816 Triwulan 8 22,685 918

Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah.

Bagi produk ikutan berupa Cutting A, Kantor Direksi mengasumsikan tidak terdapat sejumlah produksi produk ikutan tersebut karena jumlahnya yang kecil namun pada kenyataannya produk ikutan terdapat pada produk karet olahan.

Taksasi produksi tersebut menjadi barometer kinerja masing – masing kebun terhadap kebijakan yang diambil oleh Kantor Direksi PT Jember Indonesia. Berikut adalah fungsi kendala taksasi produksi karet olahan.

Produk RSS 1 : Triwulan 1 : X11≤ 27.102 Triwulan 2 : X12≤ 31.567 Triwulan 3 : X13≤ 28.121 Triwulan 4 : X14≤ 22.210 Triwulan 5 : X15≤ 26.969 Triwulan 6 : X16≤ 31.887 Triwulan 7 : X17≤ 31.940 Triwulan 8 : X18≤ 22.685 Produk RSS 2 : Triwulan 1 : X21≤ 1.626 Triwulan 2 : X22≤ 1.693 Triwulan 3 : X23≤ 809 Triwulan 4 : X24≤ 1.069 Triwulan 5 : X25≤ 1.110 Triwulan 6 : X26≤ 336 Triwulan 7 : X27≤ 1.816 Triwulan 8 : X28≤ 918

6.3.3 Kendala Bahan Penolong

Proses pengolahan lateks menjadi RSS 1 membutuhkan bahan penolong yang terdiri dari asam semut untuk mendukung kestabilan PH pada lateks. Pemberian bahan penolong tersebut terjadi di dua tempat yaitu pemberian lateks pada saat lateks baru dikumpulkan dari kebun sadap sedangkan pemberian asam semut terjadi di pabrik pengolahan pada saat lateks masuk ke dalam koaguler bak. Kebutuhan asam semut dibutuhkan 3,25 gram untuk tiap Kilogram Karet Kering. Oleh karena itu, berdasarkan komposisi produksi aktual sebesar 92 persen RSS 1, 5 persen RSS 2 dan 3 persen Cutting A maka nilai koefisien asam semut pada

produk RSS 1 yaitu sebesar 2,99 , pada RSS 2 sebesar 0,1625 dan pada Cutting A sebesar 0,0975. Nilai kebutuhan bahan penolong merupakan koefisien input bahan penolong dalam fungsi kendala bahan penolong. Ketersediaan bahan penolong dalam satuan gram tersedia pada tabel 7.

Tabel 7. Ketersediaan Bahan Penolong Tahun 2006 dan Tahun 2007

Periode Asam Semut

(gram) Periode Asam Semut (gram) Triwulan 1 125.000 Triwulan 5 102.000 Triwulan 2 175.000 Triwulan 6 150.000 Triwulan 3 125.000 Triwulan 7 200.000 Triwulan 4 102.000 Triwulan 8 100.000

Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Ketersediaan bahan penolong menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala bahan penolong, menggambarkan total maksimal bahan penolong dapat dimanfaatkan pada . Berikut adalah fungsi kendala bahan penolong asam semut : Triwulan 1 : 2,99X11+ 0,1625X21+0,0975X31≤ 125.000 Triwulan 2 : 2,99X12+ 0,1625X22+0,0975X32≤ 175.000 Triwulan 3 : 2,99X13+ 0,1625X23+0,0975X33≤ 125.000 Triwulan 4 : 2,99X14+ 0,1625X24+0,0975X34≤ 102.000 Triwulan 5 : 2,99X15+ 0,1625X25+ 0,0975X35≤ 102.000 Triwulan 6 : 2,99X16+ 0,1625X26+0,0975X36≤ 150.000 Triwulan 7 : 2,99X17+ 0,1625X27+0,0975X37≤ 200.000 Triwulan 8 : 2,99X18+ 0,1625X28+0,0975X38≤ 100.000

6.3.4. Kendala Tenaga Kerja

Sumberdaya tenaga kerja dibutuhkan dalam proses pengolahan khususnya, dimana masing – masing tenaga kerja telah memiliki bagian – bagian tertentu untuk ditangani sehingga diasumsikan bahwa tidak ada tenaga kerja pengolahan lateks yang diperbantukan pada bagian lain. Dalam proses pengolahan terdapat

beberapa tahap, di antaranya adalah pembekuan dan pengenceran, penggilingan, kamar asap, pembongkaran dan sortasi, serta pengemasan.

Ketersediaan tenaga kerja diukur dengan satuan HOK (Hari Orang Kerja) yang merupakan perkalian dari jumlah tenaga kerja dengan jumlah hari kerja per orang. Diasumsikan bahwa dalam sebulan tenaga kerja hanya mendapat libur satu hari dan ketersediaan hari kerja sebanyak 29 hari.

Konsumsi HOK pengolahan lateks diasumsikan sama bagi setiap produk utama turunan lateks (RSS 1). Berdasarkan laporan dari bagian pabrik kebutuhan tenaga kerja untuk satu ton karet pada masing – masing tahap pengolahan adalah 0,0015 HOK untuk pembekuan dan pengenceran, 0,0027 HOK untuk proses penggilingan, 0,0018 HOK untuk kamar asap, 0,0004 HOK untuk pembongkaran dan sortasi, dan 0,0004 HOK untuk pengemasan. Nilai – nilai HOK tersebut menjadi nilai koefisien dalam fungsi kendala tenaga kerja sedangkan ketersediaan tenaga kerja dalam HOK menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala tenaga kerja. Nilai HOK masing – masing tahap pengolahan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Hari Orang Kerja Berdasarkan Proses Produksi Tahun 2006 dan 2007 Periode HOK Pembekuan dan Pengenceran HOK Penggilingan HOK Kamar Asap HOK Pembongkaran dan Sortasi HOK Pengemasan Triwulan 1 332 581 360 83 83 Triwulan 2 352 616 364 88 88 Triwulan 3 352 616 364 88 88 Triwulan 4 340 595 356 85 85 Triwulan 5 328 574 348 82 82 Triwulan 6 356 644 364 89 89 Triwulan 7 352 644 368 88 88 Triwulan 8 340 644 368 85 85

Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Pada tahap pembekuan dan pengenceran, koefisien HOK adalah sebesar 0,0015 yang berarti untuk 1 Kilogram Karet Kering diperlukan 0,0015 HOK pada tahap

pembekuan dan pengenceran. Adanya komposisi produksi aktual RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,00138, untuk RSS 2 adalah 0,00248 dan untuk Cutting A adalah 0,001656. Berikut adalah fungsi kendala HOK pada tahap pembekuan dan pengenceran.

Triwulan 1 : 0.00138X11+ 0,00248X21+ 0,001656X31≤ 332 Triwulan 2 : 0.00138X12+ 0,00248X22+ 0,001656X32≤ 352 Triwulan 3 : 0.00138X13+ 0,00248X23+ 0,001656X33≤ 352 Triwulan 4 : 0.00138X14+ 0,00248X24+ 0,001656X34≤ 340 Triwulan 5 : 0.00138X15+ 0,00248X25+ 0,001656X35≤ 328 Triwulan 6 : 0.00138X16+ 0,00248X26+ 0,001656X36≤ 356 Triwulan 7 : 0.00138X17+ 0,00248X27+ 0,001656X37≤ 352 Triwulan 8 : 0.00138X18+ 0,00248X28+ 0,001656X38≤ 340

Pada tahap penggilingan, koefisien HOK adalah sebesar 0,0027 yang artinya untuk membuat 1 Kilogram Karet Kering diperlukan 0,0027 HOK pada tahap penggilingan. Adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK penggilingan untuk RSS 1 sebesar 0.002484, untuk RSS 2 sebesar 0,000075 dan untuk Cutting A sebesar 0,000045. Berikut adalah fungsi kendala pada tahap penggilingan. Berikut adalah fungsi kendala HOK pada tahap penggilingan. Triwulan 1 : 0.002484X11+ 0,000075X21+ 0,000045X31≤ 581 Triwulan 2 : 0.002484X12+ 0,000075X22+ 0,000045X32≤ 616 Triwulan 3 : 0.002484X13+ 0,000075X23+ 0,000045X33≤ 616 Triwulan 4 : 0.002484X14+ 0,000075X24+ 0,000045X34≤ 595 Triwulan 5 : 0.002484X15+ 0,000075X25+ 0,000045X35≤ 574 Triwulan 6 : 0.002484X16+ 0,000075X26+ 0,000045X36≤ 644 Triwulan 7 : 0.002484X17+ 0,000075X27+ 0,000045X37≤ 644 Triwulan 8 : 0.002484X18+ 0,000075X28+ 0,000045X38≤ 644

Pada tahap kamar asap, koefisien HOK adalah sebesar 0,0018 yang berarti untuk membuat 1 Kilogram Karet Kering pada tahap kamar asap dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK kamar asap untuk RSS 1 adalah 0,001656, untuk RSS 2 adalah 0,00009 dan untuk Cutting A adalah 0,000054. Berikut adalah fungsi kendala pada tahap kamar asap.

Triwulan 1 : 0,000368X11+ 0,00009 X21+ 0,000054X31≤ 360 Triwulan 2 : 0,000368X12+ 0,00009 X22+ 0,000054X32≤ 364 Triwulan 3 : 0,000368X13+ 0,00009 X23+ 0,000054X33≤ 364 Triwulan 4 : 0,000368X14+ 0,00009 X24+ 0,000054X34≤ 356 Triwulan 5 : 0,000368X15+ 0,00009 X25+ 0,000054X35≤ 348 Triwulan 6 : 0,000368X16+ 0,00009 X26+ 0,000054X36 ≤ 364 Triwulan 7 : 0,000368X17+ 0,00009 X27+ 0,000054X37 ≤ 368 Triwulan 8 : 0,000368X18+ 0,00009 X28+0,000054 X38 ≤ 368

Pada tahap pembongkaran dan sortasi serta pengemasan, masing – masing mempunyai koefisien HOK yang sama yaitu 0,0004 pada tahap masing – masing. dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,000368, untuk RSS 2 adalah 0,00002 dan untuk Cutting A adalah 0,000012. Berikut adalah fungsi kendala pada tahap pembongkaran dan sortasi.

Triwulan 1 : 0,000368X11+ 0,00002X21+ 0,000012X31≤ 83 Triwulan 2 : 0,000368X12+ 0,00002X22+ 0,000012X32≤ 88 Triwulan 3 : 0,000368X13+ 0,00002X23+ 0,000012X33 ≤ 88 Triwulan 4 : 0,000368X14+ 0,00002X24+ 0,000012X34 ≤ 85 Triwulan 5 : 0,000368X15+ 0,00002X25+ 0,000012X35 ≤ 82 Triwulan 6 : 0,000368X16+ 0,00002X26+ 0,000012X36 ≤ 89 Triwulan 7 : 0,000368X17+ 0,00002X27+ 0,000012X37 ≤ 88

Triwulan 8 : 0,000368X18+ 0,00002X28+ 0,000012X38 ≤ 85

Berikut adalah fungsi kendala HOK pada tahap pengemasan : Triwulan 1 : 0,000368X11+ 0,00002X21+ 0,000012X31 ≤ 83 Triwulan 2 : 0,000368X12+ 0,00002X22+ 0,000012 X32≤ 88 Triwulan 3 : 0,000368X13+ 0,00002X23+ 0,000012X33 ≤ 88 Triwulan 4 : 0,000368X14+ 0,00002X24+ 0,000012 X34≤ 85 Triwulan 5 : 0,000368X15+ 0,00002X25+ 0,000012 X35≤ 82 Triwulan 6 : 0,000368X16+ 0,00002X26+ 0,000012X36≤ 89 Triwulan 7 : 0,000368X17+ 0,00002X27+ 0,000012X37≤ 88 Triwulan 8 : 0,000368X18+ 0,00002X28+ 0,000012X38 ≤ 85

6.3.5 Kendala Jam Mesin

Proses pengolahan produksi dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan antara lain seperti waktu ketibaan lateks dari kebun, waktu pengiriman produksi karet olahan, dan durasi waktu yang diperlukan dalam proses pengolahan tertentu. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh sumberdaya tertentu menjadi ukuran berapa lama suatu sumberdaya tersebut mampu melakukan proses pengolahan produksi.

Satuan waktu yang digunakan selama proses pengolahan diukur dalam satuan jam, dihitung dengan mengidentifikasi berapa lama suatu sumberdaya digunakan dalam sehari kemudian menjumlahkannya dalam satu bulan. Ketersediaan jam mesin dalam satuan jam. Diasumsikan untuk 1 hari jam mesin yang tersedia sebanyak 10 sampai 11 jam.

Ketersediaan jam mesin pada masing – masing sarana produksi menjadi nilai sebelah kanan pada fungsi kendala jam mesin sedangkan koefisien penyerta variabel fungsi kendala menunjukkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu Kilogram Karet Kering. Berdasarkan konsultasi dengan bagian

tehnik, untuk koaguler bak dibutuhkan 0,001 jam, 0,0011 jam untuk mesin sheeter

per Kilogram Karet Keringnya. Nilai ketersediaan jam mesin dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Ketersediaan Jam Mesin Tahun 2006 dan 2007

Periode Koaguler Bak Mesin Sheeter

Triwulan 1 913 830 Triwulan 2 968 880 Triwulan 3 979 890 Triwulan 4 935 850 Triwulan 5 902 902 Triwulan 6 979 890 Triwulan 7 968 880 Triwulan 8 935 850

Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Nilai koefisien jam mesin adalah sebesar 0,001 dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,00092, untuk RSS 2 adalah 0,00005 dan untuk Cutting A adalah 0,00003. Berikut adalah fungsi kendala jam mesin koaguler bak:

Triwulan 1 : 0,00092X11+ 0,00005X21+ 0,00003X31≤ 913 Triwulan 2 : 0,00092X12 + 0,00005X22+ 0,00003X32 ≤ 968 Triwulan 3 : 0,00092X13 + 0,00005X23+ 0,00003 X33 ≤ 979 Triwulan 4 : 0,00092X14 + 0,00005X24+ 0,00003 X34 ≤ 935 Triwulan 5 : 0,00092X15 + 0,00005X25+ 0,00003X35 ≤ 902 Triwulan 6 : 0,00092X16 + 0,00005X26+ 0,00003X36≤ 979 Triwulan 7 : 0,00092X17 +0,00005X27 + 0,00003X37≤ 968 Triwulan 8 : 0,00092X18 + 0,00005X28+ 0,00003X38≤ 935

Nilai koefisien jam mesin sheeter adalah sebesar 0,0011 dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,001012, untuk RSS 2 adalah 0,000055 dan

untuk Cutting A adalah 0,000033. Berikut adalah fungsi kendala jam mesin sheeter. Triwulan 1 : 0,001012X11+ 0,000055X21 +0,000033 X31≤ 830 Triwulan 2 : 0,001012X12+ 0,000055X22 +0,000033 X32≤ 880 Triwulan 3 : 0,001012X13 + 0,000055X23 + 0,000033X33≤ 890 Triwulan 4 : 0,001012X14 + 0,000055 X24 +0,000033 X34≤ 850 Triwulan 5 : 0,001012X15 + 0,000055 X25 +0,000033 X35≤ 902 Triwulan 6 : 0,001012X16 + 0,000055X26 +0,000033X36≤ 890 Triwulan 7 : 0,001012X17 + 0,000055X27 +0,000033X37≤ 880 Triwulan 8 : 0,001012X18+0,000055 X28 +0,000033X38≤ 850

6.3.6 Kendala Syarat Komposisi Produksi

Berdasarkan laporan bagian teknik diperoleh standar komposisi produksi menurut perkebunan Widodaren untuk produk turunan lateks periode 2006 dan 2007, yaitu 94 persen untuk produk RSS 1, 5 persen untuk produk RSS 2, dan 1 persen untuk produk ikutan Cutting A. Berikut adalah fungsi kendala syarat komposisi produksi.

Produk turunan, lateks RSS 2 : Triwulan 1 : X21-0.05X11≤ 0 Triwulan 2 : X22-0.05X12 ≤ 0 Triwulan 3 : X23-0.05X13 ≤ 0 Triwulan 4 : X24-0.05X14≤ 0 Triwulan 5 : X25-0.05X15 ≤ 0 Triwulan 6 : X26-0.05X16≤ 0 Triwulan 7 : X27-0.05X17≤ 0 Triwulan 8 : X28-0.05X18≤ 0 Produk ikutan, Cutting A :

Triwulan 2 : X32-0.05X12≤ 0 Triwulan 3 : X33-0.05X13≤ 0 Triwulan 4 : X34-0.05X14≤ 0 Triwulan 5 : X35-0.05X15≤ 0 Triwulan 6 : X36-0.05X16≤ 0 Triwulan 7 : X37-0.05X17≤ 0 Triwulan 8 : X38-0.05X18≤ 0

BAB VII

PRODUKSI OPTIMAL KARET OLAHAN

Dalam perumusan model optimalisasi, hasil yang diharapkan merupakan hasil optimal yang dapat dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan dan kendala yang menjadi batasannya dalam melakukan produksi.Hasil optimal sebagai gambaran suatu proses produksi yang ideal akan ditunjukkan melalui produksi yang disarankan dan menjadi tolak ukur dalam pengambilan keputusan yang tepat. Dalam hal ini Perkebunan Widodaren mengharapkan kombinasi produk optimal berupa RSS (Ribbed Smoked Sheet) yang disarankan untuk diproduksi dan sesuai dengan fungsi tujuan yaitu memaksimalkan penerimaan bagi perusahaan.

Kombinasi produk yang optimal diperoleh setelah melakukan tabulasi data model fungsi tujuan dan kendala karet olahan melalui program LINDO. Berbagai analisis dan skenario yang dilakukan menunjukkan hasil – hasil yang dapat menjadi alternatif kebijakan yang akan diterapkan dan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan proses produksi.

7.1 Analisis Primal

Analisis terhadap susunan model fungsi tujuan dan kendala yang berbentuk primal merupakan kesimpulan sementara terhadap hasil – hasil dari program LINDO. Analisis primal akan menunjukkan kombinasi produk optimal karet olahan.Analisis yang dilakukan merupakan analisis dari keluaran LINDO

kondisi aktual karena merupakan kegiatan produksi yang sedang dilakukan saat ini.

7.1.1 Kombinasi Produk Optimal

Selama tahun 2006 dan 2007 Perkebunan Widodaren mampu mendapatkan penerimaan optimal dengan nilai sebesar Rp 2.761.067.000,- sementara penerimaan aktual yang diperoleh perusahaan pada tahun 2006 dan 2007 adalah Rp 2.392.061.174,-.Penerimaan aktual tersebut didapatkan dari jumlah produk dalam Kilogram Karet Kering dikali dengan kontribusi keuntungan aktual.Kombinasi produk optimal Perkebunan Widodaren selama 8 triwulan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kombinasi Produk Optimal Kebun Widodaren Tahun 2006 dan 2007

Periode Jenis Produk (Kilogram Karet Kering)

RSS 1 RSS 2 Cutting A Triwulan 1 27.102 1.626 271 Triwulan 2 31.567 1.693 315 Triwulan 3 28.121 809 281 Triwulan 4 22.210 1069 222 Triwulan 5 26.969 1.110 269 Triwulan 6 31.887 336 318 Triwulan 7 31.940 1.816 319 Triwulan 8 22.685 918 226

Untuk produk turunan lateks yang disarankan untuk diproduksi terus –

menerus dalam waktu 2 tahun adalah RSS 1.Hal tersebut disebabkan karena RSS 1 memberikan kontribusi keuntungan yang paling besar pada Perkebunan Widodaren.Produk turunan RSS 2 dan produk ikutan Cutting A uga terus –

7.1.2 Tingkat Produksi Aktual Karet Olahan Terhadap Produksi Optimalnya

Proses pengolahan bahan baku lateks akan menghasilkan produk utama RSS 1, RSS 2 dengan produk ikutan Cutting A. Jumlah aktual dan optimal produk karet olahan RSS 1 tahun 2006 dan 2007 tersedia dalam tabel 11.

Tabel 11. Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 1 tahun 2006 dan 2007 Periode Produksi RSS I (Kilogram Karet Kering)

Optimal Aktual Selisih

Triwulan 1 27.102 23.673 3.429 Triwulan 2 31.567 31.367 200 Triwulan 3 28.121 24.873 3.248 Triwulan 4 22.210 16.206 6.004 Triwulan 5 26.969 21.902 5.067 Triwulan 6 31.887 27.743 4.144 Triwulan 7 31.940 30.056 1.884 Triwulan 8 22.685 19.061 3.624

Total produksi RSS 1 pada kondisi optimal sebesar 228.016 Kilogram Karet Kering sedangkan pada kondisi aktual adalah sebesar 195.191 Kilogram Karet Kering.Produksi optimal menggambarkan kombinasi produk yang mengakibatkan penerimaan maksimum dengan susunan kendala – kendala pada proses produksi.Pada tabel terlihat bahwa pada setiap triwulannya terdapat selisih antara produksi aktual dan optimal rata – rata sebesar 3.450 Kilogram Karet Kering.

Produk turunan lateks RSS 1 selama 2 tahun disarankan untuk diproduksi karena nilai positif untuk variabel – variabel dalam fungsi tujuan.Selisih produksi aktual dan optimal yang terbesar terdapat pada triwulan 4 dan 5.Jumlah yang disarankan untuk diproduksi tersebut disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku yang ada dan dengan kendala – kendala yang lain oleh program LINDO.

Tingkat produksi tertinggi untuk produk RSS 1 dicapai pada triwulan 2 sebesar 31.367 KKK.Sedangkan tingkat produksi terendah pada triwulan ke 8

yaitu sebesar 19.061 KKK.Tingginya tingkat produksi tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung sehingga pasokan bahan baku cukup besar jumlahnya untuk diolah namun pada bulan – bulan tertentu terutama musim hujan mengalami penurunan pasokan bahan baku dan adanya perbaikan dari sistem pabrik yang menyebabkan turunnya tingkat produksi.

Komposisi produksi aktual yang dimiliki perusahaan adalah RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan komposisi produksi optimal Perkebunan Widodaren adalah RSS 1 sebesar 94 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 1 persen.

Produk turunan lateks lainnya yaitu RSS 2, juga memiliki perbedaan dalam hal jumlah aktual dengan jumlah optimalnya, dimana perbedaan tersebut menunjukkan kondisi rill yang terjadi di perusahaan berbeda dengan kondisi optimal yang disyaratkan bagi perusahaan.Jumlah aktual dan optimal produk utama turunan RSS 2 di tahun 2006 dan 2007 tersaji pada tabel 12.

Tabel 12. Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 2 Tahun 2006 dan 2007 Periode Produksi RSS 2 (Kilogram Karet Kering)

Optimal Aktual Selisih

Triwulan 1 1.626 1.318 308 Triwulan 2 1.693 2.247 -554 Triwulan 3 809 903 -94 Triwulan 4 1069 1220 -151 Triwulan 5 1110 489 621 Triwulan 6 336 1.632 -296 Triwulan 7 1816 1050 -196 Triwulan 8 918 1.150 -232

Pada kondisi optimal, produksi produk turunan lateks RSS 2 selama tahun 2006 dan 2007 disarankan untuk diproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit

daripada saat kondisi aktual dengan tingkat produksi yang tertinggi pada triwulan 2 sebesar 1.693 KKK dan yang terendah pada triwulan 6 sebesar 336 KKK.

Lonjakan produksi RSS 2 pada triwulan 2 yang signifikan disebabkan oleh adanya perbaikan sistem pada pabrik perkebunan Widodaren yang mempengaruhi grading hasil akhir karet olahan.

Perbedaan antara total produksi aktual dan optimalnya ditunjukkan oleh persentase selisih total produksi yang terjadi dan menunjukkan sejauh mana keseluruhan produksi RSS 1 yang dilakukan perusahaan telah optimal dilakukan. Persentase selisih total produksi optimal RSS 1 terhadap produksi aktualnya adalah sebesar 16,8 persen yang artinya pada kondisi optimal Perkebunan Widodaren mampu berproduksi 16,8 persen lebih tinggi daripada kondisi aktual. Sedangkan untuk produk RSS 2 yang memiliki jumlah pada kondisi optimal

Dokumen terkait