• Tidak ada hasil yang ditemukan

GERAKAN SOSIAL KONSERVASI

2.2 Pemasaran Sosial dan Perubahan Perilaku Konservasi

Pendekatan perubahan sosial untuk konservasi berasal dari ide memasarkan produk-produk komersial dengan mempengaruhi perilaku konsumen untuk membeli dan memakai produk yang ditawarkan, misalnya; dalam perubahan perilaku masyarakat agar mau mengkonsumsi sebuah produk barang atau jasa, maka penyebaran informasi tentang barang atau jasa tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memasarkan produk (komersial). Saluran yang dipakai dalam pengiklanan agar masyarakat merubah perilaku agar mau memakai, mengkonsumsi dan membeli barang atau jasa tersebut, dilakukan lewat iklan televisi, radio maupun media massa lainnya, termasuk kegiatan pengiklanan dan penginformasian dalam bentuk seperti konser musik, olah raga atau sejenisnya.

Terminologi pendekatan pemasaran sosial (sosial marketing) bertujuan mempengaruhi target masyarakat untuk menukarkan perilaku lama dengan perilaku baru atau secara sukarela menerima, menolak, menanggalkan atau mengubah suatu sikap dan perilaku bagi kemajuan dan perbaikan kualitas hidup individu, kelompok dan keseluruhan masyarakat (Kotler et al. 2002). Dalam pemasaran sosial digunakan berbagai macam media atau alat sebagai saluran komunikasi. Saluran komunikasi diartikan sebagai sarana untuk menyalurkan informasi atau pesan-pesan kepada orang lain. Saluran komunikasi yang digunakan dapat berupa media massa seperti televisi,

radio, festival kesenian atau sejenisnya, dapat pula berupa saluran antar-pribadi seperti lembar berita, buku saku, suvenir atau sejenisnya. Seperti halnya dengan pemasaran di bidang perdagangan, pemasaran sosial juga merupakan metode untuk mempengaruhi perubahan perilaku sehingga individu atau kelompok sosial mengadopsi atau “membeli” produk yang ditawarkan. Kampanye Pride merupakan kegiatan yang “menjual” produk konservasi sehingga target masyarakat merubah pilihan untuk konsumsi perilaku konservasinya. Prinsip pemasaran sosial di lingkup konservasi adalah terjadinya transaksi sosial sehingga seseorang atau sekelompok orang merubah pemikiran untuk peduli dan ikut berandil dalam kegiatan-kegiatan konservasi di daerahnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemasaran sosial mensyaratkan adanya; product atau produk yang berupa barang atau jasa yang ditawarkan, pricing atau harga dari barang atau jasa, place atau tempat yang merupakan lokasi atau saluran distribusi barang atau jasa, promotion atau promosi atau periklanan dari barang atau jasa yang ditawarkan. Perbedaan yang melatarbelakangi sosial marketing dengan marketing perusahaan komersial antara lain;

1. Modal dalam sosial marketing berasal dari swadaya masyarakat sedangkan marketing komersial modal berasal dari perseorangan atau perusahaan.

2. Orientasi keuntungan pada sosial marketing ditujukan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup masyarakat sedangkan marketing komersial berorientasi pada keuntungan untuk perusahaan.

3. Sosial marketing mensyaratkan peran masyarakat secara utuh sedang dalam marketing komersial dominansi perusahaan lebih penting.

Sosial marketing merupakan rangkaian strategi yang ditujukan untuk perubahan sosial. Perubahan sosial menurut Robinson (2006) membutuhkan beberapa persyaratan, yaitu;

1. Pemahaman keinginan umum dan kondisi lingkungan yang hendak dicapai. Pemahaman persoalan konservasi di masyarakat merupakan kerja kombinasi untuk menjawab persoalan nyata keinginan (aspirasi) orang kebanyakan dengan hal yang sebaiknya dilakukan. Mengesampingkan persoalan nyata hidup akan menjadi

sebuah kesalahan fatal, seperti yang terjadi dengan proyek-proyek pembangunan pada umumnya. Dengan demikian sangat penting memahami tawaran perubahan perilaku yang di citakan dengan pandangan umum masyarakat. Hubungan keinginan umum dengan kondisi lingkungan yang hendak dicapai digambarkan dalam tabel 1 berikut;

Tabel 1 Ilustrasi tawaran perilaku konservasi dan keinginan umum

Tawaran konservasi Keinginan Umum

Menanam pohon Hasil kayu

Kompos sampah rumah tangga Hasil produksi pertanian melimpah Perlindungan satwa di hutan Keberagaman sumber pangan

Perlindungan mata air Memiliki air yang mencukupi kebutuhan Lingkungan bersih Hidup sehat

Lain-lain Lain-lain

2. Informasi masuk akal beberapa waktu ke depan.

Pemikiran yang tertata dengan prediksi kejadian kedepan dalam bentuk informasi memiliki pengaruh sangat kuat. Namun informasi sendiri memiliki sifat dingin, rasional dan kadang pesimis. Informasi kedepan (beyond information) dijalankan oleh banyak organisasi, namun jika mengalami penolakan di tingkat masyarakat, maka informasi tersebut menjadi tidak berdaya guna. Meskipun demikian, akan terjadi komunikasi interpersonal kedalam lewat early adopter. Kelompok early adopter merupakan kelompok yang sangat memahami persoalan yang sedang dihadapi, konsekuensi dari persoalan hingga solusi dan perhitungan untung - rugi perubahan.

3. Perubahan individual kemungkinan hanya illusi

Kasus dalam pendidikan umum yang dijalankan terdapat pengertian umum bahwa setiap individu siswa telah diberi treatment layaknya individu yang ‘rasional dalam kegunaan penuh’. Pada kenyataannya, perubahan sosial merupakan proses yang kolektif bukan individual., Keberadaan tokoh-tokoh dalam realita di masyarakat merupakan aspek dari kolektivitas. Termasuk adanya inovator yang akan mendorong dan mempengaruhi early adopter.

4. Adanya perbedaan tingkat rasionalitas

Perubahan perilaku menurut pada hukum ‘semua orang tidak sama’. Pengertian dari perbedaan rasionalitas adalah bahwa setiap orang memiliki tingkat berubah dan adopsi perilaku yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat digolongkan dalam kriteria sebagai berikut;

Gambar 4 Kurva tingkatan adopsi

Innovator /Perintis (2,5%) – Idealis, pembuka jalan, komitment, imajinatif, enerjik dan memiliki kemampuan merubah program.

Early adopters /Pelopor (13,5%) – Terbuka pada perubahan, memiliki visi, imajinatif, penuh strategi, cepat membuat hubungan antara inovasi dan visi yang ingin dicapai, berkeinginan hasil cepat, siap berkorban dan menerima resiko, memiliki moivasi pribadi yang kuat.

Early majority/ Penganut Dini (34%) – pragmatis, menyukai ide-ide tentang lingkungan tapi memerlukan bukti nyata dan keuntungan yang didapatkan, terpengaruh oleh individu pragmatis lain, memiliki keinginan untuk membuktikan dengan lebih baik dari kebiasaan yang telah dijalankan, memiliki keinginan solusi sederhana dengan keberlanjutan kecil, selalu mencari sistem yang mendukung termasuk partner, bukan type penanggung resiko yang baik, tipe yang lebih mementingkan ‘merk’.

Late majority / Penganut lambat (34%)– conservatif pragmatis, gampang mengikuti arus dan menguatkan standar aturan, tidak suka resiko tetapi tidak mau ketinggalan, tidak begitu menyukai ide-ide tentang lingkungan hidup.

Sceptics – “laggart” / Kolot (16%) selalu menentang ide tentang perbaikan lingkungan hidup. Kelompok tersebut menginginkan agar idenya ditanggapi secara serius serta identifikasi persoalan nyata mereka diselesaikan sebelum kelompok kebanyakan menjalankan perubahan.

Dokumen terkait