• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembagian Kewenangan antar Kelembagaan

METODE PENELITIAN

TEMUAN DAN ANALISIS

5.1. Kewenangan Kasultanan dalam Bidang Pertanahan di DIY 1 Elemen Regulatif

5.1.1.5 Pembagian Kewenangan antar Kelembagaan

Pembagian kewenangan diantara lembaga pertanahan DIY dapat dilihat dari model pengelolaan tanah SG dan PAG. Tujuan pembagian kewenangan tidak lainuntuk mengetahui tugas pada masing-masing lembaga pertanahan serta lembaga mana saja yang memliki peran yang banyak dalam mengelola tanah SG dan PAG. Sementara dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY dalam sistem pelaksanaan sistem kegiatannya selama melakukan inventarisasi tanah pada wilayah DIY memilki beberapa tahapan. Namun, data yang didapatkan oleh peneliti hanya tahapan yang telah dilakukan pada Kabupaten Gunung Kidul selama Tahun 2014, tahapan yang telah dilakukan pada tanah SG dan PAG di 17 kecamatan dan 131 desa di Kabupaten Gunung Kidul serta 2124 bidang memperoleh hasil dengan luas wilayah tanah +715.1136 m2.

Oleh karena itu, tahapan yang digunakan selama ini dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi SG dan PAG adalah sebagai berikut:

1. Rapat koordinasi dengan beberapa instansi terkait seperti BPN DIY, Keraton Ngayogyakarta, dan Bagian Administasi Pemerintahan Umum Kabupaten Gunung Kidul.

2. Persiapan Sosialisasi

a) Menyiapkan surat pinjam tempat b) Menyusun jadwal

c) Undangan peserta

108

3. Sosialisasi/Penyuluhan

a) Camat atau Kasie Pemerintahan dari 17 kecamatan

b) Kelapa Desa dan Perangkat Desa yang membidangi pertanahan dari 131 Desa

4. Narasumber Sosialisasi terdiri dari: a) Keraton Ngayogyakarta

b) Biro Tata Pemerintahan Setda Yogyakarta c) Pemerintahan Kabupaten Gunung Kidul

Adanya UU Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY, salah satu keistimewaan yaitu dalam bidang pertanahan. Maka melalui UU Keistimewaan tersebut memudahkan masing-masing lembaga pertanahan untuk saling berkoodinasi tetang pengelolaan tanah SG dan PAG, baik koordinasi tentang pelaksanaan pengukuran, inventarisasi, monitoring dan proses sertifikat.

Maka untuk mengetahui garis koordinasi pada lembaga pertanahan yang mengelola tanah SG dan PAG di DIY dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar.5.2. Lembaga yang mengelola SG dan PAG setalah adanya UUK Nomor 13 Tahun 2012 di DIY

Sultan DPRD Komisi

ADIY Gubernur /Pemprov

DIY

109

Dari Gambar diatas, dapat diketahui garis koordinasi tentang pembagian kewenangan pada masing lembaga yang mengelola tanah SG dan PAG setelah adanya UU Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan dalam urusan pertanahan. Tanda panah yang berasal dari Sultan menuju Paniti Kismo merupakan sebuah mandat dari Sultan yang diberikan kepada Paniti Kismo untuk mengelolaa tanah SG dan PAG serta dasar aturan yang digunakan pada jenis tanah bersumber dari Rijksblad Tahun 1918.

Kemudian, tanda panah pada Gubernur DIY yang mengarah pada Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY merupakan kebijakan dan dasr hukum terbentuknya Dinas Pertanahan dan Tata ruang DIY diberikan melalui Pergub DIY Nomor 55 Tahun 2015 Tentang pembentukan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk memberikan kemudahan bagi pihak Kasultanan dalam mengelola SG dan PAG. Kebijakan yang di maksud yaitu, kebijakan yang mengopitimalkan kinerja pengelolaan SG dan PAG sehingga pihak Kasultanan tidak lagi menjadi pelaksana sepeti yang dilakukan selama ini. Namun, bukan berarti mengurangi kewenangan yang dimiliki, justru dengan adanya Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY akan memudahkan Kasultanan dalam mengelola tanah SG dan PAG, baik kemudahan dari anggaran dan adminstrasi terhadap pengelolan tanah serta lebih mudahkan menentukan kebijakan diantara lembaga pertanahan.

110

Selanjutnya garis yang berada di Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY yang terhubung dengan BPN DIY merupakan garis koordinasi dalam pengelolaan tanah SG dan PAG. Seperti yang telah dibahas sebelumnya tentang kewenangan dari BPN DIY adalah melaksanakan pendaftaran dan pensertifikatan tanah SG dan PAG sesuai kondisi yang ada. Selanjutnya BPN DIY juga mempunyai tugas membuat SOP atas pendaftaran tanah SG dan PAG. Oleh karena itu, lembaga pertanahan dapat membuat kebijakan terkait dengan persyaratan, prosedur, waktu dan biaya sehingga disusun secara matang melalui dana keistimewaan DIY. Maka hasil inventarisasi dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY dapat diserahkan ke BPN DIY untuk disertifikatkan sebagai bukti legalitas kepemilikan tanah SG dan PAG diakui oleh negara.

Kemudian garis dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY yang menuju ke Paniti Kismo merupakan garis koordinasi dalam hal kepemilikan dan model administrasi kepememilikan tanah SG dan PAG yang bertebaran di setiap-tiap desa di DIY. Oleh karena itu, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY tetap berkoodinasi dengan melibatkan pihak Kasultanan ketika melakukan tahap sosialisasi dengan tujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat atau aparat desa yang menggunakan tanah SG dan PAG.

Garis koordinasi pada Gubernur DIY yang menuju ke DPRD Komisi A DIY merupakan koordinasi yang berkaitan dengan pengajuan Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) pertanahan. Maka dengan adanya pengajuan Perdais pertanahan dari Gubernur DIY yang diserahkan kepada DPRD DIY Komisi A

111

agar dibahas dan di Perdaiskan, sehinga semua kepentingan terkait pengelolaan tanah SG dan PAG dapat terakomodir dalam Perdais tersebut. Akan tetapi sampai saat ini Perdais Pertanahan juga belum selsai dibahas karena pihak DPRD masih menunggu hasil inventarisasi tanah Kasultanan secara keseluruhan.

Adanya kerjasama dalam pembagian kewenangan antara Pemerintah Daerah, Paniti Kismo, Pemerintah Desa, DPRD DIY, BPN DIY, dan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY diharapkan dapat melahirkan komunikasi yang efektif antara masyarakat dan lembaga pertanahan tentang arah dan kebijakan pelestaraian dan pengembangan tanah SG dan PAG. Sehinga prosedur permohonan Serat Kekacingan yang selama ini sudah lama dilaksanakan sesuai kebiasaan lembaga yang sudah ada di Kasultanan dapat menyatukan pandanganya terkait pengelolaan tanah SG dan PAG. Oleh karena itu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh BPN DIY terkait dengan pembagian kewenangan antar lembaga pertanahan selama ini bahwa:

Kalau secara struktural tidakada, melainkan yang meminta tolong adalah dari pihak Kasultanan untuk mendata tanahnya, padahal lembaga Kasultanan yang memiliki harus lebih tau lokasi dan kondisi tanahnya (wawancara dengan Kasih Penetapan Hak Tanah BPN DIY, 6 Oktober 2015)

Dari penjelasan diatas yang berkaitan dengan pembagian kewenangan dari Kasultanan dalam pembagian tugas pengelolaan tentu akan menjadi sulit bagi lembaga seperti BNP DIY yang sudah memiliki kemampuan serta SDM yang memadai namun dibatasi kewenangannya. Dari pihak lain dengan pendapat yang berbeda terkait dengan pembagian kewenangan antar lembaga

112

pertanahan dalam mengelola SG dan PAG. Oleh karena itu, disampaikan oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY yang mengatakan bahwa:

Kalau dari BPN tidak bisa dijadikan patokan, soalnya kita baru melakukan inventarisasi tanah mulai Tahun 2012 kemudian pada Tahun 2015 secara keseluruhan tapi ini dilakukan dimasing-masing Kabupaten. Sebelum ada pendaftaran, Kalau belum ada sertifikat maka dicantumkan+ soalnya kalau BPN DIY hanya melakukan pengukuran di atas 10 Hektar. Jadi ada pembagian tugas. Kemudian dari Kantor pertanahan mengrimkan surat. Jadi ada pembagian tugas (wawancara dengan Kabag Pertanahan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, 12 Januari 2016)

Temuan peneliti terkait regulasi pembagian kewenangan antar kelembagaan pertanahan dalam mengelola tanah SG dan PAG di DIY bahwa Kasultanan Yogyakarta masih memiliki kewenangan dalam pengeloaan tanah SG dan PAG namun kewenangan yang dimiliki masih lemah pada aspek regulasi, kewenangan yang dimiliki oleh kasultanan dapat dilihat pada pembagian tugas, ketika pada proses inventarisasi tanah SG dan PAG pihak Kasultanan tetap dilibatkan, sebagai contoh, pelaksananan inventarisasi di Kabupaten Gunung Kidul Pihak Kasultanan dilibatkan sebagai narasumber pada tahap sosialisasi kepada masyarakat terkait keberadaan tanah SG dan PAG. Selain itu, Paniti Kismo masih memiliki peran aktif dalam pemberian Serat Kekacingan pada masyarakat yang menggunakan tanah SG dan PAG sampai saat ini. Maka oleh karena itu peneliti menyimpulkan bawah dalam pembagian kewenangan antar lembaga pertanahan, lembaga Paniti Kismo mendominasi kewenangan dalam urusan SG dan PAG dibandingkan dengan lembaga pertanahan lainya.

113