• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan

Hasil penelitian pada 370 sampel mahasiswa Universitas Samudra Langsa menunjukkan bahwa sikap mahasiswa terhadap tugas dan wewenang WH secara umum adalah sikap yang positif, yaitu 179 orang atau sebesar 48,4% dari seluruh jumlah sampel penelitian. Sikap positif dalam hal ini berarti bahwa mahasiswa memiliki persepsi, perasaan dan kecenderungan untuk berperilaku secara positif terhadap tugas dan wewenang WH sebagai penegak Syari’at Islam di Kota

Langsa.

Dalam penelitian ini, selain sikap positif terdapat pula sikap netral mahasiswa terhadap tugas dan wewenang WH yaitu 150 orang atau 40,5% dari seluruh jumlah sampel penelitian. Jumlah ini terlihat cukup tinggi dan hanya memiliki selisih 29 orang atau 7,8% lebih sedikit daripada mahasiswa yang memiliki sikap positif. Sikap netral dalam hal ini berarti bahwa mahasiswa memiliki persepsi, perasaan dan kecenderungan untuk berperilaku yang tidak terlalu positif maupun tidak terlalu negatif terhadap tugas dan wewenang WH.

Selain sikap positif dan sikap netral, ada juga mahasiswa yang memiliki sikap negatif terhadap tugas dan wewenang WH, yaitu 41 orang atau 11,1% dari keseluruhan sampel penelitian. Jumlah ini jauh dibawah sikap positif maupun sikap netral yang dimiliki mahasiswa lain. Sikap negatif dalam hal ini berarti bahwa mahasiswa memiliki persepsi, perasaan dan kecenderungan untuk berperilaku secara negatif terhadap tugas dan wewenang WH.

bahwa sikap positif membuat orang cenderung mendekati objek sikap. Sikap negatif membuat orang cenderung menghindari atau menjauhi objek sikap dan sikap netral membuat orang cenderung untuk tidak mengemukakan sikap. Dalam penelitian ini mahasiswa cenderung memiliki sikap yang positif sehingga mereka akan mendekati objek sikapnya, yaitu WH dengan cara mendukung dan membantu WH dalam pelaksanaan tugasnya. Namun mahasiswa yang memiliki sikap netral juga cukup banyak dimana mereka cenderung untuk tidak mengemukakan sikap mereka terhadap WH.

Dalam penelitian ini, dilakukan juga analisis sikap berdasarkan suku, jenis kelamin, pengalaman subjek yang berkaitan dengan WH dan Keanggotaan subjek dalam organisasi keagamaan. Gambaran sikap terhadap tugas dan wewenang WH berdasarkan suku, yaitu suku Aceh dan suku non-Aceh. Hasil uji independent sample t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua suku tersebut. Mean mahasiswa bersuku Aceh (118,10) lebih tinggi dari mean mahasiswa bersuku non-Aceh (110,04). Hasil analisa data menunjukkan bahwa mahasiswa bersuku Aceh cenderung memiliki sikap positif dibandingkan dengan suku non-Aceh. Mahasiswa bersuku non-Aceh memiliki sikap yang lebih cenderung netral terhadap WH. Hal ini dapat dikarenakan pada masyarakat Aceh

Syari’at Islam telah menjadi budaya yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari

bahkan sebelum Qanun Syari’at Islam diberlakukan dan WH dibentuk untuk

mengawasi jalannya Syari’at Islam di Aceh. Mugni (2011) mengatakan bahwa agama dan kebudayaan memiliki relasi yang kuat, sebab keduanya merupakan

nilai dan symbol. Agama dapat mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukan nilai-nilai dalam masyarakat. Dalam hal ini, agama Islam telah mempengaruhi masyarakat aceh dalam pembentukan nilai yang berlandaskan pada ajaran Islam sehingga mahasiswa yang bersuku Aceh akan cenderung mendukung WH

dikarenkan mereka ingin penegakan Syari’at Islam berjalan dengan baik dan

benar dengan adanya WH sebagai aparat yang mengawasi jalannya penegakan

Syari’at Islam.

Faktor hukum dan perundang-undangan mengenai pelaksanaan Syari’at

Islam di Aceh juga dianggap menjadi kelemahan dalam pelaksanaan hukum pidana Islam. Hal ini disebabkan sumber hukum formal hukum pidana Islam hanya berupa Qanun berkualifikasi Peraturan Daerah (Perda). Para pendatang dari daerah lain maupun orang aceh yang bermukim diluar aceh cenderung memandang kualifikasi hukum tingkat perda kurang kuat. Hal tersebut cenderung memunculkan sikap meremehkan terhadap hukum pidana Islam (Surbakti, 2010). Hal ini dapat menjadi salah satu alasan subjek bersuku Non Aceh tidak mau menunjukkan sikap mereka terhadap WH atau memiliki sikap netral.

Gambaran sikap mahasiswa terhadap tugas dan wewenang WH berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Hasil uji independent sample t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam hal sikap terhadap WH. Mean mahasiswa laki-laki (118,41) lebih tinggi daripada mean pada mahasiswa perempuan (112,67). Hasil analisa data menunjukkan bahwa mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki sikap yang positif terhadap tugas dan wewenang WH dibandingkan mahasiswa

lebih netral, meskipun dalam penelitian ini analisis sikap mahasiswa perempuan antara netral dan positif sangat sedikit perbedaannya, hanya selisih 1 orang sampel (lihat tabel 17). Hal ini dikarenakan penerapan Syari'at Islam membuat perempuan merasa dirugikan. Misalnya perempuan dijadikan objek oleh Wilayatul Hisbah ketika menjalankan tugasnya baik di jalan-jalan, di pasar dan di hotel. Korban razia dan patrol WH kebanyakan adalah perempuan (Ismail, 2007).

Gambaran sikap mahasiswa berdasarkan ada atau tidaknya pengalaman yang berhubungan dengan WH. Hasil uji independent sample t-test menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara sikap mahasiswa yang memiliki pengalaman dengan WH dan yang tidak memiliki pengalaman dengan WH. Mean mahasiswa yang tidak memiliki pengalaman terhadap WH (116,92) lebih tinggi daripada mean mahasiswa yang memiliki pengalaman dengan WH (110,45). Mahasiswa yang tidak memiliki pengalaman dengan WH memiliki sikap yang cenderung positif dibandingkan mahasiswa yang memiliki pengalaman dengan WH. Mahasiswa yang memiliki pengalaman dengan WH memiliki sikap yang cenderung netral terhadap WH. Menurut Azwar (2010) untuk menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Namun pengalaman tunggal jarang dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Individu tidak akan melepaskan pengalaman yang sekarang dengan pengalaman yang terdahulu yang relevan yang dialaminya. Jadi dalam hal ini terlihat bahwa mahasiswa yang memiliki pengalaman dengan WH cenderung bersikap netral dapat disebabkan oleh kesan terhadap pengalaman dengan WH dan juga dengan

membandingkan pengalaman yang dialami saat ini dengan pengalaman sebelumnya, hingga akhirnya mereka sulit untuk menunjukkan sikap mereka.

Gambaran sikap terhadap tugas dan wewenang WH berdasarkan keanggotaan subjek dalam organisasi keagamaan, yaitu anggota organisasi keagamaan dan bukan anggota organisasi keagamaan. Hasil uji independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua suku tersebut. Mean mahasiswa yang merupakan anggota organisasi keagamaan adalah 118,89 dan mean mahasiswa yang bukan anggota organisasi keagamaan adapal 115,35. Hasil analisa data menunjukkan bahwa baik mahasiswa yang merupakan anggota organisasi keagamaan maubuk mahasiswa yang bukan merupakan anggota organisasi keagamaan memiliki sikap yang positif terhadap tugas dan wewenang WH.

Dalam penelitian ini, terdapat 2 komponen objek sikap yang diteliti yaitu tugas WH dan wewenang WH. Jika dianalisa dari masing-masing komponen, sikap pada kedua komponen ini, baik tugas WH maupun wewenang WH, keduanya berada pada sikap netral, yang kemudian diikuti oleh sikap positif lalu yang terakhir adalah sikap negatif (lihat tabel 10 dan 11). Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa tidak bersikap terlalu positif atau terlalu negatif baik terhadap tugas WH maupun terhadap wewenang WH.

Jika dilihat melalui hasil analisa alat ukur terhadap 3 komponen sikap, yaitu kognitif, afektif dan konatif. Masing-masing komponen cenderung berada pada respon netral walaupun sebenarnya respon yang diberikan oleh sampel

pada katagori netral. Dimana sikap mahasiswa pada masing-masing komponen juga berada pada katagori netral.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini cukup menarik, dimana secara keseluruhan sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah di Kota Langsa adalah sikap yang positif. Namun sikap positif ini tidak memiliki selisih yang sangat jauh dari sikap netral. Dimana jika dianalisa lebih dalam baik berdasarkan komponen objek sikap maupun komponen sikap, mahasiswa cenderung berada pada sikap netral, namun ketika semua nilai tersebut dijumlahkan mahasiswa cenderung berada pada sikap positif.

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kesulitan ketika melakukan pengambilan data dengan menyebar skala sikap kepada mahasiswa. Banyak mahasiswa yang enggan atau bahkan menolak mengisi skala sikap terhadap tugas dan wewenang WH yang diberikan oleh peneliti. salah satu bentuk penolakan yang diterima peneliti adalah pengembalian skala kosong (tidak diisi) oleh mahasiswa, ada yang dikembalikan langsung begitu mengetahui bahwa skala yang diberikan berkaitan dengan WH dan ada pula yang mengumpulkan skala kosong tersebut dengan menyelipkan diantara skala teman-temannya yang lain yang telah diisi. Selain itu peneliti juga menemukan sebanyak 9 skala kosong yang tidak diisi, namun dalam skala

tersebut terdapat tulisan “Saya Tidak mau menilai WH”, “Saya tidak berhak

menilai WH” ataupun “Saya bukan orang aceh, cari mahasiswa aceh aja untuk

satu alternatif jawaban saja (SS, N, atau STS), dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa mahasiswa yang mengisi skala tersebut tidak membaca aitem-aitem yang terdapat dalam skala dikarenakan aitem yang digunakan terdiri dari aiten favorable dan aitem unfavorable sehingga jawaban yang diberikan dalam skala tersebut akhirnya tidak digunakan oleh peneliti.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian kemudian saran yang dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa dan interpretasi data, maka dapat disimpulkan , yaitu : 1. Berdasarkan hasil kategori sikap pada mahasiswa Universitas Samudra

Langsa terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah, sikap yang dimiliki mahasiswa Universitas Samudra Langsa kebanyakan pada kategori sikap positif. Rincian sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah adalah sebanyak 41 orang (11,1%) berada pada kategori sikap negatif, 150 orang (40,5%) berada pada kategori netral, dan sebanyak 179 orang (48,4%) berada pada kategori positif.

2. Hasil analisis sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah berdasarkan suku, jenis kelamin, pengalaman subjek yang berhubungan dengan WH dan keanggotaan subjek dalam organisasi keagamaan, antara lain:

a. Hasil uji homogenitas terhadap skor mahasiswa bersuku Aceh dan Non Aceh, terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua suku tersebut. Mahasiswa bersuku Aceh cenderung memiliki sikap positif sedangkan mahasiswa bersuku Non Aceh cenderung memiliki sikap netral terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah.

b. Hasil uji homogenitas terhadap skor mahasiswa berjenis kelamin laki-laki dan mahasiswa berjenis kelamin perempuan, terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua jenis kelamin tersebut. Mahasiswa berjenis kelamin laki-laki cenderung memiliki sikap positif sedangkan mahasiswa berjenis kelamin perempuan cenderung memiliki sikap netral terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah.

c. Hasil uji homogenitas terhadap skor mahasiswa yang memiliki pengalaman yang berhubungan dengan Wilayatul Hisbah dan yang tidak memiliki pengalaman dengan Wilayatul Hisbah, terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa yang memiliki pengalaman dan yang tidak memiliki pengalaman. Mahasiswa yang tidak memiliki pengalaman cenderung memiliki sikap positif sedangkan mahasiswa yang memiliki pengalaman cenderung memiliki sikap netral terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah.

d. Hasil uji homogenitas terhadap skor mahasiswa yang merupakan anggota dalam organisasi keagamaan dan bukan anggota organisasi keagamaan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa yang merupakan anggota dan bukan anggota dalam

tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis ingin mengemukakan beberapa saran, yaitu:

1. Saran Metodologis

Bagi pihak-pihak yang berminat dengan penelitian sejenis atau ingin mengembangkan penelitian ini lebih jauh lagi hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini:

a. Peneliti sebaiknya melakukan wawancara untuk memperoleh data tentang alasan-alasan sampel memiliki sikap tertentu.

b. Peneliti meniliti mengenai aspek-aspek yang membuat subjek penelitian enggan atau bahkan menolak untuk terlibat dalam penelitian terhadap WH.

2. Saran Praktis

a. Hendaknya WH lebih memiliki mekanisme pelaksanaan hukum yang jelas, mendidik dan tidak membuat sikap ragu-ragu bahkan negatif terhadap keberadaan WH. Sehingga ketika masyarakat memiliki pengalaman dengan WH dapat membuat sikap mereka semakin positif, bukan sebaliknya.

b. Hendaknya WH memberikan sosialisasi dan pemahaman mengenai

Darussalam dengan lebih baik kepada seluruh masyarakat yang tinggal dan menetap di Aceh yang beragama Islam, sehingga bukan hanya masyarakat Aceh yang memiliki sikap positif dan mendukung keberadaan WH, namun juga masyarakat Non Aceh yang tinggal dan menetap di Aceh, baik untuk keperluan pendidikan atau yang lainnya sehingga mereka juga dapat memiliki sikap yang positif dan mendukung keberadaan WH sebagai penegak hukum Syari’at Islam di

Aceh.

c. Dalam hal penanganan masalah pelanggaran Syari’at Islam, sebaiknya

disesuaikan dengan jenis kelamin. Maksudnya yaitu apabila pelanggaran dilakukan oleh perempuan sebaiknya WH yang perempuan jugalah yang menangani dan apabila pelanggaran dilakukan oleh laki-laku, maka WH laki-laki juga yang menangani. Hal tersebut dapat mengurangi masalah yang terjadi dengan WH berkaitan dengan jenis kelamin, seperti pemerkosaan yang terjadi pada tahun 2010.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. SIKAP

1. Definisi Sikap

Kata attitude berasal dari bahasa Latin yaitu aptus. Kata ini memiliki arti fit dan siap untuk aksi. Jika mengacu pada definisi ini, maka sikap merupakan sesuatu yang dapat langsung diobservasi. Namun saat ini, para ahli melihat sikap sebagai sebuah konstruk yang mengawali perilaku dan sebagai panduan individu dalam membuat pilihan dan keputusan untuk melakukan tindakan (Hogg & Vaughan, 2002).

Alport (dalam Hogg & Vaughan, 2002) mendefinisikan sikap sebagai suatu kesiapan mental yang terorganisir melalui pengalaman, menggunakan arahan atau pengaruh yang dinamis terhadap respon individu pada semua objek maupun situasi yang berhubungan.

Sikap merujuk pada evaluasi yang dilakukan oleh seseorang terhadap berbagai aspek yang ada di dunia sosial dan bagaimana evaluasi tersebut dapat memunculkan rasa suka atau tidak suka seseorang terhadap sebuah isu, ide, seseorang, kelompok sosial dan objek yang dievaluasi (Baron & Byrne, 2004).

Three component model menyebutkan bahwa sikap mengekspresikan kepercayaan, perasaan dan tindakan terhadap suatu objek sikap. Seseorang

mempunyai sikap yang positif terhadap suatu objek ketika kepercayaan, perasaan dan prilaku mereka menunjukkan bahwa mereka memihak atau favorability terhadap objek, sebaliknya seseorang mempunyai sikap negatif terhadap objek ketika kepercayaan, perasaan dan perilaku mereka menunjukkan mereka tidak berpihak atau unfavorability terhadap objek (Zanna & Rample dalam Weiner, 2003).

Menurut three-component attitude model, sikap terdiri dari 3 hal yaitu kognitif, afektif dan konatif. Perlu ditekankan bahwa definisi ini tidak hanya meliputi 3 komponen tetapi juga menekankan bahwa (Hogg & Vaughan, 2002):

a. Sikap merupakan sesuatu yang relatif permanen, sikap bertahan dari waktu ke waktu dan situasi.

b. Sikap terbatas pada kejadian atau benda yang penting secara sosial. c. Sikap dapat digeneralisasikan dan terlibat dalam abstraksi.

Azwar (2010) dalam bukunya yang berjudul Sikap Manusia menggolongkan definisi sikap kedalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi dari perasaan. Sikap dapat berupa perasaan memihak (favorable) ataupun perasaan tidak memihak (unfavorable) terhadap suatu objek. Kedua, sikap adalah suatu kesiapan untuk memberikan reaksi kepada sebuah objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga, sikap mengacu pada skema tiadik (triadic scheme), yaitu konstelasi dari komponen kognitif, afektif dan konatif yang berinteraksi untuk memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan untuk bereaksi secara positif atau negatif yang relatif permanen yang merupakan hasil interaksi dari komponen kognitif, afektif dan konatif.

2. Komponen Sikap

Menurut skema triadik, sikap terdiri dari 3 komponen yang saling berhubungan, yaitu komponen kognitif (cognitive), afektif (affective), dan konatif (conative) (Taylor, Peplau, & Sears, 2009) .

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif terdiri dari pemikiran seseorang tentang sebuah objek tertentu. Komponen kogtitif juga meliputi fakta, pengetahuan dan kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap apa yang benar dan apa yang berlaku pada objek sikap. Ketika kepercayaan ini telah terbentuk, maka kepercayaan ini akan menjadi dasar pengetahuan yang diyakini oleh seseorang tentang apa yang dapat diharapkan dari sebuah objek tertentu. Kepercayaan inilah yang menyederhanakan dan mengatur apa yang kita lihat dan temui dalam hidup kita.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif terdiri dari emosi dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap suatu stimulus, khususnya evaluasi positif dan negatif. Komponen afektif meliputi masalah sosial subjektif yang dirasakan oleh seseorang kepada suatu objek sikap. Menurut Azwar (2010), secara umum, komponen afektif ini sering

disamakan dengan perasaan pribadi yang dimiliki oleh seseorang pada sesuatu. Namun, perasaan pribadi yang dimiliki oleh seseorang itu terkadang jauh berbeda jika dihubungkan dengan sikap. Secara umum, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif banyak dipengaruhi oleh sebuah kepercayaan mengenai sesuatu yang benar dan berlaku terhadap objek yang dimaksud.

c. Komponen Konatif atau Perilaku

Komponen konatif atau perilaku merupakan tendensi atau kecenderungan untuk melakukan tindakan tertentu yang berhubungan dengan objek sikap. Komponen ini menunjukkan bagaimana kecenderungan seseorang untuk berperilaku terhadap sebuah objek sikap yang dihadapinya. Azwar (2010) dalam bukunya menyatakan bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku terhadap objek sikap cenderung konsisten dan juga sesuai dengan kepercayaan dan perasaan yang akan membentuk sikap individu. Oleh karenanya, sangat masuk akal apabila kita mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkan atau dimunculkannya dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek sikap tersebut.

3. Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Azwar (2010) dalam bukunya yang berjudul Sikap Manusia menyimpulkan bahwa ada enam hal yang dapat mempengaruhi sikap seseorang, yaitu:

a. Pengalaman pribadi

Apa saja yang telah dan sedang dialami oleh seorang individu akan memiliki kontribusi dalam membentuk dan mempengaruhi penghayatannya terhadap

stimulus sosial. Middlebrook (dalam Azwar, 2010) mengatakan bahwa ketika seorang individu tidak memiliki pengalaman sama sekali terhadap objek sikap maka orang tersebut akan cenderung memiliki sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut. Agar pengalaman dapat dijadikan dasar dalam pembantukan sikap, pengalaman tersebut harus sangat kuat dan meninggalkan kesan yang cukup kuat. Sikap lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang terjadi ikut melibatkan faktor emosional dari individu itu sendiri. Namun, pembentukan sikap dari pengalaman pribadi ini tidaklah sederhana, dimana satu pengalaman tunggal belum tentu dijadikan dasar dalam pembentukan sikap. Namun beberapa pengalaman yang dialami oleh individu yang bersifat relevan dan bisa saja terjadi di masa lalu yang mungkin dapat membentuk sikap.

b. Pengaruh orang yang dianggap penting

Sikap juga dapat dipengaruhi oleh significant others, yaitu orang-orang yang dianggap penting dan memiliki arti khusus pada seorang individu. Secara umum, individu akan lebih cenderung untuk memilih sikap yang sesuai atau searah dengan significant others yang dianggapnya penting. Hal ini dapat dikarenakan adanya motivasi untuk berafiliasi dengan orang tersebut ataupun dilakukan dikarenakan individu tersebut berusaha menghindari konflik yang mungkin terjadi antara dia dan orang yang dianggapnya penting.

Disadari ataupun tidak, sikap seorang individu dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan kebudayaan ditempat ia tinggal. Kebudayaan menanamkan bagaimana arah sikap seorang individu terhadap barbagai macam masalah.

d. Media massa

Media massa, seperti televisi, surat kabar, radio, dan sejenisnya, juga berpengaruh besar terhadap sikap. Dalam penyampaian informasi sebagai tujuan utamanya, media masa juga membawa pesan yang bersifat sugesti yang mungkin mengarahkan opini seseorang.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan pendidikan dasar yang meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Konsep moral dan ajaran agama sangat berperan penting dalam membentuk kepercayaan yang dirasakan oleh individu tersebut. Hal ini juga dapat membentuk dan menentukan arah sikap pada seorang individu terhadap objek sikap.

f. Pengaruh faktor emosional

Sikap tidak hanya ditentukan oleh faktor lingkungan saja, namun sikap dapat juga dipengaruhi oleh faktor emosional dari diri individu itu sendiri. Terkadang sikap didasari oleh emosi yang dimiliki oleh individu itu sendiri. Dimana emosi itu dapat juga membentuk arah sikap pada seseorang.

Terkadang sebuah perilaku muncul dikarenakan sikap tertentu dan terkadang tidak berhubungan dengan sikap tersebut. Sikap akan mempengaruhi perilaku yang ditampilkan seseorang ketika sikap memiliki konsistensi yang tinggi dengan perilaku tersebut. Konsistensi antara perilaku dan sikap akan menjadi tinggi ketika sikap yang dimiliki seseorang sangat kuat, stabil, menonjol, dapat diakses, memiliki relevansi dengan perilaku, berasal dari pengalaman langsung dan hanya sedikit saja tekanan situasi yang bertentangan terlibat dalam perilaku yang mendukung sikap tersebut (Baron & Byrne, 2004; Taylor, Peplau & Sears; 2009).

Ajzen dan Fishben mengemukakan sebuah model tindakan beralasan (Theory of Reasoned Action) yang mengatakan bahwa sebuah perilaku yang muncul akan ditentukan oleh sikap terhadap perilaku dan oleh norma-norma subjektif terhadap perilaku tersebut. Menurut teori ini perilaku merupakan hasil

Dokumen terkait