• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pertumbuhan TFP Sektor Pertanian

Penemuan umum dari perhitungan TFP dengan menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas adalah TFP memberikan kontribusi yang penting terhadap output (PDB) sektor pertanian selama periode 1980-2011. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS dan BKPM dengan menggunakan koefisien tenaga kerja, investasi PMA, dan investasi dalam negeri dari hasil estimasi pendekatan model Cobb Douglas seperti diuraikan di atas, maka dapat dihitung TFP sektor pertanian dengan melakukan transformasi fungsi produksi Cobb-Douglas ke dalam bentuk logaritma linier, melakukan analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah ditransformasi dalam bentuk logaritma untuk memperoleh nilai koefisien masing-masing variabel, dan melakukan perhitungan TFP.

Tabel 2 merupakan hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menghitung koefisien TFP sektor pertanian. Berdasarkan analisis model persamaan output di sektor pertanian dengan memperhatikan pelanggaran asumsi klasik analisis regresi,dapat diperoleh nilai R-squared sebesar 0.615.Hal ini berarti menunjukkan proporsi variabel-variabel indepeden yang digunakan pada model mampu menjelaskan variabel dependennya sebesar 61.5 persen, sementara sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Variabel dependen yang digunakan adalah PDB pertanian sedangkan variabel-variabel independen yang digunakan adalah tenaga kerja, investasi asing, dan investasi dalam negeri sektor pertanian. Variabel tenaga kerja sektor pertanian mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap output pertanian. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas tenaga kerja sebesar 0.0026 yang lebih kecil dari taraf nyata (α) yang digunakan yaitu 10

persen.Variabel investasi asing sebagai kapital berpengaruh nyata terhadap output sektor pertanian. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas variabel tersebut yang bernilai 0.0365 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Sementara untuk variabel investasi dalam negeri tidak berpengaruh signifikan terhadap output pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas investasi dalam negeri sebesar 0.6064 lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Sehingga, variabel investasi dalam negeri tidak dimasukkan ke dalam perhitungan TFP sektor pertanian. Adapun hasil output dari eviews dapat dilihat pada Lampiran 2.

20

Tabel 2.Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Perhitungan Koefisien TFP

Dependent Variable : LOGPDB

Variable Koefisien t-statistics Probabilitas Keterangan

C -0.221167 -0.142962 0.8873

LOGTK 1.164363 3.305611 0.0026 Signifikan

LOGIA 0.056918 2.197336 0.0364 Signifikan

LOGID 0.017318 0.521066 0.6064 Tidak Signifikan

R-Squared : 0.615 F-statistic : 14.887 Adj R-squared : 0.573 Prob (F-statistic) : 0.000

Berdasarkan hasil perhitungan, pertumbuhan TFP pada tahun 1985 memiliki nilai yang sangat ekstrim yang melebihi 100 persen. Hal ini merupakan konsekuensi perhitungan TFP, dimana pada tahun tersebut pertumbuhan investasi asing sedang mengalami drop secara besar-besaran akibat adanya resesi. BKPM mencatat realisasi investasi asing sektor pertanian pada tahun 1985 sebesar -89.6 juta USD. Hal ini terjadi karena adanya perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet pada tahun tersebut yang mengakibatkan resesi perekonomian dunia sehingga investor asing memiliki risk aversion di mana investor asing yang mengalami kesulitan likuiditas terpaksa menarik dana dan lebih memilih untuk tidak berinvestasi karena risiko yang ditimbulkan pada saat resesi cukup besar. Sementara itu, nilai pertumbuhan TFP pertanian yang paling rendah terjadi pada tahun 1992 dimana bernilai -40.75 persen. Hal ini dapat dikatakan sangat ekstrim karena konsekuensi dari perhitungan TFP dimana pertumbuhan investasi asing di sektor pertanian sedang mengalami puncaknya pada periode tersebut. Hal ini menandakan iklim investasi di Indonesia cukup diminati oleh investor luar negeri untuk sektor pertanian. Perhitungan nilai pertumbuhan TFP sektor pertanian pada periode 1980-2011 dibagi kedalam empat fase kebijakan pertanian dimana rata-rata pertumbuhan pada tiap- tiap fasenya berbeda. Hasil perhitungan pertumbuhan TFP sektor pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil perhitungan rata-rata per periode tidak mengikutsertakan angka pertumbuhan ekstrim yang tejadi pada tahun 1985 dan 1992. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu besaran perhitungan rata-rata.

21 Tabel 3. Hasil Perhitungan Pertumbuhan TFP Sektor Pertanian di

Indonesia Tahun (ΔPDB/PDB) (%) a1(ΔTK/TK) (%) a2(ΔIA/IA) (%) TFP (%) Fase Revolusi Hijau (1980-1982)

1980 3.85 4.13 -2.13 1.86 1981 5.20 3.30 -5.39 7.30 1982 4.92 11.14 -22.25 16.03 1983 2.12 6.96 0.00 -4.8 1984 4.21 1.14 -14.94 18.01 1985 4.25 1.14 -103.77 106.88 1986 2.59 11.95 -12.18 2.82 Rata-rata 3.82 6.44 -9.48 6.86

Fase Urbanisasi dan Konversi Lahan (1987-1996)

1987 2.14 3.33 0.86 -2.05 1988 4.90 5.52 2.89 -3.52 1989 3.32 2.09 0.52 0.72 1990 2.00 3.09 -0.06 -1.03 1991 1.37 -3.22 -4.92 9.51 1992 6.89 2.68 44.97 -40.75 1993 1.42 -5.75 -1.75 8.92 1994 0.56 -6.43 6.21 0.78 1995 4.38 -8.07 17.84 -5.39 1996 3.14 8.22 0.56 -5.64 Rata-rata 2.58 -0.13 2.46 0.25

Fase Krisis Multidimensi (1997-2001)

1997 1.00 -5.78 -3.96 10.74 1998 -0.99 11.58 6.56 -19.14 1999 1.35 -3.06 -3.33 7.75 2000 -2.12 6.97 2.91 -12.00 2001 3.26 -2.67 -2.12 8.05 Rata-rata 0.5 1.41 0.01 -0.92

Fase Kebangkitan Ekonomi (2002-2011)

2002 3.45 2.61 0.97 -0.13 2003 3.79 3.92 -3.47 3.34 2004 2.82 -3.86 4.80 1.88 2005 2.72 2.01 4.76 -4.06 2006 3.36 -3.31 3.36 3.30 2007 3.47 3.10 -3.98 4.35 2008 4.83 0.35 -2.66 7.13 2009 3.96 0.79 0.15 3.01 2010 2.99 -0.33 23.50 -20.18 2011 2.95 -6.08 3.15 5.88 Rata-rata 3.43 -0.08 3.06 0.45

22

Berdasarkan perhitungan TFP periode 1980-2011, untuk memperkaya analisis pertumbuhan TFP sektor pertanian maka analisis TFP dibagi menjadi 4 fase yang didasarkan pada kebijakan pertanian dan fenomena yang terjadi pada periode tersebut, yaitu fase revolusi hijau (1980-1986), fase konversi lahan pertanian (1987-1996), fase krisis multidimensi (1997-2001), dan fase subsidi pupuk (2002-2011). Analisis TFP pertanian berdasarkan fase dilakukan untuk mengetahui kebijakan-kebijakan pertanian yang khas yang pernah dilakukan oleh Pemerintah dalam upaya peningkatan produktivitas pertanian pada periode masing-masing.

Fase Revolusi Hijau (1980-1986)

Revolusi Hijau di bidang pertanian adalah perubahan dalam teknologi pertanian yang ditujukan agar sumber daya lahan dapat berproduksi sebanyak-banyaknya, dengan jalan mengoptimalkan ketersediaan hara dan air dalam tanah, menanam varietas tanaman yang mempunyai potensi produksi tinggi, serta melindungi tanaman dari gangguan hama-penyakit (Sumarno 2006). Gebrakan revolusi hijau gencar dilakukan oleh Pemerintah pada tahun 1980-an. Nilai TFP pertanian pada revolusi hijau ini memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan output sektor pertanian. Hal ini diduga karena pada periode tersebut Pemerintah sedang gencar mengimplementasikan kebijakan revolusi hijau, dimana program tersebut menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian sehingga petani dapat memanfaatkan atau menggunakan teknologi lebih maju dari waktu sebelumnya dan pemakaian bibit unggul yang didatangkan dari luar negeri. Gerakan revolusi hijau menghantarkan Indonesia dalam pencapaian prestasi swasembada beras pada tahun 1985 dan 1986 (Hardayanto 2013).

Fase Konversi Lahan Pertanian (1987-1996)

Konversi lahan pertanian merupakan peralihan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. Supriyadi (2004) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan alih fungsi lahan adalah karena adanya transformasi struktur ekonomi (pertanian ke industri), dan juga faktor demografi (pedesaan ke perkotaan). Konversi lahan pertanian banyak terjadi mulai tahun 1987, dimana pada periode 1987-1993 banyak terdapat konversi lahan pertanian di Pulau Jawa dimana lebih dari 1 juta hektar lahan yang dialihfungsikan. Pertumbuhan TFP sektor pertanian mengalami penurunan pada fase konversi lahan pertanian. Hal ini merupakan tanda mulai terjadi perubahan struktur ekonomi dari sektor primer (pertanian) ke sektor sekunder (industri) di Indonesia berlangsung semakin cepat, sehingga konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan industri dan pemukiman sulit dihindari. Dengan demikian, produktivitas pertanian mengalami penurunan (Raswatie 2013).

Fase Krisis Multidimensi (1997-2001)

Krisis tahun 1997 yang berawal dari krisis moneter telah berkembang menjadi krisis multidimensi dimana hampir semua sektor dan rakyat Indonesia mengalami imbasnya. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi di Indonesia yang mengalami imbas dari krisis tersebut. Pertumbuhan output

23 pertanian yang sangat rendah yaitu sebesar 0.5 persen. Selanjutnya, nilai pertumbuhan TFP pada periode tersebut bernilai negatif. Hal ini diduga karena beberapa faktor:

1. Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 yang berlanjut menjadi krisis multidimensi yang dialami Indonesia ternyata sangat berpengaruh pada penurunan kinerja ekspor berbagai produk pertanian. Diantara produk yang mengalami penurunan tersebut adalah produk tanaman pangan,hortikultura, ternak, serta produk tanaman perkebunan primer maupun olahannya. (Heryanto 2001).

2. Kasus kekeringan hebat yang terjadi pada tahun 1997-1998 akibat adannya badai el nino yang menyebabkan gangguan iklim untuk sektor pertanian. Kondisi iklim ekstrim seperti ini menyebabkan kekeringan atau musim kemarau yang panjang dari biasanya. Kekeringan yang panjang mengakibatkan padi gagal panen sehingga produktivitas pertanian menurun secara keseluruhan (Raswatie 2013).

3. Akibat tekanan dari IMF, pemerintah pada tahun 1998 akhirnya mencabut subsidi pupuk. Kebijakan ini membuat harga pupuk melambung tinggi sebesar 147.9 persen pada tahun 1999 yang sudah tentu berdampak buruk bagi petani karena mereka harus menanggung beban kenaikan harga pupuk tersebut dalam komposisi biaya produksinya (Fauzi 2008).

4. Tahun 1998 pemerintah membuka kran impor beras sehingga beras impor dengan kualitas yang lebih baik membanjiri pasar domestik. Tahun 1998 Indonesia mengimpor beras sebanyak 5.8 juta ton (Fauzi 2008)

5. Penurunan pertumbuhan TFP pertanian juga diduga karena produksi kedelai nasional mengalami kemunduran. Sejak tahun 2000, kondisi ini diperparah dengan impor kedelai yang juga semakin besar Hal ini menyebabkan produktivitas kedelai nasional rendah dan biaya produksi semakin tinggi (Raswatie 2013).

6. Tahun 1999 Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengalihkan program Kredit Usaha Tani (KUT) menjadi sistem pembiayaan perbankan komersial karena dampak krisis ekonomi menyebabkan banyaknya tunggakan KUT yang ditanggung oleh Pemerintah. Kebijakan ini telah membuat petani mengalami kesulitan mencari modal, karena mereka belum terbiasa dengan sistem pembiayaan yang bersifat komersial tersebut. Disamping itu, dengan dihilangkannya peran pemeritah sebagai penanggung resiko kredit pertanian, otomatis hanya sedikit bank yang bersedia menyalurkan kredit kepada petani (Fauzi 2008).

Fase Subsidi Pupuk (2002-2011)

Subsidi pupuk anorganik mulai diberlakukan kembali oleh Pemerintah pada tahun 2002 (Marisa 2011). Kebijakan subsidi pupuk sebagai salah satu dari kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan pada petani dengan tujuan meningkatkan produksi pertanian. Dengan adanya pemberlakuan subsidi pupuk kembali, produksi padi juga meningkat sejak tahun 2002 sampai 2009. Nilai TFP juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan fase sebelumnya. Selain faktor

24

pemberian subsidi pupuk anorganik, hal yang diduga meningkatkan pertumbuhan TFP pada periode tersebut karena Pemerintah mulai memberikan subsidi pupuk organik di tahun 2008 yang berfokus pada sub-sektor tanaman pangan agar ketahanan pangan dapat tercipta, dimana dengan penggunaan pupuk organik berarti Pemerintah memberdayakan petani kecil untuk tidak lagi tergantung dengan pupuk kimia yang dapat merusak lingkungan (Shaleh 2011).

Pengujian Pra Estimasi

Uji Stasioneritas Data

Uji kestasioneran data merupakan tahap awal yang paling penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada tidaknya unit root pada setiap variabel sehingga menyebabkan hubungan diantara variabel menjadi tidak valid. Uji kestasioneritasan dalam model penelitian didasarkan pada uji Augmented Dickey Fuller (ADF), dimana dalam pengujian ini melihat ada atau tidaknya unit root dalam variabel pada tingkat level dan first difference. Kriteria uji dalam ADF ini membandingkan antara nilai statistik dengan nilai kritikal dalam tabel Dickey Fuller. Apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai MacKinnon Critical Value maka data bersifat stasioner. Tetapi apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai MacKinnon Critical Value maka data bersifat non-stasioner. Hasil uji stasioner untuk data time series setiap variabel pada tingkat level dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Augmented Dickey Fuller pada Level

Variabel Nilai ADF t-statistics

Nilai Kritis MacKinnon Keterangan

1% 5% 10% LOGTFP -5.526639 -3.661661 -2.960411 -2.619160 Stasioner* LOGI -4.003827 -3.661661 -2.960411 -2.619160 Stasioner* LOGINF -4.836767 -3.661661 -2.960411 -2.619160 Stasioner* LOGPD -2.660169 -2.967767 -2.967767 -2.622989 Tidak Stasioner LOGKP -1.772045 -3.661661 -2.960411 -2.619160 Tidak Stasioner LOGTO -0.559514 -3.661661 -2.960411 -2.619160 Tidak Stasioner* Keterangan: * data stasioner pada tingkat kepercayaan 1%, 5%, 10%

** data stasioner pada tingkat kepercayaan 5%, 10%

Tabel 4 memperlihatkan bahwa terdapat tiga variabel yang tidak stasioner pada level, yakni variabel pendidikan (PD), kredit pertanian (KP), dan trade openness (TO). Ketiga variabel tersebut mempunyai nilai ADF t-statistics yang lebih besar daripada nilai kritis MacKinnon. Berdasarkan hasil tersebut, maka kembali dilakukan pengujian ADF test lanjutan pada tingkat first difference yang dapat dilihat pada Tabel 5.

25

Tabel 5 . Hasil Uji Augmented Dickey Fuller pada First Difference

Variabel Nilai ADF t-statistics

Nilai Kritis MacKinnon Keterangan

1% 5% 10% LOGTFP -2.242466 -2.660720 -1.955020 -1.609070 Stasioner** LOGI -9.274415 -2.644302 - -1.952473 -1.610211 Stasioner* LOGINF -8.733258 -2.647120 - - 1.952910 -1.610011 Stasioner* LOGPD -3.039129 -2.647120 -1.952910 -1.610011 Stasioner* LOGKP -2.818595 -2.644302 - -1.952473 -1.610211 Stasioner* LOGTO -6.916066 -2.644302 - -1.952473 -1.610211 Stasioner* Keterangan: * data stasioner pada tingkat kepercayaan 1%, 5%, 10%

** data stasioner pada tingkat kepercayaan 5%, 10%

Uji akar unit pada tingkat first difference ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada level. Tabel 5 menunjukkan bahwa semua data yang digunakan dalam penelitian ini stasioner pada first difference sehingga terintegrasi pada derajat satu (I(1)). Hasil olahan uji stasioner telah terlampir pada Lampiran 3.

Hasil Estimasi Engle - Granger Cointegration

Uji kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama. Berdasaran hasil uji stasioneritas, seluruh variabel dalam penelitian ini terintegrasi pada derajat yang sama yaitu I(1). Dengan demikian dapat dilakukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah Engle-Granger Cointegration. Engle-Granger Cointegration digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka panjang antara TFP dengan irigasi (I), inflasi (INF), pendidikan (PD), kredit pertanian (KP), dan trade openness (TO). Tahap awal dari Engle-Granger Cointegration adalah dengan meregresi persamaan OLS antara variabel dependen dan variabel independen. Kemudian setelah meregresi persamaan didapatkan residual dari persamaan tersebut. Uji ADF pada residual bersifat stasioner pada level atau I(0) sehingga dapat dikatakan bahwa variabel yang digunakan cenderung menuju keseimbangan pada jangka panjang walaupun pada tingkat level terdapat variabel yang tidak stasioner. Hasil uji residual dengan ADF test tercantum dalam Tabel 6. Adapun hasil outputnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 6. Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Persamaan Residual pada Level

Variabel Nilai ADF t-statistic

Nilai Kritis Mac Kinnon Keterangan

1% 5% 10%

ECT -6.783325 -3.661661 -2.960411 -2.619160 Stasioner Berdasarkan informasi yang tertuang dalam Tabel 6 diketahui bahwa nilai ADF t-statistic lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen, sehingga residual persamaan regresi stasioner pada tingkat level. Hal ini mengindikasikan terdapat hubungan kointegrasi

26

diantara variabel yang digunakan, sehingga selanjutnya dapat dilakukan pengestimasian Engle-Granger Cointegration untuk mengidentifikasi hubungan jangka panjang antara irigasi (I), inflasi (INF), kredit pertanian (KP), pendidikan dasar (PD), dan trade openness (TO) terhadap TFP (TFP). Berdasarkan hasil Engle-Granger Cointegration terbentuklah persamaan berikut:

LOGTFP = -1,137759 – 0,144119 LOGIt – 0,047036 LOGINFt + 0,104063KPt+ 0,74023PDt+0,113488 TOt

Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM)

Error Correction Model (ECM) digunakan untuk mengestimasi model dinamis jangka pendek dari variabel TFP pertanian sebagai variabel dependen. Penggunaan metode estimasi ECM dapat menggabungkan efek jangka pendek dan jangka panjang yang disebabkan oleh fluktuasi dan time lag dari masing variabel independen. Dalam penelitian ini, estimasi ECM untuk TFP pertanian dilakukan dengan cara merestriksi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap TFP. Berdasarkan hasil Error Correction Model (ECM) terbentuklah persamaan berikut:

D(LOGTFP)= 0.125123 D(LOGI)t – 0.036506 D(LOGINF)t + 0.163565

D(LOGKP)t + 0.744362 D(LOGPD)t + 0.198907 D (LOGTO)t + 1.128848 (ECT)t-1

Hasil Uji Kausalitas Granger

Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat di antara variabel-variabel yang ada dalam model (Firdaus, 2011). Hipotesis awal atau H0 yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas, sedangkan hipotesis alternatifnya atau H1 adalah adanya hubungan kausalitas. Untuk menolak atau tidak menolak hipotesis awal atau H0 digunakan nilai probabilitas. Uji kausalitas pada penelitian ini menggunakan Pairwise Granger Causality Test dengan taraf nyata 10 persen. Jika nilai probabilitas lebih kecil daripada nilai taraf nyata 10 persen, maka kita mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 dan menyimpulkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel lain tertentu. Hasil dari pengujian kausalitas di dalam model dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji Kausalias Granger

Kausalitas P-Value Keterangan

LOGPD LOGTFP LOGTFP LOGPD 0.0857 0.0650 Dua arah LOGKP LOGINF LOGINF LOGKP 0.1568 0.0004 Satu arah LOGKP LOGI LOGI LOGKP 0.0747 0.0541 Dua arah Catatan : Signifikan pada taraf nyata 10%

Hipotesis nol pada baris pertama adalah pendidikan tidak memengaruhi TFP dan TFP tidak memengaruhi pendidikan. Nilai p-value lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, maka hipotesis nol ditolak sehingga dapat dikatakan pendidikan memengaruhi TFP dan TFP memengaruhi pendidikan. Variabel-variabel tersebut memiliki kausalitas dua arah. Hipotesis nol pada baris kedua adalah LOGKP tidak

27 memengaruhi tingkat inflasi dan tingkat inflasi tidak memengaruhi kredit pertanian. Nilai p-value lebih besar dari taraf nyata 10 persen, sehingga hipotesis nol ditolak tetapi kausalitas antara variabel tingkat inflasi dan kredit pertanian memiliki hubungan searah, dimana tingkat inflasi memengaruhi kredit pertanian. Hipotesis ketiga adalah kredit pertanian memengaruhi irigasi dan irigasi memengaruhi kredit pertanian. Nilai p-value menunjukkan kurang dari taraf nyata 10 persen, maka hipotesis nol ditolak, sehingga dapat dikatakan kredit pertanian memengaruhi irigasi dan irigasi memengaruhi kredit pertanian. Dapat disimpulkan bahwa terdapat kausalitas hubungan dua arah antara variabel kredit pertanian dan irigasi. Adapun hasil pengolahannya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Uji Diagnostik (Diagnostic Tests)

Uji diagnostik ekonometrika digunakan untuk mengidentifikasi apakah hasil estimasi ECM jangka pendek terbebas dari permasalahan yang berkaitan dengan asumsi klasik BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator) seperti normalitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji multikolinearitas tidak dilakukan pada penelitian ini, karena model yang diestimasi telah berbentuk first difference yang pada dasarnya merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas.

Uji normalitas Jarque-Bera dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa error term terdistribusi secara normal karena nilai probabilitas sebesar 0.935961 yang lebih besar dari taraf nyata (α = 10 persen).

Gambar 3. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model (ECM) Uji autokorelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Breusch- Godfrey Serial Correlation LM Test yang dapat dilihat dalam Lampiran 7. Nilai probabilitas (0.2936) yang lebih besar apabila dibandingkan dengan taraf nyata 10 persen menunjukkan bahwa tidak terdapat permasalahan autokorelasi dalam model persamaan tersebut.

Uji heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah White Heteroscedasticity Test (no cross term). Probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,1497 yang lebih besar dibandingkan taraf nyata 10 persen membuat model persamaan dinamis jangka pendek ECM terbebas dari problem heteroskedastisitas. Adapun hasil olahannya dapat dilihat dalam Lampiran 8.

0 2 4 6 8 10 12 14 -0.10 -0.05 -0.00 0.05 0.10 Series: Residuals Sample 1980 2011 Observations 32 Mean 2.68e-16 Median 0.002503 Maximum 0.098479 Minimum -0.093844 Std. Dev. 0.042053 Skewness 0.107398 Kurtosis 3.230510 Jarque-Bera 0.132363 Probability 0.935961

28

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan TFP Sektor Pertanian

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan TFP Sektor Pertanian pada Jangka Pendek

Model koreksi kesalahan atau ECM digunakan untuk melihat perilaku jangka pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi dinamika error correction term (U). Setelah diketahui bahwa model ECM terbebas dari masalah pelanggaran asumsi OLS, maka model ECM dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Total Factor Productiviy (TFP) pada Jangka Pendek

Variabel Koefisien Probabilitas

D(LOGI) 0.125123 0.6046 D(LOGINF) -0.036506 0.2785 D(LOGKP) 0.163565 0.1834 D(LOGPD) 0.744362 0.0649 D(LOGTO) 0.198907 0.0002 ECM(-1) -1.128848 0.0000 R-Squared : 0.796632 Adj R-Squared: 0.745790

Catatan: Signifikan pada taraf nyata 10%

Hasil estimasi ECM menunjukkan nilai R-Squared sebesar 0.79 yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Hal ini menunjukkan model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan TFP sektor pertanian dalam jangka pendek dapat dijelaskan oleh variabel irigasi, inflasi, kredit pertanian, pendidikan, dan trade openness sebesar 79 persen. Sisanya sebesar 21 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Berdasarkan persamaan ECM jangka pendek, dapat diinterpretasikan bahwa hanya dua variabel yang memengaruhi pertumbuhan TFP sektor pertanian, yaitu variabel pendidikan dan trade openness. Dimana dua variabel tersebut sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan. Sementara irigasi, tingkat inflasi, dan kredit pertanian tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan TFP sektor pertanian pada jangka pendek.

Variabel pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan TFP sektor pertanian. Peningkatan tenaga kerja yang berpendidikan di sektor pertanian sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan TFP sektor pertanian sebesar 0.744362 persen, cateris paribus. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka adopsi teknologi akan berjalan secara optimal. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ali (2011) dimana pendidikan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan TFP. Hal ini dikarenakan pendidikan membuat tenaga kerja menjadi lebih berkualitas dan lebih terampil dalam penggunaan teknologi sehingga technological progress dapat berjalan.

Variabel lain yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan TFP sektor pertanian pada jangka pendek yaitu trade openness. Peningkatan trade openness (keterbukaan perdagangan) sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan TFP sektor pertanian sebesar 0.198907 persen. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Ali (2011) bahwa trade

29 openness mempunyai pengaruh yang poitif dan signifikan terhadap pertumbuhan TFP pertanian. Perdagangan merupakan salah satu carrier of knowledge karena melalui perdagangan jalur impor banyak terdapat teknologi canggih dari negara maju yang masuk ke negara berkembang sehinga dapat terjadi transfer pengetahuan dan teknologi (Isakson 2007).

Sementara variabel inflasi yang diukur dengan Consumer Price Index tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap TFP sektor pertanian pada jangka pendek. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suparyati (1999) yang menganalisis dampak keterbukaan ekonomi dan stabilitas makroekonomi terhadap pertumbuhan TFP Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan TFP.

Variabel irigasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan TFP sektor pertanian jangka pendek. Hal ini sesuai dengan penelitian Putra (2011) yang menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produktivitas padi sawah di Kota Bengkulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi karena petani akan menanam padi apabila diperkirakan air mencukupi, baik pada lahan sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan. Kondisi saluran drainase yang kurang baik pada saat curah hujan tinggi dapat menyebabkan sering terjadinya banjir pada sawah yang beririgasi.

Variabel lain yang tidak mempunyai pengaruh terhadap TFP sektor pertanian pada jangka pendek adalah kredit pertanian. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ali (2011). Ketidaksignifikan variabel kredit pertanian pada jangka pendek diduga karena beberapa faktor : (1) Usaha petani pada jangka pendek banyak yang tidak layak (non-feasible) atau kurang menguntungkan bagi Bank, (2) Petani masih belum bankable, sehingga banyak yang tidak dapat memenuhi persyaratan perkreditan, salah satunya dalam hal penyediaan agunan, sehingga hal ini memberatkan petani dalam mencari modal kerja pada musim tanam untuk keperluan menanam, pembelian pupuk, dan keperluan jangka pendek lainnya. Hal ini menyebabkan usaha pertanian menjadi tidak optimal dan efficiency gain sulit

Dokumen terkait