• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas secara geografis berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2008, terletak antara 2º10’0” - 3º40’0” LU (Lintang Utara) dan 105º15’0” - 106º45’0” BT (Bujur Timur), dengan luas ± 46 664.15 km². Dari luasan wilayah tersebut terdiri dari wilayah daratan 592.14 km² atau 1.27 persen dan wilayah lautan 46 033.81 km² atau 98.73 persen, dan panjang garis pantai 1 128.57 km (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).

Secara administratif Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki 7 (tujuh) kecamatan yaitu : Kecamatan Jemaja, Kecamatan Jemaja Timur, Kecamatan Siantan Selatan, Kecamatan Siantan, Kecamatan Siantan Timur, Kecamatan Siantan Tengah dan Kecamatan Palmatak.

Kabupaten Kepulauan Anambas secara geografis terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil yang tersebar di seluruh wilayah administrasinya dan berbatasan langsung dengan negara tetangga atau lautan internasional. Adapun batas wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yaitu :

1. Sebelah Utara : Laut Cina Selatan/Vietnam 2. Sebelah Selatan : Kepulauan Tambelan/Bintan 3. Sebelah Barat : Laut Cina Selatan/Malaysia 4. Sebelah Timur : Laut Natuna

Kecamatan Siantan Tengah yang merupakan lokasi penelitian secara geografis terletak antara 3o12’00”-3o17’27’’ LU dan 106o15’00”-106o19’15” BT. Pada sebelah utara Kecamatan Siantan Tengah berbatasan dengan Kecamatan Palmatak, di sebelah timur dengan laut Kepulauan Anambas, di sebelah selatan dengan Kecamatan Siantan dan di sebelah barat dengan Kecamatan Palmatak (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).

Luas wilayah Kecamatan Siantan Tengah adalah sekitar 2 367.116 km2. Kecamatan Siantan Tengah terdiri dari 22 pulau dengan 6 (enam) pulau yang baru berpenghuni dengan 6 (desa) yaitu desa Air Asuk, desa Teluk Siantan, desa Air Sena, desa Teluk Sunting, desa Lidi dan desa Liuk.

Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya

Kecamatan Siantan Tengah terdiri dari enam (6) desa yaitu Desa Air Asuk, Air Sena, Teluk Siantan, Lidi, Liuk dan Teluk Sunting. Adapun jumlah penduduk di Kecamatan Siantan Tengah sebanyak 3 233 jiwa yang terdiri dari 1 690 jiwa laki-laki dan 1 543 jiwa perempuan serta memiliki 902 Kepala Keluarga (KK). Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki – laki (52.27%) lebih banyak dibandingkan perempuan (47.72%). Selanjutnya jika dibandingkan jumlah penduduk antar desa menunjukkan bahwa Desa Air Asuk memiliki jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Siantan Tengah sekitar 26.85% diikuti pada urutan kedua yaitu Desa Teluk Siantan (23.20%) dan urutan ketiga yaitu Desa Air Sena (21.96%). Secara rinci jumlah penduduk di Kecamatan Tengah dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah Penduduk di Kecamatan Siantan Tengah (LK=Laki-Laki, PR= Perempuan, KK=Kepala Keluarga)

No Desa Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah KK

LK PR Jumlah 1 Air Asuk 442 426 868 249 2 Air Sena 371 339 710 202 3 Teluk Siantan 402 348 750 192 4 Lidi 165 146 311 98 5 Liuk 133 138 271 77 6 Teluk Sunting 177 146 323 84 Jumlah 1 690 1 543 3 233 902

Sumber : Kecamatan Siantan Tengah, Kabupaten Anambas, 2013

Selanjutnya jenis mata pencaharian masyarakat pesisir di Kecamatan Siantan Tengah dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan sebagai petani, pedagang, PNS, karyawan, buruh tani dan wiraswasta.

Tabel 9 Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Siantan Tengah (AA=Air Asuk, AS=Air Sena, TS=Teluk Siantan, LI=Lidi, LU=Liuk, TS=Teluk Sunting).

No Pekerjaan AA AS TS LI LU TSS Jumlah (%)

1 Belum/Tidak Bekerja 148 197 141 87 63 70 706 22

2 Mengurus rumah tangga 186 196 172 89 67 71 781 24

3 Pelajar/mahasiswa 227 78 230 22 58 90 705 22

4 PNS 40 6 13 0 0 3 62 2

5 Perdagangan 6 9 6 7 0 0 28 1

6 Petani/Pekebun/Ternak 20 4 47 10 4 22 107 3

7 Karyawan Honorer Pemerintahan 65 4 24 0 6 10 109 3

8 Buruh Harian Lepas 15 2 2 0 0 19 1

9 Nelayan 92 201 89 86 68 48 584 18

10 Tukang Kayu/batu 18 2 12 8 0 0 40 1

11 Wiraswasta/Lain-lain 51 11 14 2 5 9 92 3

Jumlah 868 710 750 311 271 323 3 233 100

Sumber : Kecamatan Siantan Tengah, Kabupaten Anambas, 2013

Tingkat pendidikan adalah hal yang memiliki pengaruh sangat penting dalam proses pembangunan khususnya di Kecamatan Siantan Tengah, Kabupaten Kepulauan Anambas. Hal tersebut disebabkan dalam melihat tingkat kemajuan dari suatu daerah pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat yang menjadi tolak ukurnya. Dalam mencapai keberhasilan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang maka sumberdaya manusia yang berkualitas yang dapat

mengembangkan wilayah Kecamatan Siantan Tengah. Secara lebih rinci tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Siantan Tengah disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kecamatan Siantan Tengah

Desa Tingkat Pendidikan Jumlah Tidak Sekolah/ Tidak Tamat SD Tamat SD/ Sederajat Tamat SMP/ Sederajat Tamat SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi/ D1,D2, D3,S1,S2/ Sederajat Air Asuk 319 243 83 161 62 868 Air Sena 480 151 40 27 12 710 Teluk Siantan 429 184 62 43 32 750 Lidi 241 31 14 25 0 311 Liuk 127 116 15 13 0 271 Teluk Sunting 184 78 37 14 10 323 Jumlah 1 780 803 251 283 116 3 233

Sumber : Kecamatan Siantan Tengah, Kabupaten Anambas, 2013

Luas kawasan Kecamatan Siantan Tengah sebesar 22.14 Km2 yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh lautan. Hal ini menyebabkan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan oleh masyarakat di Kecamatan Siantan Tengah lebih besar dibandingkan kecamatan lainnya di Kabupaten Kepulauan Anambas (Tabel 11). Hal tersebut juga didukung dengan adanya penetapan wilayah Kecamatan Siantan Tengah sebagai pusat kegiatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas oleh pemerintah daerah.

Tabel 11 Produksi Perikanan Budidaya dan Tangkap Kabupaten Kepulauan Anambas Kecamatan Produksi Perikanan Tangkap (Ton) Produksi Perikanan Budidaya (Ton) Jumlah (Ton) Jemaja 71.64 3.16 74.80 Jemaja Timur 25.91 1.19 27.10 Siantan Selatan 172.2 14.46 186.66 Siantan 332.13 6.91 339.04 Siantan Timur 74.03 46.19 120.22 Siantan Tengah 284.61 92.56 377.17 Palmatak 51.45 50.24 101.69

Kondisi Perairan Kecamatan Siantan Tengah

Kondisi perairan laut dapat dilihat dari nilai beberapa parameter kualitas air baik parameter fisika ataupun parameter kimia. Pengukuran terhadap parameter fisika dan kimia perairan dan juga perbandingan dengan baku mutu perairan yang mengacu dari KepMen LH No. 51 tahun 2004. merupakan dasar untuk menentukan arah pengelolaan perairan. Adapun parameter yang diukur dalam penelitian ini hanya terbatas pada parameter-parameter yang memiliki keterkaitan erat dengan terumbu karang.

Pada dasarnya karakteristik perairan memiliki peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup organisme-organisme perairan khususnya terumbu karang. Dalam studi ini karakteristik lingkungan perairan diamati dengan tujuan untuk mengetahui status terkini (present status) kondisi perairan Kecamatan Siantan Tengah. Hasil dari pengamatan karakteristik lingkungan perairan secara rata-rata dari 55 stasiun disajikan pada tabel 12.

Dalam penelitian ini parameter fisika dan kimia perairan yang diamati meliputi suhu, kecerahan, salinitas, kecepatan arus, pH, DO, laju sedimentasi, nitrat dan fosfat. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian kisaran suhu perairan berkisar antara 280C-31,20C. Hasil tersebut masih termasuk kedalam kategori baik untuk kelangsungan hidup dan juga perkembangbiakan terumbu karang. Suhu perairan merupakan faktor penting yang menentukan kehidupan karang. Hal ini terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan biota karang (polip karang dan zooxanthellae). Biota karang masih dapat mentoleransi suhu tahunan maksimum sampai kira-kira 360C-400C dan suhu minimum sebesar 180C. Menurut Kaestner (1967) in Estradivari et al. (2009) terumbu karang tumbuh baik pada suhu optimum 25o – 29oC dan bertahan sampai suhu minimum 15oC dan maksimum 36oC. Sedangkan menurut Nybakken (1992), perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23–25oC.

Tabel 12. Kualitas Perairan di Kecamatan Siantan Tengah

Parameter Kisaran Nilai Rata-rata

Suhu (0C) 28-31.2 30.13 Kecerahan (%) 20-100% - Salinitas (0/00) 29-35 30.49 Kecepatan Arus (m/s) 0.010-0.265 0.13 pH 4.67-7.5 6.57 DO (mg/L) 4.22-8.0 6.19 Nitrat (mg/L) 0.010-0.090 0.0352 Fosfat (mg/L) 0.007-0.049 0.0180

Laju Sedimentasi (mg/cm2/hari) 0.004434-0.006183 0.005373 Kondisi salinitas pada lokasi pengamatan adalah berkisar antara 290/00 -350/00. Hasil pengukuran salinitas tersebut masih dapat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan karang dikarenakan menurut Dahuri (2003) pada umumnya terumbu karang dapat tumbuh dengan baik pada salinitas 30-350/00 di wilayah pesisir. Walaupun terumbu karang masih dapat bertahan hidup pada salinitas diluar kisaran tersebut namun pertumbuhan terumbu karang akan terganggu dibanding pada perairan dengan salinitas yang normal. Pengaruh salinitas terhadap karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut

setempat dan pengaruh alam seperti badai atau hujan. Sehingga kisaran salinitas bisa berkisar antara 17.5-52.50/00, bahkan seringkali ditemukan bahwa karang masih bisa bertahan hidup dengan salinitas minimum dan maksimum (Supriharyono 2007).

Kecepatan arus yang didapatkan di lokasi penelitian adalah 0.010-0.265 m/s. Tomascik et al. (1997) menyatakan bahwa arus bermanfaat untuk pemindahan nutrien, larva dan sedimen. Arus juga berfungsi untuk menghalau dan membersihkan sampah. Selain itu kecepatan air dan turbulensi juga mempengaruhi morfologi umum dan komposisi taksonomi dari ekosistem terumbu karang. Pada daerah yang terkena gelombang dari sebelah luar pada umumnya dihuni oleh karang masif atau bercabang dengan cabang yang sangat tebal dengan ujung yang datar. Sedangkan pada perairan yang terlindung dihuni oleh karang yang berbentuk folius dan bercabang dengan cabang yang lebih ramping.

Binatang karang bersimbiosis dengan zooxanthellae yang melakukan fotosintesis maka pengaruh cahaya sangatlah penting sekali. Tanpa adanya cahaya yang cukup maka laju fotosintesis akan berkurang sehingga kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat akan berkurang juga. Namun tingginya intensitas cahaya juga dapat mengakibatkan kematian pada karang disebabkan oleh terhambatnya proses kalsifikasi, berkurangnya fiksasi karbon dan konsentrasi pigmen fotosintesis pada zooxanthellae (Coles and Jokiel 1978; Yentsch et al. 2002). Berdasarkan hasil pengukuran di lokasi penelitian tingkat kecerahan perairan berkisar antara 20-100%. Rentang hasil yang berbeda tersebut disebabkan dengan faktor kedalaman yang berbeda pada setiap titik pengamatan. Adapun titik kompensasi untuk terumbu karang adalah kedalaman dengan intensitas cahaya kurang lebih 15-20% dari intensitas permukaan (Nybakken 1992). Pada umumnya distribusi vertikal terumbu karang hanya mencapai kedalaman efektif sekitar 10 meter dari permukaan laut. Hal ini disebabkan sinar matahari masih dapat mencapai kedalaman tersebut (Dahuri et al 2008).

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan yang dipengaruhi oleh garam-garam karbonat dan bikarbonat dalam perairan. Keasaman perairan (pH) berperan sebagai sistem penyangga (buffer system) keseimbangan senyawa-senyawa kimia. Pengukuran pada derajat keasaman (pH) pada lokasi penelitian di Kecamatan Siantan Tengah berkisar antara 4.67-7.5. Pada umumnya nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air berkisar antara 7 hingga 8.5. Kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa dapat menyebabkan adanya gangguan pada sistem metabolisme dan juga respirasi pada organisme air (Odum 1993).

Berdasarkan hasil pengukuran kadar oksigen terlarut pada perairan Kecamatan Siantan Tengah berkisar antara 4.22-8.0 mg/L. Kadar oksigen tersebut masih sesuai dengan kadar oksigen terlarut untuk biota laut berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun 2004. Oksigen terlarut dalam suatu perairan dipengaruhi oleh proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air lainnya yang tergantung kepada intensitas cahaya yang sampai pada dasar perairan

Seperti yang tercantum pada Tabel 12 konsentrasi parameter nitrat berkisar antara 0.010-0.090 mg/L, sementara konsentrasi parameter fosfat berkisar antara 0.007-0.049. Konsentrasi parameter fosfat yang paling tinggi sebesar 0.049 mg/L berada pada lokasi pemukiman sedangkan konsentrasi parameter nitrat tertinggi

yaitu sebesar 0.090 mg/L berada pada lokasi keramba jaring apung. Tingginya parameter nitrat dan fosfat pada dua lokasi tersebut diduga berdasarkan adanya masukan dari aktivitas di sekitar perairan yaitu buangan masyarakat dan juga dari kegiatan budidaya yang terbawa arus. Effendi (2003) menyatakan bahwa kadar nitrat yang lebih dari 0.2 mg/L dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada perairan yang dapat memacu pertumbuhan alga dan tumbuhan air dengan pesat (blooming) sedangkan untuk kadar fosfat yang lebih dari 0.07 mg/L.

Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa laju sedimentasi berkisar antara 0.004434-0.006183 mg/cm2/hari. Komunitas terumbu karang pada umumnya identik dengan kondisi lingkungan dengan perairan yang jernih, oligotropik dan substrat dasar yang keras (McLaughin et al 2003). Suspensi sedimen pada dasar perairan berpengaruh negatif pada terumbu karang.. Telesnicki dan Goldberg (1995) menyatakan bahwa meningkatnya kekeruhan dan siltasi kronis dapat menyebabkan turunnya proses fotosintesis dan menghambat kelangsungan hidup larva karang dan pertumbuhan serta meningkatkan beban metabolisme pada karang (Davies 1991; Telesnicki and Goldberg 1995; Gilmour 1999; Anthony and Connolly 2004).

Kondisi Terumbu Karang di Perairan Kecamatan Siantan Tengah Pada umumnya terumbu karang yang terdapat di seluruh perairan tropis khususnya di Kepulauan Anambas tergolong kedalam tipe terumbu karang tepi (fringing reef). Fringing reef atau terumbu karang tepi ditandai dengan ditemukannya terumbu karang dimulai dari tepian pantai hingga menuju kearah laut lepas dan membentuk paparan terumbu (reef flat) yang melindungi daratan pulau dari ombak.

Kondisi terumbu karang di perairan Kecamatan Siantan Tengah dilihat berdasarkan bentuk pertumbuhan (lifeform) karang setelah dirata-ratakan berdasarkan pada kedalaman 1.5-6 meter dan 6-13 meter masing-masing sebesar 25.82% dan 37.2% dengan rata-rata 31.51%. Berdasarkan kriteria penilaian kondisi terumbu karang oleh KepMenLH No. 4 Tahun 2001 maka kondisi persentase tutupan karang di Kecamatan Siantan Tengah termasuk kedalam kategori sedang. Rendahnya persentase tutupan karang di Kecamatan Siantan Tengah disebabkan oleh aktivitas masyarakat yang bersifat merusak terumbu karang pada masa silam seperti penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (bom, sianida dan potasium) dan juga masih ditemui adanya aktivitas penambangan karang, pembuatan bagan tancap dan juga hilir mudiknya perahu-perahu antar pulau. Suharsono (1996) menyatakan bahwa dengan banyaknya aktivitas manusia pada daerah terumbu karang terutama saat melemparkan jangkar kapal menyebabkan patah atau hancurnya karang pada saat tertimpa atau penarikan jangkar.

Selain diakibatkan dengan aktivitas masyarakat yang merusak, keberadaan alga juga dapat menyebabkan kerusakan pada terumbu karang. Hal ini disebabkan karena alga merupakan kompetitor utama terumbu karang dalam hal ruang yang disebabkan pertumbuhannya yang lebih cepat daripada terumbu karang (McManus et al. 2000; Jompa and Mc Cook 2002). Kehadiran alga dapat menyebabkan kompetisi ruang antara terumbu karang dan alga yang dapat

menyebabkan terhambatnya proses rekruitmen karang dengan konsekuensi pemulihan terumbu karang menjadi terhambat (Ruswahyuni dan Purnomo 2009). Kondisi Terumbu Karang di Kedalaman 1,5-6 meter

Hasil pengamatan pada 45 stasiun di kedalaman 1.5 sampai 6 meter (Gambar 4) menunjukkan bahwa persentase komposisi tutupan substrat dasar setelah dirata-rata tersusun dari karang keras sebesar 25.82%, karang mati 0.89%, karang mati yang ditumbuhi alga 20.81%, alga 12,79%, other fauna 0.63% dan abiotik sebesar 39.06%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang termasuk kedalam kategori sedang berdasarkan KepMenLH No. 4 tahun 2001.

Gambar 4 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 1.5-6 meter

Rendahnya persentase tutupan karang disebabkan dengan tingginya persentase abiotik yang meliputi pasir dan pecahan karang dan juga indeks mortalitas karang (Gambar 5) pada stasiun pengamatan di kedalaman 1.5-6 meter setelah dirata-rata tergolong cukup tinggi yaitu 0.47. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari seluruh penutupan karang keras sebesar 47% akan berubah menjadi karang mati. Jumlah karang muda (Gambar 6) yang ditemukan berkisar antara 0-15 individu.

Gambar 6 Tingkat rekruitmen karang pada kedalaman 1.5-6 meter Kondisi Terumbu Karang di Kedalaman 6-13 meter

Hasil pengamatan pada 10 stasiun di kedalaman 6 sampai 13 meter (Gambar 7) menunjukkan bahwa persentase komposisi tutupan substrat dasar setelah dirata-rata terdiri dari karang keras sebesar 37.2%, karang mati 1.25%, karang mati yang ditumbuhi alga 27.15%, alga 3.4%, other fauna 0.15% dan abiotik 30. 85%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persentase tutupan karang pada kedalaman 8-13 meter secara rata-rata berada dalam kondisi sedang berdasarkan KepMenLH No. 4 tahun 2001.

Gambar 7 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 6-13 meter

Nilai indeks mortalitas karang (Gambar 8) berdasarkan hasil pengamatan pada 10 stasiun setelah dirata-rata tergolong cukup tinggi yaitu sebesar 0.41. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan penutupan karang keras menjadi karang mati sebesar 41%. Karang muda yang ditemukan pada 10 stasiun berkisar antara 3-18 individu (Gambar 9).

Gambar 8 Indeks Mortalitas Karang pada kedalaman 6-13 meter

Gambar 9 Tingkat rekruitmen karang pada kedalaman 6-13 meter Kondisi Komunitas Ikan Karang di Perairan

Kecamatan Siantan Tengah

Ikan karang adalah ikan yang siklus hidupnya (dari juvenile hingga dewasa) berada di daerah terumbu karang. Nybakken (1992) menyatakan bahwa ikan karang adalah organisme yang memiliki jumlah terbanyak dan juga merupakan organisme besar yang dapat ditemui diterumbu karang karena memiliki bentuk yang mencolok. Kondisi terumbu karang dan keanekaragaman jenis ikan karang memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Indikator kerusakan ekosistem terumbu karang salah satunya ditandai dengan menurunnya keanekaragaman jenis ikan karang yang artinya baik atau buruknya kondisi terumbu karang akan

menentukan kelimpahan ikan karang yang ada dalam ekosistem tersebut (Badrudin et al. 2003).

Berdasarkan hasil pengamatan di 45 stasiun pada kedalaman 1.5 sampai 6 meter ditemukan 11 famili yang terdiri dari 31 spesies. Famili ikan karang yang ditemukan adalah Pomacentridae, Caesionidae, Carangidae, Chaetodontidae, Labridae, Lutjanidae, Ephippidae, Scaridae, Nemipteridae, Siganidae, Apogonidae, Synodonthidae. Analisis komunitas ikan karang di kedalaman 1.5 sampai 6 meter (Gambar 10) menghasilkan nilai indeks keanekaragaman rata-rata sebesar 2.032, nilai indeks keseragaman 0.883 dan nilai indeks dominasi sebesar 0.161. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman ikan karang yang ada tergolong sedang dan penyebaran individu antar spesies yang merata.

Gambar 10 Nilai indeks keanekaragaman (H1), indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi (C) ikan karang

pada kedalaman 1.5-6m dan kedalaman 6-13m

Hasil pengamatan pada 10 stasiun pada kedalaman 6 sampai 13 meter menunjukkan bahwa komunitas ikan karang terdiri dari 12 famili dan 34 spesies. Famili ikan karang yang ditemukan adalah Pomacentridae, Caesionidae, Carangidae, Chaetodontidae, Labridae, Lutjanidae, Ephippidae, Scaridae, Nemipteridae, Siganidae, Apogonidae, Synodonthidae. Hasil analisis komunitas ikan karang di kedalaman 6 sampai 13 meter menunjukkan nilai indeks keanekaragaman rata-rata sebesar 2.505, nilai indeks keseragaman 0.786 dan nilai indeks dominasi sebesar 0.108. Hasil tersebut menunjukkan bahwa komunitas ikan karang berada pada kedalaman 6-13 meter berada pada kondisi yang stabil. Hal tersebut sesuai dengan sifat ikan karang yang pada umumnya cenderung berkelompok dan juga menghindari pecahan ombak dengan memilh habitat pada perairan yang lebih dalam.

Status Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

Pengelolaan ekosistem terumbu karang dianalisis secara multidimensi yang mencakup lima dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan. Untuk mencapai pengelolaan ekosistem terumbu karang dengan kondisi yang sangat berkelanjutan maka perlu dilakukan analisis Rap-Insus COREMAG pada setiap dimensi. Sehingga pada akhirnya dapat diketahui dimensi mana yang perlu diperbaiki guna mencapai pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan di Kecamatan Siantan Tengah Kabupaten Kepulauan Anambas.

Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Keberlanjutan dalam dimensi ekologi memiliki keterkaitan dengan upaya untuk mempertahankan ekosistem terumbu karang agar tidak mengalami kerusakan. Berdasarkan hasil analisis ordinasi Rap-Insus COREMAG terhadap enam atribut dalam dimensi ekologi menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 66.646 (Gambar 11). Nilai tersebut termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan.

Gambar 11 Hasil analisis Rap-Insus COREMAG dimensi ekologi

Analisis leverage dilakukan untuk mengetahui atribut yang sensitif dalam dimensi ekologi. Berdasarkan Gambar 12, dari 6 atribut yang dianalisis diketahui bahwa atribut kualitas perairan, persentase tutupan algae, keanekaragaman ikan karang dan tingkat eksploitasi ikan karang memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan atribut persentase tutupan terumbu karang dan tingkat kerusakan karang.

Kualitas perairan memiliki peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup organisme-organisme perairan khususnya terumbu karang. Dalam studi ini pengukuran kualitas perairan hanya terbatas pada parameter-parameter yang memiliki keterkaitan erat dengan terumbu karang seperti suhu, kecerahan, salinitas, kecepatan arus, pH, DO (Dissolved Oxygen), laju sedimentasi, nitrat dan fosfat. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas perairan dan perbandingan dengan baku mutu perairan yang mengacu dari KepMen LH No. 51 Tahun 2004 diketahui bahwa kualitas perairan masih tergolong baik karena berada dibawah baku mutu.

Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa persentase tutupan alga tergolong kedalam kriteria baik yaitu sebesar 11.082 %. Persentase tutupan alga sangat mempengaruhi ekosistem terumbu karang. Hal ini disebabkan oleh kemampuan alga untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan terumbu karang. Sehingga dapat menyebabkan terumbu karang tergolong tidak sehat (Zamani dan Madduppa 2011). Tingginya dominasi alga pada ekosistem terumbu karang juga dapat menyebabkan meningkatnya kadar unsur hara (nitrat dan fosfat) yang merupakan faktor paling menentukan dalam kerusakan terumbu karang (Tomascik 1991).

Gambar 12 Hasil analisis leverage dimensi ekologi

Indikator stabilitas suatu lingkungan pada umumnya menggunakan parameter keanekaragaman spesies (De Santo 2000 dalam Adriman 2012). Keberadaan spesies itu penting karena memiliki fungsi untuk menimbulkan atau menciptakan jasa ekologis yang memiliki nilai ekonomis bagi manusia (Perrings et al. 2003). Keanekaragaman spesies dapat menentukan ketahanan ekosistem atau sensitivitas ekosistem (Holling et al. 2002). Secara keseluruhan nilai indeks keanekaragaman ikan karang sebesar 2.268 di lokasi pengamatan termasuk

kedalam kategori sedang. Penangkapan ikan secara berlebihan dapat mengakibatkan dampak perubahan pada ukuran, tingkat kelimpahan dan komposisi jenis ikan.

Selain itu juga penangkapan ikan yang dilakukan secara besar-besaran akan menyebabkan terumbu karang menjadi rentan terhadap gangguan baik dari alam ataupun kegiatan manusia (Burke et al. 2002). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pakar mengenai tingkat eksploitasi ikan karang yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kecamatan Siantan Tengah, kondisi pemanfaatan yang ada tergolong dalam kategori tangkap lebih.

Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Atribut-atribut dalam dimensi ekonomi menggambarkan bagaimana kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan berpengaruh dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang. Fauzi dan Anna (2005) menyatakan bahwa salah satu tulang punggung ekonomi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumberdaya perikanan yang rentan akibat aktivitas ekonomi. Berdasarkan hasil analisis ordinasi Rap-Insus COREMAG dari empat atribut yang memiliki pengaruh terhadap dimensi ekonomi menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 75.729 (Gambar 13). Hal tersebut memiliki pengertian bahwa pengelolaan ekosistem terumbu karang di Kecamatan Siantan Tengah menunjukkan dimensi ekonomi sudah sangat berkelanjutan. Namun manfaat bagi masyarakat secara ekonomi masih bersifat jangka pendek yang diakibatkan oleh adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya terumbu karang yang bersifat merusak.

Berdasarkan hasil analisis leverage pada Gambar 14 didapatkan atribut ketergantungan pada perikanan yang memiliki tingkat sensitivitas relatif lebih tinggi sedangkan tingkat pendapatan nelayan memiliki tingkat sensitivitas yang lebih rendah dibanding ketiga atribut lainnya.

Gambar 14 Hasil analisis leverage dimensi ekonomi

Dalam keberlanjutan dimensi ekonomi dan mengurangi dampak dari aktivitas penangkapan terhadap terumbu karang atribut ketergantungan pada perikanan merupakan atribut yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat di Kecamatan Siantan Tengah berprofesi sebagai nelayan. Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap perikanan sebagai sumber nafkah utama dapat menyebabkan terjadinya aktivitas-aktivitas

Dokumen terkait