• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.2 Analisis Hasil Penelitian

Data dari pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan koloni Candida albicans dianalisa secara statistik dengan derajat kemaknaan (α = 0,05). Perbedaan

efek antifungal antara kelompok perlakuan dilihat dengan menggunakan uji ANOVA satu arah (table3 dan 4), dan untuk melihat perbedaan efek antifungal antara masing-masing perlakuan digunakan uji Least Significant Difference (LSD) (tabel 5 dan 6). Hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 3. HASIL UJI ANOVA EFEK ANTIFUNGAL MINYAK ATSIRI DAN Ca(OH)2, Perlakuan N X ± SD Pb) Minyak atsiri 4% 3 45,00 ± 0,00 0,014* Minyak atsiri 2% 3 44,28 ± 2,54 Minyak atsiri 1% 3 42,49 ± 2,29 Minyak atsiri 0,5% 3 40,32 ± 0,85 Minyak atsiri 0,25% 3 31,18 ± 1,68 Ca(OH)2 3 19,96 ± 4,20

Tabel 4 . HASIL UJI ANOVA EFEK ANTIFUNGAL KOMBINASI MINYAK ATSIRI DAN Ca(OH)2

Perlakuan N X ± SD Pb) Minyak atsiri 4+KH 3 17,81± 1,24 0,009* Minyak atsiri 2+KH 3 15,36 ± 1,75 Minyak atsiri 1+KH 3 14,23 ± 0,90 Minyak atsiri 0,5+KH 3 15,56 ± 1,36 Minyak atsiri 0,2+KH 3 16,13 ± 0,79 Ca(OH)2 3 19,96 ± 4,20

Hasil uji ANOVA setelah 24 jam menunjukkan pemberian minyak atsiri 4%, 2%, 1%, 0,5%, dan 0,25%, kalsium hidroksida,dan kombinasinya (tabel 3 dan 4) memberikan pengaruh yang bermakna terhadap pertumbuhan koloni Candida albicans, dimana minyak atsiri yang berdiri sendiri menunjukkan zona hambat yang lebih besar (p<0,05) dibandingkan pada kelompok kalsium hidroksida dan kombinasinya (p<0,05).

Tabel 5. HASIL UJI LSD EFEK ANTIFUNGAL MINYAK ATSIRI KAYU MANIS 4%, 2%, 1%, 0,5%, DAN 0,25%

Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara minyak atsiri 4% dengan minyak atsiri 0,5%, minyak atsiri 4% dengan minyak atsiri 0,25%. Selanjutnya antara minyak atsiri 2% dengan minyak atsiri 0,25%, dan minyak atsiri 1% dengan minyak atsiri 0,25% juga terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara minyak atsiri 4% dengan minyak atsiri 2%, minyak atsiri 2% dengan minyak atsiri 1%, minyak atsiri 1% dengan minyak atsiri 0,5% (tabel 5)

Minyak atsri4% Minyak atsiri 2% Minyak atsiri 1% Minyak atsiri0,5% Minyak atsiri 0,25% Minyak atsiri4% * * Minyak atsiri2% * Minyak atsiri1% * Minyak atsiri0,5% * * Minyak atsiri0,25% * * * * *

Tabel 6. HASIL UJI LSD EFEK ANTIFUNGAL KOMBINASI MINYAK ATSIRI KAYU MANIS 4%, 2%, 1%, 0,5%, dan 0,25% DENGAN Ca(OH)2

Hasil uji LSD menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada kelompok kombinasi minyak atsiri kayu manis pada semua konsentrasi dengan kalsium hidroksida (tabel 6)

Minyak atsri4% KH Minyak atsiri 2% +KH Minyak atsiri 1% +Kh Minyak atsiri0,5% +KH Minyak atsiri 0,25% +KH Minyak atsiri4%+KH Minyak atsiri2%+KH Minyak atsiri1%+KH Minyak atsiri0,5%+KH Minyak atsiri0,25%+KH

BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian tentang pengukuran pH minyak atsiri, kalsium hidroksida, dan perubahan pH pada preparat kalsium hidroksida dengan minyak atsiri adalah untuk membuktikan efek antifungal kalsium hidroksida karena pemecahannya ke dalam ion kalsium dan ion hidroksil. Aktivitas antimikroba dari ion hidroksil berhubungan dengan pembentukan dari media alkalin yang berpotensi menghancurkan lemak, komponen utama dari membran sel bakteri, dan penyebab kehancuran struktural pada protein bakterial dan asam nukleat.7

Ada beberapa teknik dalam pengukuran pH yaitu dengan menggunakan kertas lakmus dan menggunakan pH meter. Teknik pH meter memiliki keuntungan yaitu pemakaiannya bisa dilakukan berulang-ulang dan nilai pH terukur relatif cukup akurat. Sedangkan metode kertas lakmus penggunannya hanya sekali pakai dan nilai pH yang terukur hanya bersifat pendekatan. Pengukuran hanya bersifat kualitatif, hasil pengukuran tidak begitu akurat.34 Walaupun pH meter memberikan hasil yang akurat dibandingkan kertas lakmus, namun penelitian ini menggunakan metode kertas lakmus. Hal ini disebabkan karena metode pH meter hanya dapat mengukur zat yang bersifat larutan. Pada pengukuran zat yang bersifat pasta tidak dapat diukur dengan metode pH meter. Kertas lakmus yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis yang mengkombinasikan 4 indikator yang berbeda warna yang diberi skala 1-14.

Aktivitas antimikroba kalsium hidroksida berhubungan dengan penghancuran dinding sel bakteri, struktur membran, denaturasi protein, dan asam nukleat, serta

pengaktifan enzim alkalin posphatase. Kemampuan antimikroba kalsium hidroksida berhubungan dengan tingginya pH yang menyebabkan pelepasan ion hidroksil. Kalsium hidroksida pasta memiliki pH alkalin yaitu 12, yaitu sesuai dengan penelitian ini. Namun rendahnya kelarutan dan difusi dari kalsium hidroksida, serta kemampuan buffer dentin, mungkin akan sulit untuk mencapai pH yang mampu membunuh mikroorganisme di dalam tubulus dentin atau pada bentuk anatomi saluran akar yang kompleks. Ini juga telah dilaporkan dalam studi eksperimental bahwa ketika kalsium hidroksida mencapai dentin perifer, pH berubah menjadi sekitar 6,0-7,4, yang mungkin memiliki efek yang merugikan pada sel-sel penyembuhan periodontal.9

Hasil penelitian pengukuran pH menunjukkan bahwa kombinasi minyak atsiri kayu manis dengan kalsium hidroksida memberikan perubahan nilai pH, yaitu sesuai dengan hipotesa penelitian ini, dimana kombinasi keduanya memiliki nilai pH yang paling tinggi bila dibandingkan dengan minyak atsiri kayu manis sendiri maupun kalsium hidroksida sendiri. Kombinasi minyak atsri kayu manis dengan kalsium hidroksida menunjukkan nilai pH antara 11-14, pH kalsium hidroksida sebesar 12, sedangkan minyak atsiri sendiri memiliki nilai ph 6 dan 7 (tabel 2).

Menurut Guenther, minyak atsiri bersifat asam lemah atau netral10. Hasil penelitian menunjukkan pH minyak atsri sendiri sebagian besar didominasi oleh larutan netral yaitu sesuai dengan pernyataan Guenther (tabel 2). Oleh karena itu, ketika minyak atsiri dicampurkan dengan kalsium hidroksida yang bersifat basa, maka larutan ini akan melepaskan ion OH-. Teori asam basa menurut Arrhenius, basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH-, sehingga apabila kedua bahan ini dicampur maka nilai pH nya menjadi basa yaitu sekitar 12. Adapun nilai pH yang

melebihi 12 mungkin disebabkan nilai pH yang terukur hanya bersifat pendekatan. Pengukuran menggunakan kertas lakmus indikator warna bersifat kualitatif, dan hasil yang diperoleh tidak begitu akurat.34 Nilai pH paling tinggi yaitu sebesar 14 ditunjukkan oleh konsentrasi masing-masing minyak atsiri kayu manis 1% dan 0,5% dengan kalsium hidroksida (tabel 2). Pada konsentrasi tersebut masih ditemukan pertumbuhan Candida albicans pada penelitian ini. Hal ini membukt ikan laporan yang menyatakan bahwa Candida albicans masih dapat bertahan pada lingkungan yang keras dan pH yang tinggi.

Penelitian daya hambat minyak atsiri kayu manis dan kombinasinya dengan kalsium hidroksida terhadap Candida albicans merupakan uji aktivitas antifungal secara in vitro yang bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan daya hambat kalsium hidroksida, minyak atsiri kayu manis, dan kombinasinya terhadap Candida albicans.

Kalsium hidroksida telah lama digunakan sebagai bahan dressing intrakanal karena memiliki sifat antimikrobial yang baik.17 Sifat antimikroba kalsium hidroksida karena kemampuannya melepaskan ion hidroksil yang berperan menciptakan lingkungan alkalin yang tidak sesuai dengan perkembangan mikroorganisme. Akan tetapi, beberapa mikroorganisme masih dapat bertahan ketika kontak langsung dengan kalsium hidroksida, seperti Candida albicans.1,2,5,16 Siquerra melaporkan bahwa Candida albicans merupakan spesies jamur yang paling banyak.1

Untuk menemukan aktivitas antimikroba dari ekstrak tanaman, ada 3 kondisi yang harus dipenuhi yaitu harus ada kontak antara ekstrak tumbuhan dengan dinding sel bakteri, kondisinya harus memungkinkan bagi bakteri untuk tumbuh dengan baik

jika tidak ada senyawa antibakteri, harus ada beberapa cara untuk menentukan jumlah pertumbuhan bakteri (Berghe 1991 cit. Rayi 2010). Suatu cara untuk menentukan efek antibakteri suatu bahan atau senyawa kimia adalah dengan metode difusi agar.35 Pada penelitian ini digunakan metode difusi agar dimana bahan coba berkontak langsung dengan media yang telah diinokulasi oleh mikroba, setelah diinkubasi, diameter zona bening yang terbentuk disekitar hole yang telah ditetesi bahan coba diukur.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap metode difusi agar yaitu konsentrasi senyawa dalam wadah harus dapat ditentukan, waktu difusi, kemampuan difusi senyawa tersebut ke dalam media agar. Meskipun senyawa tersebut sangat berpotensi sebagai mikrobia, tetapi bila tidak mampu berdifusi ke dalam media akan menghasilkan diameter daerah hambatan yang sempit. Kecepatan pertumbuhan mikrobia dan kecepatan difusi senyawa juga akan berpengaruh menghasilkan diameter daerah hambatan yang sempit.35

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pemberian minyak atsiri kayu manis, kalsium hidroksida, dan kombinasinya memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan koloni Candida albicans. Pada pengamatan setelah 24 jam rata-rata diameter zona hambat terbesar terlihat pada kelompok minyak atsiri kayu manis berdiri sendiri, yaitu 31,18 mm-45 mm, kemudian diikuti oleh kalsium hidroksida dengan diameter 19,96 mm, sedangkan kombinasinya memperlihatkan zona hambat terkecil yaitu 14,23 mm-17,81 mm (gambar 9).

Dalam penelitian ini telah terbukti bahwa minyak atsiri kayu manis memiliki efek antifungal dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Efek antifungal minyak atsiri kayu manis yang berdiri sendiri paling besar dibandingkan bahan yang

lain (gambar 9). Hal ini mungin disebabkan karena minyak atsiri kayu manis memiliki senyawa sinamaldehid dan eugenol yang memiliki khasiat sebagai antifungal. Selain itu minyak atsiri memiliki kelarutan yang lebih baik dibandingkan kalsium hidroksida dan kombinasinya sehingga tidak begitu menggangu proses difusinya ke dalam media agar.

Efek antifungal minyak atsiri dilihat dari komponen sinamaldehid. Kayu manis sinamaldehid memiliki elektro negative yang tinggi. Komponen elektro negative ini mencampuri proses biologi mikroorganisme meliputi transfer elektron dan reaksi dengan nitrogen yang mengandung komponen seperti protein dan asam nukleat, dan oleh karena itu menghambat pertumbuhan mikroorganisme.27,28 Singh et al (2000), menyatakan bahwa sinamaldehid merupakan komponen antifungal yang kuat. Dalam penelitian ini, konsentrasi minyak atsiri kayu manis dimulai dari 4%, karena telah diketahui dari penelitian Elin bahwa nilai MIC kayu minyak atsiri kayu manis sebesar 1% sehingga konsentrasi yang digunakan sebesar 4%, 2%, 1%, 0,5%, dan 0,25%.

Dalam penelitian ini, kelompok kalsium hidroksida juga menunjukkan efek antifungal, tetapi diameter zona hambat yang dihasilkan lebih kecil daripada minyak atsiri kayu manis berdiri sendiri (gambar 9). Hal ini mungkin disebabkan karena kemampuan kelarutan bahan dan difusi dari kalsium hidroksida yang rendah sehingga menghambat proses difusi kalsium hidroksida ke dalam media agar dan mempengaruhi besar diameter zona hambat. Kebanyakan penelitian tentang aktivitas antimikroba kalsium hidroksida menggunakan metode difusi agar, yang hanya menunjukkan potensi bahan untuk membunuh mikroorganisme dan terkait langsung dengan disosiasi dan difusi medium. Oleh karena itu, zona hambatan mungkin lebih berkaitan dengan kelarutan bahan dan diffusibility dalam agar daripada kemampuannya membunuh

mikroorganisme. Aktivitas antimikroba dari kalsium hidroksida terkait dengan pH tinggi, yang akhirnya membentuk sedimen pada agar, sehingga mencegah proses difusi nya. Fakta-fakta ini dapat menjelaskan kinerja buruk kalsium hidroksida dengan menggunakan metode difusi agar.9

Walaupun minyak atsiri kayu manis menunjukkan efek antifungal yang paling tinggi, tetapi jika digabungkan dengan kalsium hidroksida, maka hasil yang didapat pada penelitian ini menunjukkan efeknya menjadi berkurang (gambar 9). Oleh karena itu, pernyataan hipotesa yang menyebutkan penambahan minyak atsiri kayu manis akan meningkatkan kemampuan antifungal kalsium hidroksida terhadap Candida albicans tidak dapat diterima. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena minyak atsiri bersifat oily dimana viscositas dan kelarutannya sangat rendah, sehingga ketika minyak atsiri dikombinasikan dengan kalsium hidroksida, maka campuran keduanya menyebabkan terbentuknya endapan yang lebih menggumpal daripada kalsium hidroksida sendiri, sehingga kemampuan dan kecepatan difusi keduanya ke dalam media agar paling rendah dibandingkan dengan minyak atsiri sendiri maupun kalsium hidroksida sendiri. Oleh karena itu diameter zona hampat yang diperoleh pada kelompok kombinasi paling sempit. Pada kelompok kombinasi, zona hambat terkecil ditunjukkan pada konsentrasi 1% (gambar 9). Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengadukan yang kurang tepat, sehingga tidak tercapai campuran homogen yang sempurna dan menghambat proses difusinya ke dalam media agar. Selain itu kemungkinan lain disebabkan jumlah bahan yang dimasukkan ke dalam hole lebih sedikit dibandingkan dengan kombinasi 0,5% dan 0,25% minyak atsiri dengan kalsium hidroksida, sehingga mempengaruhi diameter zona hambatnya.

Dibandingkan dengan antifungal minyak atsiri terhadap Candida albicans pada penelitian Kamal Rai Aneja et al, minyak atsiri kayu manis pada penelitian ini menunjukkan efektifitas antifungal yang lebih baik. Hal ini dikarenakan proses menghasilkan minyak atsiri pada penelitian ini menggunakan steam distillation sehinggga kualitas minyak atsiri yang didapat akan lebih baik daripada melalui ekstrak pada penelitian Kamal Rai Aneja. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Brenda Paula et al mengenai zona hambat kalsium hidroksida pasta terhadap Candida albicans juga berbeda dengan penelitian ini. Dibandingkan penelitan Brenda Paula et al, efek antifungal kalsium hidroksida pada penelitian ini menunjukkan efektifitas antifungal yang lebih baik. Hal ini mungkin dikarenakan jumlah kalsium hidroksida yang digunakan pada penelitian Brenda Paula et al sebanyak 40 µ l, sedangkan pada penelitian ini menggunakan kalsium hidroksida sebanyak 300 µ l.

Berdasarkan hasil penelitian, walaupun pada kelompok kombinasi minyak atsiri kayu manis dengan kalsium hidroksida memiliki nilai pH yang paling tinggi (table 2), namun peningkatan pH ini ternyata tidak diikuti oleh peningkatan efek antifungalnya, dimana kombinasi keduanya menunjukkan diameter zona hambat yang paling kecil (gambar 9). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa meskipun senyawa tersebut sangat berpotensi sebagai mikrobia, tetapi bila tidak mampu berdifusi ke dalam media akan menghasilkan diameter daerah hambatan yang sempit. Kombinasi minyak atsiri kayu manis dengan kalsium hidroksida diketahui memiliki kelarutan yang rendah, sehingga menyulitkan dalam prosedur pengadukan bahan dan membentuk sedimen yang mencegah proses difusinya. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kelompok kombinasi tidak menunjukkan peningkatan efek antifungal walaupun memiliki nilai pH

yang paling tinggi. Jadi, nilai pH yang dimiliki tidak mempengaruhi kekuatan antifungal suatu senyawa tersebut ke dalam media agar. Akan tetapi, zona hambatan lebih berkaitan dengan kelarutan bahan dan diffusibility dalam agar.9 Nilai pH yang diukur hanya menunjukkan perubahan pH kalsium hidroksida akibat penambahan minyak atsiri kayu manis.

BAB 7

Dokumen terkait