• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. BAHAN DAN METODE

4.2 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja produksi pendederan benih ikan gurami Osphronemus gouramy Lac. ukuran 6 cm dengan padat penebaran 2, 3, 4 dan 5 ekor/liter yang dipelihara di akuarium. Peningkatan padat penebaran bertujuan untuk mengetahui padat tebar optimal yang digunakan dalam usaha pendederan benih ikan gurami sehingga dapat meningkatkan produktivitas benih. Peningkatan padat penebaran ini mengakibatkan munculnya persaingan ruang dan pakan, yaitu ruang gerak ikan akan menjadi semakin sempit dan persaingan dalam memperoleh pakan menjadi semakin besar. Di dalam populasi akan terdapat dominansi kelompok ikan. Adanya dominansi tersebut menyebabkan terjadinya keragaman ukuran ikan, yang selanjutnya akan diikuti oleh perbedaan laju pertumbuhan, derajat kelangsungan hidup dan efisiensi pakan dalam populasi selama masa pemeliharan.

Koefisien keragaman panjang menunjukkan seberapa besar variasi ukuran panjang ikan selama masa pemeliharaan. Pada penelitian ini, nilai koefisien keragaman panjang benih ikan gurami pada akhir masa pemeliharaan berkisar antara 3,04% hingga 10,66% (Gambar 9). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap koefisien keragaman panjang (Lampiran 7), yaitu koefisien keragaman panjang cenderung meningkat seiring dengan peningkatan padat penebaran. Dengan munculnya keragaman ukuran ikan yang semakin nyata ini mengakibatkan terjadinya perbedaan laju pertumbuhan pada setiap perlakuan. Hal ini terjadi karena kelompok ikan yang dominan akan selalu menang dalam memperoleh pakan, sedangkan kelompok ikan lainnya akan kalah bersaing, akibatnya laju pertumbuhan ikan pada setiap perlakuan akan berbeda. Hal ini sesuai dengan Stickney (1979), yang menyatakan bahwa keragaman ukuran di dalam suatu populasi ikan yang dipelihara, menyebabkan kompetisi untuk memperoleh pakan semakin besar. Ikan yang berukuran kecil akan kalah bersaing dengan ikan yang ukurannya lebih besar, sehingga ikan yang kecil menjadi stres yang berdampak pada kurangnya nafsu makan dan menurunnya laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan bobot harian cenderung menurun seiring dengan peningkatan padat penebaran (Gambar 5). Hasil analisis ragam menunjukkan

bahwa padat penebaran berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap laju pertumbuhan bobot harian (Lampiran 3). Pertumbuhan panjang mutlakpun menunjukkan hal yang sama seperti laju pertumbuhan bobot harian, yaitu cenderung menurun seiring dengan peningkatan padat penebaran (Gambar 8). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap pertumbuhan panjang mutlak (Lampiran 5). Pertumbuhan ikan menurun diduga disebabkan oleh terganggunya proses fisiologis dan tingkah laku ikan akibat kepadatan yang melewati batas tertentu, yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan ikan sehingga derajat kelangsungan hidup menurun. Derajat kelangsungan hidup benih ikan gurami selama penelitian berkisar antara 69,33% hingga 100% (Gambar 2). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap derajat kelangsungan hidup (Lampiran 2), yaitu derajat kelangsungan hidup cenderung menurun seiring dengan peningkatan padat penebaran.

Peningkatan padat tebar menyebabkan ikan menjadi stres. Menurut Wedemeyer (1996), respon stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda adanya stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar, ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini, laju pertumbuhan menurun. Penurunan laju pertumbuhan bobot harian dan pertumbuhan panjang mutlak tersebut diakibatkan adanya pengalihan energi. Secara umum energi dari pakan yang dikonsumsi akan digunakan untuk energi pemeliharaan (maintenance) dan sisanya digunakan untuk energi pertumbuhan. Stres yang muncul akibat dari padat penebaran yang semakin tinggi akan meningkatkan energi pemeliharaan. Dengan demikian hal tersebut akan mengurangi energi yang seharusnya untuk pertumbuhan. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya berakibat pada kematian. Gejala ikan sebelum mati yaitu warna tubuh menghitam, gerakan tidak berorientasi, dan mengeluarkan lendir pada permukaan kulitnya. Gejala lain yang ditemukan dari beberapa ikan yang mati, yaitu adanya luka di sekitar tubuh akibat serangan antar sesama ikan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ikan gurami termasuk salah satu ikan teritorial yaitu ikan yang melindungi wilayahnya (Sendjaja, 2002).

Peningkatan padat penebaran akan diikuti dengan peningkatan biomassa ikan yang selanjutnya mempengaruhi nilai efisiensi pakan. Efisiensi pakan benih ikan gurami pada akhir masa pemeliharaan berkisar antara 48,40% hingga 76,52% (Gambar 10). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap efisiensi pakan (Lampiran 8), yaitu efisiensi pakan cenderung menurun seiring dengan peningkatan padat penebaran. Hal ini diduga karena ikan pada kepadatan yang rendah mampu memanfaatkan pakan yang tersedia dengan lebih efisien. Berbedanya jumlah pakan yang dikonsumsi setiap individu ikan diduga disebabkan oleh faktor ruang gerak yang semakin sempit, yang menyebabkan kompetisi ikan dalam mencari makan mengalami peningkatan. Disamping itu, padat penebaran yang tinggi juga menyebabkan meningkatnya sisa-sisa metabolisme yang tertimbun di dalam media air, sehingga kandungan amonia dalam air meningkat dan kandungan oksigen terlarutnya menurun. Hal tersebut yang menyebabkan nafsu makan ikan menurun sehingga akan terjadi penurunan efisiensi pakan seiring dengan peningkatan padat penebaran.

Selama penelitian, terjadi penurunan kualitas air terutama kandungan oksigen terlarut, pH, dan amonia. Penurunan kualitas air tersebut dikarenakan semakin meningkatnya bahan buangan hasil metabolisme akibat padat tebar yang semakin meningkat. Kandungan oksigen terlarut dalam akuarium benih ikan gurami selama pemeliharaan berkisar antara 3,56-9,74 mg/liter (Tabel 3). Kandungan oksigen terlarut yang didapatkan sampai akhir pemeliharan masih berada pada kisaran nilai yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan benih gurami (Boyd, 1979) (Lampiran 10). Suhu media pemeliharaan selama penelitian berkisar antara 27,7-30ºC (Tabel 3) sehingga masih dapat ditoleransi oleh benih ikan gurami (BSN, 2000) (Lampiran 10). Nilai pH selama pemeliharaan berkisar antara 5,35-7,80 (Tabel 3). Nilai pH tersebut masih dalam kisaran toleransi pemeliharaan benih ikan gurami (Boyd, 1979; BSN, 2000) (Lampiran 10). Konsentrasi amonia selama pemeliharaan berkisar antara 0,0005-0,0151 mg/liter (Tabel 3, Lampiran 10). Nilai konsentrasi amonia yang didapatkan masih bisa ditoleransi benih ikan gurami (Effendi, 2003). Nilai alkalinitas selama pemeliharaan berkisar antara 7,96-27,86 mg/l CaCO3 (Tabel 3). Nilai alkalinitas

yang didapatkan selama pemeliharaan menunjukkan kondisi media pemeliharaan yang masih stabil. Nilai alkalinitas yang didapatkan pada minggu ke-5 lebih dari 20 ppm yang menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam dan basa akibat dari tingginya kapasitas penyangga (Effendi, 2003). Secara umum, kualitas air selama penelitian masih layak untuk kegiatan pendederan benih ikan gurami.

Perhitungan efisiensi ekonomi menentukan sejauh mana usaha yang dilakukan menguntungkan atau tidak serta mengukur keberlanjutan usaha. Beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan efisiensi ekonomi meliputi keuntungan, R/C ratio, Payback Periode (PP), dan biaya produksi per ekor. Perhitungan efisiensi ekonomi tertinggi dalam skala produksi 6400 liter per tahun terdapat pada perlakuan 4 ekor/liter dengan keuntungan usaha sebesar Rp 4.279.956; R/C 1,26; PP 0,90 tahun dan biaya produksi per ekor Rp 793 (Lampiran 11). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan produksi pada padat tebar 4 ekor/liter lebih tinggi daripada laju kematian ikan, sehingga keuntungan yang didapatkan menjadi lebih tinggi. Biaya produksi per ekor yang rendah dikarenakan jumlah produk yang dihasilkan lebih banyak akibat padat tebar yang digunakan semakin tinggi. Hal tersebut akan berdampak pada efisiensi biaya dan meningkatkan keuntungan yang diperoleh.

Dokumen terkait