• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Kelompok Heterosis

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam program pemuliaan hibrida jagung adalah asal usul genetik atau populasi asal suatu galur dikembangkan, metode seleksi yang digunakan untuk memperoleh galur-galur harapan, ketahanan terhadap cekaman biotik, abiotik dan potensi hasil yang tinggi pada galur-galur tetua persilangan serta potensi kemampuan bergabung (daya gabung) dan potensi heterosis hasil persilangannya. Persilangan antar galur jagung yang telah terseleksi seringkali tidak menghasilkan hibrida dengan penampilan yang unggul (Ruswandi et al. 2006). Oleh karena itu, evaluasi galur dan hasil-hasil persilangannya menjadi sangat penting untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi kegiatan pemuliaan.

Pengelompokkan galur-galur ke dalam grup-grup persilangan yang memunculkan heterosis yang tinggi pada tanaman jagung penting untuk dilakukan. Adanya kelompok heterosis sangat membantu dalam kegiatan pemuliaan hibrida jangka panjang. Peningkatan keragaan hibrida-hibrida yang akan dibentuk dapat dilakukan dengan meningkatkan atau mengubah frekuensi alel-alel yang baik pada kelompok-kelompok tersebut. Hibrida-hibrida baru kemudian dibentuk dari kelompok-kelompok yang mutu gen-gen telah ditingkatkan. Fan et al. (2009) mengungkapkan bahwa adanya kelompok heterosis sangat membantu dalam meningkatkan efisiensi kegiatan pemuliaan. Melalui persilangan antar galur-galur dari kelompok heterosis yang berbeda, hibrida superior lebih mudah diperoleh. Sebaliknya jika program pemuliaan jagung hibrida kurang terarah dan tidak secara maksimal memanfaatkan informasi kelompok dan pola heterosis, kegiatan yang dilakukan pada setiap siklus pemuliaan akan sangat banyak. Pada setiap pembentukan galur murni, pemulia harus melakukan semua kemungkinan persilangan galur-galur yang terlibat dan mengevaluasi daya hasilnya dibeberapa lokasi pengujian (Terron et al. 1997).

Kegiatan pemuliaan jagung diberbagai negara produsen utama jagung seperti USA, Brazil, Argentina dan China sudah memanfaatkan kelompok heterosis secara optimal. Eksploitasi kelompok heterosis dalam rangka pembentukan hibrida sudah dilakukan secara intensif. Pada umumnya, di USA dan negara- negara Amerika Latin lain menggunakan kelompok heterosis BSSS (Iowa Stiff Stalk Synthesis) Tuxpeno, Tuxon, Lancaster Sure Crop dan Reid Yellow Dent sebagai basis genetik dalam pembentukan hibrida (Ordas 1991; Vasal et al. 1992a, 1992b; Menkir et al. 2004; Melani and Carena 2005; Barata and Carena 2006). Sementara di China dikembangkan kelompok heterosis Reid x Lancaster (Yuan et al. 2002; Wu et al. 2007), serta untuk jagung tropis, kelompok heterosis yang paling banyak digunakan antara lain Suwan-1, Cuban Flint, Chandelle dan Coastal Tropical Flint (Reif et al. 2005).

Melchinger and Gumber (1998) menjelaskan bahwa Kelompok heterosis adalah kumpulan materi genetik tanaman yang sama ataupun saling berbeda yang menunjukkan heterosis tinggi jika disilangkan dengan genotipe lain diluar kelompok tersebut. Kelompok heterosis dapat dibentuk dari kelompok-kelompok yang telah ada maupun melalui pembentukan kelompok baru yang dapat

89 dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama yaitu membuat komposisi genetik yang sangat kontras pada masing-masing populasi sejak dari awal pembentukan kelompok heterosis. Pendekatan lainnya yaitu membuat suatu pool gen yang besar dan sangat beragam, kemudian memisahkan genotipe-genotipenya kedalam kelompok-kelompok heterosis melalui metode persilangan dialel atau

line x tester.

Informasi silsilah galur dan hubungan kekerabatan genetik dapat dijadikan sebagai dasar dalam membentuk kelompok heterosis. Namun, tidak semua pasangan persilangan galur-galur dengan kekerabatan yang dekat memunculkan fenomena depresi inbreeding dan sebaliknya. Hal tersebut diperjelas dari hasil percobaan ketiga dimana persilangan galur-galur dengan asal populasi yang sama heterosis dan daya gabung yang ditunjukkannya cukup baik. Perbedaan frekuensi alel-alel pada galur-galur tetuanya (Falconer 1981) diduga kuat lebih berperan dalam menentukan daya gabung dan heterosis suatu galur. Selain itu, seleksi dapat mengubah frekuensi gen atau alel tertentu dalam suatu genotipe, sehingga penampilan genotipe-genotipe terseleksi dapat berbeda meskipun berasal dari satu populasi yang sama. Oleh karena itu, analisis kemiripan antar galur perlu dilakukan seperti yang telah dilaksanakan pada percobaan pertama.

Metode kuantitatif lainnya yang umum digunakan untuk mengevaluasi kelompok heterosis yaitu melalui analisis daya gabung dengan silang dialel dan evaluasi nilai heterosisnya. Galur-galur yang menunjukkan daya gabung dan heterosis yang tinggi dikelompokkan kedalam kelompok heterosis yang berbeda, sedangkan galur-galur dengan daya gabung dan heterosis yang rendah dapat dikelompokkan kedalam satu kelompok heterosis yang sama (Parentoni et al.

2001). Penggunaan informasi daya gabung efektif dalam mengelompokkan galur- galur ke dalam grup-grup heterosis (Pinto et al. 2003; Malik et al. 2004).

Nilai daya gabung dan heterosis seringkali tidak bermakna secara ekonomis karena keunggulan keragaan yang ditunjukkan oleh kombinasi persilangannya tidak nyata. Hal tersebut tercermin dari hasil analisis heterosis pada percobaan kedua. Oleh karena itu, pembentukan kelompok heterosis harus diperkuat dengan informasi lain guna memperoleh kelompok heterosis yang sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Pendekatan tersebut dilakukan pada percobaan ketiga. Kombinasi-kombinasi persilangan yang dihasilkan dari galur-galur yang diuji dievaluasi daya hasilnya didua lokasi pengujian dan dibandingkan dengan beberapa varietas unggul nasional (BISI816, NK22 dan P21) untuk mengevaluasi potensi ekonomis karakter-karakter penting hibrida-hibridanya.

Hasil analisis kemiripan genetik antar galur yang diuji dengan menggunakan karakter-karakter morfologi menunjukkan bahwa galur-galur yang diuji dengan asal populasi yang sama berbeda kelompoknya satu sama lain. Bahkan tidak ada satupun galur yang berasal dari populasi Sr-1Pop yang terdapat pada satu kelompok galur yang sama. Beberapa galur yang terpilih termasuk ke dalam satu kelompok, yaitu Pron#163, Pron#233 dan Loe#055 (kelompok tiga) serta Pron#077 dan Pron#142 (kelompok empat). Asumsi yang dapat dikemukakan adalah rendahnya heterosis pada pasangan persilangan galur-galur tersebut, merujuk pada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa kemiripan genetik antar galur yang diuji sangat menentukan besaran heterosis yang muncul pada generasi F1 hasil persilangannya (Reif et al. 2003; Bruel et al. 2006; Morales et al.

90

2010). Oleh karena itu, galur-galur tersebut diduga terdapat dalam satu kelompok heterosis yang sama.

Legesse et al. (2009) mengungkapkan bahwa metode yang paling mudah untuk membentuk kelompok heterosis adalah melalui analisis line x tester. Pembentukan kelompok heterosis diinisiasi dari galur-galur testernya. Analisis persilangan dialel juga dapat digunakan untuk membentuk kelompok-kelompok heterosis. Galur-galur dengan nilai daya gabung yang paling baik dapat dijadikan sebagai galur tester dalam menginisiasi pembentukan kelompok heterosis. Pabendon et al. (2007) mengungkapkan bahwa galur yang terpisah dalam satu kelompok tersendiri dengan galur-galur lainnya berpotensi sebagai galur penguji.

Hasil percobaan pertama yang menyimpulkan bahwa galur Sr-1#247 merupakan galur yang memiliki kemiripan genetik yang jauh dengan galur-galur lainnya (Gambar 2) dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan kelompok heterosis. Hasil percobaan kedua menyimpulkan bahwa Loe#055 merupakan galur yang konsisten menunjukkan DGK yang tinggi pada pasangan persilangannya dengan hampir semua galur lainnya untuk karakter-karakter penting, sehingga galur ini potensial untuk dijadikan galur penguji (tester). Analisis heterosis antar galur yang diuji menunjukkan bahwa persilangan galur-galur lainnya dengan Pron#077 menghasilkan genotipe F1 yang rata-rata memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi. Sr-1#247, Pron#077 dan Loe#055 berada pada grup yang berbeda berdasarkan dendogram kemiripan, persilangan antar kedua galur tersebut konsisten menunjukkan nilai duga DGK yang tinggi terutama untuk karakter hasil, sehingga ketiga galur tersebut berbeda kelompok heterosisnya. Dengan demikian, galur Sr-1#247, Pron#077 dan Loe#055 dapat dijadikan sebagai galur inti (pivot) untuk mengelompokkan galur-galur lainnya.

Berdasarkan dendogram kemiripan galur, Pron#163 terdapat dalam grup yang sama dengan Loe#055 (Grup 3). Daya gabung khusus untuk karakter hasil pasangan persilangan Loe#055xPron#163 bernilai negatif berdasarkan pengujian dikedua lokasi pengujian, sehingga kedua galur tersebut dapat dikelompokkan kedalam satu kelompok heterosis yang sama (Kelompok I). Galur Loe#187 menunjukkan heterosis yang sama-sama rendah ketika bersilang dengan Loe#055 dan Pron#077, sedangkan nilai heterosisnya tergolong tinggi ketika bersilang dengan Sr-1#247. Daya gabung Loe#187 dengan Loe#055 dan Pron#077 tergolong tinggi. Akan tetapi resiprok persilangan Loe#187 dengan Loe#055 konsisten menunjukkan nilai duga DGK negatif baik berdasarkan analisis gabungan maupun per lokasi. Dengan demikian, Loe#187 dapat dimasukkan kedalam kelompok heterosis I bersama dengan Loe#055.

Pron#142 berasal dalam kelompok yang sama berdasarkan kemiripan genetik dengan Pron#077 (grup IV). Daya gabung khusus kedua galur tersebut untuk karakter potensi hasil nilainya rendah. Hal tersebut diperkuat dari analisis per lokasi dimana persilangan Pron#142xPron#077 konsisten menunjukkan nilai duga DGK yang rendah baik di Kediri maupun Nganjuk, sehingga dapat disimpulkan kedua galur tersebut dapat digolongkan kedalam kelompok heterosis yang sama (Kelompok II). Loe#057 dapat digolongkan kedalam kelompok heterosis II bersama dengan Pron#142 dan Pron#077. Persilangan Loe#057xPron#077 menunjukkan nilai DGK yang rendah untuk karakter potensi hasil berdasarkan analisis gabungan dan pengujian di lokasi Kediri.

91 Sr-1#001 menunjukkan kemampuan bergabung khusus yang rendah dengan Sr-1#247 berdasarkan hasil analisis gabungan untuk karakter potensi hasil. Evaluasi di Lokasi Nganjuk juga menunjukkan hasil yang hampir serupa, namun nilai heterosis yang dihasilkan persilangan Sr-1#001xSr-1#247 tergolong sedang. Akan tetapi, persilangan Sr-1#001 dengan Pron#077 dan Loe#055 menunjukkan nilai heterosis yang lebih tinggi. Dengan demikian Sr-1#001 dan Sr-1#247 dapat digolongkan kedalam kelompok heterosis yang sama (Kelompok III). Galur lainnya, yaitu Sr-1#086 juga dapat digolongkan kedalam satu kelompok heterosis dengan Sr-1#247. Daya gabung khusus untuk karakter potensi hasil persilangan Sr-1#086xSr-1#247 bernilai negatif menurut hasil analisis gabungan dan pengujian di Kediri. Heterosis persilangan Sr-1#086xSr-1#247 juga tergolong rendah. Dengan demikian galur Sr-1#086 dapat dimasukkan kedalam kelompk heterosis III.

Fan et al. (2009) mengembangkan metode yang lebih efektif dalam menginisiasi kelompok heterosis dengan menggunakan analisis line x tester. Selain itu, juga mengajukan konsep Breeding Efficiency (BI) dalam meningkatkan efektivitas pembentukan kelompok heterosis. Konsep BI dapat diartikan sebagai persentase hibrida dengan keragaan heterosis tinggi yang diperoleh dari semua persilangan galur-galur dari kelompok heterosis yang berbeda. Nilai heterobeltiosis digunakan dalam menguji kelompok heterosis yang dibentuk dengan konsep ini. Rentang nilai heterobeltiosis yang diperoleh 67.13 hingga 266.20%, dengan demikian keragaan heterobeltiosis diklasifikasikan pada rentang nilai 67.13-133.49% (C), 133.50-199.85% (B) dan 199.86-266.20% (A).

Tabel 44. Jumlah Hibrida Superior yang Diperoleh dari Persilangan Dalam dan Antar Grup Heterosis Berdasarkan Nilai Heterobeltiosis

Nilai Heterosis Persilangan KH I H (%) KH II H (%) KH III H (%) PH (t/ha) PH (t/ha) PH (t/ha) C Dalam Grup 3 116.84 0 0 3 108.33 6.30 0 5.83 Antar Grup 4 120.65 4 118.78 9 107.08 6.24 6.26 5.79 B Dalam Grup 2 165.50 0 0 3 151.91 6.42 0 7.06 Antar Grup 10 164.91 7 160.51 6 163.49 6.49 6.58 6.86 A Dalam Grup 1 207.19 6 220.22 0 0 6.07 6.43 0 Antar Grup 4 217.56 7 233.23 3 201.37 6.58 6.64 6.64

Keterangan : klasifikasi nilai heterobeltiosis, C = 67.13-133.49%; B = 133.50-199.85% dan A = 199.86-266.20%, KH = kelompok heterosis, H(%) = heterobeltiosis, PH (t/ha) = potensi hasil

Ringkasan data yang tersaji pada Tabel 44 dapat menjelaskan bahwa efisiensi BI kelompok heterosis I dan III tergolong tinggi. Persilangan galur-galur dalam grup yang sama tidak memunculkan heterosis yang tinggi, namun persilangan

92

galur-galur dalam grup yang berbeda memunculkan nilai heterosis yang tinggi. Pada kelompok heterosis I, hanya satu dari lima pasangan persilangan galur dalam grup yang sama yang memunculkan heterosis tinggi (dalam klasifikasi nilai heterosis A). Pasangan persilangan galur dalam kelompok yang sama dominan menunjukkan nilai heterosis yang rendah (dalam klasifikasi nilai heterosis C). Pada kelompok heterosis III, tidak ada satupun pasangan persilangan galur dalam grup yang sama yang heterosisnya tergolong tinggi. Pasangan persilangan galur dalam kelompok yang sama dominan menunjukkan nilai heterosis yang rendah hingga sedang (dalam klasifikasi nilai heterosis C dan B). Dengan demikian galur- galur tersebut telah dikelompokkan kedalam kelompok heterosis yang sesuai dan pengelompokkan yang dilakukan cukup efektif.

Kelompok heterosis II menunjukkan BI yang rendah. Persilangan galur-galur dalam grup yang sama justru memunculkan heterosis yang tinggi seperti persilangan dengan galur-galur lain dari kelompok heterosis yang berbeda. Pasangan persilangan galur dalam kelompok yang sama dominan menunjukkan nilai heterosis yang tinggi (klasifikasi A), sementara tidak ada satupun pasangan persilangan yang menunjukkan nilai heterosis yang rendah (klasifikasi C dan B). Hal ini mengindikasikan bahwa galur-galur tersebut tidak dapat dikelompokkan kedalam satu kelompok heterosis yang sama dan pengelompokkan galur-galurnya tidak efektif. Dengan demikian kelompok heterosis II tidak dapat digunakan.

Berdasarkan percobaan-percobaan yang dilakukan, galur-galur terseleksi yang diuji dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok heterosis yaitu, Loe#055, Pron#163 dan Loe#187 sebagai kelompok heterosis pertama. Sr-1#247, Sr-1#001 dan Sr-1#086 merupakan galur-galur yang termasuk ke dalam kelompok heterosis yang kedua. Galur Pron#077, Pron#142 dan Loe#057 tidak dapat dikelompokkan ke dalam satu kelompok heterosis yang sama.

Hubungan Antara Kemiripan Galur, Daya Gabung dan Heterosis serta Superioritas Hibrida-hibridanya

Phoelman and Sleeper (1995) dalam tulisannya mengungkapkan bahwa kekerabatan genetik suatu galur erat kaitannya dengan nilai heterosis. Semakin jauh hubungan kekerabatan genetik suatu galur, maka semakin tinggi nilai heterosisnya. Hal tersebut terlihat dalam penelitian ini, dimana Sr-1#001 dengan Pron#163, Loe#187 dan Loe#055 berada dalam grup yang berbeda dalam dendogram kemiripan antar galur (grup 1, 3 dan 6), heterosis yang muncul dari hasil persilangannya cukup tinggi hingga sebesar 202.53% yang ditunjukkan oleh pasangan persilangan Sr-1#001xLoe#055. Hibrida dengan keragaan yang paling baik ditunjukkan oleh pasangan persilangan Sr-1#001xLoe#187 dengan potensi hasil sebesar 8.13 t/ha (Tabel 49). Galur Sr-1#001 dengan Loe#057 dengan kemiripan yang cukup dekat menunjukkan daya gabung khusus yang tergolong rendah (0.17 dan 0.00) (Tabel 19) dan menghasilkan hibrida dengan potensi hasil sebesar 6.68 t/ha (Tabel 49).

Namun demikian, tingkat kemiripan yang rendah tidak berpengaruh terhadap nilai daya gabung dan heterosisnya yang ditunjukkan oleh galur-galur dari kelompok heterosis II. Galur Sr-1#001, Sr-1#086 dan Sr-1#247 berada dalam grup yang berbeda dalam dendogram kemiripan antar galur (grup 1, 5 dan 8), namun

93 nilai duga daya gabung khusus untuk karakter potensi hasil antar ketiga galur tersebut termasuk rendah dengan kisaran antara -0.09 hingga 1.05 (Tabel 19). Nilai heterosis tertinggi sebesar 163.31% (Tabel 42). Persilangan antara galur Sr- 1#001 dan Sr-1#247 yang kemiripannya cukup jauh dengan koefisien Euclidian

sebesar 4.81 hanya menghasilkan hibrida dengan keragaan potensi hasil sebesar 6.46 t/ha (Gambar 7).

Pada penelitian ini, kesesuaian yang baik terlihat dari hubungan antara nilai daya gabung, heterosis dan keragaan hibridanya. Nilai duga daya gabung khusus untuk karakter potensi hasil antar galur Sr-1#001, Sr-1#086 dan Sr-1#247 termasuk rendah dengan kisaran antara -0.09 hingga 1.05 (Tabel 19). Nilai heterosis tertinggi hanya sebesar 163.31% (Tabel 42). Keragaan potensi hasil tertingginya ditunjukkan oleh kombinasi persilangan Sr-1#001xSr-1#086 (7.49 t/ha) yang juga memiliki nilai duga DGK (1.05) dan heterosis (163.31%) yang tergolong tinggi. Hasil percobaan ketiga menunjukkan bahwa pada umumnya kombinasi persilangan antar galur dari kelompok heterosis I dan II memunculkan hibrida dengan daya gabung, nilai heterosis dan keragaan potensi hasil yang tergolong tinggi. Persilangan antar galur Loe#187 dengan Sr-1#001, Sr-1#247 dan Sr-1#086 menghasilkan hibrida-hibrida dengan keragaan potensi hasil yang baik. Hibrida Sr-1#001xLoe#187 menunjukkan keragaan potensi hasil sebesar 8.13 t/ha berdasarkan analisis gabungan, sementara Sr-1#247xLoe#187 dan Sr- 1#086xLoe#187 potensi hasilnya masing-masing sebesar 7.64 dan 6.74 t/ha.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, informasi kemiripan genetik antar galur berdasarkan karakter-karakter morfologi yang digunakan tidak dapat dijadikan sebagai dasar dalam menduga nilai heterosis dan membentuk kelompok heterosis dari galur-galur yang diuji. Namun demikian, kombinasinya dengan hasil analisis daya gabung, nilai heterosis dan keragaan karakter potensi hasilnya cukup baik digunakan sebagai dasar dalam membentuk kelompok heterosis.

94

Gambar 5. Pemetaan hubungan antara kemiripan galur, daya gabung dan heterosis serta superioritas hibrida-hibridanya I II III IV V VI VII VIII Sr-1#001xLoe#055 • DGK : 4.82 • BPH : 202.53% • F1 : 6.66 t/ha Sr-1#001xLoe#187 • DGK : 0.77 • BPH : 179.89% • F1 : 8.13 t/ha Sr-1#001xSr-1#247 • DGK : -0.22 • BPH : 138.64% • F1 : 6.46 t/ha Sr-1#086xSr-1#247 • DGK : -0.09 • BPH : 110.11% • F1 : 5.98 t/ha

95

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian, terdapat Sembilan galur yang terseleksi untuk pengujian daya gabung yaitu, Pron#077; Loe#055; Loe#057; Pron#142; Sr-1#247; Sr-1#086; Loe#187; Pron#163; dan Sr-1#001. Dendrogram kemiripan genetik antar galur yang diuji menunjukkan bahwa galur-galur tersebut dapat dikelompokkan kedalam delapan kelompok utama. Galur-galur terseleksi terdapat pada semua kelompok kecuali kelompok 7 berdasarkan batas jarak genetik. Beberapa galur yang terpilih termasuk ke dalam satu kelompok, yaitu Pron#163, Pron#233 dan Loe#055 (kelompok tiga) serta Pron#077 dan Pron#142 (kelompok empat).

Pengujian daya gabung galur-galur terseleksi di dua lokasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata antar genotipe yang diuji dengan lokasi pengujian untuk semua karakter kecuali panjang tongkol, diameter tongkol dan potensi hasil. Pengaruh gen-gen aditif lebih penting dalam mengendalikan karakter umur berbunga jantan, umur berbunga betina, tinggi tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol, kadar air, rendemen dan bobot 1000 biji sementara pengaruh gen-gen non-aditif (gen-gen dominan) lebih penting dalam mengendalikan karakter umur masak, bobot tongkol per plot dan potensi hasil. Galur-galur yang konsisten menunjukkan DGU tinggi untuk karakter potensi hasil yaitu Sr-1#001 dan Loe#187, serta kombinasi persilangan terbaiknya adalah Sr- 1#247xLoe#187, Pron#142xSr-1#247 dan Pron#077xLoe#057. Heterobeltiosis paling tinggi ditunjukkan oleh Pron#163xPron#142 dan Pron#163xPron#077.

Hibrida-hibrida baru yang diuji yaitu, AxC, AxE, HxE, AxG dan BxG keragaan potensi hasilnya tidak berbeda nyata dibanding varietas cek BISI816, NK22 dan P21. Walaupun demikian, hibrida-hibrida tersebut memiliki keunggulan untuk karakter-karakter penting lainnya. Dengan demikian, hibrida- hibrida tersebut potensial untuk diseleksi dan diuji lebih lanjut.

Informasi daya gabung, heterosis dan keragaan daya hasil digunakan untuk membentuk kelompok heterosis dari galur-galur yang diuji. Kelompok heterosis yang dapat dibentuk dari galur-galur yang diuji yaitu, Kelompok heterosis I (Loe#055, Pron#163 dan Loe#187) dan kelompok heterosis II (Sr-1#247, Sr- 1#001 dan Sr-1#086). Galur Pron#077, Pron#142 dan Loe#057 tidak dapat dikelompokkan kedalam satu kelompok heterosis yang sama. Hibrida dengan keragaan potensi hasil yang tinggi tidak selalu diperoleh dari tetua-tetua yang kemiripan genetiknya jauh, tetapi dapat juga diperoleh dari tetua yang kemiripan genetiknya cukup dekat.

Saran

Perlu dikembangkan lebih lanjut pengelompokkan galur-galur berdasarkan karakter morfologi yang lebih efektif dalam memberikan informasi kelompok- kelompok galur yang mencerminkan kelompok heterosisnya. Kelompok heterosis I (Loe#055, Pron#163 dan Loe#187) dan kelompok heterosis II (Sr-1#247, Sr-

96

1#001 dan Sr-1#086) potensial dikembangkan lebih lanjut sebagai pasangan heterosis jagung tropis yang dapat menghasilkan hibrida-hibrida superior. Kombinasi informasi daya gabung dan heterosis dapat dimanfaatkan untuk menginisiasi pembentukan kelompok heterosis pada galur-galur yang diuji.

97

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah G. 2007. Principle of Plant Genetic and Breeding. USA : Blackwell Publishing.

Ahmad M, Khan S, Ahmad F, Shah NH, Akhtar, N. 2010. Evaluation of 99 s1 lines of maize for inbreeding depression. Pak. J. Agri. Sci. 47(3):209- 213.

Ahmad A, Saleem M. 2003. Combining ability analysis in Zea mays L. Int J Agric Biol. 5:239-244.

Akbar M, Saleem M, Ashraf MY, Husain A, Azhar FM, Ahmad R. 2009. Combining ability studies for physiological and grain yield traits in maize at two temperature regimes. Pak. J. Bot. 41(4):1817-1829. Aliu S, Fetahu Sh, Salillari A. 2008. Estimation of heterosis and combining ability

in maize ( Zea mays L. ) for ear weight (ew) using the diallel crossing method. Latv. J. Agron. 11:7-12.

Amanullah, Jehan S, Mansoor M, Khan MA. 2011. Heterosis studies in diallel crosses of maize. Sarhad J. Agric. 27(2):207-211.

[Badan Litbang Pertanian] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. ID.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai. Berita Resmi Statistik : No.70/11/Th. XV. http://www.bps.go.id [Diakses : 16 Februari 2013]. ID.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai. Berita Resmi Statistik : No.43/07/Th. XV. http://www.bps.go.id [Diakses : 25 Januari 2012]. ID.

el-Badawy MM. 2013. Heterosis and combining ability in maize using diallel crosses among seven new inbred lines. Asian J. of Crop Science. 5(1):1-13.

Baihaki A. 1989. Phenomena heterosis. dalam : Kumpulan Materi Perkuliahan Latihan Teknik Pemuliaan Tanaman dan Hibrida. Bandung : UNPAD-Balittan Sukamandi, Departemen Pertanian.ID.

Baihaki A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. [Diktat Kuliah]. Bandung : Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Baihaki A dan Wicaksana N. 2005. Interaksi genotip x lingkungan, adaptabilitas

dan stabilitas hasil dalam pengembangan tanaman varietas unggul di Indonesia. Zuriat. 16(1):1-8.

98

Bajaj M, Verma SS, Kumar A, Kabdal MK, Aditya JP, Narayan A. 2007. Combining ability analysis and heterosis estimates in high quality protein maize inbred lines. Indian J. Agric. Res. 41(1):49-53.

Baker RJ. 1978. Issues in diallel analysis. Crop Sci 18:535-536.

Banziger M, Edmeades GO, Beck D, Bellon M. 2000. Breeding for Drought and Nitrogen Stress Tolerance in Maize: From Theory to Practice. Mexico, D.F.: CIMMYT.

Barata C, Carena M. 2006. Classification of North Dakota maize inbred lines into heterotic groups based on molecular and testcross data. Euphytica. 151:339-349.

Bruel DC, Pipolo VC, Gerage AC, Junior NSF, Prete CEC, Ruas CF, Ruas PM, Souza SGH, Garbuglio DD. 2006. Genetic distance estimated by RAPD markers and its relationship with hybrid performance in maize.

Pesq. agropec. Brasilia. 41(10):1491-1498.

Chaudary AK, Chaudary LB, Sharma KC. 2000. Combining ability estimates of early generation inbred lines derived from two maize populations. Ind, J. Genet. and Plant Breeding. 60:55-61.

Crow JF. 1952. Dominance and Overdominance. In : John W. Gowen (ed).

Heterosis. New York : Hafner Publishing Company Inc.

Dahlan MM, Slamet S, Mejaya MJ, Mudjiono, Bety JA, Kasim F. 1996. Peningkatan heterosis populasi jagung untuk pembentukan varietas hibrida. dalam. Makkulawu AT, Suniarti S Mejaya MJ. 2007.

Dokumen terkait