• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

Dalam dokumen DIAH NUR KHASANAH NIM. P (Halaman 35-55)

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

B. Pembahasan

Pada bab pembahasan penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata masalah keperawatan pada Ny. T dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, pada tanggal 22 – 24 April 2013 dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi serta pada bagian akhir dari penulisan laporan studi kasus ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran, yang diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien, khusunya pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

Menurut Cook and Fontaine (1987 dalam fitria 2009 : 51) perubahan persepsi sensori halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan, biasanya klien merasakan stimulus yang bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan).

Proses terjadinya halusinasi yaitu fase pertama disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Karakteristik klien mengalami stres, cemas, rasa bersalah dan kesepian yang memuncak biasanya klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Perilaku klien biasanya tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya serta suka menyendiri. Fase kedua yaitu fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa, suara halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Fase keempat adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya (Hartono, 2010 : 106). Hasil pengkajian Ny. T termasuk dalam kriteria halusinasi fase pertama comforting yaitu fase menyenangkan, yang didukung dengan respon klien terlihat bingung dan suka menyendiri. Klien juga tidak merasa takut, jika suara itu muncul malah ditanggapi dan kelihatan seperti ngomong sendiri dan tertawa sendiri.

7. Pengkajian

Menurut Keliat (2006), pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan

kemampuan koping yang dimiliki klien. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan klien dan keluarga pada saat menjenguknya. Serta observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku klien dan dari status klien. Karena keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny. T.

Menurut Fitria, (2009) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress yang diperoleh dari klien maupun keluarganya yang meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan genetik. Faktor genetik pada klien dilihat dari teori yaitu adanya gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. Di dalam keluarga klien ada yang mempunyai riwayat gangguan jiwa yaitu kakak dari ayah klien. Menurut Sunardi (2005) halusinasi muncul sebagai suatu proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, karena itu halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis seseorang. Klien mengatakan memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu bercerai dengan suaminya. Hal ini sesuai antara teori dan pengkajian penulis.

Faktor presipitasi adalah stimulus tang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan

energi ekstra untuk menghadapinya (Fitria, 2009). Hal ini sesuai dengan oengkajian yang penulis dapatkan yaitu Ny. T mengatakan tidak pernah mengalami penganiayaan fisik dari siapapun.

Menurut Yosep (2009) klien dengan halusinasi pendengaran memiliki rasa menarik diri, postur tubuh berubah, dan menyendiri diruangan atau tiduran ditempat tidur setiap saat. Hal ini sesuai dengan laporan kasus didapatkan data pengkajian aktivitas motorik klien tampak lesu, sering berdiam diri dan sering duduk menyendir dan tiduran ditempat tidur. Klien dengan halusinasi pendengaran memiliki afek datar (Hartono, 2010). Teori ini sesuai dengan laporan kasus pada pengkajian afek, dengan didapatkan data Ny. T yaitu ditandai dengan tidak ada roman atau raut muka pada saat stimulasi menyenangkan dan menyedihkan dan kadang tertawa sendiri.

Menurut Keliat (2006) pada pengkajian proses pikir meliputi observasi pembicaraan selama wawancara sirkumtansial, angensial, kehilangan asosiasi, fligh of idea, blocking atau preseverasi. Hal ini sesuai dengan laporan pengkajian yang dilaporkan oleh penulis, proses pikir Ny. T termasuk blocking karena pada setiap kali berinteraksi pada awal pembicaraan klien lambat namun lama kelamaan cara bicara klien cepat, jelas tapi kadang-kadang bicara sendiri dan melamun.

Menurut Keliat (2006), didalam persepsi harus dijelaskan jenis-jenis halusinasi yang dialami klien, menjelaskan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi dan perasaaan klien

terhadap halusinasinya. Pengkajian status mental yang penulis lakukan pada klien Ny.T sesuai dengan teori, dimana difokuskan pada pola persepsi yaitu didapatkan data bahwa klien mengatakan mendengar suara bisikan untuk berbicara bersama biasanya yang terdengar itu suara laki-laki kadang juga suara perempuan, suara tersebut muncul 1 hari bisa pada pagi, siang dan malam hari pada saat klien mau tidur dan saat klien sendiri dengan frekuensi sering dan berlangsung selama kira-kira 7 menit, Ny. T juga tidak merasa takut jika suara itu muncul malah ditanggapi dan kelihatan seperti ngomong sendiri dan tertawa sendiri. Menurut Keliat (2006) didalam pengkajian klien halusinasi biasanya individu akan merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau pengiduan, dimana klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.

Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya dan sterssor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah-masalah koping dan mekanisme koping (Nasution, 2003). Mekanisme koping adaptif dan maladaptif merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stres, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri (Fitria, 2009). Pengkajian mekanisme koping pada Ny. T termasuk dalam mekanisme koping maladaptif diman klien mengatakan Ny.T kalau ada masalah diam dan

tidak pernah menceritakan pada adiknya dan selama dirumah sakit Ny. T jarang berbicara dengan klien lain karena merasa malu.

Pengkajian aspek medis, didapatkan data pasien mendapatkan terapi medis berupa triheksipenidil 2 mg/ 8jam yang berpengaruh pada sistem saraf pusat digunakan untuk mengontrol dan meringankan sementara gejala insomnia dan ansietas, chlorpromazine 2 mg/ 8jam dapat digunakan untuk mengontrol kelaiana fisiologis dan dapat mengobati masalah perilaku yang berhubungan dengan perilaku yang mudah terangsang dan trifloperazine 5 mg/ 6jam dapat digunakan untuk mengurangi kebingungan dan halusinasi (ISO, 2010).

8. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat profesional yang menggambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolong klien (Nurjannah 2005).

Menurut Keliat (2006), pohon masalah pada halusinasi dapat mengakibatkan klien mengalami kehilangan kontrol pada dirinya, sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada empat fase, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah isolasi sosial, maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Hal ini sesuai dengan data pada pengkajian Ny. T dimana pada klien ditemukan masalah isolasi

sosial menarik diri yang ditandai dengan klien terlihat menyendiri dan jarang berinteraksi dengan orang lain, serta dari data catatan perawat saat pertama kali klien masuk, klien sering marah tiba-tiba, hal ini mengarah pada permasalahan resiko perilaku kekerasan. Berdasarkan masalah – masalah tersebut, maka disusun pohon masalah yaitu isolasi sosial (menarik diri) sebagai penyebab, gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran atau lihat sebagai core problem, dan resiko perilaku kekerasan yang diarahkan pada lingkungan sebagai akibat (Rasmun, 2009).

Penulis mengangkat diagnosa keperawatan utama gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran pada Ny. T sebagai prioritas masalah utama yang didukung dengan data subyektif yaitu klien mengatakan mendengar suara-suara bisikan untuk mengajaknya berbicara bersama, suara yang terdengar biasanya laki-laki kadang juga perempuan, suara itu muncul 1 hari bisa pada pagi, siang dan malam hari pada saat mau tidur dan saat klien sendiri, frekuensi sering kira-kira 7 menit, klien juga tidak merasa takut jika suara itu muncil malah ditanggapinya. Data objektif klien tampak bingung, lesu, melamun, diam saja, ada kontak mata serta bicara sendiri dan kadang tertawa sendiri.

3. Rencana Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus. perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan khusus, tindakan dan penilaian rangkaian

asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajaian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurjannah 2005). Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori yang sudah penulis jabarkan dalam BAB II, hal ini karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan. Data yang diperoleh pada tanggal 22 - 24 April 2013 ditemukan permasalahan yang menjadi rumusan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran.

Rencana keperawatan pada Ny. T penulis sesuaikan dengan rencana keperawatan menurut Rasmun (2009) dimana tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien yaitu klien tidak mencederai diri sendiri atau orang lain dan lingkungan. Tujuan khusus yang pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya setelah 1 kali pertemuan dalam aktu 15 menit dengan tujuan sebagai dasar interaksi teraupetik perawat – klien agar klien dapat mengungkapkan perasaannya dan keadaanya saat ini secara verbal. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya, hal ini sebagai bukti bahwa klien mulai mempercayai perawat. Tujuan khusus yang kedua yaitu klien dapat mengenal halusinasinya, setelah 1 kali peretemuan dalam waktu 20 menit yang bertujuan agar klien dapat membedakan hal nyata dan hal yang tidak nyata dengan menyebutkan situasi yang menimbulkan halusinasi, sifat, isi, waktu, frekuensi halusinasi. Observasi tingkah laku

verbal atau non verbal yang berhubungan dengan halusinasi terkait dengan bicara sendiri isi bicara, mata melotot, tiba melotot, tiba-tiba pergi, tertawa tiba-tiba halusinasi harus dikenalkan terlebih dahulu oleh perawat agar intervensi efektif. Gambarkan tingkah laku halusinasi pada klien "apa terdengar / dilihat", tujuannya klien mungkin tidak mampu untuk mengungkapkan persepsinya, maka perawat dapat memfasilitasi klien untuk mengungkapkan secara terbuka.

Tujuan khusus yang ketiga menurut Rasmun (2009) yaitu klien dapat mengontrol halusinasinya, setelah 1 kali pertemuan dalam waktu 15 menit yaitu mendiskusikan cara memutus halusinasi dengan tujuan halusinasi yang terkontrol oleh klien maka resiko kekerasan tidak terjadi serta menganjurkan klien memilih tindakan apa yang akan dilakukan memberi kesempatan pada klien untuk memutuskan tindakan meningkatkan harga diri klien. Tujuan khusus yang keempat yaitu klien dapat memanfaatkan obat dengan baik setelah 3 kali pertemuan dalam waktu 10 menit dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur serta membantu yang bertujuan untuk mengontrol halusinasinya. Tujuan khusus yang kelima yaitu klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi setelah dirumah setelah 1 kali pertemuan dengan waktu 15 menit yang bertujuan mengajarkan cara merawat klien dirumah serta informasikan cara memodifikasi lingkungan agar mendukung realitas dan menganjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan dalam mengontrol halusinasi

klien yang bertujuan keluarga mampu merawat klien dengan halusinasi paling efektif mendukung kesembuhan klien dengan masalah halusinasi.

Berdasarkan intervensi yang penulis lakukan, terdapat kesamaan antara konsep dasar teori dengan pembahasan pada kasus Ny. T, karena penulis mengacu pada teori yang ada, dimana tahapan – tahapan perencanaan yang ada pada kasus Ny. T sesuai dengan keadaan dan kondisi klien dan sesuai dengan strategi pelaksanaan yang penulis buat. 4. Implementasi keperawatan

Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien saat ini. Perawat juga menilai sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual dan tehnikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak (inform consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dilaksanakan peran serta yang diharapkan dari klien, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien (Direja, 2011).

Menurut Rasmun (2009) strategi pelaksanaan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran strategi pelaksanaan yang pertama yaitu membina hubungan saling percaya, strategi pelaksanaan yang kedua yaitu klien dapat mengenal halusinasinya, strategi

pelaksanaan yang ketiga mengajarkan cara mengontrol halusiansi dengan cara yang pertama yaitu menghardik dan cara yang kedua dengan bercakap-cakap dengan orang lain, serta menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal harian, strategi pelaksanaan yang keempat yaitu mengajarkan klien untuk memanfaatkan obat dengan baik dan startegi pelaksanaan yang kelima adalah mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi setelah dirumah.

Pada interaksi tersebut penulis melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi tujuan khusus yang pertama, kedua dan ketiga, sesuai dengan strategi pelaksanaan yang penulis buat yaitu pada tujuan khusus yang pertama klien dapat membina hubungan saling percaya, pada tujuan khusus yang kedua, klien dapat mengenal halusinasinya dan pada tujuan khusus yang ketiga klien dapat mengontrol halusinasinya. Hal ini dilakukan karena hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antar perawat dengan klien (Rasmun, 2009).

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 22 April 2013 pukul 10.25 WIB, yaitu strategi pelaksanaan yang pertama yaitu tujuan khusus yang pertama membina hubungan saling percaya dengan menggunakan komunikasi teraupetik, beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya agar tercipta kepercayaan antara klien dan perawat dan dilanjutkan pukul 12.37 WIB strategi pelaksanaan yang kedua yaitu tujuan khusus yang kedua adalah membantu klien untuk mengenal halusinasi yang dialaminya.

Sedangkan pada tanggal 23 April 2013 pukul 10.15 WIB adalah melanjutkan tujuan khusus yang pertama bina hubungan saling percaya, dan mengevaluasi kemampuan pasien pada tujuan khusus yang kedua yaitu mengenal halusinasi diantaranya mengobservasi tingkah laku Ny. T terkait dengan halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar, menanyakan kapan suara itu muncul dan berapa lama, menanyakan pada situasi apa suara itu muncul, frekuensi munculnya halusinasi serta menanyakan perasaan Ny. T saat halusinasi muncul.

Selanjutnya pada tanggal 24 April 2013 pukul 11.45 WIB implementasi yang dilakukan oleh perawat adalah membina hubungan saling percaya, mengevaluasi kembali kemampuan pasien pada tujuan khusus yang sebelumnya, kemudian melanjutkan starategi pelaksanaan yang ketiga yaitu mendiskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasinya, membantu klien memilih dan melatih cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu menghardik, dan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain serta memberikan kesempatan klien untuk mempraktekkan cara yang telah diajarkan, memberikan pujian jika berhasil serta menganjurkan untuk memasukkan kedalam jadwal kegiatan.

Implementasi yang penulis lakukan sesuai dengan tindakan dan teori strategi pelaksanaan oleh Rasmun (2009), tetapi pada interaksi keperawatan yang tidak dapat penulis lakukan adalah tujuan khusus yang keempat yaitu klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dan strategi yang kelima tentang dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi

setelah dirumah karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh penulis, sehingga pada pelaksanaan selanjutnya penulis mendelegasikan pada perawat ruang.

Kekuatan penulis dalam pencapaian tujuan khusus, pertama, kedua dan ketiga adalah penulis telah mempersiapkan strategi pelaksaan sebagai acuan dalam melakukan implementasi keperawatan serta Ny. T mau berinteraksi dengan penulis dan bersedia mengutarakan masalah yang di hadapinya.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses atau sumatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon pasien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Keliat, 2006). Dalam kasus ini penulis menggunakan evaluasi hasil (sumatif) serta menggunakan sistem penulisan SOAP, karena evaluasi hasil (sumatif) dilakukan pada akhir tindakan perawatan klien dan SOAP terdiri dari subyek data, obyektif data, analisis atau assesment dan perencanaan. Evaluasi dilakukan setiap hari sesudah interaksi dilakukan terhadap klien. Evaluasi ini dilakukan pada gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran. Hasil evaluasi yang penulis dapat sesuai dengan kriteria evaluasi yang penulis jabarkan pada BAB II.

Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tercapainya strategi pelaksanaan pertama, pada tujuan khusus pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat tercapai. Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tercapainya tujuan khusus yang kedua yaitu mengenal halusinasi. Hasil evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan khusus kedua sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yang penulis buat yaitu klien mampu mengenal halusinasi yang dialaminya dengan mampu menyebutkan isi, frekuensi, situasi dan respon saat halusinasi itu datang. Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan khusus yang ketiga yaitu mampu mempraktekan cara untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan melatih cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu menghardik, dan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain serta menganjurkan untuk memasukkan kedalam jadwal kegiatan. Dengan kriteria hasil klien mampu mempraktekan cara tersebut jika halusinasi itu datang dalam waktu 1 kali 15 menit pertemuan.

Beberapa kesulitan yang dialami penulis selama proses keperawatan dilakukan yaitu tuujuan khusus tidak dapat tercapai semua dikarenakan, selama proses keperawatan keluarga tidak ada yang datang menjenguk klien. Solusi untuk menyikapi hambatan tersebut yaitu dapat dilakukan dengan kerjasama tim antar para perawat ruangan, penulis juga mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk melakukan tindakan

keperawatan pada Ny. T yaitu memvalidasi cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain yaitu, mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama yaitu menghardik, dan melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain, serta menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian.

C. Simpulan dan Saran

3. Simpulan

8. Dari hasil pengkajian yang didapatkan pada Ny. T yaitu data subjektif

klien mengatakan mendengar suara-suara bisikan untuk mengajaknya berbicara bersama, suara yang terdengar biasanya laki-laki kadang juga perempuan, suara itu pada pagi, siang dan malam dalam sehari pada saat mau tidur dan saat klien sendiri, frekuensi sering kira-kira 7 menit, klien juga tidak merasa takut jika suara itu muncil malah ditanggapinya. Data objektif klien tampak bingung, lesu, melamun, diam saja, sering duduk menyendiri, serta bicara sendiri dan kadang tertawa sendiri.

9. Diagnosa keperawatan pada kasus Ny. T adalah gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran.

10. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada Ny. T adalah meliputi tujuan umum klien tidak menciderai diri atau orang lain dan lingkungan. Serta untuk tujuan khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya, tujuan khusus yang kedua diharapkan klien

dapat mengenal halusinasi yang dialaminya dan tujuan khusus yang ketiga diharapkan klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama yaitu menghardik dan cara yang kedua yaitu dengan bercakap-cakap dengan orang lain serta memasukkannya kedalam jadwal harian. 11. Implementasi di atas penulis dapat memberikan tiga strategi pelaksanaan pada Ny. T sdari tanggal 22 – 24 April 2013 yaitu strategi pelaksanaan yang pertama (membina hubungan saling percaya), strategi pelaksanaan kedua (mengenal halusinasi) dan strrategi pelaksanaan ketiga (mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama yaitu menghardik dan cara yang kedua bercakap-cakap dengan orang lain serta memasukannya kedalam jadwal harian), tetapi untuk strategi pelaksanaan keempat dan strategi pelaksanaan kelima belum dilakukan karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh penulis.

12. Evaluasi yang penulis dapatkan pada Ny. T adalah tercapainya strategi pelaksanaan pertama, pada tujuan khusus pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat tercapai Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tercapainya tujuan khusus yang kedua yaitu mengenal halusinasi. Hasil evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan khusus kedua sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yang penulis buat yaitu klien mampu mengenal halusinasi yang dialaminya dengan mampu menyebutkan isi, frekuensi, situasi dan respon saat halusinasi itu datang. Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan khusus yang ketiga yaitu mampu mempraktekan cara

untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan melatih cara mengontrol

Dalam dokumen DIAH NUR KHASANAH NIM. P (Halaman 35-55)

Dokumen terkait