• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan simulasi sistem kontrol ketinggian quadcopter

Simulasi sistem kontrol ketinggian dilakukan dengan bantuan software

Matlab 2015a, yaitu simulink. Simulink digunakan untuk menirukan operasi-operasi atau proses – proses yang terjadi dalam suatu sistem quadcopter dengan landasan beberapa asumsi, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Asumsi tersebut digunakan karena keterbatasan dalam menirukan beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja dari quadcopter. Pertama diasumsikan bahwa GPS atau sensor ketinggian dalam simulasi dapat berkerja dengan sangat baik karena memiliki akurasi yang tinggi dan real time, berbeda dengan GPS u-blox 6 yang tidak memiliki perangkat untuk menentukan akurasi secara vertikal. Kedua diasumsikan bahwa gaya yang diberikan terjadi pada bagian tengah objek (quadcopter), dan memiliki massa dan inertia yang konstan sesuai yang diasumsikan oleh blok 6DOF (Quaternion) pada simulink. Ketiga diasumsikan bahwa lingkungan tidak terlalu berpengaruh terhadap pergerakan quadcopter, seperti kecepatan angin, suhu dan tekanan atmosfir.

Gambar 7 Rancangan model pertama simulasi sistem kontrol

13

Gambar 9 Rancangan model ketiga simulasi sistem kontrol

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan kombinasi kontrol PID yang sesuai untuk ketiga rancangan model. Rancangan model pertama menggunakan sistem kontrol fuzzy dan kontrol proportional integral (PI) dengan keluaran nilai sinyal kontrol 0 sampai 255 (Gambar 7). Penggunaan kontrol derivative (D) hanya membuat sedikit fluktuasi pada sinyal keluaran tanpa mempengaruhi pergerakan dari quadcopter, oleh karena itu kontrol derivative tidak digunakan dalam rancangan model pertama. Rancangan model ketiga menggunakan sistem kontrol

fuzzy dan kontrol proportional derivative (PD) dengan keluaran nilai sinyal kontrol -255 sampai 255 (Gambar 8). Penggunaan kontrol integral (I) pada rancangan model ketiga membuat perubahan yang cepat pada sinyal kontrol sehingga meningkatkan overshoot dan settling time, oleh karena itu kontrol

integral tidak digunakan dalam rancangan model ketiga. Sedangkan pada rancangan model kedua hanya menggunakan sistem kontrol PID dengan keluaran nilai sinyal kontrol 0 sampai 255 (Gambar 9).

Gambar 10 Modifikasi model quadcopter dari matlab

Model yang digunakan dalam simulasi sistem kontrol ketinggian

quadcopter menggunakan model quadcopter yang terdapat pada matlab yang kemudian dimodifikasi seusai dengan rancangan penelitian. Terdapat beberapa bagian penting dalam model quadcopter tersebut, seperti switch, flight controller,

environment, air frame, 6DOF Quaternion, dan position on earth (Gambar 10).

14

atau kurang dari setpoint (Gambar 11). Ketika quadcopter berada dibawah

setpoint, sinyal dari remote transmitter akan ditambahkan dengan sinyal kontrol untuk mempercepat putaran motor. Ketika quadcopter melebihi setpoint, sinyal dari remote transmitter akan dikurangkan dengan sinyal kontrol untuk memperlambat putaran dari motor. Pada umumnya quadcopter berada pada keadaan hover ketika nilai sinyal throttle sebesar 500 kemudian akan naik jika sinyal throttle bertambah dan akan turun jika sinyal throttle berkurang. Oleh karena itu digunakan sinyal dari remote transmitter sebesar 500 sebagai input saat pengaktifan kontrol.

Gambar 11 Blok switch

Flight controller berfungsi sebagai pengatur sinyal yang masuk dengan membagi sinyal kepada keempat motor, seperti yang terlihat pada Gambar 12. Nilai keempat sinyal tersebut berkisar antara 0 sampai dengan 1000 sesuai keluaran sinyal dari remote transmitter. Terdapat modifikasi pada flight controller, yaitu dengan mengganti pengali sinyal pitch, roll, yaw dan throttle

agar sesuai dengan spesifikasi motor yang digunakan dalam rancangan. Penentuan nilai pengali sinyal didapatkan secara trial and error dengan cara mengganti pengali sinyal throttle (dThrottle) hingga quadcopter dapat mendekati diam pada ketinggian tertentu (hover) tanpa melebihi nilai maksimum dari thrust pada motor, yaitu sebesar 4156 g. Berdasarkan percobaan didapatkan nilai sinyal pengali

throttle sebesar 3.02 atau setara dengan 3020 g thrust. Sisa thrust dari motor digunakan untuk sinyal pitch, roll dan yaw, yaitu masing – masing sebesar 378.67 g setara dengan nilai pengali sinyal sebesar 0.37867.

15

Air frame berfungsi sebagai penghitungan gaya yang terjadi saat pengoperasian quadcopter. Terdapat beberapa bagian dalam air frame, yaitu

Gravity force calculation, drag calculation, motor forces and torques, applied force calculation, dan applied torque calculation (Gambar 13). Applied forces calculation merupakan perhitungan beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan dari quadcopter, yaitu gaya gravitasi, hambatan udara dan gaya angkat. Gaya angkat yang didapatkan dari motor memberikan arah gaya ke atas berlawanan dengan gaya gravitasi dan hambatan udara. Quadcopter akan terbang ketika gaya angkat yang dihasilkan oleh motor lebih besar dari penjumlahan gaya gravitasi dan hambatan udara. Selain itu dilakukan perhitungan rolling momen,

pitching momen dan yaw momen pada bagian applied torque calculation. Momen didapatkan dari perbedaan kecepatan putar atau gaya angkat pada keempat motor pada quadcopter seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.

Gambar 13 Air frame dalam model quadcopter

Gaya dan momen yang dihasilkan dari blok air frame digunakan sebagai

input blok 6DOF Quaternion. Blok 6DOF Quaternion berupa persamaan dalam bentuk matriks yang mewakili pergerakan quadcopter dalam enam derajat kebebasan. Terdapat beberapa variabel yang harus ditentukan sebagai kondisi awal dari keadaan quadcopter seperti posisi awal, kecepatan awal, sudut euler, kecepatan putar, massa, inertia dan pengali normalisasi quaternion (Gambar 14). Posisi awal quadcopter terdiri dari tiga elemen vektor, yaitu X, Y dan Z dengan menggunakan sistem koordinat North East Down (NED) dimana nilai Z akan bernilai negatif untuk menunjukan ketinggian aktual dari quadcopter. Sedangkan kecepatan awal, sudut euler dan kecepatan putar memiliki nilai nol agar

quadcopter berada dalam keadaan diam ketika sistem kontrol diaktifkan. Massa dari quadcopter menggunakan tipe fixed atau tetap selama proses simulasi, yaitu sebesar 1,150 g. Nilai inertia yang digunakan dalam rancangan menggunakan nilai yang sama dengan model quadcopter pada matlab. Nilai inertia digunakan untuk memperhitungkan pergerakan momen pitch, roll dan yaw sedangkan pergerakan tersebut tidak digunakan dalam rancangan karena quadcopter hanya bergerak naik atau turun sesuai sinyal yang diberikan. Selain itu nilai dari pengali normalisasi

quaternion juga memiliki nilai yang sama dengan model quadcopter pada matlab, yaitu bernilai 1.

16

Gambar 14 6DOF Quaternion parameters

Blok position on earth berfungsi untuk mengubah posisi quadcopter dari posisi datar bumi (flat earth position) dengan referensi ketinggian sebesar 0 m kedalam latitude, longitude dan altitude. Latitude dan longitude digunakan untuk menentukan lokasi suatu tempat di permukaan bumi. Sedangkan altitude adalah posisi vertikal suatu objek dari suatu titik tertentu. Quadcopter akan memiliki perubahan hanya pada ketinggian atau altitude sesuai dengan sinyal yang diberikan. Perubahan ketinggian dari quadcopter akan menghasilkan eror dan beda eror terhadap setpoint yang kemudian digunakan sebagai masukan sistem kontrol fuzzy PID dan blok switch.

Blok environment berfungsi untuk memberikan pengaruh lingkungan, seperti yang terlihat pada Gambar 15. Pengaruh lingkungan yang digunakan dalam rancangan yaitu gaya gravitasi sebesar 9.82 m/s2 dan densitas udara sebesar 1.121 kg/m3. Densitas udara didapatkan sesuai dengan kondisi lingkungan di daerah Bogor, yaitu dengan suhu rata-rata tiap bulan sebesar 26oC, ketinggian maksimum dari permukaan laut sebesar 330 m dan kelembaban udara sebesar 70% yang didapat dari situs kotabogor.go.id. Perhitungan densitas udara dilakukan menggunakan aplikasi air density calculator pada situsdenysshen.

17

Sistem Kontrol Fuzzy PID

Sistem kontrol fuzzy PID dirancang untuk mempertahankan ketinggian

quadcopter pada setpoint dengan waktu yang relatif singkat. Pembuatan sistem kontrol fuzzy dilakukan dengan bantuan software Matlab, yaitu fuzzy logic designer (Gambar 16). Terdapat dua operator yang digunakan dalam fuzzy tipe mamdani, yaitu operator and dan or yang digunakan untuk membuat hubungan antara variabel dalam basis data sistem kontrol fuzzy (Gambar 17). Operator and

akan mengambil nilai terkecil (min) antar elemen pada himpunan – himpunan yang bersangkutan. Sedangkan operator or akan mengambil nilai terbesar (max) antar elemen pada himpunan – himpunan yang bersangkutan. Fungsi implikasi dan aggregasi yang digunakan adalah max - min yang berfungsi memotong keluaran himpunan fuzzy dan kemudian mengambil nilai maksimum untuk mencari nilai keluaran yang selanjutnya akan di defuzzifikasi sebagai keluaran (Gambar 18).

Gambar 16 Fuzzy logic designer pada Matlab

Gambar 17 Rule editorpada fuzzy logic designer

Gambar 18 Contoh fungsi implikasi dan aggregasi kontrol logika fuzzy

18

Kontrol logika fuzzy memiliki dua variabel input yaitu eror dan beda eror yang bertujuan agar sistem kontrol lebih responsif tidak hanya pada perubahan eror ketinggian dengan setpoint melainkan juga perubahan eror ketinggian yang terukur dengan eror ketinggian sebelumnya sesuai dengan matriks keputusan yang terdapat dalam fuzzy. Kontrol fuzzy memiliki variabel input dengan fungsi keanggotaan yang sama untuk kedua model rancangan. Fungsi keanggotaan untuk eror dan beda eror memiliki 5 himpunan yang sama, yaitu negatif besar (NB), negatif kecil (NK), zero (Z), positif kecil (PK) dan positif besar (PB). Variabel eror memiliki semesta atau keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy, yaitu berkisar antara -50 m sampai 50 m. Sedangkan variabel beda eror memiliki semesta yang berkisar antara -0.025 m sampai 0.025 m. Setiap himpunan memiliki domain atau keseluruhan nilai yang diizinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Domain dari setiap himpunan didapatkan secara trial and error

melalui percobaan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 19 untuk fungsi keanggotaan eror dan Gambar 20 untuk fungsi keanggotaan beda eror.

Gambar 19 Fungsi keanggotaan eror

Gambar 20 Fungsi keanggotaan beda eror

Besarnya nilai keluaran dari sistem kontrol fuzzy didapat berdasarkan basis data dan fungsi keanggotaan dari variabel output. Basis data dan fungsi keanggotaan variabel output didapatkan secara trial and error dengan menyesuaikan karakteristik dari kontrol PID (Tabel 2), karena output dari kontrol

fuzzy akan digunakan sebagai input dari kontrol PID. Rancangan model pertama memiliki basis data dengan dua variable output, yaitu konstanta proportional dan konstanta integral. Sedangkan pada rancangan model ketiga memiliki basis data dengan dua variable output, yaitu konstanta proportional dan konstanta derivatife. Berikut adalah sebagian dari basis data dari rancangan model pertama, untuk lebih

19

jelasnya dari basis data rancangan model pertama dan ketiga dapat dilihat pada Lampiran 4.

IF Eror is NB and Beda Eror is NB then (Kp is B), (Ki is N) IF Eror is NB and Beda Eror is NK then (Kp is B), (Ki is N) IF Eror is NB and Beda Eror is Z then (Kp is B), (Ki is N) IF Eror is NB and Beda Eror is PK then (Kp is B), (Ki is N) IF Eror is NB and Beda Eror is PB then (Kp is B), (Ki is Z) Variabel OutputFuzzy-PID Rancangan Model Pertama

Fungsi keanggotaan konstanta proporsional pada rancangan model pertama memiliki 3 himpunan dengan semesta antara 0 sampai 0.5. Masing – masing himpunan memiliki domain, yaitu berkisar antara 0 sampai 0.005 untuk himpunan kecil (K), 0.005 sampai 0.2 untuk himpunan sedang (S) dan 0.2 sampai 0.5 untuk himpunan besar (B), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 21. Pada rancangan model pertama, nilai dari konstanta proporsional akan bernilai besar (B) ketika nilai eror ketinggian quaccopter berada sangat jauh dari nilai nol atau berada antara -50 m sampai -6 m (NB) dan antara 6 m sampai 50 m (PB). Konstanta

proporsional akan bernilai sedang (S) ketika nilai eror ketinggian mulai mendekati nilai nol atau berada antara -6 m sampai -1 m (NK) dan antara 1 m sampai 6 m (PK). Kemudian konstanta proporsional akan bernilai kecil (K) ketika nilai eror ketinggian mendekati nilai nol atau berada antara -1 m sampai 1 m (Z). Semakin besar nilai konstanta proporsional akan mempercepat quadcopter

mencapai ketinggian setpoint, tetapi akan meningkatkan bersarnya overshoot jika konstanta proporsional tetap bernilai besar. Oleh karena itu, konstanta

proporsional akan semakin berkurang ketika mendekati setpoint. Beda eror dari ketinggian quadcopter memberikan pengaruh yang berbeda pada keluaran konstanta proporsional, yaitu ketika nilai beda eror ketinggian berada pada himpunan NB dan PB dan ketika eror ketinggian berada pada himpunan NK dan PK dengan memberikan nilai besar pada konstanta proporsional. Hal tersebut dimaksudkan agar ketika quadcopter memiliki percepatan yang besar dan melebihi setpoint, sistem kontrol mampu mengembalikan ketinggian untuk mendekati setpoint dengan cepat.

Gambar 21 Fungsi keanggotaan keluaran konstanta proporsional rancangan model pertama

20

Fungsi keanggotaan konstanta integral pada rancangan model pertama memiliki 3 himpunan dengan semesta antara -0.2 sampai 0.2. Masing – masing himpunan memiliki domain, yaitu berkisar antara -0.2 sampai -0.04 untuk himpunan negatif (N), -0.04 sampai 0.04 untuk himpunan zero (Z) dan 0.04 sampai 0.2 untuk himpunan positif (P), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 22. Konstanta integral memiliki nilai negatif dan positif dimaksudkan agar sistem kontrol dapat beroperasi dengan baik ketika diaktifkan pada ketinggian di atas

setpoint dan di bawah setpoint. Ketika quadcopter berada dibawah setpoint atau eror bernilai positif, nilai dari konstanta integral harus bernilai positif agar keluaran dari sistem kontrol PI memiliki nilai (tidak nol) dan begitu sebaliknya. Oleh karena itu, matriks keputusan konstanta integral pada rancangan model pertama berbentuk diagonal agar konstanta integral bernilai positif pada ketinggian dibawah setpoint dan bernilai negatif ketika berada diatas setpoint. Sebagai contoh, ketika eror ketinggian berada pada himpunan PB dan beda eror ketinggian berada pada himpunan NK, konstanta integral akan bernilai positif agar sistem kontrol PI memiliki nilai dan meningkatkan kecepatan putar dari motor. Ketika nilai eror mendekati nilai nol dengan beda eror yang sama, konstanta integral akan samakin berkurang hingga bernilai negatif untuk memperlambat kecepatan putar dari motor dan menyesuikan ketinggian.

Gambar 22 Fungsi keanggotaan keluaran konstanta integral rancangan model pertama

Variabel Output Fuzzy-PID Rancangan Model Ketiga

Fungsi keanggotaan konstanta proporsional pada rancangan model ketiga memiliki 3 himpunan dengan semesta antara 0 sampai 1000. Masing – masing himpunan memiliki domain, yaitu berkisar antara 0 sampai 333.3 untuk himpunan kecil (K), 333.3 sampai 666.7 untuk himpunan sedang (S) dan 666.7 sampai 1000 untuk himpunan besar (B), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 23. Pada rancangan model ketiga, nilai dari konstanta proporsional akan bernilai sedang (S) ketika nilai eror ketinggian berada dalam himpunan negatif besar (NB) dan positif besar (PB). Konstanta proporsional akan bernilai kecil (K) ketika nilai eror ketinggian mulai mendekati nilai nol atau berada dalam himpunan negatif kecil (NK) dan positif kecil (PK). Kemudian konstanta proporsional akan bernilai besar (B) ketika nilai eror ketinggian mendekati nilai nol atau berada dalam himpunan

zero (Z). Secara singkat, konstanta proporsional akan semakin berkurang ketika eror ketinggian mulai mendekati setpoint dan bernilai besar ketika eror ketinggian mendekati nilai nol. Hal tersebut berbeda dengan rancangan model pertama

21

karena disebabkan oleh perbedaan keluaran sinyal kontrol yang berkisar antara -255 sampai -255.

Konstanta proporsional yang besar pada awal pengaktifan sistem kontrol akan mempercepat quadcopter mencapai setpoint. Ketika quadcopter terbang mendekati setpoint, konstanta proporsional akan bernilai kecil untuk mengurangi besarnya overshoot. Nilai konstanta proporsional yang besar ketika eror ketinggian berada pada himpunan zero akan meningkatkan kemampuan

quadcopter untuk mempertahankan ketinggian dengan eror ketinggian yang kecil. Matriks keputusan konstanta proporsional dari rancangan model ketiga memiliki bentuk dan fungsi yang sama dengan rancangan model pertama, yaitu mempercepat quadcopter untuk kembali mendekati setpoint.

Gambar 23 Fungsi keanggotaan keluaran konstanta proporsional rancangan model ketiga

Fungsi keanggotaan konstanta derivative pada rancangan model pertama memiliki 3 himpunan dengan semesta antara 0 sampai 1000. Masing – masing himpunan memiliki domain, yaitu berkisar antara 0 sampai 250 untuk himpunan kecil (K), 250 sampai 800 untuk himpunan sedang (S) dan 800 sampai 1000 untuk himpunan besar (B), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 24. Pada rancangan model ketiga, nilai dari konstanta derivative akan bernilai kecil (K) ketika eror ketinggian quadcopter berada dalam himpunan negatif besar (NB) dan positif besar (PB). Konstanta derivative akan bernilai sedang (S) ketika nilai eror ketinggian mulai mendekati nilai nol atau berada dalam himpunan negatif kecil (NK) dan positif kecil (PK). Kemudian konstanta derivative akan bernilai besar ketika nilai eror ketinggian mendekati nilai nol atau berada dalam himpunan zero

(Z). Bertambahnya konstanta derivative ketika eror ketinggian mendekati nilai nol, akan memperlambat kecepatan putar atau mengurangi gaya angkat dari keempat motor sehingga semakin mengurangi besarnya overshoot. Matriks keputusan konstanta derivative pada rancangan model ketiga memiliki bentuk yang sama dengan matriks keputusan konstanta proporsional. Hal tersebut dimaksudkan agar ketika quadcopter memiliki percepatan perubahan ketinggian yang besar, konstanta derivative akan semakin memperlembat kecepatan putar atau gaya angkat dari keempat motor dan mengurangi overshoot.

22

Gambar 24 Fungsi keanggotaan keluaran konstanta derivative

rancangan model ketiga

Rancangan model kedua hanya menggunakan sistem kontrol PID dan memiliki ketiga nilai konstanta yang tetap. Besarnya nilai konstanta yang digunakan masing – masing adalah konstanta proporsional sebesar 1, konstanta

integral sebesar 20 dan konstanta derivative sebesar 200. Konstanta tersebut didapatkan secara trial and error sesuai karakteristik PID pada ketinggian pengaktifan sistem kontrol 10 m. Selanjutnya digunakan kombinasi PID yang sama untuk setiap ketinggian pengaktifan sistem kontrol.

Simulasi Sistem Kontrol Ketinggian Quadcopter

Simulasi dilakukan dengan mendefinisikan variabel input terlebih dahulu melalui feature editor yang kemudian akan tersaji pada workspace ketika proses

running dilakukan (Gambar 26). Selain itu, variabel dapat dibuat secara langsung pada workspace dengan menggunakan feature tambah variabel. Variabel yang dibuat dalam workspace harus menggunakan nama label yang sama seperti yang digunakan dalam setiap blok pada simulink agar variabel tersebut terhubung. Terdapat beberapa variabel yang digunakan dalam rancangan sistem kontrol ketinggian quadcopter, seperti yang dapat dilihat pada Gambat 26. Sesuai dengan rancangan yang dibuat, simulasi dilakukan dengan 10 ketinggian yang berbeda saat pengaktifan sistem kontrol. Sebelum simulasi dilakukan ketinggian tersebut dapat diubah dengan mengganti nilai pada variabel initPosNED (Gambar 25). Selain itu dilakukan pengaturan besarnya sinyal yang diberikan oleh remote transmitter pada signal builder dengan nilai sebesar 500 (Gambar 27).

23

Gambar 26 Workspace dan editor pada matlab

Gambar 27 Signal builder

Simulasi dilakukan dalam waktu 100 detik menggunakan tipe fixed-step berdasarkan waktu sampel (Ts) sebesar 0.01 detik dengan menggunakan solver

ode3 (Bogacki-Shampine), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 28. Terdapat banyak solver pada simulink, yaitu ode 1 hingga ode 8 yang memiliki kompleksitas perhitungan yang berbeda. Semakin tinggi tingkatan solver akan melakukan perhitungan yang lebih kompleks dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dengan akurasi hasil yang lebih baik berdasarkan situs mathwork. Oleh karena itu, solver ode3 dianggap cukup akurat dengan waktu yang relatif singkat berdasarkan hasil yang telah didapatkan.

Gambar 28 Simulation configuration parameter

Rancangan model pertama memiliki nilai konstanta PIawal saat pengaktifan sistem kontrol bernilai sebesar 0.35 untuk konstanta proporsional dan 0.107 untuk konstanta integral, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 29. Berdasarkan hasil simulasi, rancangan sistem kontrol ketinggian quadcopter pada model pertama memiliki hasil yang kurang baik karena sistem kontrol tidak dapat sampai pada tahap pengambilan citra. Terlihat pada Tabel 3 bahwa sistem kontrol memasuki

settling time hanya pada saat ketinggian pengaktifan sistem kontrol 28 m dalam waktu 100 detik atau pada akhir simulasi. Data tersebut didapatkan karena pada akhir simulasi ketinggian aktual dari quadcopter berada dalam selang kepercayaan

24

sebesar 2% yaitu ± 16 cm dari setpoint sehingga tercatat memasuki settling time. Hasil overshoot yang didapatkan memiliki rata – rata sebesar 4.467 m. Pada ketinggian pengaktifan sistem kontrol diatas 24 m, nilai dari overshoot berada dibawah rata – rata sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol ketinggian rancangan model pertama berkerja lebih baik pada ketinggian diatas 24 m berdasarkan nilai overshoot. Sedangkan pada hasil rise time didapatkan rata – rata sebesar 13.46 detik. Rise time memiliki peningkatan seiring dengan meningkatnya ketinggian pengaktifan sistem kontrol dan mengalami sedikit penurunan pada ketinggian 24 m dengan rise time sebesar 8.62 detik. Hal tersebut dikarenakan kombinasi PI yang kurang baik saat mendekati setpoint sehingga menghasilkan respon yang lambat.

Kurang baik nya hasil sistem kontrol ketinggian quadcopter pada model rancangan pertama dapat disebabkan oleh selang nilai output dari sistem kontrol yang berkisar antara 0 sampai 255. Pada ketinggian aktual di bawah setpoint,

sistem kontrol ketinggian memberikan nilai positif agar quadcopter mampu mengudara mendekati setpoint. Sedangkan saat ketinggian aktual quadcopter di atas setpoint, sistem kontrol ketinggian harus memberikan nilai negatif yang diubah secara langsung dari nilai positif saat quadcopter mengudara mendekati

setpoint. Hal tersebut menyebabkan perubahan nilai pada output sistem kontrol yang besar dalam waktu yang singkat sehingga quadcopter tidak dapat mempertahankan ketinggian dengan baik.

Gambar 29 Ruleviewerfuzzy saat proses simulasi rancangan model pertama Tabel 3 Karakteristik step response, deviasi dan osilasi rancangan model pertama

Ketinggian awal Settling time Overshoot Rise time Deviasi Osilasi

(m) (detik) (m) (detik) (m) (m) 10 - 7.172 12.83 2.107 10.526 12 - 6.840 12.85 2.054 10.030 14 - 6.247 12.91 1.944 9.193 16 - 5.786 14.53 1.825 8.486 18 - 5.478 15.64 1.803 7.989 22 - 6.492 17.40 2.238 9.318 24 - 0.783 8.62 1.881 6.948 26 - 1.232 11.61 1.131 3.918 28 100 1.984 13.28 1.197 4.706 30 - 2.658 14.88 1.308 5.633 Rata – rata 100 4.467 13.46 1.749 7.675

25

Sistem kontrol sudah mampu mempertahankan ketinggian quadcopter

dengan rata – rata deviasi sebesar 1.749 m dan osilasi sebesar 7.675 m. Deviasi dan osilasi dihitung setelah terjadinya overshoot dikarenakan sistem kontrol tidak pernah memasuki settling time. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 3, nilai dari deviasi dan osilasi memiliki nilai dibawah rata – rata pada ketinggian diatas 24 m. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol ketinggian rancangan model pertama memiliki akurasi yang baik pada ketinggian diatas 24 m. Secara keseluruhan rancangan model pertama memiliki hasil kerja yang baik pada ketinggian pengaktifan sistem kontrol di atas setpoint, karena memiliki karakteristik step response dan akurasi di bawah rata – rata. Berdasarkan hasil pembahasan, hanya kriteria pertama dan kedua yang berhasil terpenuhi pada rancangan model pertama yaitu quadcopter mampu mengudara menggunakan motor brushless 650 KV dengan ukuran propeller 1147 dan mempertahankan ketinggian pada setpoint yang telah ditentukan. Sedangkan kriteria ketiga tidak

Dokumen terkait