• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minyak bumi sebagai sumber utama untuk bahan bakar dan bahan baku berbagai produk tentunya memberikan manfaat untuk kehidupan manusia di bumi. Salah satu jenis minyak bumi yang saat ini mulai dimanfaatkan untuk menggantikan minyak bumi konvensional adalah minyak berat. Kegiatan produksi minyak berat yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan transportasi berpotensi memberikan dampak negatif yaitu pencemaran lingkungan yang disebabkan tumpah atau tercecernya minyak berat di alam. Menurut Fingas dan Merv (2001), di Kanada dalam satu hari sekitar 4,000 liter minyak bumi tumpah yang berasal dari 12 jenis tumpahan, sedangkan di USA terdapat 25 jenis tumpahan minyak yang mencemari laut dan 75 jenis di darat. Sekitar 30 - 50% tumpahan tersebut terjadi karena human error dan 20 - 40% terjadi karena kerusakan alat (malfunction).

Minyak berat adalah jenis minyak bumi dengan viskositas tinggi (resisten untuk mengalir), densitas yang tinggi (API Gravity berkisar antara 10o – 22o), mengandung lebih dari 50% aspalten, dan memiliki molekul hidrokarbon dengan tingkat berat molekuler yang sangat tinggi (Meyer et al. 2007). Berdasarkan karakteristik tersebut menyebabkan minyak berat sulit didegradasi dan memiliki ketahanan yang cukup lama di lingkungan khususnya lingkungan tanah, sehingga pencemaran yang disebabkan oleh minyak berat akan sangat berpotensi menurunkan fungsi dan kualitas termasuk nilai estetika lingkungan.

Bioremediasi merupakan salah satu teknologi alternatif yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi lingkungan yang tercemar minyak berat. Dalam hal ini, aplikasi bioremediasi dapat memanfaatkan bakteri sebagai agen biologis yang mampu mendegradasi minyak berat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya bagi lingkungan dan komponen di dalamnya. Salah satu ekosistem yang dapat menyediakan bakteri sebagai agen bioremediasi adalah Ekosistem Air Hitam (EAH).

Berdasarkan hasil isolasi bakteri di EAH di Tanjung Jabung Timur, Jambi diperoleh tiga konsorsium bakteri yang berpotensi sebagai pendegradasi minyak berat. Hasil pemurnian dari tiga konsorsium tersebut diperoleh sepuluh isolat tunggal bakteri. Berdasarkan seleksi yang meliputi pengujian kapasitas degradasi minyak berat dengan indikator perubahan pada media yang mengandung 1% minyak berat dan pengujian patogenesitas melalui uji hemolisis dan hipersensitif respon menghasilkan tiga isolat tunggal bakteri dengan kapasitas paling baik dalam mendegradasi minyak berat dan tidak bersifat patogen terhadap hewan dan tumbuhan sehingga berpotensi aman diaplikasikan sebagai agen bioremediasi. Ketiga isolat bakteri tersebut diberi kode berdasarkan asal lokasi diisolasinya yaitu MND2-29B (Mendahara Ulu), MSB1-25A (Muara Sabak) dan MSB1-25E (Muara Sabak).

Identifikasi dilakukan secara molekuler berdasarkan sekuen gen 16S rNA.

Analisis molekuler yang dilakukan meliputi ekstraksi DNA, amplifikasi PCR, purifikasi produk PCR dan sequencing. Urutan gen yang diperoleh dari hasil proses sequencing

dimasukkan ke dalam program FASTA 3 yang ada pada situs www.ebi.ac.uk untuk melihat kekerabatan terdekat dari ketiga bakteri tersebut. Berdasarkan analisis diketahui bakteri MND2-29B (nomor aksesi LN907823) dan MSB1-25 (nomor aksesi LN907824) memiliki kedekatan dengan Rhodococcus equi strain BS26 dengan tingkat homologi masing-masing 96.8% dan 95.0%, sedangkan bakteri MSB1-25E (nomor aksesi LN907825) memiliki kedekatan dengan Bacillus sp SGE39 dengan tingkat homologi

98.0%. Berdasarkan persentase tingkat homologi yang dikemukakan oleh Drancourt

et al. (2000), bakteri dikatakan genus baru jika persentase homologi < 97%, spesies baru dengan persentase homologi berada diantara 97% - 99%, dan merupakan bakteri yang identik jika persentase homologi > 99%. Berdasarkan tingkat homologi ketiga bakteri, isolat MND2-29B dan MSB1-25 merupakan genus baru sedangkan isolat MSB1-25E merupakan spesies baru dari genus Bacillus. Melalui hasil karakterisasi secara molekuler ini dapat diprediksi bahwa masih banyak bakteri di alam khususnya di EAH yang belum diketahui identitasnya, sehingga melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah catatan keanekaragaman hayati di Indonesia khususnya di bidang mikrobiologi.

Karakterisasi dilakukan berdasarkan sifat morfologi dan biokimia. Karakterisasi morfologi dan biokimia didasarkan pada Bergey’s Manual of Determinative

Bacteriology (Holt et al. 1994) dan The Prokaryotes (Grimont dan Grimont 2006). Observasi secara morfologi menunjukkan ketiga bakteri terseleksi memiliki pola koloni yang sama yaitu bundar, dengan pinggiran rata, elevasi cenderung cembung dan tekstur permukaan koloni yang mengkilap. Perbedaan morfologi ketiga bakteri terdapat pada warna koloni. MND2-29B berwarna merah muda sedangkan MSB1-25A dan MSB1-25E berwarna putih. Karakteristik secara biokimia menunjukkan bahwa ketiga isolat bakteri terpilih merupakan bakteri Gram positif, katalase positif dan mampu menfermentasi sukrosa.

Ketiga bakteri tersebut selanjutnya diuji dalam bentuk kultur tunggal dan kultur campuran untuk mengetahui efektivitasnya dalam mendegradasi minyak berat. Pengujian dilakukan pada media cair dan media padat. Media cair yang digunakan adalah media minimal dengan penambahan surfaktan, sedangkan media padat yang digunakan adalah tanah Ultisol. Berdasarkan hasil pengujian, kultur campuran dengan komposisi bakteri MSB1-25A dan MSB1-25E menunjukkan efektivitas yang paling tinggi dalam mendegradasi minyak berat di kedua jenis media tersebut. Pada media minimal cair dengan penambahan surfaktan kultur campuran tersebut efektif menurunkan kadar TPH dari 20% menjadi 12.16% dalam waktu 15 hari inkubasi (Tabel 4) atau dengan persen degradasi sebesar 39.2%. Pada media tanah Ultisol kultur campuran tersebut efektif menurunkan kadar TPH dari 10% menjadi 0.5% dalam waktu 8 minggu inkubasi (Tabel 5) atau dengan persen degradasi sebesar 94.8%. Berdasarkan pengujian efektivitas bakteri pada media tanah Ultisol, nilai TPH pada akhir bioremediasi telah mencapai angka < 1%. Berdasarkan regulasi Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Limbah Minyak Bumi secara Biologis maka proses bioremediasi dinyatakan selesai karena telah mencapai baku mutu yang dipersyaratkan.

Pemanfaatan bakteri sebagai agen bioremediasi dalam bentuk kultur campuran merupakan metode yang paling baik dengan tingkat degradasi yang paling tinggi. Charlena (2010) melaporkan konsorsium bakteri yang terdiri dari Salipiger sp. PR55-4, Bacillus altitudinis dan Ochrobactrum anthropi memiliki persen degradasi yang paling tinggi dalam mendegradasi minyak berat melalui metode bioslurry yaitu sebesar 81.56% selama 21 hari inkubasi. Gao et al. (2015) melaporkan konsorsium bakteri indigen anggota α-proteobacteria dan -proteobacteria yang berasal dari sedimen laut dalam di South Mid-Atlantic Ridge mampu mendegradasi minyak bumi dengan tingkat degradasi masing-masing 63.4% dan 85.8% dalam waktu 20 hari. Munawar dan Zaidan (2013) melaporkan kultur campuran bakteri yang diisolasi dari sumber limbah minyak

bumi di kolam penyimpanan yang terdiri dari Pseudomonas sp. (PSP01), Pseudomonas

sp. (PSP05), dan Bacillus sp. (PSP03) mampu mendegradasi minyak bumi dengan tingkat degradasi mencapai 91.04% dalam waktu 6 minggu dengan teknik biopile. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, konsorsium atau kultur campuran akan memiliki kemampuan degradasi yang lebih baik karena gabungan mikrob memiliki profil enzimatik yang lebih luas untuk digunakan dalam proses biodegradasi polutan (Kanaly et al. 2002). Senyawa-senyawa yang terkandung di minyak bumi ada yang mudah didegradasi dan beberapa resisten terhadap degradasi sehingga biodegradasi pada senyawa-senyawa minyak bumi yang berbeda terjadi secara bersamaan tetapi pada tingkat yang berbeda karena bakteri dengan spesies yang berbeda akan mendegradasi senyawa yang berbeda pula (Mukred 2008).

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses biodegradasi adalah sifat hidrofobik minyak yang dapat membatasi transfer molekul minyak berat ke permukaan sel bakteri. Permasalahan ini dapat diatasi dengan menambahkan surfaktan (Guerin 2015). Surfaktan adalah senyawa organik yang memiliki gugus polar dan non-polar dalam satu molekulnya, sehingga dapat mengikat minyak yang bersifat non-polar dan mengikat air yang bersifat polar. Surfaktan dikarakterisasi berdasarkan kemampuannya untuk menurunkan tegangan permukaan dengan membentuk agregat atau misel. Penelitian ini menggunakan surfaktan non-ionik Tween 80 yang bersifat biodegradable, tidak toksik, relatif murah dan tidak mempengaruhi pH media (Kosswig dan Marl 2003; Siswanto 2007; Kingma 2015).

Aplikasi bakteri terseleksi yang dikombinasikan dengan penggunaan surfaktan dapat meningkatkan kapasitas biodegradasi melalui proses dispersi atau peningkatan kelarutan minyak dalam fase cairan, sehingga luas permukaan minyak yang dapat didegradasi bakteri bertambah (Qomarudin et al. 2015). Berdasarkan hasil penelitian Herdiyantoro (2005), penambahan surfaktan Tween 80 dalam pengujian biodegradasi minyak bumi oleh isolat Bacillus sp. ICBB 7859 dan Bacillus sp. ICBB 7865 pada media minimal cair dapat mendegradasi minyak bumi dengan kadar awal TPH 10% masing-masing tingkat degradasi 50.2% dan 47.5%. Chen et al. (2015) melaporkan bahwa penambahan surfaktan Tween 80 pada tanah tercemar mampu mendegradasi polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) hingga 79%. Yanto dan Tachibana (2014) melaporkan bahwa penambahan surfaktan Tween 80 dengan penambahan Mn2+ dan H2O2 berpengaruh signifikan terhadap bioremediasi lingkungan tercemar aspal dan minyak bumi melalui mekanisme peningkatan aktivitas ligninolitic, manganese peroxidase dan laccase. Liu et al (2010) melaporkan penggunaan biosurfaktan monoramnolipid (monoRL) dan surfaktan kimia Tween 80 dapat meningkatkan efisiensi degradasi fenol oleh Candida tropicallis CICC 1463 dari 86.9% sampai 99.0% dalam waktu 30 hari.

Pengujian biodegradasi minyak berat pada media tanah Ultisol selama proses inkubasi terjadi pada kondisi pH yang rendah dan keadaan tersebut berbeda dari proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi pada umumnya yang harus ditambahkan kapur karena bakteri atau agen bioremediasi yang digunakan bersifat neutrofilik atau alkalofilik. Tanah ultisol yang digunakan sebagai media padat pada penelitian ini secara alami memiliki pH yang rendah dan selama penelitian tidak ditambahkan kapur untuk meningkatkan pH tanah. Berdasarkan hasil analisis tanah (Lampiran 3), pH tanah Ultisol 3.50 pH H2O dan 3.14 pH KCl. Namun, dengan kondisi pH yang rendah proses biodegradasi minyak berat tetap berjalan dan menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini menunjukkan bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri acid-tolerance.

Lingkungan EAH di Tanjung Jabung Timur, Jambi secara alamiah sedimen dan airnya ber-pH sangat rendah, sehingga bakteri yang diisolasi dari area ini memiliki tingkat toleransi yang baik terhadap lingkungan dengan pH rendah. Menurut Liu et al (2015), mikrob mampu mengembangkan berbagai mekanisme yang efektif untuk bertahan di lingkungan yang asam, diantaranya melalui pembentukan biofilm, peningkatan kerapatan sel, pompa proton F1-F0-ATPase, melindungi atau memperbaiki makromolekul dan memproduksi senyawa-senyawa yang bersifat alkali.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait