• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bagian ini menjelaskan tentang pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan fidusia pada pegadaian syariah pamekasan, tidak didaftarkannya objek jaminan fidusia, dan hasil analisis penelitian terkait permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah di BAB Pendahuluan.

BAB V PENUTUP

Bagian terakhir berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan akan menjawab rumusan masalah pada bagian pertama dan di dapat selama proses penelitian. Saran yang ditulis akan ditujukan untuk pegadaian syariah dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia.

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis

1. Asas droit de suite

Droit de Suite merupakan ciri kebendaan, yaitu salah satu prinsip yang melekat pada jaminan fidusia. Yakni suatu hak yang terus mengikuti pemilik benda, atau hak yang mengikuti bendanya di tangan siapapun.12 "Droit de Suite merupakan salah satu ciri kebendaan, yakni suatu hak yang terus mengikuti pemilik benda, atau hak yang mengikuti bendanya di tangan siapapun (het recht volgt de eigendom van de zaak)".

Asas droit de suite merupakan salah satu Asas yang terdapat dalam Jaminan Fidusia, Adapun Asas-asasnya lainnya diantaranya adalah13 : Asas droit de suite, Asas Droit De Preference, Asas Spesialitas, Asas Publisitas. Namun dalam hal ini penulis terfokus untuk membahas Asas droit de suite saja yang merupakan hak kebendaan yang terdapat dalam jaminan fidusia. Hal tersebut juga dikuatkan dalam penjelasan Pasal 20 UU Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa Ketentuan ini mengakui prinsip "droit de suite" yang merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem).

Setiap hak kebendaan yang terdapat dalam jaminan fidusia memiliki sifat droit de suite yaitu suatu hak yang selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda tersebut berada.

Droit de suite maksudnya hak yang selalu mengikuti bendanya, sifat droit de suite sebagaimana yang telah dijelaskan diatas telah diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyebutkan bahwa :

“Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek jaminan fidusia”

Dengan diperkuatnya pengertian dari istilah droit de suite maka sudah jelas bahwa setiap benda tetap dalam kuasa pemegang benda tersebut berada. Pemegang jaminan kebendaan atau debitor dapat melakukan pelunasan dengan objek jaminannya kapanpun jika debitor telah memenuhi kewajibannya, sehingga pemberi jaminan fidusia dapat menguasai

12 Frieda Husni Hasbullah Dalam Bukunya "Hukum Kebendaan Perdata (Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan)"

Hlm. 52

13 D.Y. Witanto, Hukum Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Mandar Maju Bandung : 2015.

Hlm. 112-118.

hak kebendaan tersebut seutuhnya setelah persyaratannya terpenuhi atau jaminan fidusia dianggap sudah selesai masa perjanjian. Namun apabila debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya maka pihak penerima jaminan fidusia dapat mengambil alih hak benda tersebut, hal ini memberikan pengertian bahwa setiap peralihan benda jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan batal demi hukum atau tidak dapat berlaku, sehingga si pemegang jaminan kapan saja dapat melakukan eksekusi benda jaminan tersebut.

Adanya Istilah Droit de suite tersebut berguna untuk memberikan kepastian hukum bagi kreditur atau penerima jaminan fidusia untuk memperoleh pelunasan hutang dari adanya perjanjian jaminan fidusia, dan juga bisa mendapatkan hasil dari penjualan objek jaminan fidusia apabila debitur atau pemberi jaminan fidusia tidak dapat memenuhi kewajibannya yang dalam hal ini disebut dengan wanprestasi, maka ketika debitor telah dinyatakan wanprestasi penjanjian kredit yang dilakukan oleh pemberi jaminan fidusia dan penerima jaminan fidusia dinyatakan kredit macet, sehingga perlu dilakukan beberapa upaya dalam menyelesaikan perjanjian tersebut.

Asas droit de suite itu sendiri tidak berlaku untuk semua benda yang bergerak maupun tidak bergerak, melainkan sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 23 ayat 2 UUJF menjelaskan bahwa yang bukan termasuk benda persediaan atau jaminan menurut asas droit de suite adalah seperti mesin produksi ataupun rumah pribadi. Sehingga berdasarkan penjelasan dalam pasal tersebut maka tentu tidak semua benda dapat dijadikan atau dipergunakan dalam pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia.

Selain hak kebendaan yang menggunakan prinsip droit de suite, hak tanggungan juga selalu mengikuti objek yang dijaminkan ditangan siapapun benda tersebut berada. Dalam konteks ini telah diatur dalam pasal 7 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang menyatakan bahwa objek jaminan tetap mengikuti benda tersebut berada, dan tidak dapat berakhir sekalipun objek hak tanggungan itu beralih kepihak lain.

Perjanjian jaminan fidusia memerlukan adanya kepastian hukum yang dapat melindungi hak-hak dari kedua belah pihak. Perlindungan hukum menurut pandangan Satjipto Raharjo adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.14 Dalam hal ini menurut Satjipto

14Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, (Bandung : 2000) Hlm. 53

Raharjo perlindungan hukum harus ada guna untuk memberikan kepastian bagi pihak yang dirugikan, sehingga pihak tersebut dapat merasakan manfaat dari adanya hukum yang diberlakukan dalam perjanjian jaminan fidusia.

Philipus M. Hadjon juga memberikan pendapat mengenai perlindungan hukum, dalam hal ini perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal yakni perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif :15

1) Perlindungan hukum preventif, yaitu bentuk perlindungan hukum kapada rakyat, dimana rakyat dapat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive, sehingga dalam hal ini rakyat dapat menyalurkan aspirasinya dalam memberikan pendapat kepada pemerintah sebelum dijatuhkannya suatu putusan.

2) Perlindungan hukum represif, yaitu bentuk perlindungan hukum dimana lebih ditunjukan dalam penyelesaian sengketa. Yakni perlindungan hukumnya diserahkan kepada pihak yang berwajib atau memiliki wewenang dalam menyelesaikan sengketa.

B. Kajian Konseptual 1. Pengertian Jaminan

Istilah jaminan berasal dari bahasa Belanda, yaitu dari kata zekerheid atau cautie.

Zekerheid atau cautie mencangkup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhi tagihannya, di samping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barang-barangnya.

Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan memberikan pendapat terkait dengan pengertian jaminan, secara terminologi menurut mereka bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah : “Suatu benda yang dapat dijadikan jaminan yang memiliki nilai atau harga jual yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya yang timbul dari suatu perikatan atau perjanjian antara kedua belah pihak”16

Selain pengertian diatas, terdapat pula beberapa tokoh yang memberikan pandangannya mengenai jaminan. Salah satunya yaitu M.Bahsan yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima oleh kreditur disuatu perusahaan dan diserahkan oleh debitur untuk menjamin suatu utang piutang atau kredit

15 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Badung, (Bandung : 1986) Hlm. 8.

16 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Liberty. (Yogyakarta : 2004) Hlm.50

yang timbul akibat adanya suatu perjanjian dalam masyarakat”17 Adanya jaminan ini sebagai penguat bagi debitur unuk memenuhi kewajibannya sehingga tidak mengentengkan apa yang seharusnya dipenuhi prestasinya.

Pada dasarnya, jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) Jaminan materiil (kebendaan)

Jaminan materiil (kebendaan) adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan dan mempunyai hubungan langsung atas benda-benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun benda tersebut berada, dapat dialihkan apabila diperlukan adanya pengalihan, dan selalu mengikuti bendanya yang dalam hal ini disebut dengan droit de suite.

2) Jaminan inmateriil (perorangan).

Jaminan inmateriil (perorangan) adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung antara orang perorangan tertentu, dan hanya dapat dipertahankan terhadap harta kekayaan debitur pada umumnya.18

Berdasarkan perbedaan jenis jaminan diatas yang sudah dipaparkan, jika kembali pada konteks pembahasan yang tercantum dalam judul penelitian yaitu jaminan fidusia, maka peneliti mengerucutkan pembahasan yang berfokus hanya pada Jaminan Fidusia saja, yang dalam hal ini membahas tentang jaminan materiil (kebendaan) yang memiliki asas droit de suite, sebagaimana yang diatur di dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

2. Gambaran Umum Jaminan Fidusia

Fidusia adalah penyerahan hak kepemilikan atas suatu barang-barang debitur yang memiliki nilai jual kepada kreditur, sedang penguasaan fisik atas barang-barang tersebut tetap dalam kuasa debitur (Costitutum Posesorium) dengan syarat bahwa bilamana debitur melunasi hutangnya, maka kreditur harus mengembalikan hak milik atas barang-barang itu kepada debitor, namun sebaliknya jika debitur tidak mampu memnuhi kewajibanya maka hak kepemilikan atas benda yang dijadikan jaminan berpindah hak milik terhadap kreidtur.19

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa benda yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan

17 M.Bahsan, Giro Dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia. (Raja Grafindo Persada : 2005) Hlm. 148

18 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. Hukum Perdata, Hak Jaminan Atas Tanah . Liberty, (Yogyakarta : 1981) Hlm. 46-47

19 Munir Fuady, Jaminan Fidusia Revisi Kedua, (Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2003), Hlm.10

dialihkan hak kekuasaannya, baik benda itu berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia, bergerak maupun tidak bergerak, namun dalam hal ini benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik, karena benda yang masuk dalam kategori hak tanggungan dan hipotik memiliki aturan sendiri yang berlaku dan telah diatur dalam Undang-Undang.

Dengan adanya Jaminan Fidusia maka akan memberikan kedudukan hukum yang kuat bagi kreditor terutama ketika debitor melakukan cidera janji atau wanprestasi, meskipun benda yang dijaminkan masih dalam penguasaan debitor yang dalam hal ini disebut dengan droit de suite namun masih dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang bermanfaat. Sehingga jaminan fidusia dapat dikatakan sebagai Lembaga Jaminan Fidusia yang dapat digunakan secara luas dan fleksibel oleh masyarakat, dengan ciri ataupun syarat yang sederhana, mudah dilakukan, cepat dan memiliki kepastian hukum bagi para pihak yang bersepakat.20

C. Review Studi Terdahulu

Aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asas Droit de Suite dan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia ketika terjadi kredit macet. Setelah melakukan review dan mengkaji dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat beberapa penelitian yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini dan akan penulis jadikan sebagai bahan kajian pustaka dalam penelitian ini, sehingga dapat melanjutkan penelitian sebelumnya yang dianggap sama dan perlu adanya penelitian selanjutnya. Penelitian-penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:

I Made Sarjana, 2015 dalam Skripsinya yg berjudul Menguji Asas Droit de suite dalam jaminan fidusia. Mendapatkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa ketentuan pasal 20 UUJF yang memuat tentang asas droit de suite masih mengandung kelemahan, karena tidak ditentukan pengganti objek jaminan fidusia ketika objek jaminan tersebut dirampas untuk kepentingan Negara, hal ini dapat merugikan salah satu pihak apabila tidak kembalinya objek jaminan yang dirampas negara.

Perampasan objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh negara merupakan kegiatan illegal logging, maksudnya adalah semata-mata hanya untuk melindungi kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan individual yang dimiliki oleh penerima jaminan fidusia, yaitu kepentingan Negara yang telah mengatur adanya Undang-Undang Jaminan Fidusia,

20 Ignatius Ridwan Widyaharma, Hukum Jaminan Fidusia (Semarang : BP UNDIP, 2001), Hlm. 10

namun apabila perkaranya sudah diputus oleh pengadilan maka objek jaminan tersebut wajib dikembalikan kepada mereka yang lebih berhak.

Dalam skripsi tersebut menerangkan bahwa langkah represif yang digunakan oleh penerima fidusia yang objek jaminan fidusianya dirampas oleh Negara, kreditor melakukan gugatan ganti rugi yang yang dicantumkan dalam pasal 1365 BW Indonesia. Gugatan tersebut dilakukan karena pihak debitur melakukan perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian pada pihak kreditur karena tidak dapat memberikan kepastian hukum atas jaminan yang telah dilakukan oleh pihak pemberi fidusia.21

Menurut peneliti kelemahan adanya asas droit de suite dapat merugikan pihak kreditor apabila debitor melalaikan kewajibannya, karena ketika debitor melakukan suatu pelanggaran maka yang mendapat imbasnya adalah pihak kreditor jika objek jaminannya dirampas oleh Negara. Persamaan skripsi ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama membahas mengenai kedudukan asas droit de suite dan Jaminan Fidusia, sedangkan Perbedaan penelitiannya adalah objek penelitian dan penerapan asas droit de suite ketika terjadi kredit macet.

Fatmawaty Arkani, 2018 melakukan penelitian dengan mengangkat judul Penerapan Asas Droit De Suite Pada Perjanjian Jaminan Fidusia", Berdasarkan penelitian dan pembahasan dalam skripsinya dihasilkan kesimpulan bahwa menurutnya dalam setiap perjanjian Jaminan Fidusia telah menerapkan asas droit de suite sehingga jika debitur mengalami cidera janji atau wanprestasi kreditur dapat memiliki hak untuk mengeksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada.

Pada kenyataannya ketika debitor telah dinyatakan wanprestasi, pihak kreditor dalam proses eksekusi objek tersebut sering mengalami kesulitan karena terdapat objek jaminan fidusia yang diserahkan oleh debitur yang sudah bepindah tangan kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pihak finance. Padahal pihak finance atau kreditor dapat memberikan izin kuasa atau menjaminkan kredit tersebut kepada pihak ketiga atau diover kredit, hal ini dapat dilakukan jika debitor melaporkan jika ia tidak mampu lagi membayar kredit.

Dari perbuatan debitor yang tidak sesuai dengan perjanjian dapat berdampak akibat hukum yang akan diterima oleh debitur yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan

21 I Made Sarjana, Skripsi Yang Berjudul Menguji Asas Droit De Suite Dalam Jaminan Fidusia, Magister Hukum Udayana 2015.

benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut kepada pihak lain dengan dikenakan ancaman pidana pelanggaran Pasal 372 KUHP dan Pasal 36 UUJF bagi penjual atau pihak kedua dan ancaman pidana pelanggaran Pasal 480 KUHP bagi pembeli.22

Skripsi tersebut diambil sebagai salah satu tinjauan terdahulu karena terdapat keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, dimana persamaan skripsi ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama membahas mengenai asas droit de suite dalam jaminan fidusia serta terjadinya kredit macet, sedangkan letak perbendaannya adalah dalam skripsi tersebut membahas tentang objek jaminan yang dialihkan kepada pihak ketiga ketika debitor tidak mampu melunasi kreditnya.

Ardika Karya Santuso, 2016 Skripsi yang disusunnya berjudul Implementasi Pemberian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Diikat Di Bawah Tangan (Studi Pada PT. BRI (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu)” Dalam penelitian tersebut membahas mengenai BRI Unit Sukoharjo dalam pemberian kredit umum pedesaan berupa jaminan fidusia, sebagian besar pengikatannya dalam pelaksanaan jaminan fidusia hanya dilakukan secara di bawah tangan dan tidak dilakukan di hadapan notaris, maupun tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia.

Skripsi tersebut menurut peneliti kurang sempurna karena tidak dibahas secara keseluruhan bagaimana apabila terjadi wanprestasi dalam pemberian kredit di BRI Unit Sukoharjo, apakah kreditor atau pihak bank dapat melakukan eksekusi terhadap objek jaminan? Sedangkan objek tersebut tidak didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia dan tidak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, hal ini membutuhkn penelitian lebih lanjut untuk kejelasan hukumnya agar dapat memberikan perlindungan terhadap pihak BRI Unit Sukoharjo.23

Perbedaan penelitian penulis dengan skripsi ini adalah dalam skripsi ini membahas mengenai bagaimana implementasi pemberian kredit yang diikat dibawah tangan, serta tempat penelitiannya berbeda dimana dalam skripsi ini penelitian dilakukan di BRI Unit Sukoharjo. Sedangkan penulis ingin meneliti mengenai asas droit de suite ketika terjadi kredit macet dan bagaimana pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia apabila terjadi kredit

22 Fatmawaty Arkani, Penerapan Asas Droit De Suite Pada Perjanjian Jaminan Fidusia" S1 - Ilmu Hukum Universitas Negeri Gorontalo (Gorontalo : 2018)

23 Ardika Karya Santuso, Skripsi Yang Berjudul Implementasi Pemberian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Diikat Di Bawah Tangan (Studi Pada Pt. Bri (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu)” Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar (Lampung : 2016)

macet. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang jaminan fidusia dan membahas tentang pemberian kredit.

Nur Anissa Syuaib, 2018, menyusun sebuah skripsi yg berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Dalam Hal Terjadi Pengalihan Objek Jaminan Tanpa Sepengetahuan Kreditor, hasil penelitian dalam skripsi tersebut, menjelaskan tentang perlindungan hukum terhadap kreditor yang tidak bisa melaksanakan eksekusinya karena kreditor dalam hal ini PT. Bank Negara Indonesia tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Ketiadaan sertifikat jaminan fidusia menggugurkan hak kreditor untuk memperoleh perlindungan hukum dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia ketika debitor melakukan wanpretasi, karena kreditor tidak memliki hak eksekutorial sebagaimana yang diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999. Sehingga dalam menyelesaikan perjanjian kredit tanpa adanya sertifikat jaminan fidusia ketika debitor wanprestasi adalah melalui tindakan perdata, yaitu PT. Bank Negara Indonesia melakukan proses eksekusi dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.24

Shinta Andriyani, S.H, 2007 dalam skripsinya yang berjudul Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Di Perum Pegadaian Kota Semarang. Dalam hasil penelitiannya menerangkan bahwa dalam hal debitur yang wanprestasi maka pihak pegadaian tidak akan langsung melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan dari debitur. Langkah awal yang akan ditempuh oleh pegadaian adalah dengan melakukan upaya persuasif dengan penyelesaian secara kekeluargaan dan lebih mengedepankan musyarawarah, hal ini dilakukan agar tetap terjalin hubungan yang baik antara pihak pegadaian dengan pihak nasabah.

Praktek di lapangan yang dilakukan oleh pegadaian yang ada dikota semarang membuktikan bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia yang di gunakan cenderung dengan melakukan penjualan di bawah tangan yang didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak. Alasan dilakukannya hal tersebut untuk mencari pembeli yang tepat dengan harapan agar diperoleh harga yang tinggi. Selain itu juga cara ini dianggap tidak

24 Nur Anissa Syuaib, Dalam Skripsi Nya Yg Berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Dalam Hal Terjadi Pengalihan Objek Jaminan Tanpa Sepengetahuan Kreditor, Fakultas Hukum, Uinversitas Hasanuddin, (Makassar : 2018)

menghabiskan banyak biaya, tenaga dan waktu, sehingga dapat menghemat dan tidak merugikan salah satu pihak.25

Monti Efrizal, 2010 skripsi yang disusunnya berjudul Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia Terhadap Kendaraan Bermotor Di Pt. Bhakti Finance Bandar Lampung, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diterangkan bahwa pelaksanaan perjanjian kredit atas kendaraan bermotor sebagai jaminan fidusia dibuat secara akta notaris dan tercatat dalam akta, akan tetapi akta jaminan fidusianya tidak langsung didaftarkan dikantor jaminan fidusia karena mengingat besarnya biaya yang diperlukan dan waktu yang akan dihabiskan jika masih harus mendaftarkan dikantor, hal tersebut tetap sah dianggap resmi dan mengikat kedua belah pihak.

Dalam mengeksekusi kreditor tidak bisa menggunakan title eksekutorialnya, karena jika berpacu pada peraturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, objek jaminan fidusia tetap harus didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia, sehingga apabila debitor mengalami kredit macet maka kreditor tidak dapat melakukan eksekusi dan hanya dapat mengajukan gugatan perdata kepada pengadilan yang ditujukan terhadap debitor.

Dan Penyelesaian kredit macet dengan jaminan fidusia terhadap kendaraan bermotor di PT. Bhakti Finance dibuat dengan mekanisme yang sangat sederhana, namun dapat memunculkan potensi konflik dan permasalahan hukum yang dapat merugikan pihak Kreditor karena tidak mendapat perlindungan hukum yang maksimal oleh karena itu segala ketentuan tentang eksekusi fidusia berdasarkan Undang undang Fidusia di PT. Bhakti Finance Bandar Lampung tidak dapat diterapkan.26

Rm. Leonardo Charles Wahyu Wibowo, 2010 penelitian yang dilakukannya mengangkat judul Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Penyelesaian Kredit Macet Di Perusahaan Pembiayaan Kendaraan Sepeda Motor Pt. Adira Finance Kota Makassar, penelitian dalam skripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa Eksekusi objek jaminan Fidusia di PT. Adira Finance kota Makassar yang dilakukan terhadap debitor yang wanprestasi dengan cara pengambilan kembali barang jaminan dari tangan debitor, hal ini dilakukan apabila debitor dianggap tidak sanggup lagi melakukan pembayaran angsuran, sehingga kreditor melakukan penjualan terhadap barang yang dijadikan objek jaminan.

25 Shinta Andriyani,S.H Dalam Skripsinya Yang Berjudul Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Di Perum Pegadaian Kota Semarang, Universitas Diponegoro (Semarang : 2007)

26 Monti Efrizal, Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia Terhadap Kendaraan Bermotor Di Pt. Bhakti Finance Bandar Lampung, Universitas Diponegoro (Semarang : 2010)

Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Eksekusi objek jaminan Fidusia Pada PT. Adira Finance Kota Makassar terhadap jaminan fidusia hampir sama dengan pembahasan pada skripsi-skripsi sebelumnya, yaitu tentang benda jaminannya yang tidak didaftarkan dikantor fidusia dan perjanjian jaminan fidusia antara kreditor dan debitor dibuat dibawah tangan.

Adanya hambatan tersebut dapat menyusahkan kreditur apabila terjadi wanprestasi oleh debitor, maka kreditor tidak dapat melakukan eksekusi jaminan fidusia. Sedangkan upaya penyelesaian yang dilakukannya adalah dengan meminta dan melibatkan penerima fasilitas (debitur) untuk menunjuk kemana barang jaminan tersebut dialihkan. Jika upaya ini tidak berhasil maka langkah yang diambil adalah melakukan pelaporan dengan dakwaan

Adanya hambatan tersebut dapat menyusahkan kreditur apabila terjadi wanprestasi oleh debitor, maka kreditor tidak dapat melakukan eksekusi jaminan fidusia. Sedangkan upaya penyelesaian yang dilakukannya adalah dengan meminta dan melibatkan penerima fasilitas (debitur) untuk menunjuk kemana barang jaminan tersebut dialihkan. Jika upaya ini tidak berhasil maka langkah yang diambil adalah melakukan pelaporan dengan dakwaan

Dokumen terkait