Intensifikasi dalam budidaya jagung menjadi salah satu alternatif dalam rangka peningkatan produksi jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan untuk mengurangi impor. Penggunaan varietas unggul jagung hibrida yang adaptif dan produktivitasnya tinggi serta pemanfaatan unsur hara yang efisien menjadi alternatif dalam pengembangan jagung. Untuk menunjang hal tersebut, diperlukan penyediaan benih bermutu tinggi. Mutu benih menyangkut mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik, dan mutu kesehatan benih (Ilyas 2012) mutlak dipenuhi dalam memproduksi benih. Untuk benih jagung hibrida kemurnian genetik harus tetap terjaga karena akan berdampak pada penampilan tanaman di lapang dan terjadi penurunan hasil.
Benih jagung hibrida dituntut kemurnian genetik yang tinggi (> 98%) (BSN 2003). Pengujian kemurnian genetik varietas (verifikasi varietas) saat ini banyak menggunakan metode berdasarkan karakter morfologi. Metode ini membutuhkan waktu yang lama karena harus melalui satu siklus hidup tanaman jagung. Sementara itu industri perbenihan memerlukan metode pengujian kemurnian genetik benih yang cepat dan akurat, serta memiliki tingkat reprodusibilitas yang tinggi. Selain itu metode penilaian berdasarkan karakter morfologi, tergantung pada tingkat keahlian dan pengalaman dari petugas pemeriksa tanaman. Kekeliruan dalam menentukan kemurnian genetik mengakibatkan kerugian pada produsen benih. Dengan dirilisnya varietas jagung hibrida yang secara visual penampilan tanaman di lapang yang mirip, akan menyulitkan dalam penilaian karakter
morfologi. Demikian pula tanaman yang bersegregasi sangat sulit dibedakan dengan tanaman hibrida aslinya.
Untuk mendeteksi kemurnian genetik tersebut, diperlukan alat bantu salah satunya adalah dengan marka simple sequence repeats (SSR). Marka SSR dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menverifikasi suatu varietas tanaman (Nunome et al. 2003) dan merupakan alat ampuh dalam menilai keanekaragaman genetik antara galur inbrida (Drinic 2012). Selain itu marka SSR digunakan dalam mencari metode cepat untuk mengetahui kualitas dan kemurnian varietas yang bersegregasi.
Pada penelitian ini, teridentifikasi tiga primer yang dapat mendeteksi kemurnian hybrida Bima-3 dan Bima-4 yaitu phi 109275 yang spesifik untuk tetua hibrida Bima-4 (G180/MR-14), primer phi072 spesifik untuk tetua Bima-3 (Nei9008 dan MR-14), dan phi 328175 spesifik untuk tetua hibrida Bima-3 dan Bima-4. Kemurnian genetik varietas jagung hibrida varietas Bima-3 dan Bima-4, didapatkan untuk masing-masing 97.5% dan 80%. Pada individu tanaman yang teridentifikasi memiliki pita yang sama dengan tetua jantan, diduga terjadi percampuran selama dalam prosesing benih, sedangkan individu tanaman yang teridentifikasi memiliki pita yang sama dengan tetua betina disebabkan oleh perlakuan detaselling yang kurang akurat sehingga terjadi penyerbukan sendiri (selfing) dan juga terjadi percampuran selama dalam prosesing benih di gudang.
Upaya peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida dapat dilakukan dengan cara aplikasi rizobakteri dan pemupukan P. Salah satu pertimbangan dalam penggunaan rizobakteri adalah kemampuannya dalam melarutkan P dalam tanah maupun yang diberikan dalam bentuk pupuk.
Dari hasil uji kemampuan melarutkan fosfat, teridentifikasi enam isolat Pseudomonas kelompok fluorescens, enam isolat Bacillus, dan sembilan isolat Aktinomiset dapat melarutkan fosfat. Qureshi et al. (2012) menyatakan bahwa mikroorganisme pelarut P adalah mikroorganisme yang dapat melarutkan P yang sukar larut menjadi larut baik P yang berasal dari dalam tanah maupun dari pupuk, sehingga dapat diserap oleh tanaman. Inokulasi Bacillus spp. dapat meningkatkan tinggi tanaman, hasil, kadungan NP dalam daun, dan meningkatkan status P tersedia dalam tanah (Qureshi et al. 2012). Rizobakteri dapat menghasilkan asam organik (asam glukonat, asam 2-ketogluconic, asam glioksilat, asam sitrat, asam malat, asam laktat, dan lainnya) yang berfungsi untuk melarutkan fosfat dan menurunkan pH di sekitar sel (Maliha et al. 2004; Khan et al. 2006).
Dalam menggunakan bakteri sebagai biofertilizer maupun sebagai biopestisida, sebaiknya dilakukan pengujian patogenitas bakteri terhadap tanaman, hewan, dan manusia. Pengujian pada tanaman dilakukan dengan melihat reaksi hipersensitif, jika tidak menimbulkan nekrosis pada daun tembakau, maka bakteri tersebut layak untuk digunakan pada tanaman. Pada penelitian ini, dari genus Bacillus spp., terdapat empat isolat yang menunjukkan gejala nekrosis yaitu B11, B27, B31, dan B36; dari jenis Pseudomonas kelompok fluorescens terdapat empat isolat yang menunjukkan gejala nekrosis yaitu P16, P17, dan P32; sedangkan dari genus Aktinomiset terdapat empat isolat yang menunjukkan gejala nekrosis yaitu AB4, AB10, APS12, dan ATS8.
Respon hipersensitif merupakan reaksi pertahanan cepat dari tanaman terhadap patogen yang tidak kompatibel disertai dengan kematian sel yang cepat pada jaringan yang diinjeksi bakteri (Klement 1990). Gejala nekrosis terjadi disebabkan oleh hilangnya elektrolit pada daun secara cepat, selanjutnya gejala
nekrosis berkembang ke bagian daun lainnya dan menimbulkan gejala layu (Asrul 2005). Respon tanaman terhadap infeksi yaitu dengan mengeluarkan senyawa kimia untuk pertahanan dan menutup daerah infeksi. Sel-sel tersebut merusak dirinya sendiri sehingga terbentuk lesio atau luka pada daerah terinfeksi yang berfungsi melindungi bagian daun lainnya (Campbell et al. 2002).
Karakterisasi terhadap kemampuan memproduksi IAA menunjukkan bahwa semua rizobakteri yang diuji dapat menghasilkan asam indol asetat (IAA) dengan kadar yang bervariasi. Rizobakteri dari jenis Bacillus spp. menghasilkan IAA yang tinggi hingga mencapai 14.4 μg/ml (B42) dibanding Aktinomiset dan Pseudomonas kelompok fluorescens. Perbedaan dalam memproduksi IAA tersebut tergantung pada kemampuan masing-masing isolat rizobakteri dalam mengkolonisasi perakaran tanaman (Thakuria et al. 2004). Produksi IAA oleh rizobakteri hanya akan terjadi jika konsentrasi asam amino triptofan di daerah perakaran tanaman cukup tinggi (Karnval 2009).
Pada percobaan di rumah kaca, diperoleh hasil dimana isolat B28 dan B46 dapat meningkatkan indeks dan memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi dibanding kontrol. Isolat B46, B42, B13, P14, P31, AB2, AB3, AB11, ATS4, dan ATS5 dapat meningkatkan daya berkecambah dibanding kontrol. Hasil penelitian Hameda et al. (2008) mendapatkan bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih jagung. Peningkatan viabilitas dan vigor benih ini diduga disebabkan terjadinya peningkatan sintesis hormon seperti IAA atau giberelin (GA3) sebagai pemicu aktivitas enzim amilase yang berperan dalam perkecambahan (Gholami et al. 2009). Isolat P34 dan P12 cenderung meningkatkan panjang akar hingga mencapai masing-masing 49.9 dan 49.1 cm dibanding kontrol (39.8 cm), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan rizobakteri B28, B46, B42, B37, B13, P14, P24, ATS4, AB3, dan AB11. Inokulasi bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan dan panjang akar pada tanaman jagung (Hameeda et al. 2008), pada padi (Ashrafuzzaman et al. 2009; Agustiansyah et al. 2010), dan pada tomat (Sharafzadeh 2012). Tanaman merespon IAA dengan mekanisme pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar adventif (Leveau 2005). Patten dan Glick (2002), menyatakan bahwa IAA yang di sekresikan oleh bakteri meningkatkan pertumbuhan akar tanaman secara langsung dengan menstimulasi pemanjangan sel atau pembelahan sel.
Agens hayati dalam memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman dapat melalui beberapa mekanisme yaitu mampu memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, dan memproduksi hormon pertumbuhan tanaman seperti IAA, giberelin, dan sitokinin (Egamberdiyeva 2005; Bae et al. 2007). Leveau (2005) menyatakan bahwa tanaman merespon IAA dengan mekanisme pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar adventif. IAA yang di sekresikan oleh bakteri meningkatkan pertumbuhan akar tanaman secara langsung dengan menstimulasi pemanjangan sel atau pembelahan sel (Patten & Glick 2002).
Pada percobaan dalam polybag, pemupukan P belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. Hal ini diduga bahwa pada kondisi tanah dengan kandungan P tersedia yang tergolong tinggi, menyebabkan penambahan pupuk P tidak berpengaruh nyata. Suyamto (2010) menyatakan bahwa tingkat ketersediaan hara dalam tanah mencerminkan tingkat kesuburan tanah dan berkorelasi positif dengan hasil tanaman. Pada tanah dengan tingkat kesuburan yang tinggi,
pemberian pupuk akan semakin rendah dan bahkan tidak perlu lagi penambahan pupuk.
Penggunaan isolat rizobakteri B42 berpotensi meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun, sementara isolat B28 berpotensi meningkatkan bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. Hal ini diduga karena pengaruh langsung dari rizobakteri yang mampu menghasilkan hormon pengatur pertumbuhan dan mampu membantu melarutkan fosfat.
Pada musim tanam I (MH) produktivitas benih jagung yang diperoleh lebih rendah rata-rata berkisar antara 0.77 t ha-1 hingga 1.33 t ha-1, dibanding produktivitas benih yang dihasilkan pada musim tanam II (MK) yang rata-rata berkisar antara 2.43 t ha-1 hingga 3.2 t ha-1. Hal ini disebabkan karena keluarnya bunga jantan pada tanaman jantan tidak serempak dan lebih lambat dibanding bunga betina pada tanaman betina, sehingga tidak terjadi sinkronisasi penyerbukan yang menyebabkan gagalnya polinasi. Gagalnya polinasi mengakibatkan tidak terbentuknya biji sehingga banyak tongkol yang tidak terisi penuh. Interval waktu antara keluarnya bunga jantan dan bunga betina atau anthesis silking interval (ASI) adalah hal yang penting dalam keberhasilan penyerbukan. Dahlan (2001), semakin tinggi nilai ASI semakin rendah hasil karena tidak terjadi sinkronisasi berbunga. Nilai ASI -1.0 sampai +3.0 hari memberikan hasil maksimal pada jagung. Subekti et al, (2007) menyatakan bahwa nilai ASI yang kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil. Fonseca (2004) menyatakan bahwa salah satu cara agar produksi benih hibrida dapat berhasil adalah dengan meningkatkan sinkronisasi tersebarnya tepungsari dari tetua jantan dan keluarnya rambut tongkol yang siap diserbuki pada tetua betina. Untuk mengantisipasi hal tersebut dilakukan penyerbukan secara manual dengan mengambil polen dari bunga jantan yang telah mekar yang ditanam empat dan lima hari lebih awal dari tanaman betina dan diserbukkan ke bunga betina.
Isolat ATS4 dan B42 mampu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibanding isolat lainnya pada musim tanam I (MH), namun pada MK produktivitas benih dengan perlakuan isolat B42 lebih rendah dibanding isolat ATS4. Hal ini berkaitan dengan daya adaptasi dari masing-masing isolat terhadap lingkungan rizosfer. Aktinomiset mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder dengan beragam fungsi seperti antimikrob, inhibitor enzim, dan enzim pendegradasi bahan organik. Senyawa antimikrob yang dihasilkan, dapat menghambat pertumbuhan patogen tular tanah (Lestari 2006). Genus Streptomyces spp. merupakan bakteri gram positif yang berspora dan tahan terhadap kondisi kering dan panas (Emmert dan Handelsman 1999). Lingkungan rizosfir yang dinamis dan kaya akan sumber energi dari senyawa organik yang dikeluarkan oleh akar tanaman (eksudat akar) merupakan habitat bagi berbagai jenis mikroba untuk berkembang dan sekaligus sebagai tempat pertemuan dan persaingan mikroba. Tiap tanaman mengeluarkan eksudat akar dengan komposisi yang berbeda-beda sehingga berperan juga sebagai penyeleksi mikroba, meningkatkan perkembangan mikroba tertentu, dan menghambat perkembangan mikroba lainnya (Husen et al. 2008). Semakin banyak eksudat akar, akan semakin besar jumlah dan keragaman mikroba.
Ketersediaan fosfor dalam tanah adalah fenomena yang kompleks yang dipengaruhi oleh tanah dan tanaman (Barber 1995). Pada penelitian di polybag,
tanah yang digunakan mengandung P tersedia tergolong tinggi (Lampiran 5), yang diduga menyebabkan tanaman tidak respon terhadap pemupukan P. Namun berbeda dengan pernyataan Kolawole (2010), dimana tanah yang mengandung P tersedia tergolong tinggi juga membutuhkan pupuk P yang tinggi untuk mendapatkan hasil jagung optimal. Hal ini diduga adanya fiksasi oleh Ca dan atau Fe, sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi (>7) bentuk HPO42- lebih dominan. Di samping ion-ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin, dan fosfohumat (Hanafiah 2007).
Pada penelitian lapang yang dilakukan selama dua musim tanam, aplikasi pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 mampu mencapai produktivitas tertinggi dan dapat menghemat penggunaan pupuk SP-36. Pada tanah dengan kandungan P tersedia rendah – sedang, penggunaan pupuk P cukup dengan 100 kg SP-36 ha-1. Tanaman menyerap fosfor sesuai dengan kebutuhannya. Tanaman yang terlalu banyak menyerap fosfor akan memperpendek umur tanaman. Semakin besar fosfor tersedia bagi tanaman, semakin besar pula fosfor yang dapat diserap oleh tanaman (Setyanti 2013). Unsur P merupakan salah satu faktor yang menunjang berjalannya proses fotosintesis. Menurut Zulaikha dan Gunawan (2006), apabila tanaman kekurangan fosfor maka hasil fotosintesis yang berupa glukose tidak dapat disintesis menjadi sukrosa dan diedarkan ke suluruh bagian tanaman melalui floem sehingga pertumbuhan terhambat.
Secara umum pada percobaan di lapang, baik pada musim tanam pertama (musim hujan) maupun pada musim tanam kedua (musim kemarau) menunjukkan terjadinya peningkatan pertumbuhan tanaman dan produktivitas, serta penurunan penggunaan pupuk P di lapang. Hal tersebut diduga disebabkan adanya pengaruh aktivitas rizobakteri yang digunakan. Rizobakteri ATS4 dan B42 mampu menghasilkan hormon pengatur tumbuh seperti IAA (Thakuria et al. 2004; Karnwal 2009; Agustiansyah 2010; Yusepi 2011) dan mampu melarutkan fosfat sehingga tersedia bagi tanaman (Gray dan Smith 2005; Mehvraz dan Chaichi 2008; Rao 2007; Prihartini 2009). Proses pemacuan tumbuh tanaman dimulai dari keberhasilan rizobakteri dalam mengkolonisasi rizosfir (Bhatnagar dan Bhatnagar 2005; Thakuria 2004). Indole acetic acid (IAA) merupakan hormon pada tumbuhan yang mengendalikan berbagai proses fisiologi berupa pembelahan dan perkembangan sel, diferensiasi jaringan serta respons terhadap cahaya dan gravitasi (Salisbury & Ross 1992). IAA disintesis dalam berbagai bagian tubuh tanaman yang sedang aktif tumbuh dan berkembang seperti pada meristem ujung tunas, ujung akar, dan kambium. Selain itu juga disebabkan oleh aktivitas rizobakteri dalam meningkatkan ketahanan sistemik tanaman terhadap patogen. Rizobakteri ATS4 dan B42 menghasilkan kitinase yang tinggi (Budiman 2012), yang berfungsi untuk melawan patogen. Chompant et al. (2005) melaporkan bahwa kitinase yang diproduksi oleh Serratia marcescens digunakan untuk melawan Sclerotium rolsfii. Kitinase dan laminarinase yang disintesis oleh Pseudomonas stutzeri berfungsi menghancurkan dan melisis miselia Fusarium solani. Jha et al. (2009) melaporkan bahwa IAA yang dihasilkan oleh Pseudomonas spp. juga dapat menunjukkan aktivitas melawan penyakit pada tanaman.
KESIMPULAN UMUM
1. Dari percobaan 1 didapatkan 3 marka spesifik (phi96100, phi072, dan phi328175) yang dapat digunakan untuk identifikasi kemurnian genetik jagung hibrida Bima-3 dan Bima-4. Identifikasi kemurnian genetik benih jagung hibrida dengan marka SSR diperoleh 80% benih Bima-4 dan 97.5% benih Bima-3 murni secara genetik, sedangkan dengan marka morfologi diperoleh 95 % benih Bima-4 dan 97.5% benih Bima-3. Marka SSR dapat mendeteksi kemurnian genetik benih jagung hibrida secara cepat dan akurat dimana hal ini tidak dapat dibedakan secara morfologi. Marka SSR efektif dalam mendeteksi kemurnian benih jagung hibrida.
2. Hasil karakterisasi terhadap 34 isolat rizobakteri, terdapat 23 isolat yang mampu melarutkan fosfat, 23 isolat menunjukkan reaksi hipersensitif negatif, dan 18 isolat mampu memproduksi IAA.
3. Pada percobaan di rumah kaca, aplikasi isolat rizobakteri B28 dan B46 dapat meningkatkan indeks vigor dan kecepatan tumbuh dibanding kontrol. Isolat B28 dan B46 dapat meningkatkan indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih jagung. Isolat B28 mampu meningkatkan daya berkecambah hingga mencapai 80 %. Isolat lain yang berpotensi meningkatkan daya berkecambah yaitu: B46, B42, B13, P14, P31, AB2, AB3, AB11, ATS4, dan ATS5. Aplikasi rizobakteri P34 dan P12 mampu meningkatkan panjang akar jagung.
4. Berdasarkan hasil karakterisasi dan pengaruh terhadap peningkatan mutu fisiologis benih jagung, dari genus rizobakteri yang diuji terpilih enam isolat rizobakteri yang dapat digunakan pada percobaan di lapang yaitu AB2, ATS4, B28, B42, P14, dan P31.
5. Pada percobaan di polybag didapatkan bahwa pemupukan P belum dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. Isolat B42 berpotensi meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Isolat rizobakteri B28 berpotensi meningkatkan bobot tongkol dan bobot biji/tongkol.
6. Pada percobaan lapang pada musim tanam I (musim hujan) diperoleh bahwa Pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung hibrida. Isolat rizobakteri B42, ATS4, dan P31 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung. Perlakuan rizobakteri dapat meningkatkan mutu fisiologis benih jagung pada periode simpan empat bulan pada suhu 21 – 25oC dan RH 53 – 62%, tetapi hanya rizobakteri ATS4 yang dapat meningkatkan mutu benih setelah disimpan selama delapan bulan.
7. Pada percobaan lapang di musim tanam II (musim kemarau) diperoleh bahwa pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung hibrida. Isolat rizobakteri ATS4 mampu meningkatkan tinggi tanaman dan produktivitas benih jagung hibrida. Aplikasi rizobakteri ATS4 yang diikuti dengan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan rendemen benih hingga 83.8%. Penggunaan rizobakteri dapat mengurangi penggunaan pupuk SP-36 hingga 50 % dari dosis rekomendasi. Rizobakteri ATS4 dan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 terbaik dalam meningkatkan mutu fisiologis benih setelah empat bulan simpan pada suhu 21-25oC dan RH 53 – 62%.
SARAN
1. Benih jagung hibrida, selain memiliki mutu fisiologis yang tinggi juga perlu memiliki mutu genetik yang tinggi. Olehnya perlu mendapat perhatian dalam proses produksi benih.
2. Untuk melindungi petani pengguna benih hibrida, maka produsen benih perlu melakukan uji kemurnian genetik dan mencantumkannya pada label benih. 3. Rizobakteri yang terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas
benih jagung, dapat digunakan dalam budidaya jagung terutama untuk produksi benih. Oleh karena itu diperlukan formulasi khusus, baik dalam bentuk cair maupun tepung untuk memudahkan distribusi dan aplikasi di lapang.
4. Akumulasi residu pupuk P yang diberikan setiap musim tanam, menyebabkan kandungan hara P total dalam tanah menjadi tinggi. Oleh karena itu lebih bijaksana jika penggunaan rizobakteri yang dapat melarutkan P diaplikasikan pada tanah-tanah dengan kandungan hara P total tinggi, sehingga penggunaan pupuk Pdapat lebih efisien.
5. Perlu dilakukan pengujian rizobakteri yang telah dihasilkan pada lokasi lain dan pada tanaman lain.