• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Daerah Irigasi Ular Kawasan Bendang

Daerah intake Bendang mengairi dua kecamatan yakni Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 2°57" Lintang Utara, 3°16" Lintang Selatan, 98° 27" Bujur Barat dengan luas wilayah 1.900,22 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah timur dengan kabupaten Asahan dan kabupaten Simalungun, serta sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Dengan ketinggian wilayah berkisar 0 – 500 meter di atas permukaan laut. Wilayah kabupaten Serdang Bedagai terdiri dari 11 kecamatan dan 237 desa dan 6 kelurahan (Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, 2008).

Daerah intake .Bendang adalah salah satu intake yang berada di Daerah Irigasi Ular dan terletak di Blok III. Saluran drainase Bendang menampung kelebihan air khususnya pada areal persawahan dari tujuh desa yaitu : desa Melati, Tualang, Kutagaluh. Pulau Jambu, Dadap, Cilawan, dan Pantai Cermin Kiri, dengan total luas daerah tangkapan air sebesar 319715 km2. Saluran primer (MC-I) terdiri dari enam tipe yaitu 25- D8, 20-D3, 20-D3i, 18-C3, 31-D12, dan 29-D12. Saluran sekunder 1 (SC-I) terdiri dari lima tipe yaitu 24-C1, 23-C1, 22-B5, 22-B3, dan 21-B2. Saluran sekunder 2 (SC-II) terdiri dari dua tipe yaitu 28-B4 dan 27-B4.

Pada saluran sekunder 1 terdapat penyimpangan dimana pada saluran awal air tidak dibuang melainkan dialirkan sebagai air irigasi. Hal ini terjadi karena kurangnya air yang dibawa oleh saluran irigasi.

Debit Harian Saluran

Pada saluran terbuka debit saluran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Q = A x V. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 2, 3, dan 4.

Tabel 2. Debit Saluran Primer

Unit no Tipe Luas Penampang Basah (m2) Kecepatan Aliran (m/s) Debit Saluran (m3/s) 25 D8 3,901 0,431 1,681 20 D3 4,208 0,604 2,542 20 D3i 3,095 0,699 2,163 18 C3 3,707 0,405 1,732 25 D8 5,426 0,488 2,648 25 D8 4,883 0,427 2,087 31 D12 3,636 0,483 1,756 29 D12 3,131 0,444 1,390 25 D8 14,305 0,283 4,048

Tabel 3. Debit Saluran Sekunder 1

Unit no Tipe LuasPenampang Basah (m2) Kecepatan Aliran (m/s) Debit Saluran (m3/s) 24 C1 7,318 0,204 1,493 23 C1 5,688 0,229 1,303 23 C1 6,747 0,248 1,673 22 B5 2,719 0,433 1,177 22 B3 2,849 0,328 0,934 21 B2 1,702 0,311 0,529

Tabel 4. Debit Saluran Sekunder 2

Unit no Tipe Luas Penampang Basah (m2) Kecepatan Aliran (m/s) Debit Saluran (m3/s) 28 B4 2,803 0,299 0,838 27 B4 2.391 0.273 0.653

Debit Maksimum Saluran

Untuk memperoleh kapasitas maksimum saluran drainase, kedalaman saluran yang dipakai adalah ketinggian tanggul dikurang 0,5 m. Hal ini sesuai dengan Anonimous (2009) yakni jumlah kelebihan air yang harus dialirkan dalam waktu tertentu dikenal sebagai koefisien drainase, dinyatakan dalam satuan tinggi air selama 24 jam dan kapasitas saluran drainase dirancang dan diperhitungkan berdasarkan koefisien drainase yang ada. Pada umumnya tinggi tanggul yang tidak basah berkisar antara 0,5 - 1 meter dari permukaan tanggul, sebagai pengaman untuk tidak terjadi pelimpahan air keluar dari saluran.

Dari hasil penelitian diperoleh debit maksimum pada saluran drainase adalah 6,349 m3/s. Data lebih rinci mengenai perhitungan debit maksimum saluran tertera pada lampiran 9.

Bila dibandingkan debit rencana sebesar 36,217 m3/s yang dibuat oleh Dinas Pekerjaan Umum telah terjadi penurunan kapasitas saluran drainase sebesar 82,469 %. Hal ini di sebabkan oleh penurunan luas penampang saluran akibat sedimentasi.

Curah Hujan Harian Maksimum

Dalam menghitung besarnya curah hujan maksimum di DAS Ular, diperlukan data curah hujan harian selama beberapa tahun terakhir, dalam hal ini makin panjang data curah hujan harian yang diperoleh maka semakin efektif pula pola pendugaan debit puncak di dalam suatu DAS. Penelitian ini menggunakan

Penelitian Kelapa Sawit Medan tahun 1985 – 2004 dari stasiun Adolina, Gunung Monako, dan Tanjung Maria.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan data curah hujan maksimum harian rata-rata dengan menggunakan beberapa stasiun hujan. Penentuan data curah hujan maksimum menggunakan metode anual maksimum series yakni dengan hujan maksimum harian dari setiap tahun data. Kemudian dihitung hujan harian rata-rata maksimum tiap tahun dengan menggunakan metode Poligon Thiesen. Dimana cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun curah hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak dan cara ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500 – 5.000 k . Hasil metode

Poligon Thiesen lebih akurat dibandingkan dengan rata-rata aljabar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suripin (2004) menyatakan bahwa metode Poligon Thiesen lebih akurat dibandingkan dengan rata-rata aljabar sebab dalam hal ini stasiun tidak tersebar secara merata.

Setelah dilakukan analisa, diperoleh data curah hujan harian maksimum rata-rata selama 20 tahun terakhir.

Tabel 5. Data Curah Hujan Maksimum Harian Rata-rata

No Tahun Rmax Ular (mm)

1 1994 34 2 1999 37 3 1993 38 4 1998 39 5 2004 44 6 2002 48 7 2000 51 8 1995 53 9 1991 55 10 1990 63 11 1996 65 12 1992 65 13 1989 68 14 1985 70 15 2003 75 16 1987 79 17 1997 83 18 1986 98 19 1988 105 20 2001 115

Berdasarkan Tabel 5 diatas diperoleh curah hujan rata-rata maksimum terendah adalah 34 mm dan tertinggi 115 mm.

Curah Hujan Rencana

Setelah dilakukan analisis frekuensi pada penelitian sebelumnya dengan data curah hujan yang sama maka diperoleh bahwa jenis distribusi yang cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di DAS Ular adalah distribusi Log Pearson Type III. Setelah itu data distribusi yang telah didapat diubah ke dalam bentuk logaritmik sehingga diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 6. Parameter Statistik Analisa Frekuensi Distribusi Log Pearson Type III

Parameter Nilai DAS

Ular Rata-rata Logaritmik Log 1,782

Setelah dilakukan perhitungan curah hujan rancangan dalam periode ulang tertentu dengan persamaan Log + K.s. Sehingga diperoleh persamaan untuk DAS Ular adalah Log X = 1,782 + 0,154 K, dimana nilai K diperoleh dengan menginterpolasi nilai K pada lampiran 5. Dari persamaan tersebut maka diperoleh hujan rancangan sebagai berikut:

Tabel 7. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang

No Kala Ulang (Tahun) Hujan Rancangan (mm) 1 1 28,054 2 2 59,841 3 5 81,096 4 10 96,161 5 15 102,094 6 20 108,643 7 25 115,345

Tabel 7 menunjukkan bahwa semakin lama periode ulang hujan maka semakin besar hujan rancangannya, namun pertambahannya semakin kecil pada periode ulang yang lebih lama.

Waktu Konsentrasi

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa waktu konsentrasi untuk saluran drainase adalah sebesar 18,688 jam. Waktu konsentrasi dihitung dari inlet ke outlet dengan asumsi air dari titik terjauh kawasan Bendang telah masuk ke saluran drainase. Data lebih rinci mengenai perhitungan waktu konsentrasi tertera pada lampiran 4.

Intensitas Hujan

tersedia, yang ada adalah data curah hujan harian. Ini sesuai dengan pernyataan Loebis dkk (1992) bahwa intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian empiris dengan menggunakan metode Mononobe. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Intensitas Hujan Jam-jaman (mm/jam) untuk berbagai kala ulang pada DAS Ular.

T (menit)

Kala Ulang (tahun)

1 2 5 10 15 20 25 5 50,978 108,738 147,361 174,736 185,517 197,417 209,596 10 32,114 68,501 92,832 110,077 116,868 124,365 132,037 15 24,507 52,276 70,844 84,004 89,187 94,908 100,763 20 20,230 43,153 58,480 69,344 73,623 78,345 83,178 25 17,434 37,188 50,397 59,759 63,446 67,516 71,681 30 15,439 32,932 44,629 52,919 56,184 59,789 63,477 60 9,726 20,746 28,114 33,337 35,394 37,064 39,988 120 6,127 13,069 17,711 21,001 22,297 23,727 25,191 180 4,676 9,974 13,516 16,027 17,016 18,107 19,224 240 3,860 8,233 11,157 13,230 14,046 14,947 15,869 360 2,945 6,283 8,515 10,096 10,719 11,407 12,110 480 2,431 5,186 7,029 8,334 8,849 9,416 9,997 720 1,856 3,958 5,364 6,360 6,753 7,186 7,629 960 1,532 3,267 4,428 5,250 5,574 5,932 6,298 1121,28 1,381 2,946 3,992 4,734 5,026 5,348 5,678 1200 1,320 2,816 3,186 4,525 4,804 5,112 5,427

Hasil intensitas hujan pada periode ulang tertentu kemudian dihubungkan dengan kurva Intensity Duration Frequency (IDF). Dalam hal ini kurva IDF menghubungkan dua parameter yang penting yang digunakan dalam metode rasional untuk menghitung debit puncak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sosrodarsono dkk (2003), yang menyatakan bahwa lengkung IDF ini digunakan untuk menghitung intensitas hujan rata-rata dari waktu konsentrasi yang digunakan untuk menghitung debit puncak dengan metode rasional. Dari tabel 8

Gambar 1. Kurva IDF (Intensity Duration Frequency).

Dari kurva di atas dapat dilihat bahwa curah hujan yang tinggi berlangsung dengan durasi waktu yang pendek demikian juga sebaliknya bahwa curah hujan yang rendah berlangsung dengan waktu yang lama.

Koefisien Limpasan

Koefisien limpasan sangat besar pengaruhnya dalam perhitungan debit puncak, dimana semakin besar koefisien limpasan maka debit puncak akan semakin basar dan semakin kecil koefisien limpasan maka debit puncak akan semakin kecil. Koefisien limpasan diperoleh dengan menghitung dari penutup lahan yang ada pada sebuah kawasan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Perhitungan Koefisien Limpasan Kawasan Bendang

Penutup lahan Luas (Km2) C C * A

Sawah 257565 0,15 38634,75

Pemukiman 46900 0,60 18760

Perkebunan 15250 0,40 9150

Total 319715 66544,75

Pada penelitian ini nilai koefisien limpasan pada kawasan Bendang adalah 0,208, dimana nilai C kawasan diperoleh dari perhitungan beberapa nilai C penutup lahan yang bersumber dari literatur.

Perubahan penutup lahan secara langsung sangat berpengaruh dalam penentuan koefisien limpasan, dimana jika penutup lahan semakin sedikit maka koefisien limpasan akan semakin tinggi sehingga jika terjadi hujan maka air akan mengalir sebagai aliran permukaan dan akan memperbesar debit puncak.

Debit Puncak

Dengan adanya berbagai data yang diperoleh maka dapat dihitung debit puncak daerah irigasi Ular kawasan Bendang dengan metode rasional untuk berbagai kala ulang tertentu. Sehingga diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 10. Debit Puncak Daerah Irigasi Ular Kawasan Bendang

Kala Ulang Intnsitas (mm/jam) Debit Puncak (m3/s)

1 1,381 255,125 2 2,946 544,241 5 3,992 737,478 10 4,734 874,554 15 5,026 928,498 20 5,348 987,984 25 5,678 1048,948

Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase

Berdasarkan hasil penelitian, debit maksimal saluran drainase pada kawasan Bendang sebesar 6,349 m3 bila dibandingkan dengan debit puncak (Tabel 10) dapat disimpulkan bahwa saluran tidak dapat menampung debit puncak. Dan bila dibandingkan dengan debit rencana pada awal pembangunan saluran drainase yang mempunyai debit maksimum sebesar 36,217 m3/s maka dapat disimpulkan

diantaranya disebabkan semakin berkurang luas penampang saluran karena sedimentasi akibat erosi. Selain itu sedimentasi juga menyakibatkan kemiringan saluran yang lebih landai, sehingga kecepatan aliran air akan menurun. Hal ini diperparah dengan perawatan saluran yang kurang maksimal dimana banyak terdapat sampah dan tanaman pengganggu di sekitar saluran.

Untuk mengurangi sedimen perlu dilakukan penanganan khusus pada saluran seperti pengerukan saluran agar kondisi saluran kembali normal. Selain itu juga perlu dilakukan pembersihan saluran dari sampah dan ranaman pengganggu.

Dalam perencanaan awal saluran drainase oleh Dinas Pekerjaan Umum, kemingkinan saluran drainase hanya digunakan untuk menampung air dari daerah persawahan, bukan untuk menampung air limpahan dari sekitar kawasan Bendang dalam hal ini perkebunan dan pemukiman. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan nilai debit rencana maksimum dengan debit puncak (Tabel 10), dimana nilai debit rencana maksimum saluran jauh lebih kecil debandingkan dengan debit puncak.

Dokumen terkait