• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting dalam membangun kesehatan anak terutama pada anak berkebutuhan khusus seperti sindrom Down. Terbatasnya kemampuan membersihkan rongga mulut dan kebiasaan makan yang tidak baik pada anak sindrom Down menjadi faktor pemicu terjadinya karies. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan prevalensi karies gigi permanen pada anak sindrom Down cenderung tinggi yaitu 86,7%. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Areias dkk yang menemukan prevalensi karies pada anak sindrom Down cenderung rendah yaitu 22%. Menurut Areias dkk, insidensi karies yang rendah pada anak sindrom Down terjadi karena kondisi rongga mulut yang khas seperti kelainan morfologi gigi pada anak sindrom Down (hipodonsia dan mikrodonsia), kebiasaan bruxism, delayed eruption khususnya pada molar dua permanen, serta erupsi gigi yang tidak beraturan baik pada gigi desidui maupun gigi permanen sehingga kemampuan daya self-cleansing pada anak sindrom Down lebih baik. Namun, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Al- Khadra dan Asokan dkk yang menemukan prevalensi karies pada anak sindrom Down cenderung tinggi yaitu 89% dan 70,6%. Insidensi karies yang tinggi pada anak sindrom Down kemungkinan disebabkan karena kurangnya kesadaran tentang kunjungan ke dokter gigi, tindakan kesehatan gigi dan mulut yang kurang memadai, kebiasaan makan yang tidak teratur, ketersediaan makanan yang mengandung sukrosa tinggi, kurangnya fluor, kelalaian orang tua, dan kurangnya inisiatif untuk melakukan tindakan pencegahan.5,17,29

Penelitian ini menunjukkan bahwa status karies gigi berdasarkan indeks DMFT WHO pada anak sindrom Down laki-laki maupun perempuan cenderung rendah yaitu sebanyak 44% anak sindrom Down laki-laki (24% sangat rendah dan 20% rendah) dan 55% anak sindrom Down perempuan (30% sangat rendah dan 25% rendah). Hal ini kemungkinan diakibatkan karena anak sindrom Down laki-laki dan

perempuan memiliki kemampuan yang sama dalam menjaga kebersihan rongga mulut.

Rerata skor DMFT pada anak sindrom Down cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, rerata skor DMFT anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan adalah 3,16 (sedang), sedangkan rerata skor DMFT anak normal usia 12-18 tahun di Sumatera Utara adalah 0,84 (sangat rendah). Hal ini kemungkinan terjadi karena anak sindrom Down memiliki keterbatasan dalam menjaga kebersihan rongga mulut dan pola makan serta kurangnya perhatian orang tua terhadap masalah gigi dan mulut anak. Anak sindrom Down juga memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi sehingga anak sindrom Down tidak dapat memberi informasi kepada orang tua ketika sedang mengalami sakit gigi.30

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata decayed anak sindrom Down adalah 2,93, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Al Khadra di Riyadh menemukan rerata decayed pada anak sindrom Down adalah 3,59. Perbedaan hasil rerata decayed ini kemungkinan terjadi karena jumlah sampel dan usia sampel yang digunakan pada kedua penelitian berbeda. Selain itu, perbedaan tersebut juga disebabkan karena adanya pengaruh pola makan terhadap insidensi karies. Hal ini dapat dilihat dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 93,3% anak memiliki kebiasaan makan utama lebih dari 2 kali dalam sehari, sedangkan sebanyak 57,8% anak tidak ada mengonsumsi makanan selingan. Pola makan anak sindrom Down yang seperti ini menunjukkan bahwa pola makannya tidak menjadi ancaman/ tidak menjadi faktor risiko terjadinya karies. Hal ini disebabkan karena setiap kali mengonsumsi makanan karbohidrat yang terfermentasi menyebabkan menurunnya pH saliva yang dimulai sejak 5-15 menit setelah mengonsumsi makanan tersebut. Radler DR (cit Ramayanti S) mengatakan makanan selingan (cemilan) yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit namun dengan frekuensi sering akan berpotensi tinggi untuk menyebabkan karies dibandingkan dengan makan tiga kali dan sedikit cemilan.17,31

Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa rerata filling anak sindrom Down adalah 0. Rerata filling ini menunjukkan bahwa anak sindrom Down belum pernah mendapatkan perawatan gigi apapun. Hal ini kemungkinan terjadi karena rendahnya kesadaran tentang kunjungan ke dokter gigi dan ekonomi keluarga yang cenderung rendah. Kebanyakan orang tua lebih mementingkan perawatan pada penyakit kongenital yang diderita oleh anak sindrom Down daripada penyakit mulutnya. Selain itu, pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap kondisi kesehatan anak sindrom Down. Menurut Tirthankar (cit Sondang dan Hamada), pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan. Individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. Hasil penelitian ini menunjukkan hanya 28,9% anak memiliki ibu dengan pendidikan tinggi sementara rerata skor filling seluruh anak sindrom Down adalah 0. Hal ini bertentangan dengan teori dan penelitian yang dilakukan oleh Jain M dkk. Hasil penelitian Jain M dkk menyatakan bahwa persentase DMFT yang paling tinggi ditemukan pada anak cacat mental yang berasal dari ibu yang berpendidikan rendah dibandingkan dengan anak- anak yang lain. Hal ini kemungkinan terjadi karena ibu yang memiliki pendidikan tinggi, sedang maupun rendah dalam penelitian ini mempunyai pengetahuan dan sikap yang sama terhadap perilaku membersihkan gigi. 5,21,32

Rerata skor DMFT tertinggi ditemukan di SLB C Abdi Kasih yaitu 5,6, sedangkan rerata skor DMFT terendah terdapat di SLB C Markus dan SLB C TPI yaitu 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan cara penyuluhan yang diberikan oleh guru dan orang tua kepada masing-masing anak di setiap SLB C. Anak-anak sindrom Down di SLB C yang memiliki rerata skor DMFT tinggi lebih sulit diberikan arahan tentang kesehatan gigi oleh guru dan orang tua sehingga anak- anak sulit diajak untuk melakukan pemeriksan gigi. Anak-anak di SLB C yang memiliki rerata skor DMFT rendah memiliki guru-guru dan orang tua yang kooperatif dalam menjaga dan memelihara kesehatan gigi anak mereka.

Karies gigi akan mengakibatkan terganggunya fungsi pengunyahan (mastikasi). Gangguan pengunyahan mempengaruhi asupan makanan seseorang. Oleh

sebab itu, diduga adanya gangguan pengunyahan akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi anak sindrom Down cenderung normal baik pada laki-laki maupun perempuan (Tabel 5). Namun tidak ditemukan status gizi gemuk maupun obesitas pada anak sindrom Down laki- laki. Hal ini kemungkinan terjadi karena anak laki-laki tampil lebih aktif dibandingkan dengan anak perempuan serta adanya pengaruh karies gigi terhadap status gizi anak. Hasil penelitian ini menunjukkan lebih banyak anak sindrom Down laki-laki (32%) yang memiliki status karies tinggi dibandingkan dengan anak sindrom Down perempuan (5%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hennequin dkk (cit Murray J) yang mengatakan bahwa terganggunya fungsi pengunyahan dapat menyebabkan defisiensi nutrisi pada anak sindrom Down.10,11,33

Berdasarkan hasil penelitian ini, prevalensi status gizi normal pada anak sindrom Down cenderung lebih rendah dibandingkan dengan anak normal, yaitu 55,56% pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun, sedangkan sebesar 70,4% pada anak normal usia diatas 15 tahun. Status gizi kurus terlihat lebih tinggi pada anak sindrom Down dibandingkan dengan anak normal. Sebanyak 37,78% anak sindrom Down berstatus gizi kurus (17,78% sangat kurus dan 20% kurus), sedangkan pada anak normal hanya sebesar 8,9% yang berstatus gizi kurus. Hal ini kemungkinan terjadi karena anak sindrom Down cenderung sulit mengonsumsi makanan akibat kondisi gigi yang tidak sehat yaitu karies.30

Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata skor DMFT anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal usia 12-18 tahun di Sumatera Utara yaitu 3,16. Begitu pula dengan status gizi anak sindrom Down yang cenderung buruk dibandingkan dengan anak normal. Hal ini diduga ada kaitan antara status karies gigi dengan status gizi. Hal ini sesuai dengan penelitian Benzien dkk., yang menemukan adanya hubungan yang bermakna (p < 0,001) antara indeks massa tubuh dengan karies yang tidak dirawat. Gangguan fungsi pengunyahan yang disebabkan oleh kondisi gigi geligi yang tidak baik seperti karies diduga mempengaruhi asupan gizi makan anak sindroma Down. Oleh sebab itu, dibutuhkan perhatian, dukungan, motivasi, dan peran orang tua khususnya ibu

agar anak sindroma Down lebih termotivasi untuk menjaga kesehatan rongga mulut dan tubuh dengan lebih baik.10,11,23

Dokumen terkait