• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tulang Telapak Kaki ( Skeleton pedis )

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.2. Bahan dan Alat

4.1.1. Karakteristik Skelet Tungkai

4.1.1.2. Skelet Tungkai Kaki Belakang ( Ossa membri pelvini )

4.1.1.2.4. Tulang Telapak Kaki ( Skeleton pedis )

Tulang telapak kaki terdiri dari tulang-tulang pangkal kaki (ossa tarsi),

tulang-tulang tapak kaki (ossa metatarsalia), dan tulang-tulang jari (ossa digitorum pedis). Ossa tarsi badak Sumatera terdiri dari tujuh buah tulang

yang tersusun dalam tiga baris. Susunan ossa tarsi bagian proksimal dari medial yaitu os talus dan os calcaneus. Baris tengah dari arah yang sama yaitu os tarsi centrale (os naviculare). Baris distal dari medial yaitu os tarsale I (os cuneiforme

mediale), os tarsale II (os cuneiforme mediointermedium), os tarsale III (os cuneiforme laterale), dan os tarsale IV (os cuboideum) (Gambar 16A). Os tarsale I dan os tarsale II pada badak Sumatera terpisah utuh (Gambar 16D).

Bagian caudal os tarsale I dan os tarsale IV mengalami penjuluran ke mediovolad (Gambar 16B). Os calcaneus merupakan ossa tarsi terbesar,

mengalami penjuluran yang memanjang ke proksimoplantad kemudian menjadi suatu bungkul yaitu tuber calcanei (Gambar 16A). Bidang proksimal tuber ini memiliki permukaan yang kasar dengan bentuk yang kokoh. Os talus merupakan tulang pangkal kaki yang memiliki bentuk tidak beraturan, bagian dorsal tulang ini membentuk bungkul seperti katrol, disebut trochlea tali.

Ossa metatarsalia badak Sumatera terdiri dari tiga buah tulang, yaitu os metatarsale II, III, dan IV. Os metatarsale yang terpanjang dan terbesar

adalah os metatarsale III, dengan panjang 13,8 cm (Gambar 16A). Bagian distal ossa metatarsalia melakukan persendian dengan ossa phalanges. Badak

Sumatera memiliki tiga buah ossa digitorum pedis pada masing-masing jari, yang

terdiri atas os phalanx proximalis, os phalanx media dan os phalanx distalis. Os phalanx proximalis et media memiliki bentuk menyerupai kubus, os phalanx

proximalis lebih panjang dari os phalanx media (Gambar 17). Os phalanx distalis, merupakan tulang kuku yang mempunyai tiga facies, tiga margo dan dua sudut. Rangkaian ossa phalanges pada digit II memiliki panjang 7,0 cm, digit III memiliki panjang 7,9 cm sedangkan panjang digit IV adalah 7,2 cm.

Gambar 16 Morfologi ossa tarsi tampak dorsal (A), plantar (B), lateral (C), medial (D)

1. os calcaneus, 2. os talus, 3. os tarsi centrale (os naviculare), 4. os tarsale I (os cuneiforme mediale), 5. os tarsale II (os cuneiforme

intermedium), 6. os tarsale III (os cuneiforme laterale), 7. os tarsale IV

(os cuboideum), 8. os metatarsale II, 9. os metatarsale III, 10. os metatarsale IV, a. tuber calcanei, b. trochlea tali, c. sustentaculum

tali (bar: 2 cm).

C D

1 1 2 1 1 2 b b 3 5 7 6 8 9 10 7 3 4 10 9 8 a c 2 7 5 4 3 6 8 9 10

A B

Gambar 17 Morfologi ossa digitorum pedis kanan badak Sumatera tampak dorsal A. Digit IV, B. Digit III, C. Digit II, 1. os phalanx proximalis, 2. os phalanx media, 3. os phalanx distalis (bar: 2 cm)

C

B

2 2 2 1 1 1 3 3 3

A

4.2. Pembahasan

Skeleton tungkai kaki badak Sumatera memiliki struktur yang kokoh, kompak, dan relatif pendek. Secara umum, morfologi skeleton tungkai kaki hewan ini mirip dengan tungkai kaki babi dan kerbau, dibandingkan dengan hewan domestik lainnya (Getty 1975). Perubahan stuktur dan fungsi kerangka setiap hewan merupakan hasil adaptasi hewan terhadap lingkungan dan perilaku hidup hewan tersebut (Romer 1956). Skelet tungkai kaki berfungsi menjaga sikap tubuh, menahan beban tubuh, dan bekerja sebagai tuas dalam pergerakan (Montagua 1963, Dyce et al. 1996).

Badak Sumatera memiliki sistem skelet tungkai kaki yang kuat dengan konstruksi tegak kaki relatif landai terhadap bidang tumpu dan tapak kaki yang relatif lebar. Hal ini diduga merupakan hasil adaptasi tungkai kaki dalam menahan beban tubuh badak Sumatera yang dapat mencapai 1.000 kg (Van Strien 1974). Tapak kaki badak Sumatera yang lebar diperlukan untuk menumpu tubuhnya yang besar dan berat, sehingga dalam pergerakannya hewan ini memerlukan otot-otot penggantung tubuh yang berkembang baik dan kuat pertautannya. Otot penggantung tubuh yang utama adalah m. serratus ventralis dan m. pectorales superficiales. Musculus serratus ventralis bertaut pada facies serrata dari os scapula. Berbeda dengan hewan domestik, facies serrata pada

badak Sumatera memiliki permukaan yang kasar, bergerigi dan melebar di sepertiga proksimal os scapula tanpa dibagi oleh adanya fossa subscapularis

(Gambar 7B). Musculus pectorales superficiales yang berinsersio di tuberositas deltoidea dari os humerus, diduga juga relatif berkembang. Hal ini ditunjang oleh adanya tuberositas deltoidea yang berukuran besar, menjulur dan mengarah kaudolaterad, dengan permukaan yang kasar pada bidang lateral (Gambar 8A). Selain ditunjang oleh otot-otot penggantung tersebut, kaki muka dihubungkan dengan badan oleh m. trapezius dan m. rhomboideus. Otot ini juga berperan dalam mencegah penguakan os scapula ke laterad. Musculus trapezius diduga relatif berkembang karena sepertiga proksimal spina scapulae yang menjadi tempat insersionya meninggi dengan permukaan yang lebar dan kasar (Gambar 7A). Begitu juga m. rhomboideus yang berinsersio pada medial cartilago scapulae diduga berkembang baik.

Os scapula badak Sumatera memiliki bentuk yang lebar menyerupai kipas dan meluas ke kaudolaterad pada angulus caudalis (Gambar 7A). Dengan ukuran os scapula yang lebar, diduga pergerakan bahu hewan ini menjadi

terbatas tetapi kokoh sehingga hewan ini mampu berjalan dengan kuat dalam jarak yang relatif jauh. Menurut Borner (1979), badak Sumatera digolongkan sebagai hewan penjelajah, karena dapat menempuh perjalanan antara 2-10 km dalam sehari. Bagian distal os scapula pada hewan iniyaitu cavitas glenoidalis, memiliki permukaan yang relatif dangkal dan luas. Bagian ini bersendi dengan caput humeri dari os humerus. Permukaan caput humeri berukuran besar, luas, berbentuk konveks dan mengalami penjuluran ke dorsodistad. Kedua tulang ini membentuk persendian gelang bahu, berupa persendian peluru (articulatio sphaeroideus) yang memungkinkan terjadinya gerakan fleksio dan ekstensio tetapi gerakan abduksi dan adduksi yang sangat terbatas. Gerakan bahu yang terbatas diduga menyebabkan pergerakan melangkah hewan ini relatif kaku. Pergerakan melangkah badak Sumatera jarang terjadi secara zig-zag (berbelok-belok) melainkan pergerakan lurus ke depan yaitu menerobos seperti kendaraan tank (Van Hoeve 2003). Bila akan berbelok maka pergerakan bahu akan diikuti pergerakan kepala dan leher secara keseluruhan. Selain itu, pergerakan lurus badak Sumatera ini juga diduga terkait dengan persendian yang relatif sempit antara os radius dan os ulna, membentuk lekah yang hanya membentang dari proksimal ke sepertiga os radius-ulna. Persendian ini merupakan persendian syndesmose, sehingga tidak memungkinan pergerakan supinasio dan pronasio kaki depan (Soesetiadi 1977a; Dyce et al. 2002). Struktur lekah ini mirip pada pemamah biak dan babi, sedangkan pada karnivora lekah ini luas sehingga dapat melakukan pergerakan melangkah secara maksimal dan berbelok-belok (Getty 1975; Skerritt dan Lelland 1984). Selain itu, pergerakan lurus ke depan diduga dipengaruhi juga oleh eksistensi ekor badak Sumatera yang pendek dengan bentuk yang semakin mengecil ke kaudad, sehingga ekor badak Sumatera relatif kurang berperan penting dalam menjaga keseimbangan.

Os humerus badak Sumatera memiliki beberapa bungkul yang berukuran besar yaitu tuberculum humeri majus pars cranialis et caudalis, tuberculum humeri minus, dan tuberositas deltoidea (Gambar 8A). Tuberculum humeri majus dan tuberculum humeri minus memiliki ukuran tinggi yang sama yaitu sedikit melebihi tinggi caput humeri. Tuberculum humeri majus merupakan tempat insersio dari m. supraspinatus et infraspinatus yang berperan dalam gerakan ekstensor dan fiksator persendian bahu dari sisi lateral. Tuberculum humeri minus merupakan insersio m. subscapularis, diduga fungsi utamanya sebagai fiksator persendian bahu. Persendian bahu dari sebelah anterior

difiksasi oleh tendo m. biceps brachii. Tendo otot ini diduga berukuran besar dengan adanya sulcus intertubercularis yang relatif lebar (Gambar 8B1). Tendo ini di proksimal berinsersio pada tuberculum supraglenoidale dari os scapula. Oleh karena itu, persendian bahu badak Sumatera yang mempunyai caput humeri yang lebar dan luas dengan cavitas glenoidalis os scapula yang lebar dapat difiksasi dengan baik dengan adanya tendo-tendo fiksator persendian bahu tersebut. Musculus biceps brachii, selain berfungsi sebagai fiksator persendian bahu juga sebagai ekstensor persendian bahu. Otot ini bersama-sama dengan m. brachiocephalicus yang berinsersio di tuberositas deltoidea berperan dalam protaktor kaki depan. Tuberositas deltoidea badak Sumatera berukuran besar dan menjulur ke kaudolaterad sehingga dapat memberikan kemampuan gerak maju bagi badak Sumatera terutama saat mendaki tanah yang curam, disamping kemampuan tenaga dorong dari kaki belakang. Aktivitas ini juga didukung oleh keberadaan telapak kaki depan badak Sumatera yang relatif lebar, sehingga telapak kaki depan dapat mencengkeram tanah dengan kuat. Pada waktu badak Sumatera menuruni tanah yang terjal, kaki depan diluruskan maksimal ke depan disertai dengan melebarkan telapak kaki. Hal ini diduga melibatkan kontraksi mm. biceps brachii dan mm. triceps brachii, masing-masing berfungsi mengekstensio persendian bahu dan siku. Menurut Borner (1979), badak Sumatera hidup di hutan primer, hutan hujan tropis, dataran rendah, di tanah dengan permukaan yang curam dan tanah berbukit. Kemampuan badak Sumatera mendaki dan menuruni tanah yang curam dan tanah berbukit walaupun tubuhnya berat dan besar (Borner 1979), juga ditunjang oleh struktur tungkai kaki yang pendek. Dengan struktur tubuh seperti ini, titik berat tubuh badak Sumatera tetap berada di dalam garis proyeksi dari keempat kakinya (Soesetiadi 1977a).

Sistem tuas kaki depan dan kaki belakang badak Sumatera relatif panjang dan kokoh, selain itu juga ditunjang oleh sudut persendian yang relatif kecil terutama persendian bahu, siku dan paha, lutut dan tarsus (Gambar 6). Kedua faktor di atas diduga menjadi faktor penentu bagi badak Sumatera untuk dapat berlari relatif cepat dalam jarak terbatas (Nowak 1999). Pada kaki depan, penjuluran olecranon dari os ulna berukuran relatif besar dan panjang, sehingga penjuluran ini berfungsi sebagai sistem tuas untuk gerak maju kaki depan sebagai akibat dari berkontraksinya otot-otot ekstensor persendian siku terutama mm. triceps brachii yang berinsersio pada bungkul tersebut. Disamping itu,

keadaan yang sama ditemukan juga pada kaki belakang, yaitu persendian paha, lutut dan tarsus yang membentuk sudut relatif kecil dibandingkan pada sapi (Getty 1975) serta penjuluran dari tuber calcanei dari os calcaneus yang relatif panjang dan besar (Gambar 6). Aktivitas kedua persendian ini sangat berperan sebagai penghasil tenaga dorong utama bagi kaki belakang yang disalurkan melalui persendian sacroiliaca yang kaku untuk mendorong tubuh ke depan. Dengan keadaan persendian dan penjuluran tuber calcanei tersebut, diduga

otot-otot utama fleksor persendian lutut yaitu m. biceps femoris, m. semitendinosus, dan m. semimembranosus berkembang baik dan juga

didukung dengan adanya penjuluran tuber ischiadicum ke laterad dan kaudad

sebagai origo dari ketiga otot diatas. Tuber calcanei, selain sebagai insersio m. semitendinosus juga sebagai insersio m. gastrocnemius caput laterale et

mediale. Musculi gastrocnemii ini merupakan otot utama ekstensor persendian tarsus. Gabungan aktivitas dari persendian siku, lutut, dan tarsus disertai dengan fleksio persendian paha akan memberikan daya dorong yang sangat besar bagi badak Sumatera untuk dapat melakukan aktivitas berlari.

Dalam kesehariannya, badak Sumatera juga melakukan aktivitas berkubang dan kawin, terutama pada badak jantan dengan cara menaiki badak betina (Zahari et al. 2004). Aktivitas berkubang hewan ini, dimulai dengan menjulurkan kaki depan ke depan dengan cara memindahkan bobot tubuhnya ke kaki belakang. Setelah itu, badak memindahkan bobot tubuhnya ke kaki depan dan menumpukan tubuhnya pada persendian siku. Selanjutnya persendian lutut dan tarsus ditekukkan, sehingga tubuh badak bertumpu pada keempat kakinya. Sedangkan pada aktivitas kawin, sewaktu badak jantan menaiki badak betina didukung oleh kaki belakang yang kuat untuk menumpu seluruh beban tubuh. Pada aktivitas ini, kekuatan kaki belakang badak diduga dibebankan pada persendian lutut dan tarsus, terutama aktivitas ekstensor persendian lutut dan tarsus. Untuk itu, otot-otot ekstensor persendian tarsus diduga berkembang baik yang ditunjukkan adanya os patella dengan permukaan yang kasar dan lebar pada badak Sumatera sebagai insersio dari m. quadriceps femoris, demikian juga keadaannya pada mm. gastrocnemii, diduga berkembang dengan baik.

Selain itu, otot-otot ekstensor persendian tarsus diduga ikut berperan dalam pergerakan kaki belakang ke kaudad saat badak Sumatera mengais-ngais kotorannya untuk menggali tanah ketika akan berdefekasi dan menyemprotkan

urin ke kaudad berupa percikan-percikan kecil dan semburan (Borner 1979). Aktivitas urinasi berupa semburan berguna untuk menandakan daerah wilayah kekuasaannya (territorial) (Siswandi 2005). Pergerakan ini diduga ditunjang juga oleh tendo m. gluteus superficialis yang berperan dalam ekstensor persendian panggul, abduktor dan retraktor kaki belakang. Otot ini berinsersio pada trochanter tertius dari os femoris. Trochanter tertius badak Sumatera sangat subur, berbentuk seperti kubus, bagian lateralnya melengkung sedikit ke mediad. Sedangkan pada hewan domestik, bungkul ini hanya terdapat pada kuda (Getty 1975).

Jadi, struktur skelet tungkai kaki badak Sumatera dengan konstruksi khusus, disertai penjuluran yang lebih panjang dan bungkul yang lebih besar dengan permukaan kasar diduga dapat meningkatkan efisiensi badak Sumatera dalam menggunakan tenaganya. Hal ini sangat membantu dalam pergerakannya, akan tetapi pergerakannya relatif terbatas. Sehingga kehidupan hewan ini hanya terisolasi pada suatu wilayahnya terlebih adanya batasan geografis.

5. KESIMPULAN

Struktur skelet kepala, tubuh dan tungkai kaki badak Sumatera memiliki bentuk yang kokoh dan kompak. Pada umumnya, badak Sumatera memiliki konstruksi skelet tungkai kaki yang mirip pada babi dan kerbau. Badak Sumatera memiliki skelet tungkai kaki dengan konstruksi khusus, disertai penjuluran yang lebih panjang dan bungkul yang lebih besar dengan permukaan kasar yang membentuk sistem tuas yang baik. Kondisi ini diduga dapat meningkatkan efisiensi badak Sumatera dalam menggunakan tenaganya.

Dokumen terkait