• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 Pembahasan

Gambar 17. Fagositosis oleh monosit

3.1.4.7 Kualitas Air

Kisaran kualitas air selama perlakuan pakan disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Nilai kualitas air yang diperoleh masih dalam kisaran normal dalam pemeliharaan ikan nila.

Tabel 2. Kualitas air selama perlakuan pakan

Perlakuan Suhu (oC) DO (mg/ℓ) pH Amonia (mg/ℓ)

K+ (PB) 25.00-27.50 4.06-5.00 6.25-7.36 0.02-0.04 K- (PB) 25.00-30.00 4.22-5.80 6.47-7.36 0.03-0.04 sinbiotik (PB) 25.00-28.00 4.21-5.50 6.56-7.36 0.03-0.04 K+ (PK) 25.00-29.00 4.61-5.50 6.70-7.36 0.03-0.04 K- (PK) 25.00-29.00 4.60-4.88 6.60-7.36 0.03-0.04 Sinbiotik (PK) 25.00-28.50 4.34-5.70 6.13-7.36 0.02-0.03 3.2 Pembahasan

Tingkat kelangsungan hidup ikan nila yang diberi perlakuan sinbiotik selama 30 hari baik melalui pakan buatan maupun pakan komersil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan kontrol positif ataupun kontrol negatif. Akan tetapi setelah diuji tantang dengan S. agalactiae tingkat kelangsungan hidup perlakuan sinbiotik lebih tinggi baik pada pakan buatan maupun pakan komersil (83,33%) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol positif yang kelangsungan hidupnya hanya sebesar 25%. Hal ini diduga karena sinbiotik dapat meningkatkan sistem imun ikan melalui pengaturan keseimbangan antara probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan dan pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan (Schrezenmeir dan Vrese, 2001). Pernyataan tersebut didukung oleh Li et al. (2009) yang menyatakan bahwa penambahan probiotik Bacillus OJ (PB) dengan konsentrasi 108 CFU/g pakan dan prebiotik 0,2 %

25

isomaltooligosaccharides (IMO) dapat meningkatkan resistensi udang terhadap penyakit dengan meningkatkan respon imun udang.

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran baik panjang maupun berat (Fujaya, 2004). Pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi keturunan, umur dan penyakit ikan sedangkan faktor luar meliputi pakan, padat tebar dan lingkungan (Effendie, 1997). Penambahan sinbiotik pada pakan buatan menghasilkan laju pertumbuhan harian sebesar 1,80% dan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap laju pertumbuhan harian pada kontrol positif dan kontrol negatif masing-masing sebesar 1,44% dan 0,94%. Begitu pula dengan penambahan sinbiotik pada pakan komersil menghasilkan laju pertumbuhan harian sebesar 3,09% dan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan harian pada kontrol positif dan kontrol negatif masing-masing sebesar 2,06% dan 3,01%. Akan tetapi laju pertumbuhan harian pada perlakuan pakan buatan baik kontrol positif, kontrol negatif, dan sinbiotik berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan pakan komersil. Hal ini diduga karena kandungan protein pada pakan komersil lebih tinggi yaitu 38% dibandingkan pakan buatan dengan kandungan protein yang hanya 23%. Salah satu nutrien penting yang dibutuhkan dalam pertumbuhan adalah protein. Pemanfaatan protein bagi pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran, kualitas protein, kandungan energi pakan, suhu air, dan tingkat pemberian pakan. Kebutuhan energi untuk metabolisme harus dipenuhi terlebih dahulu, baru apabila berlebih maka kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan (Affandi dan Tang, 2002).

Nilai efisiensi pakan perlakuan sinbiotik berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Pemberian probiotik NP5 diduga memberikan efek yang positif terhadap efisiensi pakan ikan nila. Menurut Verschuere et al. (2000), probiotik memberikan keuntungan bagi inang dengan memperbaiki nilai nutrisi dan pemanfaatan pakan. Hal ini didukung hasil penelitian Putra (2010) bahwa penambahan sinbiotik dalam pakan menghasilkan efisiensi pakan tertinggi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Praditia (2009), menunjukkan bahwa udang windu yang diberi pakan yang mengandung probiotik menghasilkan nilai konversi pakan yang lebih rendah dibandingkan kontrol.

26

Efisiensi pakan pada perlakuan pakan komersil berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan pakan buatan. Terlihat pada Gambar 4 bahwa efisiensi pakan pada perlakuan pakan komersil lebih tinggi dibandingkan dengan pakan buatan. Hal ini diduga karena kadar protein dalam pakan komersil yang lebih tinggi dibandingkan pakan buatan sehingga berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Hal ini didukung oleh Adelina et al. (2000) yang menyatakan bahwa kekurangan protein dan energi di dalam pakan akan menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi rendah. Kadar protein yang masih rendah menyebabkan banyaknya protein yang masuk ke dalam tubuh ikan untuk disimpan menjadi protein tubuh juga rendah.

Secara umum darah berfungsi untuk mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, membawa oksigen ke sel-sel tubuh (jaringan) dan membawa hormon dan enzim ke organ tubuh yang memerlukannya (Lagler et al., 1977). Darah terdiri dari dua kelompok besar yaitu sel dan plasma (Fujaya, 2004).

Eritrosit berkaitan erat dengan kadar hemoglobin dan hematokrit (Fujaya, 2004). Berdasarkan hasil penelitian, jumlah eritrosit setelah perlakuan pakan mengalami peningkatan (Gambar 7) disertai juga peningkatan kadar hemoglobin (Gambar 8) dan hematokrit (Gambar 9). Meningkatnya jumlah eritrosit setelah perlakuan pakan diduga karena aktivitas ikan yang semakin meningkat. Sedangkan setelah uji tantang, jumlah eritrosit mengalami penurunan jika dibandingkan dengan jumlah eritrosit setelah perlakuan pakan. Penurunan ini disertai penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit. Jumlah eritrosit pada semua perlakuan setelah perlakuan pakan (Gambar 7) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Begitu pula setelah uji tantang, jumlah eritrosit perlakuan sinbiotik tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kontrol positif maupun kontrol negatif. Diduga pemberian sinbiotik melalui pakan buatan maupun komersil tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit pada penelitian kali ini berkisar antara 2,59-5,51 x 106 sel/mm3. Menurut Dellman dan Brown (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah merah adalah spesies, perbedaan induk, kondisi nutrisi, aktivitas fisik, dan umur. Sedangkan setelah uji tantang dengan S. agalactiae jumlah eritrosit cenderung mengalami penurunan. Hal ini diduga bakteri S. agalactiae yang diinfeksikan menyebabkan kerusakan

27

pada ginjal. Ginjal merupakan organ penghasil eritrosit. Rusaknya ginjal menyebabkan kemampuan ikan untuk memproduksi eritrosit menurun. Rendahnya jumlah eritrosit menandakan ikan menderita anemia dan kerusakan ginjal (Nabib dan Pasaribu, 1989).

Hemoglobin adalah protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen kemudian digunakan dalam proses katabolisme untuk menghasilkan energi. Kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar hemoglobin dalam darah (Lagler et al.,1977). Kadar hemoglobin setelah perlakuan pakan mengalami peningkatan dibandingkan sebelum perlakuan pakan. Berdasarkan hasil pada Gambar 8 menunjukkan kadar hemoglobin setelah perlakuan pakan pada perlakuan kontrol negatif tidak berbeda nyata terhadap kontrol positif maupun sinbiotik. Sedangkan setelah uji tantang, kadar hemoglobin pada semua perlakuan mengalami penurunan dibandingkan dengan setelah perlakuan pakan. Gambar 8 menunjukkan kadar hemoglobin setelah uji tantang pada perlakuan sinbiotik tidak berbeda nyata terhadap kontrol positif. Rendahnya kadar hemoglobin diduga disebabkan karena jumlah eritrosit juga mengalami penurunan. Blaxhall (1971) menyatakan hemoglobin merupakan indikator anemia atau dengan kata lain penurunan kadar hemoglobin adalah indikator ikan terserang anemia.

Hematokrit adalah perbandingan antara padatan sel-sel darah (eritrosit) dalam darah yang dinyatakan dalam persen (Angka et al., 1985). Menurut Bond (1979) kisaran kadar hematokrit darah ikan adalah sebesar 20-30%. Kadar hematokrit ikan nila setelah perlakuan pakan pada perlakuan sinbiotik berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan kontrol positif dan kontrol negatif. Diduga pemberian sinbiotik memberikan pengaruh terhadap kadar hematokrit setelah perlakuan pakan. Menurut Utami (2009) kadar hematokrit dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh dari pemakaian imunostimulan sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui kondisi ikan pasca pemberian imunostimulan. Pasca uji tantang, kadar hematokrit cenderung mengalami penurunan. Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Menurunnya kadar hematokrit diduga karena

28

menurunnya jumlah eritrosit dalam darah. Dengan kata lain, penurunan jumlah eritrosit akan diikuti oleh penurunan kadar hematokrit. Menurut Fujaya (2004), kadar hemoglobin berkorelasi kuat dengan kadar hematokrit dan eritrosit. Selain itu, menurunnya kadar hematokrit setelah uji tantang diduga akibat nafsu makan ikan yang menurun karena infeksi S. agalactiae. Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi sehingga nafsu makan menurun (Wedemeyer dan Yasutake, 1977).

Leukosit terdiri atas dua bagian yaitu agranulosit dan granulosit. Agranulosit terdiri dari limfosit, trombosit, dan monosit. Sedangkan granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil, dan basofil (Chinabut et al., 1991). Menurut Fujaya (2004), leukosit berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan organisme patogen dan merupakan sistem pertahanan non-spesifik dengan mengeliminir patogen melalui fagositosis (Lagler et al., 1977). Jumlah leukosit setelah perlakuan pakan dan setelah uji tantang pada semua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Akan tetapi setelah uji tantang dengan S. agalactiae, perlakuan sinbiotik dan kontrol positif pada perlakuan pakan buatan maupun pakan komersil mengalami peningkatan jumlah leukosit. Meningkatnya jumlah leukosit diduga akibat infeksi S. agalactiae yang menyebabkan ikan stres. Pada penelitian ini jumlah leukosit setelah uji tantang pada perlakuan sinbiotik dan kontrol positif pakan buatan sebesar 2,19 x 105 sel/mm3 dan 1,93 x 105 sel/mm3 serta pada perlakuan sinbiotik dan kontrol positif pakan komersil sebesar 2,01 x 105 sel/mm3 dan 1,99 x 105 sel/mm3. Peningkatan jumlah leukosit mengindikasikan adanya respon dari tubuh ikan terhadap infeksi bakteri atau stres (Marthen, 2005).

Limfosit tidak bersifat fagositik tetapi memegang peranan penting dalam pembentukan antibodi (Fujaya, 2004). Persentase jumlah limfosit pasca pemeliharaan tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua perlakuan, tetapi persentase jumlah limfosit mengalami sedikit peningkatan pada perlakuan sinbiotik (Gambar 12). Walaupun persentase jumlah limfosit pada semua perlakuan setelah perlakuan pakan tidak berbeda nyata tetapi persentase jumlah limfosit masih berada pada kisaran normal. Pada penelitian ini persentase jumlah limfosit pasca pemeliharaan berkisar 75-80%. Blaxhall dan Daisley (1973)

29

menyatakan bahwa limfosit pada ikan normal berjumlah 71,12-82,88%. Setelah uji tantang, persentase jumlah limfosit perlakuan sinbiotik berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Selain itu setelah uji tantang persentase jumlah limfosit perlakuan sinbiotik lebih besar dibandingkan kontrol positif. Kekurangan limfosit dapat menurunkan konsentrasi antibodi dan menyebabkan meningkatnya serangan penyakit (Fujaya, 2004). Berdasarkan hasil analisis statistik, perbedaan jenis pakan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase jumlah limfosit.

Sel monosit berperan dalam fagositosis dengan membunuh atau melisis sel bakteri. Pada proses tersebut terdapat fase kemotaksis, fase penempelan, penangkapan, pemakanan, dan pembunuhan bakteri (Amrullah, 2004). Setelah perlakuan pakan, persentase jumlah limfosit pada semua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Setelah uji tantang, persentase jumlah monosit perlakuan sinbiotik dan kontrol positif berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol negatif. Hal ini diduga akibat adanya infeksi S. agalactiae sehingga produksi monosit meningkat untuk membunuh bakteri patogen. Meningkatnya monosit karena adanya radang dan monosit berfungsi sebagai makrofag untuk fagositosis (Angka, 2005).

Trombosit atau keping-keping darah berperan penting dalam proses pembekuan darah. Roberts dan Richards (1978) menyatakan bahwa trombosit mengeluarkan tromboplastin yaitu enzim yang membuat polimeri dan fibrinogen yang berperan penting dalam pembekuan darah. Persentase jumlah trombosit setelah perlakuan pakan tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua perlakuan. Setelah uji tantang dengan S. agalactiae persentase jumlah trombosit perlakuan sinbiotik tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol negatif dan kontrol positif. Hal ini menunjukkan penambahan sinbiotik melalui pakan tidak memberikan pengaruh terhadap persentase jumlah trombosit setelah uji tantang. Akan tetapi setelah uji tantang persentase jumlah trombosit pada perlakuan sinbiotik dan kontrol positif mengalami sedikit peningkatan. Meningkatnya trombosit pada ikan merupakan indikator bahwa ikan dalam keadaan penyembuhan luka (Roberts dan Richards, 1978).

Netrofil adalah sel darah putih yang mengandung vakuola yang berisi lisozim untuk menghancurkan organisme yang dimakannya (Chinabut et al.,

30

1991). Netrofil berfungsi untuk melawan penyakit bersama-sama dengan eosinofil yang disebabkan oleh organisme mikroseluler seperti bakteri dan virus. Persentase jumlah netrofil setelah perlakuan pakan tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua perlakuan. Jumlah netrofil setelah perlakuan pakan cenderung stabil. Setelah uji tantang dengan S. agalactiae persentase jumlah netrofil mengalami peningkatan. Selain itu setelah uji tantang, persentase jumlah netrofil pada perlakuan sinbiotik dan kontrol negatif berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol positif. Diduga peningkatan netrofil akibat adanya infeksi bakteri patogen yang menyebabkan produksi netrofil meningkat untuk melawan bakteri patogen. Menurut Brown (1987) peningkatan produksi netrofil terjadi secara bersamaan dengan kerja netrofil menuju jaringan daerah infeksi.

Fagositosis merupakan pertahanan pertama dari respon selular yang dilakukan oleh monosit (makrofag) dan granulosit (netrofil). Proses fagositosis meliputi tahap kemotaksis, tahap pelekatan, tahap penelanan, dan tahap pencernaan (Tizard, 1988). Indeks fagositik setelah perlakuan pakan pada perlakuan sinbiotik berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Selain itu indeks fagositik setelah perlakuan pakan, pada perlakuan sinbiotik mengalami peningkatan. Indeks fagositik setelah diuji tantang dengan S. agalactiae pada perlakuan sinbiotik berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan kontrol positif dan kontrol negatif. Begitu pula kontrol positif berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol negatif. Carver (1994) menyatakan bahwa peningkatan kekebalan tubuh dapat diketahui dari peningkatan aktivitas sel fagositik.

Kualitas air dapat mempengaruhi komoditas perikanan yang dibudidayakan. Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, DO, pH, dan amonia. Suhu perairan selama perlakuan pakan (Tabel 2) masih berada pada kisaran toleransi ikan nila yaitu 25-30oC (Khairuman dan Amri, 2008). Oksigen terlarut selama perlakuan pakan menunjukkan bahwa oksigen terlarut masih berada pada kisaran normal yaitu berkisar 4,06-5,70 mg/ℓ. Menurut Effendi (2003) kisaran oksigen terlarut yang direkomendasikan minimal 3 mg/ℓ. Nilai pH selama perlakuan

pakan pada semua perlakuan berkisar 6,13-7,36. Nilai pH yang optimal untuk budidaya ikan nila yaitu 6,5-8,5 (Khairuman dan Amri, 2008). Amonia selama perlakuan pakan pada semua perlakuan yaitu berkisar 0,02-0,04 mg/ℓ. Menurut

31 Effendie (2003) kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/ℓ.

Dapat disimpulkan kualitas air selama perlakuan pakan masih berada pada kisaran yang optimal untuk ikan nila.

Dokumen terkait