• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

5.2.1 Pengetahuan Perawat Tentang Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Pada Pasien Stroke Di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh responden yang memiliki pengetahuan baik 33 orang (97%) dan pengetahuan cukup 1 orang (3%). Hal ini dapat diasumsikan bahwa jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak daripada pengetahuan cukup dan kurang. Pengetahuan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya pendidikan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2010).

Hasil penelitian ini menunjukkan pendidikan mayoritas responden adalah D3 Keperawatan yaitu 18 orang (52,9%). Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menambah pengetahuan seseorang, Sehingga mungkin tingkat pendidikan mendukung pengetahuan baik yang dimiliki responden pada penelitian ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Mubarak (2007) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah juga mereka menerima informasi, dan akhirnya semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai - nilai yang baru diperkenalkan.

Pengalaman merupakan aspek terpenting dalam proses pembelajaran yang dapat berimplikasi positif menambah pengetahuan seseorang terhadap suatu hal (Potter & Perry, 2006). Pada penelitian ini pengalaman responden dapat dilihat dari lama bekerja, mayoritas responden memiliki pengalaman bekerja dalam pelayanan keperawatan lebih dari 10 tahun yaitu 21 orang (61,8% ), sehingga pengalaman yang telah dimiliki responden diasumsikan cukup untuk mendukung

pengetahuan yang baik yang dimiliki responden. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Royal College of Nursing (2005) dalam Sihaloho (2008) bahwa pengatahuan dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu pengetahuan “ know-how “ adalah pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman seseorang dalam bekerja, hal ini memungkinkan terjadinya berbagi pengalaman kerja diantara perawat tentang perawatan pasien dan “ know that “ yaitu pengetahuan yang didapatkan dari teori dan penelitian, hal ini juga didukung oleh hasil penelitian ini yaitu jumlah responden yang memiliki pendidikan sarjana strata 1 sebanyak 15 orang (44,1%) diploma 3 sebanyak 18 orang (52,9%) dan SPK sebanyak 1 orang (3%), juga mayoritas responden memiliki lama kerja lebih dari 10 tahun (61,8%). Sehingga mungkin pendidikan dan lama kerja dapat berpengaruh terhadap pengetahuan responden.

Faktor lain yang mempengaruh pengetahuan responden adalah usia, peneliti berasumsi bahwa rentang 31-40 tahun (47%) memungkinkan responden dapat berfikir secara rasional, sebab menurut Hurlock (1999), usia dewasa awal merupakan rentang usia yang cukup dewasa dan matang dalam berfikir. Seperti yang dijelaskan Schaie (2000) dalam Papalia, Olds dan Feldman (2001), bahwa perkembangan kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan akan berada pada tahap achieving stage dimana orang dewasa menggunakan pengetahuan untuk mencapai tujuan

5.2.2 Tindakan Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Pada Pasien Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojo, 2007). Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tindakan yang baik yaitu 4 orang (11,8%) dan memiliki tindakan cukup yaitu 30 orang (88,2%). Hasil ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada pasien stroke belum semua baik dan hal ini mungkin dipengaruhi belum semua responden memiliki pengetahuan yang baik tentang pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada pasien stroke sehingga diikuti oleh tindakan yang belum semuanya baik.

Hal ini juga didukung oleh Leeuwen, Tiesinga, Post dan Jochemsen (2005) yang menyatakan bahwa faktor yang berperan dalam pemenuhan asuhan keperawatan spiritual adalah pribadi perawat, budaya, dan pendidikan perawat. Hal ini didukung juga oleh hasil penelitian yang dilakukan Gore (2013) yang menyatakan ada 2 faktor yang paling penting yang membuat perawat merasa mampu atau tidak untuk memberikan asuhan keperawatan spiritual yaitu spiritualitas pribadi perawat dan pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan spiritual.

Hal senada juga disampaikan (Inggriane, 2009 dalam Nuraeni, 2010) yang menyatakan bahwa kebutuhan spiritual sering ditemukan dalam pemberian asuhan keperawatan, namun tidak semua perawat merespon kebutuhan tersebut, ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual tersebut. Selain itu sarana dan fasilitas juga dapat mendukung tindakan pemenuhan kebutuhan spiritualitas. Sehingga rumah sakit perlu menyediakan sarana dan fasilitas yang lebih baik.

5.2.3 Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas pada Pasien Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Hasil analisa data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan perawat dengan tindakan pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada pasien stroke di RSUD Dr. Pirngadi kota Medan memiliki hubungan yang signifikan dilihat dari nilai p = 0,015 yang berada dibawah level of signifikan α = 0,05 dengan arah hubungan positif dengan kekuatan hubungan sedang (r =0,412), yang artinya semakin tinggi pengetahuan perawat tentang pemenuhan kebutuhan spiritualitas maka semakin baik tindakan yang diciptakan dalam pemenuhan kebutuhan spiritualitas pasien.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan merupakan domain penting dalam terbentuknya tindakan seseorang. tindakan yang didasari dengan pengetahuan akan lebih mudah pengaplikasikannya dan lebih tahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat (Taylor, Lilis & Le Mone ,1997 dan Craven & Himle, 1996 dalam Hamid, 2008) bahwa salah satu alasan perawat tidak memenuhi kebutuhan spiritual pasien adalah perawat tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, sehingga peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan tindakan pemenuhan kebutuhan spiritualitas pasien. Hal ini juga didukung oleh Nixon, Narayanasamy dan Penny (2012) bahwa perawat yang mempunyai pendidikan tentang asuhan keperawatan spititual adalah yang paling mungkin untuk merespon dan mengimplementasikan intervensi kebutuhan spiritual pasien.

Hasil penelitian Utami dan Supratman (2005) menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual, hal ini memungkinkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan pemenuhan kebutuhan spiritual karena sebelum seseorang melakukan suatu tindakan harus menentukan sikap.

Ditinjau dari hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan tindakan pemenuhan kebutuhan spiritualitas, namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian Sugiyanto (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan tindakan perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual (talqin), walaupun hasil penelitian ini berbeda, dalam penelitian Sugiyanto (2009) menjelaskan bahwa pengetahuan spiritual perawat tentang kebutuhan spiritual khusunya talqin tidak saja diperoleh di bangku kuliah, tetapi juga didapatkan melalui pendidikan agama baik secara formal maupun non formal. Sehingga mungkin saja perawat dengan pengetahuan spiritual yang baik tetapi tidak melaksanakan tindakan itu, atau ada faktor-faktor lain yang perlu diteliti lebih lanjut.

44

Dokumen terkait