• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Pembahasan Umum

Hasil dari percobaan 1 menunjukkan bahwa penggunaan aquasorb pada bibit Jati dapat meningkatkan persentase hidup bibit sampai 4 MST (Minggu Setelah Tanam). Dengan adanya penambahan aquasorb, bibit Jati yang dapat bertahan hidup semakin banyak dibandingkan dengan kontrol tanpa pemberian

aquasorb. Penggunaan aquasorb dalam konsentrasi yang lebih tinggi dapat

meningkatkan persentase hidup bibit Jati.

Kemampuan aquasorb dalam meningkatkan persentase hidup pada kondisi kekeringan sesuai dengan penelitian Hutterman pada Pinus. Hutterman (1990), menemukan bahwa tingkat ketahanan hidup Pinus halepensis (Allepo pine) meningkat dua kali lipat dengan penggunaan 0,4% hydrogel dalam tanah dibandingkan tanpa penambahan Hydrogel. Disamping itu ia menemukan bahwa

hydrogel dapat memperpanjang waktu kematian selama 19 hari lebih lama pada

kondisi kekeringan.

Bibit Jati dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 600 ml merupakan perlakuan dengan persentase hidup yang tinggi. Pada pemberian aquasorb dengan konsentrasi 600 ml, air yang tersimpan di dalam aquasorb lebih banyak dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah sehingga cadangan air yang diperlukan untuk metabolisme tanaman lebih banyak.

Pada percobaan 2 rata-rata bibit Jati telah mengalami kematian pada 2-3 MST, hanya beberapa bibit saja yang dapat bertahan hidup sampai 4 MST. Kondisi ini berbeda dengan percobaan 1 dimana jumlah bibit yang dapat bertahan hidup sampai 4 MST jauh lebih banyak. Kontrol pada percobaan 1 dan 3 dapat bertahan hidup 2-3 MST sedangkan pada percobaan 2 hanya dapat bertahan 1-2 MST. Penutupan permukaan tanah dengan plastik pada percobaan 1 menyebabkan bibit dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan percobaan 2. Hal ini terjadi karena evaporasi dari permukaan tanah lebih besar dibandingkan dengan transpirasi dari bibit Jati sehingga ketersediaan air dalam tanah pada percobaan 2 lebih cepat berkurang. Kondisi ini pun diduga menjadi salah satu faktor penyebab pengurangan luas daun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan persen hidup bibit. Walaupun kematian bibit banyak terjadi pada 2-3 MST, penggunaan aquasorb 400 ml dengan pemotongan daun 70% dapat mempertahankan persentase hidup bibit sampai 4 MST dengan persen tertinggi (100%).

Berdasarkan percobaan 3 pemberian aquasorb jenis A dan B dapat mempertahankan ketahanan hidup bibit 1 minggu lebih lama dibandingkan percobaan 1 dan 2. Penggunaan aquasorb dapat bertahan sampai 5 MST. Pada akhir pengamatan (6 MST), persentase hidup bibit Jati dengan pemberian

aquasorb jenis A pada konsentrasi 400 ml lebih tinggi dibandingkan dengan

pemberian aquasorb jenis B. Setiap jenis aquasorb memiliki daya serap air yang berbeda tergantung dari bahan-bahan penyusunnya. Aquasorb jenis A merupakan

aquasorb dengan bentuk segi empat sedangkan aquasorb jenis B berbentuk

lingkaran. Permukaan yang bersentuhan dengan akar pada aquasorb jenis A lebih luas dibandingkan dengan aquasorb jenis B sehingga penyerapan air oleh akar lebih mudah dilakukan pada aquasorb jenis A.

Bibit Jati pada percobaan 3 dapat bertahan 1 minggu lebih lama dibandingkan dengan bibit Jati pada percobaan 1 dan 2. Hal ini diduga oleh adanya beberapa perlakuan seperti pemotongan daun, penyemprotan pada pagi hari dan pemberian serasah di atas permukaan tanah. Pemotongan daun dan pemberian serasah di atas permukaan tanah dapat mengurangi evaporasi yang terjadi dari tanaman dan permukaan tanah sedangkan air hasil penyemprotan

dapat diserap oleh bibit sehingga bibit pada percobaan 3 dapat bertahan lebih lama dibandingkan percobaan 1 dan 2.

Penggunaan aquasorb pada percobaan 1, 2 dan 3 dapat memperlambat lama waktu mencapai layu awal, tengah, dan akhir dibandingkan kontrol tanpa pemberian aquasorb. Pada percobaan 1 dan 2, bibit Jati dengan penggunaan

aquasorb mencapai layu akhir lebih lambat 7-11 hari dan 15-16 hari pada

percobaan 3 dibandingkan kontrol tanpa penggunaan aquasorb. Sharma (2004) menyatakan bahwa penambahan aquasorb dapat mengurangi cekaman kekeringan pada tanaman Asclepias incarnata dan Gaillardia grandiflora. Waktu untuk mencapai pelayuan lebih lama dibandingkan tanaman yang tumbuh pada tanah tanpa pemberian aquasorb.

Hasil penelitian 1 dan 2 menunjukkan waktu mencapai layu awal terjadi pada hari kedua dan tiga sedangkan untuk penelitian 3 sampai hari keempat dan lima. Lama waktu mencapai layu akhir relatif sama pada setiap penelitian, yaitu terjadi pada hari 19 sampai 21. Beberapa perlakuan seperti pemotongan daun (penelitian 2 dan 3), penutupan permukaan tanah serta penyemprotan di pagi hari tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memperlambat lama waktu mencapai layu akhir.

Penggunaan aquasorb pada bibit Jati dapat menurunkan jumlah daun kering. Pada akhir pengamatan dari setiap percoban, persentase daun kering semakin berkurang seiring dengan pertambahan konsentrasi aquasorb (Tabel 2, 8 dan 13). Persentase daun kering pada umumnya mencapai maksimum (100%) pada 3, 4, dan 5 MST. Dari hasil percobaan 1 persentase daun kering maksimum terjadi pada 3 dan 4 MST. Persentase daun kering pada percobaan 2 rata-rata mencapai maksimum pada 2 dan 3 MST dimana kontrol mencapai persentase daun maksimum pada 2 MST, lebih cepat 1 sampai 2 minggu dibandingkan percobaan 1 dan 3. Sebaliknya, pada percobaan 3 persentase daun kering rata-rata mencapai maksimum pada 4 dan 5 MST lebih lama 1 minggu dibandingkan percobaan 1 dan 2.

Pada penelitian 2 pengeringan daun terjadi lebih cepat bila dibandingkan dengan penelitian 1 dan 3. Rata-rata bibit Jati telah mengalami daun kering maksimum pada 2 dan 3 MST. Terjadinya daun kering merupakan salah satu

tahap bibit mencapai kematian dikarenakan kurangnya asupan air. Apabila keringnya daun terjadi lebih cepat maka kematian bibit akan terjadi lebih cepat.

Bibit Jati banyak menggugurkan daun pada 3 dan 4 MST, pengguguran daun dapat terjadi setelah daun menjadi kering ataupun masih hijau. Persentase daun gugur pada percobaan 1, 2 dan 3 banyak terjadi pada konsentrasi aquasorb yang lebih tinggi. Hasil persentase daun gugur dari setiap percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi aquasorb yang digunakan maka jumlah daun gugur semakin meningkat.

Jati merupakan salah satu jenis tanaman yang menggugurkan daunnya bila kekurangan air. Periode pengguguran daun bervariasi menurut lokasi tempat tumbuh, kandungan air tanah, curah hujan dan distribusinya (Kadambi 1972, diacu dalam Dalimunthe 2005). Apabila dilihat dari fungsi aquasorb sebagai bahan penyimpan dan pengefisiensi air seharusnya penggunaan aquasorb pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat mengurangi jumlah daun gugur karena ketersediaan airnya lebih tinggi namun kondisi bibit di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Hal ini dapat disebabkan oleh pengguguran daun lebih banyak terjadi ketika daun masih basah dibandingkan setelah daun kering. Asam absisat telah terasimilasi sebelum daun kering dan daun Jati yang masih basah menyebabkan daun tidak kuat menopang beratnya sehingga menjadi cepat gugur. Jika asam absisat (ABA) diaplikasikan pada daun tumbuhan dengan konsentrasi yang sangat rendah (misalnya 10-6 M) maka akan menyebabkan stomata menutup. Pada kondisi kekeringan (dan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan lainnya, seperti tergenang air atau suhu tinggi), kandungan ABA pada daun akan meningkat terlebih dahulu sebelum stomata mulai menutup. Dari hasil pengamatan ini, tersirat bahwa pada kondisi alami, penutupan stomata terjadi setelah tumbuhan mengakumulasi ABA (Lakitan 1993).

Tidak semua bibit Jati yang masih bertahan hidup pada akhir pengamatan dapat kembali ke kondisi normal setelah dilakukan penyiraman. Sebagian bibit tetap kering walau telah dilakukan penyiraman namun ada beberapa bibit yang hidup kembali ditandai dengan munculnya pucuk daun dari pangkal batang dan tengah batang. Menurut Sumarna (2001) pada musim hujan, daun akan tumbuh normal kembali dan aktivitas kambium menjadi cepat. Kemampuan bibit untuk

dapat hidup kembali tergantung pada tingkat kekeringan yang terjadi dan toleransi bibit terhadap kekeringan.

Pada Penelitian 2, persentase bibit yang dapat segar kembali setelah dilakukan penyiraman selama kurang lebih 1 bulan bisa mencapai 69,44% dari total bibit Jati yang dapat bertahan hidup pada 4 MST sedangkan pada penelitan 3 jumlah bibit yang dapat kembali hidup setelah dilakukan penyiraman hanya sebesar 15,38% dari bibit yang dapat bertahan hidup sampai 6 MST. Hal ini menunjukkan bahwa bibit yang dapat bertahan hidup sampai 6 MST rata-rata telah mengalami layu permanen sehingga walaupun telah dilakukan penyiraman tidak dapat kembali hidup. Penggunaan aquasorb dalam jangka waktu 6 minggu tidak dapat mempertahankan persen bibit segar kembali bila dibandingkan dengan penggunaan aquasorb selama 4 minggu. Hal ini dikarenakan semakin menipisnya ketersediaan air dalam aquasorb sehingga kondisi bibit Jati yang masih dapat bertahan hidup sampai 6 MST rata-rata telah mengalami titik layu permanen.

Hasil dari beberapa parameter menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dari percobaan 1 merupakan perlakuan dengan penggunaan aquasorb pada konsentrasi 600 ml. Perlakuan terbaik pada percobaan 2 merupakan perlakuan pada pemotongan daun sebesar 70% dan penggunaan aquasorb sebanyak 400 ml, sedangkan untuk percobaan 3 adalah perlakuan dengan penggunaan aquasorb jenis A pada konsentrasi 400 ml.

Aplikasi aquasorb terhadap pertumbuhan bibit Jati masih memiliki beberapa kendala. Produk aquasorb masih sulit untuk didapatkan dipasaran dan kurang ekonomis. Penggunaan bahan dengan fungsi yang sama, bersifat alami dan relatif lebih murah seperti arang atau sekam padi dapat menjadi salah satu alternatif lain sebagai bahan penyerap dan penahan air. Abu sekam padi ditinjau dari komponen penyusunnya, mengandung komponen terbesar berupa SiO2

sebesar 86,9-97,3% berat. SiO2 ini berpotensi besar sebagai bahan baku senyawa natrium silikat yang merupakan senyawa alkalis dasar dalam industri. Permintaan terbesar pertama natrium silikat adalah sebagai builder untuk sabun. Penggunaan lainnya adalah sebagai perekat, gel silika, katalis, pigmen dan absorbant

(Oktiviany et al. 2008).

BAB V

Dokumen terkait