PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR
AQUASORB
TERHADAP PERTUMBUHAN JATI
FITRIANA WULANSARI PERMATA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR
AQUASORB
TERHADAP PERTUMBUHAN JATI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
FITRIANA WULANSARI PERMATA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
The Effect of Water Absorbant Aquasorb on the Growth of Teak by:
Fitriana Wulansari P, Iskandar Z. Siregar, and Sri Wilarso Budi R.
Introduction. Teak (Tectona grandis Linn.f) is one of the tree species which is widely cultivated in Java. In large scale teak plantation forest development, climate is one of the important factor influencing the success of planting. Tight schedule of planting and erratic weather condition constitute the constraint for achieving successful planting. One alternative for overcoming the constraint is by planting outside the rainy season. Planting outside the rainy season when the water supply is very limited, assisted by the use of aquasorb, has not been known, in terms of its success rate. The use of aquasorb for planting forestry planting stocks, particularly that of teak, has never been practiced in Indonesia. Therefore, there is a need for research to learn the extent that aquasorb effect could improve the survival percentage of teak planting stocks when they are planted outside the rainy season.
Materials and method. The research was conducted from May 2008 through Agustus 2008, in the green house of Faculty of Forestry (IPB). The research consisted of three series of experiments. The experimental designs used were Block Randomized Design for Experiment 1, Factorial Completely Randomized Design for Experiment 2, and Completely Randomized Design for Experiment 3. In Experiment 1, there were 5 treatments with 3 replications, and each replication consisted of 4 planting stocks, so there were 60 experimental units. In Experiment 2, there were 2 factors, namely factors of leaf and aquasorb. Altogether, in Experiment 2, there were 16 treatments, and each treatment combination consisted of 3 replications. Each replication consisted of 3 planting stocks, so that altogether, there were 144 experimental units. In Experiment 3, there were 5 treatments with 3 replications, and each replication consisted of 3 planting stocks, so that altogether there were 45 experimental units. The observed variables were among other things, survival percentage; duration for reaching initial, intermediate and final wilting; percent of dry leaves, and percent of leaf shedding. Analysis of Variance was performed by using program of Minitab 14 and SAS for Duncan advanced test.
Results and Conclusion. Results of Experiment 1 showed that the use of aquasorb with concentration of 600 ml, had the highest average of survival percentage (41.67 %) at 4 weeks after planting (WAP) as compared with control. In Experiment 2, application of aquasorb with concentration of 400 ml, accompanied with leaf cutting (reduction) by 70 % could increase the survival percentage of teak planting stocks, up to 100 %, and reduced the dry leaf percent to 54.91 % as compared with control. Leaf reduction by 70 and 90 % and the use of Aquasorb of 400 ml could prolong the duration to reach final wilting, up to 15 – 16 days. Results of Experiment 3 showed that application of aquasorb with different type, at the same concentration, had significant effect up to 5 WAP, and did not have significant effect at 6 WAP. The use of aquasorb of type A at concentration of 400 ml, exhibited higher percent of survival (67 %) as compared with the use of aquasorb of type B. Conclusion from this research was that the use of aquasorb with higher concentration could increase the survival percentage of teak planting stocks, as compared with control (without aquasorb). Experiment 3 showed that the use of aquasorb could maintain the optimal survival percentage of planting stocks, only up to 5 WAP.
Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati Oleh:
Fitriana Wulansari P., Iskandar Z.Siregar, dan Sri Wilarso Budi R.
Pendahuluan. Jati (Tectona grandis Linn.f) merupakan salah satu jenis tanaman yang masih diusahakan secara luas di pulau Jawa. Dalam pembangunan hutan tanaman Jati skala luas, iklim merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan penanaman. Waktu tanam yang sempit dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu kendala keberhasilan penanaman. Salah satu alternatif dalam mengatasi keterbatasan waktu tanam yang sempit adalah dengan melakukan penanaman di luar musim hujan. Penanaman di luar musim hujan ketika jumlah air terbatas melalui aplikasi aquasorb belum diketahui keberhasilannya. Penggunaan aquasorb untuk penanaman bibit kehutanan khususnya Jati belum pernah digunakan di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh aquasorb dapat mempertahankan persentase hidup Jati ketika ditanam di luar musim hujan.
Bahan dan Metode. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Kehutanan IPB dari bulan Mei 2008 sampai Agustus 2008. Penelitian ini terdiri dari 3 seri percobaan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak kelompok pada Percobaan 1. Rancangan Acak Lengkap Faktorial pada Percobaan 2 dan Rancangan Acak Lengkap pada Percobaan 3. Pada percobaan satu terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 4 bibit sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Pada percobaan dua terdiri dari dua faktor yaitu faktor daun dan aquasorb. Secara keseluruhan terdapat 16 perlakuan, setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 3 bibit sehingga terdapat 144 satuan percobaan. Pada percobaan tiga terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 3 bibit sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain persentase hidup, lama waktu mencapai layu awal, tengah dan akhir, persen daun kering, dan persen daun gugur. Analisis Sidik Ragam diolah dengan menggunakan program Minitab 14 dan program SAS untuk uji lanjut Duncan.
Hasil dan Kesimpulan. Hasil dari percobaan 1 menunjukkan bahwa penggunaan aquasorb pada konsentrasi 600 ml memiliki rata-rata persen hidup tertinggi (41,67%) pada 4 MST dibandingkan kontrol. Pada percobaan 2, pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml dengan pemotongan daun sebesar 70% dapat meningkatkan persen hidup bibit Jati hingga 100%` dan mengurangi persen daun kering hingga 54,91% dibanding kontrol. Pengurangan daun sebesar 70 dan 90 % dengan penggunaan aquasorb 400 ml dapat memperlambat waktu layu akhir hingga 15-16 hari. Hasil percobaan 3 menunjukkan bahwa pemberian aquasorb dengan jenis yang berbeda pada konsentrasi yang sama berpengaruh sampai 5 MST dan tidak berpengaruh pada 6 MST. Penggunaan aquasorb jenis A pada konsentrasi 400 ml memiliki persentase hidup yang lebih tinggi (67%) dibandingkan dengan penggunaan aquasorb jenis B. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan aquasorb dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan persentase hidup bibit Jati dibandingkan kontrol tanpa pemberian aquasorb. Berdasarkan percobaan 3 penggunaan aquasorb dapat mempertahankan persentase hidup bibit secara optimal hanya sampai 5 MST.
Judul Skripsi : Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati
Nama : Fitriana Wulansari Permata NIM : E14204053
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Ketua,
Dr.Ir.Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP. 131 878 498
Anggota,
Dr.Ir.Sri Wilarso Budi R.,MS NIP. 131 878 161
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Bahan
Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati adalah benar-benar hasil karya
saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 26 Agustus 1986 sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Syamsul Basri dan Sukmawati.
Pada tahun 2004 Penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bandung dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI). Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Jurusan
Manajeman Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan)
Gunung Slamet Barat, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyumas Timur dan
BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat, sedangkan Praktek Umum
Pengelolaan Hutan dilaksanakan di KPH Ngawi, Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Pada Bulan Maret sampai Mei 2008
penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Desa Cihideung Ilir,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM
(Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007, FMSC
(Forest Management Study Club) Periode 2005-2006, TGC (Tree Grower
Community) 2006-2007, dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Tenis Lapangan
2006-2008. Selain itu penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dendrologi,
Inventarisasi Hutan, Silvikultur, dan P2EH (Praktek Pengenalan Hutan) untuk
program sarjana tahun ajaran 2007/2008.
Sebagai salah syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kehutanan IPB,
penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Bahan Penahan Air
Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati dibimbing oleh Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar,
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Aquasorb
Terhadap Pertumbuhan Jati. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc
dan Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku dosen pembimbing. Bapak Dr.Ir. A.
Machmud Thohari, DEA dan Prof.Dr.Ir. I. Ketut N. Pandit, MS sebagai dosen
penguji. Selain itu penulis sampaikan penghargaan kepada Bapak Dedi dan Bapak
Atang yang telah banyak membantu di rumah kaca Laboratorium Silvikultur.
Ungkapan terima kasih penulis persembahkan kepada Bapak, Ibu dan keluarga
tercinta atas dukungan, doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada Teddi yunanto, Jo, Albi, Tohirin, Dany, Jeje, Diana, Ana
Heru, Mustian, Mario, Ka Haris, Agus, seluruh rekan-rekan Silvikultur 41 dan
teman-teman Fairus yang telah banyak memberikan motivasi dan tenaganya
dalam penelitian ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini sedikitnya dapat
memberikan manfaat.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.... ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN... ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Hipotesis ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Jati ... 3
2.2 Pertumbuhan Tanaman ... 6
2.3 Peranan Air Bagi Tanaman ... 7
2.4 Hubungan Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 8
2.5 Aquasorb ... 8
BAB III METODE PENELITIAN ... 11
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 11
3.3 Prosedur Penelitian ... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Percobaan 1 ... 23
4.1.1 Persen Hidup ... 23
4.1.2 Lama Waktu Mencapai Layu ... 25
4.1.3 Persentase Daun Kering ... 26
4.1.4 Persen Daun Gugur ... 28
4.2 Percobaan 2 ... 30
4.2.1 Persen Hidup ... 30
4.2.2 Lama Waktu mencapai Layu ... 33
4.2.3 Persentase Daun Kering ... 35
4.2.4 Persen Daun Gugur ... 37
4.2.5 Persentase Bibit Segar kembali ... 38
4.3 Percobaan 3 ... 39
4.3.1 Persen Hidup ... 40
4.3.2 Lama Waktu Mencapai Layu . ... 41
4.3.3 Persen Daun Kering ... 43
4.3.4 Persen Daun Gugur ... 44
4.4 Pembahasan Umum ... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
5.1 Kesimpulan ... 52
5.2 Saran ... 53
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Pengaruh aquasorb terhadap lama waktu mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) pada bibit Jati... 25
2. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati... 27
3. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap jumlah daun gugur bibit Jati... 29
4. Pengaruh interaksi faktor aquasorb dan pengurangan daun terhadap persen hidup bibit Jati pada 1 ,2, 3 dan 4 MST... 31
5. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen hidup bibit Jati ... 32
6. Pengaruh interaksi pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu awal (T0) bibit Jati... 33
7. Pengaruh pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu tengah ( T50) dan akhir (T100) bibit Jati... 34
8. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati. ... 36
9. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap persen daun gugur bibit Jati... 37
10. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen hidup bibit Jati... 40
11. Pengaruh aquasorb jenis A dan B terhadap waktu layu (T0), awal, tengah (T50) dan akhir (T100) bibit Jati ... 42
12. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati... 43
13. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen daun gugur bibit Jati ... 45
PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR
AQUASORB
TERHADAP PERTUMBUHAN JATI
FITRIANA WULANSARI PERMATA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR
AQUASORB
TERHADAP PERTUMBUHAN JATI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
FITRIANA WULANSARI PERMATA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
The Effect of Water Absorbant Aquasorb on the Growth of Teak by:
Fitriana Wulansari P, Iskandar Z. Siregar, and Sri Wilarso Budi R.
Introduction. Teak (Tectona grandis Linn.f) is one of the tree species which is widely cultivated in Java. In large scale teak plantation forest development, climate is one of the important factor influencing the success of planting. Tight schedule of planting and erratic weather condition constitute the constraint for achieving successful planting. One alternative for overcoming the constraint is by planting outside the rainy season. Planting outside the rainy season when the water supply is very limited, assisted by the use of aquasorb, has not been known, in terms of its success rate. The use of aquasorb for planting forestry planting stocks, particularly that of teak, has never been practiced in Indonesia. Therefore, there is a need for research to learn the extent that aquasorb effect could improve the survival percentage of teak planting stocks when they are planted outside the rainy season.
Materials and method. The research was conducted from May 2008 through Agustus 2008, in the green house of Faculty of Forestry (IPB). The research consisted of three series of experiments. The experimental designs used were Block Randomized Design for Experiment 1, Factorial Completely Randomized Design for Experiment 2, and Completely Randomized Design for Experiment 3. In Experiment 1, there were 5 treatments with 3 replications, and each replication consisted of 4 planting stocks, so there were 60 experimental units. In Experiment 2, there were 2 factors, namely factors of leaf and aquasorb. Altogether, in Experiment 2, there were 16 treatments, and each treatment combination consisted of 3 replications. Each replication consisted of 3 planting stocks, so that altogether, there were 144 experimental units. In Experiment 3, there were 5 treatments with 3 replications, and each replication consisted of 3 planting stocks, so that altogether there were 45 experimental units. The observed variables were among other things, survival percentage; duration for reaching initial, intermediate and final wilting; percent of dry leaves, and percent of leaf shedding. Analysis of Variance was performed by using program of Minitab 14 and SAS for Duncan advanced test.
Results and Conclusion. Results of Experiment 1 showed that the use of aquasorb with concentration of 600 ml, had the highest average of survival percentage (41.67 %) at 4 weeks after planting (WAP) as compared with control. In Experiment 2, application of aquasorb with concentration of 400 ml, accompanied with leaf cutting (reduction) by 70 % could increase the survival percentage of teak planting stocks, up to 100 %, and reduced the dry leaf percent to 54.91 % as compared with control. Leaf reduction by 70 and 90 % and the use of Aquasorb of 400 ml could prolong the duration to reach final wilting, up to 15 – 16 days. Results of Experiment 3 showed that application of aquasorb with different type, at the same concentration, had significant effect up to 5 WAP, and did not have significant effect at 6 WAP. The use of aquasorb of type A at concentration of 400 ml, exhibited higher percent of survival (67 %) as compared with the use of aquasorb of type B. Conclusion from this research was that the use of aquasorb with higher concentration could increase the survival percentage of teak planting stocks, as compared with control (without aquasorb). Experiment 3 showed that the use of aquasorb could maintain the optimal survival percentage of planting stocks, only up to 5 WAP.
Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati Oleh:
Fitriana Wulansari P., Iskandar Z.Siregar, dan Sri Wilarso Budi R.
Pendahuluan. Jati (Tectona grandis Linn.f) merupakan salah satu jenis tanaman yang masih diusahakan secara luas di pulau Jawa. Dalam pembangunan hutan tanaman Jati skala luas, iklim merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan penanaman. Waktu tanam yang sempit dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu kendala keberhasilan penanaman. Salah satu alternatif dalam mengatasi keterbatasan waktu tanam yang sempit adalah dengan melakukan penanaman di luar musim hujan. Penanaman di luar musim hujan ketika jumlah air terbatas melalui aplikasi aquasorb belum diketahui keberhasilannya. Penggunaan aquasorb untuk penanaman bibit kehutanan khususnya Jati belum pernah digunakan di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh aquasorb dapat mempertahankan persentase hidup Jati ketika ditanam di luar musim hujan.
Bahan dan Metode. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Kehutanan IPB dari bulan Mei 2008 sampai Agustus 2008. Penelitian ini terdiri dari 3 seri percobaan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak kelompok pada Percobaan 1. Rancangan Acak Lengkap Faktorial pada Percobaan 2 dan Rancangan Acak Lengkap pada Percobaan 3. Pada percobaan satu terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 4 bibit sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Pada percobaan dua terdiri dari dua faktor yaitu faktor daun dan aquasorb. Secara keseluruhan terdapat 16 perlakuan, setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 3 bibit sehingga terdapat 144 satuan percobaan. Pada percobaan tiga terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 3 bibit sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain persentase hidup, lama waktu mencapai layu awal, tengah dan akhir, persen daun kering, dan persen daun gugur. Analisis Sidik Ragam diolah dengan menggunakan program Minitab 14 dan program SAS untuk uji lanjut Duncan.
Hasil dan Kesimpulan. Hasil dari percobaan 1 menunjukkan bahwa penggunaan aquasorb pada konsentrasi 600 ml memiliki rata-rata persen hidup tertinggi (41,67%) pada 4 MST dibandingkan kontrol. Pada percobaan 2, pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml dengan pemotongan daun sebesar 70% dapat meningkatkan persen hidup bibit Jati hingga 100%` dan mengurangi persen daun kering hingga 54,91% dibanding kontrol. Pengurangan daun sebesar 70 dan 90 % dengan penggunaan aquasorb 400 ml dapat memperlambat waktu layu akhir hingga 15-16 hari. Hasil percobaan 3 menunjukkan bahwa pemberian aquasorb dengan jenis yang berbeda pada konsentrasi yang sama berpengaruh sampai 5 MST dan tidak berpengaruh pada 6 MST. Penggunaan aquasorb jenis A pada konsentrasi 400 ml memiliki persentase hidup yang lebih tinggi (67%) dibandingkan dengan penggunaan aquasorb jenis B. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan aquasorb dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan persentase hidup bibit Jati dibandingkan kontrol tanpa pemberian aquasorb. Berdasarkan percobaan 3 penggunaan aquasorb dapat mempertahankan persentase hidup bibit secara optimal hanya sampai 5 MST.
Judul Skripsi : Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati
Nama : Fitriana Wulansari Permata NIM : E14204053
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Ketua,
Dr.Ir.Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP. 131 878 498
Anggota,
Dr.Ir.Sri Wilarso Budi R.,MS NIP. 131 878 161
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Bahan
Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati adalah benar-benar hasil karya
saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 26 Agustus 1986 sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Syamsul Basri dan Sukmawati.
Pada tahun 2004 Penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bandung dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI). Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Jurusan
Manajeman Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan)
Gunung Slamet Barat, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyumas Timur dan
BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat, sedangkan Praktek Umum
Pengelolaan Hutan dilaksanakan di KPH Ngawi, Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Pada Bulan Maret sampai Mei 2008
penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Desa Cihideung Ilir,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM
(Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007, FMSC
(Forest Management Study Club) Periode 2005-2006, TGC (Tree Grower
Community) 2006-2007, dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Tenis Lapangan
2006-2008. Selain itu penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dendrologi,
Inventarisasi Hutan, Silvikultur, dan P2EH (Praktek Pengenalan Hutan) untuk
program sarjana tahun ajaran 2007/2008.
Sebagai salah syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kehutanan IPB,
penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Bahan Penahan Air
Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati dibimbing oleh Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar,
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Aquasorb
Terhadap Pertumbuhan Jati. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc
dan Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku dosen pembimbing. Bapak Dr.Ir. A.
Machmud Thohari, DEA dan Prof.Dr.Ir. I. Ketut N. Pandit, MS sebagai dosen
penguji. Selain itu penulis sampaikan penghargaan kepada Bapak Dedi dan Bapak
Atang yang telah banyak membantu di rumah kaca Laboratorium Silvikultur.
Ungkapan terima kasih penulis persembahkan kepada Bapak, Ibu dan keluarga
tercinta atas dukungan, doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada Teddi yunanto, Jo, Albi, Tohirin, Dany, Jeje, Diana, Ana
Heru, Mustian, Mario, Ka Haris, Agus, seluruh rekan-rekan Silvikultur 41 dan
teman-teman Fairus yang telah banyak memberikan motivasi dan tenaganya
dalam penelitian ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini sedikitnya dapat
memberikan manfaat.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.... ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN... ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Hipotesis ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Jati ... 3
2.2 Pertumbuhan Tanaman ... 6
2.3 Peranan Air Bagi Tanaman ... 7
2.4 Hubungan Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 8
2.5 Aquasorb ... 8
BAB III METODE PENELITIAN ... 11
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 11
3.3 Prosedur Penelitian ... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Percobaan 1 ... 23
4.1.1 Persen Hidup ... 23
4.1.2 Lama Waktu Mencapai Layu ... 25
4.1.3 Persentase Daun Kering ... 26
4.1.4 Persen Daun Gugur ... 28
4.2 Percobaan 2 ... 30
4.2.1 Persen Hidup ... 30
4.2.2 Lama Waktu mencapai Layu ... 33
4.2.3 Persentase Daun Kering ... 35
4.2.4 Persen Daun Gugur ... 37
4.2.5 Persentase Bibit Segar kembali ... 38
4.3 Percobaan 3 ... 39
4.3.1 Persen Hidup ... 40
4.3.2 Lama Waktu Mencapai Layu . ... 41
4.3.3 Persen Daun Kering ... 43
4.3.4 Persen Daun Gugur ... 44
4.4 Pembahasan Umum ... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
5.1 Kesimpulan ... 52
5.2 Saran ... 53
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Pengaruh aquasorb terhadap lama waktu mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) pada bibit Jati... 25
2. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati... 27
3. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap jumlah daun gugur bibit Jati... 29
4. Pengaruh interaksi faktor aquasorb dan pengurangan daun terhadap persen hidup bibit Jati pada 1 ,2, 3 dan 4 MST... 31
5. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen hidup bibit Jati ... 32
6. Pengaruh interaksi pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu awal (T0) bibit Jati... 33
7. Pengaruh pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu tengah ( T50) dan akhir (T100) bibit Jati... 34
8. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati. ... 36
9. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap persen daun gugur bibit Jati... 37
10. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen hidup bibit Jati... 40
11. Pengaruh aquasorb jenis A dan B terhadap waktu layu (T0), awal, tengah (T50) dan akhir (T100) bibit Jati ... 42
12. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati... 43
13. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen daun gugur bibit Jati ... 45
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1 Aquasorb... 9
2 Ikatan kimia aquasorb.... 9
3 Diagram penanaman bibit Jati pada percobaan 1, 2 dan 3 ... 12
4 Grafik persen hidup hasil uji lanjut Duncan terhadap
pemberian aquasorb pada 4 MST ... 23
5 Perbandingan pemberian konsentrasi aquasorb terhadap waktu layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) ... 26
6 Persentase daun kering terhadap konsentrasi aquasorb per minggu pada masing-masing perlakuan... 27
7 Jumlah daun gugur terhadap konsentrasi aquasorb per minggu pada masing-masing perlakuan... 29
8 Grafik Rata-rata persen hidup per perlakuan pada 4 MST... 32
9 Rata-rata perbandingan lama waktu mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) pada setiap perlakuan... 35
10 Bibit Jati... 39
11 Grafik rata-rata persen hidup terhadap pemberian aquasorb per perlakuan pada 6 MST... 41
12 Perbandingan waktu layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100)
terhadap pemberian aquasorb jenis A dan B. ... 42
13 Persen daun kering terhadap pemberian aquasorb per minggu per perlakuan... 44
14 Persen daun gugur terhadap pemberian aquasorb pada setiap perlakuan per minggu... 45
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Percobaan 1. ... 59
Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Percobaan 2. ... 61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laju deforestrasi dan degradasi hutan tropis yang semakin meningkat saat
ini telah mengakibatkan ketidakseimbangan proporsi antara areal berpohon dan
lahan kosong. Salah satu dampak yang timbul akibat ketidakseimbangan tersebut
adalah meningkatnya suhu di permukaan bumi akibat adanya efek gas rumah kaca
yang secara tidak langsung memicu terjadinya pemanasan global.
Pengamatan suhu global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan
rata-rata suhu yang menjadi indikator adanya perubahan iklim. Perubahan suhu
global ini ditunjukkan dengan naiknya suhu rata-rata hingga 0,74oC antara tahun
1906 hingga tahun 2005. Suhu rata-rata global ini diproyeksikan akan terus
meningkat sekitar 1,8-4,0oC di abad sekarang ini, dan bahkan menurut kajian lain
dalam IPCC diproyeksikan berkisar antara 1,1-6,4oC (IPCC 2007).
Salah satu dampak naiknya suhu rata-rata global adalah berubahnya pola
iklim sehingga lamanya musim hujan dan musim kemarau tidak dapat diprediksi
secara tepat. Seringkali lamanya musim hujan lebih pendek daripada musim
kemarau dengan curah hujan dalam frekuensi yang rendah sehingga menimbulkan
kekeringan akibat adanya peningkatan suhu.
Jati merupakan salah satu jenis tanaman yang masih diusahakan secara luas
di pulau Jawa. Dalam pembangunan hutan tanaman Jati skala luas, iklim
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan
penanaman. Kadang-kadang target penanaman tidak tercapai karena sempitnya
musim tanam. Waktu tanam yang begitu singkat dengan kondisi cuaca yang tidak
menentu menjadi salah satu kendala keberhasilan penanaman.
Salah satu alternatif dalam mengatasi keterbatasan waktu tanam yang sempit
adalah dengan melakukan penanaman di luar musim hujan. Penanaman di luar
musim hujan dapat dilakukan melalui pendekatan genetik dan lingkungan.
Pendekatan secara genetik dapat dilakukan dengan menanam varietas Jati tahan
suatu teknologi yang dapat menyimpan dan mengefisienkan penggunaan air
seperti aplikasi aquasorb.
Penanaman di luar musim hujan ketika jumlah air terbatas melalui aplikasi
aquasorb belum diketahui keberhasilannya. Penggunaan aquasorb untuk
penanaman bibit kehutanan khususnya Jati (Tectona grandis Linn.f.) belum
pernah digunakan di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk
mengetahui sampai sejauh mana pengaruh aquasorb dapat mempertahankan
persentase hidup bibit Jati ketika ditanam di luar musim hujan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon bibit Jati terhadap
aplikasi aquasorb.
1.3 Hipotesis
Aplikasi aquasorb dapat membantu mengurangi kematian bibit pada kondisi
tanpa penyiraman.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dalam hal
efektifitas aquasorb sebagai salah satu bahan yang dapat mengefisiensikan
penggunaan air dalam penanaman bibit, sehingga waktu tanam dapat dilakukan
pada musim hujan maupun musim kemarau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jati
2.1.1 Klasifikasi dan Penyebaran
Tanaman Jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini
mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn.f. secara historis nama tectona
berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki
kualitas yang tinggi (Sumarna 2002).
Menurut Martawijaya et al. (1981) Jati diklasifikasikan sebagai berikut:
divisi : Spermatophyta
kelas : Angiospermae
sub kelas : Dycotiledonae
ordo : Verbenales
family : Verbenaceae
genus : Tectona
spesies : Tectona grandis Linn.f.
Tectona grandis Linn.f. atau Jati adalah tumbuhan tropis yang
penyebarannya meliputi India, Birma, Thailand, Vietnam dan Indonesia. Di
Indonesia terutama di Jawa, tumbuh pada ketinggian kurang dari 700 meter di atas
permukaan laut. Tumbuhan ini juga terdapat di Muna, Buton, Maluku (Wetar) dan
Nusa Tenggara (Dephut 1991). Di Jawa dan di beberapa pulau Nusa Tenggara
umumnya dinamakan Jati, disebut kayu Jati (dalam bahasa Melayu dan Jawa) atau
kijati di Pasundan (Cordes 1992).
Tanaman Jati dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-jagu (di
wilayah Asam); saigun, segun (Bengali); tekku (Bombay); kyun (Burma); saga,
sagach (Gujarat); sagun, sagwan (Hindi); jadi, saguan, tega, tiayagadamara
(Kannad); sag, saga sgwan, (Manthi); singuru (Oriya); bardaru, bhumisah,
dwardaru, kaharachchad, saka (Sangskirt); tekkumaran, tekku (Tamil);
adaviteeku, peddatekku, teekuchekka (Telugu) teck atau teak baun (Jerman); dan
2.1.2 Pengenalan Botanis
Tinggi pohon Jati antara 25-30 meter, namun pada daerah yang subur tinggi
pohon bisa mencapai 50 meter dengan diameter + 150 cm. Batang umumnya bulat
dan lurus, kulit kayu agak tipis, beralur dalam sampai agak dalam (Dephut 1991).
Menurut Samingan (1979), kulit luar Jati berwarna abu-abu dengan retak-retak
memanjang, mengelupas, kaku dan liat, tebalnya 10-13 mm, irisan melintang
berwarna putih kotor kecokelat-cokelatan, dengan getah menyerupai air, tanpa
hijau daun, tanpa lentisel, tidak berbau dengan rasa tajam yang pahit.
Tajuk Jati tak beraturan, bulat lebar, terpasang agak rendah di
tegakan-tegakan yang kurang rapat. Dahan-dahan Jati bengkok-bengkok dan lekuk-lekuk,
bercabang banyak, ranting-ranting kasar berpenampang empat segi, dan berambut
banyak (Beekman 1949).
Daun Jati berada saling berhadapan pada rantingnya, tangkai daunnya
pendek dan bagian bawahnya berbulu kehalusan terutama pada pangkal tangkai
itu. Daunnya amat besar, lebar, bundar atau hampir elips, meruncing, bertulang
daun nyata, agak mengkilat, dan bagian bawah umumnya lebih terang
dibandingkan bagian atas (Cordes 1992).
Pohon Jati pada musim kemarau, menggugurkan daun. Di Jawa umumnya
waktu pengguguran daun Jati terjadi pada bulan Juni. Pengguguran ini
dipengaruhi oleh iklim, keadaan setempat dan umur pohon Jati itu sendiri (Cordes
1992). Daun Jati akan tumbuh kembali pada bulan Januari atau Maret, tumbuhnya
daun secara umum ditentukan oleh kondisi musim (Sumarna 2002).
Ditinjau dari sifat fisiknya, kayu Jati mempunyai berat jenis antara
0,62-0,75 dan memiliki kelas kuat II dengan penyusutan hingga kering tanur 2,8-5,2%.
Ditinjau dari sifat mekaniknya, kayu Jati memiliki keteguhan lentur statik 718
kg/cm2 serta modulus elastisitas kayu sekitar 127,7 (1000 kg/cm2). Sedangkan
keteguhan tekan sejajar arah serat maksimum 550 kg/cm2.
Sifat kimia kayu Jati memiliki kadar selulosa 47,5%, lignin 29,9%, pentosan
14,4%, abu 1,4% dan silika 0,4%, serta nilai kalor 5.081 kal/gram. Keawetan kayu
sesuai hasil uji terhadap Cryptotermes cynocephalus, jamur, dan rayap tergolong
2.1.3 Persyaratan Tempat Tumbuh
Secara geologis, tanaman Jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal
dari formasi limestone, granite, gneis, mica shit, sandstone, quartzite,
conglomerate, shale dan clay. Jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam
dan keasamaan tanah (pH) optimum berkisar sekitar 6,0 (Sumarna 2002).
Untuk pertumbuhan Jati membutuhkan iklim musim yang nyata, yaitu
musim dengan curah hujan berkisar antara 1250-2500 mm dan jumlah bulan
kering berkisar antara 3-5 bulan, serta membutuhkan tanah beraerasi baik (Dephut
1991).
Jati tumbuh di wilayah dengan suhu diantara 12,5oC dan 40oC, Jati juga
dapat tumbuh pada suhu yang ekstrim rendah yaitu 2oC dan suhu ekstrim tinggi
46oC, sedangkan suhu yang optimal untuk Jati diantara 22oC dan 27oC dengan
suhu ekstrim 15oC dan 30oC (Tun 1979, diacu dalam Supriatna 2003). Adapun
kondisi kelembaban lingkungan tanaman Jati yang optimal sekitar 80% untuk fase
vegetatif dan antara 60-70% untuk fase generatif (Sumarna 2002). Di Jawa Jati
terutama terdapat pada daerah-daerah yang panas dengan tanah-tanah yang rendah
dan berbukit-bukit, sifatnya agak kurus, dan kurang air, yang terdiri dari formasi
tua kapur dan margalit (FKT UGM 1976).
2.1.4 Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tumbuhan Jati adalah engkes-engkes (Monohamus
rustricator F), uter-uter (Phassus damor Moore), oleng-oleng (Domittus
ceramicus Wlk), inger-inger (Neotermes tectonae Dam), dan entung Jati (Hyblaea
puera Cr) (Dephut 1991). Hama penggerek batang pada tanaman Jati adalah jenis
Zeuzera coffence, sedangkan yang menyerang akar Jati adalah jenis Leochepalis
rorida (Kusman 2001). Hama penyebab busuk kayu basah pada Jati adalah jenis
Xyleborus destruens BDLF dari famili Scolytidae, dan ordo Coleoptera. Hama ini
kebanyakan tidak menimbulkan kerugian yang tidak berarti, tetapi kadang-kadang
2.2 Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan adalah suatu proses pada organisme terutama peningkatan
ukuran sebagai hasil dari pembelah sel dan pemanjangan sel meristem (Mahlstede
et al. 1957, diacu dalam Herwandi 2003). Sitompul dan Guritno (1995)
menyatakan pertumbuhan adalah suatu konsep yang universal dalam bidang
biologi dan merupakan hasil dari integrasi berbagai reaksi biokimia, peristiwa
biofisik dan proses fisiologis yang berinteraksi dalam tubuh tanaman bersama
dengan faktor luar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan secara luas terbagi dua,
pertama faktor eksternal (lingkungan) yang terdiri dari: (1) iklim; (2) tanah; (3)
biologis. Kedua, faktor internal (genetik) yang terdiri dari: (1) ketahanan terhadap
tekanan iklim, tanah dan biologis; (2) laju fotosintetik; (3) respirasi; (4)
pembagian hasil asimilasi dan N; (5) klorofil, karoten, dan kandungan pigmen
lainnya; (6) tipe dan letak meristem; (7) kapasitas untuk penyimpanan cadangan
makanan; (8) aktifitas enzim; (9) pengaruh langsung gen; (10) diferensiasi
(Gardner et al. 1991).
Pertumbuhan pada tanaman berlangsung terbatas pada beberapa bagian
tertentu yang terdiri dari sejumlah sel yang baru saja dihasilkan melalui proses
pembelahan sel di meristem. Pertumbuhan dan pembelahan memiliki pengertian
yang berbeda, yaitu pembelah sel tidak menyebabkan pertambahan ukuran
sedangkan pertumbuhan memiliki pertambahan ukuran (Salisburi dan Brady
1995, diacu dalam Gunawan 2007).
Suatu tanaman akan tumbuh dengan suburnya, apabila segala elemen yang
dibutuhkan tersedia cukup dan dalam bentuk yang sesuai untuk diserap tanaman.
Jika suatu unsur kurang, maka penambahannya akan memberikan manfaat, tetapi
apabila unsur itu sudah berlebih, maka penambahannya akan terbuang percuma
dan akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman (Dwijoseputro 1980).
Pertumbuhan tanaman akan banyak kehilangan air melalui transpirasi
karena rangka molekul semua bahan organik pada tumbuhan merupakan atom
karbon yang harus diperoleh dari atmosfer. Karbon masuk ke dalam tumbuhan
sebagai karbondioksida (CO2) melalui pori stomata dan yang paling banyak
pada saat stomata terbuka (Salisbury dan Brady 1995, diacu dalam Gunawan
2007).
2.3 Peranan Air Bagi Tanaman
Air merupakan bagian terbesar dari jaringan tanaman dan sangat berperan
dalam kehidupan tanaman. Tjondronegoro (1999) menyebutkan bahwa air
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
dibandingkan dengan faktor lingkungan lainnya. Hal ini terbukti karena lebih dari
80% berat basah tanaman terdiri dari air sehingga ketersediaannya merupakan
faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebab air
penting untuk pembelahan dan pembesaran sel.
Leiwakabessy (1985) menjelaskan bahwa sejumlah besar air dibutuhkan
untuk mempertahankan turgor tanaman. Energi dalam proses pemanjangan sel
berasal dari tekanan turgor tersebut. Selanjutnya Black (1968) menjelaskan
peranan penting air dalam proses pembesaran sel. Tekanan turgor akan mendesak
dinding sel dari dalam oleh adanya air yang diserap oleh sel tanaman. Tekanan
tersebut menyebabkan dinding sel meregang dan terjadi proses pembesaran sel.
Kekurangan air dalam tanaman akan menghambat proses translokasi unsur-unsur
hara dan hasil fotosintesis, serta menghambat pembelahan dan pemanjangan sel
(Leiwakabessy 1985).
Menurut Levit (1980), istilah kekeringan (drought), cekaman air (water
stress) dan defisit air (water deficit) biasanya dapat dipertukarkan dalam
penggunaannya, namun cekaman air relatif terjadi dalam periode waktu yang
pendek dibandingkan kekeringan. Cekaman air disebabkan oleh kekurangan dan
kelebihan air, sedangkan kekeringan hanya disebabkan oleh kekurangan air (Levit
1980). Slatyer (1967) menunjukkan bahwa kekurangan air akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman dan jika kondisinya cukup berat akan menyebabkan
kematian bagi tanaman tersebut. Kelebihan air yang terlalu banyak juga akan
mengakibatkan jenuh pada media tanam sehingga tanaman akan menjadi
2.4 Hubungan Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Mengenai hubungan antara kandungan air tanah dan pertumbuhan tanaman
para ahli memiliki dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa
pertumbuhan tanaman sedikit dipengaruhi oleh perubahan kandungan air tanah
pada kisaran air tersedia, tetapi saat mendekati titik layu permanen terjadi
penurunan laju pertumbuhan yang sangat drastis. Pendapat kedua menyatakan
bahwa pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh bertambahnya kekeringan
setelah kapasitas lapang (Pranoto 1983). Tanggap tanaman terhadap kekurangan
air, secara alami sebagian besar ditentukan oleh jenis tanaman, keadaan sistem
perakaran, dan waktu terjadinya kekurangan air pada periode pertumbuhan
(Williams & Joseph 1973). Suatu jenis tanaman tertentu pada suatu periode
tumbuh tertentu sangat dipengaruhi oleh bertambahnya kekeringan.
Untuk melihat lebih jauh hubungan air dengan pertumbuhan tanaman
diperlukan suatu pengertian berbagai tanggap tanaman secara fisiologik terhadap
air. Menurut Kramer (1969), air berfungsi sebagai : (1) penyusun utama jaringan
tanaman yang aktif secara fisiologik, (2) Pereaksi dalam fotosintesa dan dalam
proses hidrolitik, misalnya sebagai penghancur pati, (3) pelarut garam, gula dan
senyawa lain sehingga larutan tersebut dapat bergerak dari sel ke sel atau dari
organ ke organ, (4) sebagai pengatur suhu, dan (5) unsur yang diperlukan dalam
mempertahankan turgor tanaman. Disamping itu air berperan dalam proses
transpirasi, yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Meskipun setiap proses yang terjadi dalam tanaman dipengaruhi oleh air,
tetapi pengaruhnya bervariasi sesuai ciri tanaman, tingkat pertumbuhan, kondisi
tanah dan iklim (Chang 1968). Selanjutnya dikatakan bahwa kekurangan air tidak
hanya mengurangi hasil, tetapi juga merubah pola pertumbuhan tanaman.
2.5 Aquasorb
Aquasorb merupakan super absorbent anionic polyacrylamide polymers.
Produk ini adalah crosslinked copolymers dari acrylamide dan potassium acrylate.
aquasorb adalah penahan air-cairan yang dapat digunakan bersinergi dengan
tanah atau media lain serta pupuk, menyerap dan menyimpan air dan unsur hara
air tetapi dia hanya menyerap dan akan melepaskan air dan unsur hara tersebut
secara proporsional pada saat dibutuhkan oleh tanaman, dengan demikian
tanaman akan selalu mempunyai persediaan air dan unsur hara setiap saat karena
aquasorb berfungsi menyerap dan melepaskan (absorption – release). Aquasorb
mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dengan mengurangi kehilangan air dan
unsur hara melalui leaching dan evaporasi. Air dan unsur hara tersimpan
disekeliling akar sehingga dapat mengoptimalkan penyerapan oleh tanaman
(Anonim 2004).
Hidrogel terbuat dari bahan organik polyacrylamide yang dapat
terdekomposisi secara alamiah di dalam tanah, sehingga bersifat ramah
lingkungan. Hidrogel mampu bertahan di dalam tanah selama dua tahun
sepanjang tidak terkena sinar matahari langsung yang kuat dalam waktu yang
lama. Hidrogel dalam keadaan kering berbentuk kristal halus, dan akan
mengembang saat menghisap air, kemudian membentuk gel-gel bening sebagai
tempat penyimpanan air (Gambar 1). Air tersebut akan dikeluarkan kembali jika
tanah di sekitarnya kekurangan air. Hal ini berjalan secara alamiah berdasarkan
prinsip kesetimbangan tekanan osmosis. 1 gram hidrogel dapat menyimpan 100-
200 gram air (Anonim 2008).
Gambar 1 Aquasorb. Sumber : www. Horties.co.id.
Aquasorb adalah produk polimer yang dapat terurai melalui pembusukan
oleh mikrobia sehingga produk ini sangat aman digunakan. Polimer ini sensitif
terhadap sinar matahari langsung yang akan memutus rantai polimernya dan
terurai menjadi beberapa oligomer. Aquasorb akan terurai secara alami di dalam
tanah menjadi CO2, H2O dan komponen nitrogen (Gambar 2). Aquasorb tidak
dapat menggantikan air tetapi mengoptimalkannya melalui penggunaan yang lebih
efisien (Anonim 2004).
Aquasorb merupakan polimer sintetis dengan ikatan rantai yang panjang
yang bertindak sebagai agen penguat dan mengikat pertikel tanah bersama, oleh
karenanya partikel besar dan berat ini tidak dapat dihilangkan secara mudah oleh
air. Polyacrylamide dipasarkan dibawah nama dagang yang berbeda seperti
terrasorb, hydosource, hydro-mulch, water crystal, pam, copolymer, moist soil,
aquasorb, agrosoke, dll. Semua produk ini merupakan polimer tetapi tidak semua
polyacrylamide sama (Hayat & Ali 2004 ).
Penggunaan aquasorb bukan merupakan hal yang baru dalam dunia
pertanian, aquasorb pertama kali digunakan dalam konservasi tanah pada tahun
1950, ketika non cross-linked acrylamida, vinyl alcohol dan cairan plastik, serta
komposisi karet dikenalkan sebagai penstabil agregat tanah untuk mengontrol
erosi (Gardner et al. 1988, diacu dalam Hayat 2004 ). Produk ini merupakan
bahan kimia sintesis dan telah digunakan sebagai pembantu dalam produksi
tanaman di bawah kondisi kering ketika sumber air terbatas.
Pengembangan aquasorb telah dilakukan dari tahun 1960, pengenalan
cross-linked polimer ketika matrik polimer secara kimia dibangun agar dapat
menyerap dan melepaskan sejumlah besar air. Polimer ini dapat disintesis dari non
ionik, kationik, atau anionik. Beberapa bahan larut air ini dapat diaplikasikan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan IPB. Penelitian ini terdiri dari 3 seri percobaan yang dilakukan selama
3 bulan dari Mei-Agustus 2008. Percobaan 1 dilakukan pada bulan Mei-Juni
2008, percobaan 2 dilakukan pada bulan Juni-Juli 2008, dan percobaan 3
dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2008.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aquasorb, bibit Jati,
tanah dan polibag berukuran 35 x 35 cm. Sedangkan alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah timbangan analitik, kamera, gelas ukur, plastik, kaliper,
termometer bola basah dan kering, penggaris, alat penyiram, dan alat tulis.
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian meliputi prosedur percobaan 1, percobaan 2, dan
percobaan 3. Prosedur setiap percobaan secara garis besarnya sama, beberapa
perbedaan terdapat pada kegiatan penyiapan bibit sebelum penanaman dan
perlakuan yang diberikan pada setiap percobaan. Pada percobaan 2 dan 3
dilakukan pemotongan daun pada bibit sebelum penanaman sedangkan pada
percobaan 1 tidak dilakukan. Beberapa perlakuan yang membedakan dari setiap
percobaan adalah adanya penutupan di atas permukaan tanah dengan
menggunakan plastik pada percobaan 1 dan serasah pada percobaan 3 sedangkan
pada percobaan 2 tidak dilakukan penutupan (Gambar 3). Hasil yang diperoleh
Gambar 3 Diagram penanaman bibit Jati pada percobaan 1, 2 dan 3
3.3.1 Prosedur Penelitian Percobaan 1
3.3.1.1 Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah. Tanah yang digunakan untuk
media tanam adalah tanah yang telah diayak terlebih dahulu.
3.3.1.2 Penyiapan aquasorb
Aquasorb merupakan koloid berbentuk gel. 1 liter koloid gel diperoleh
dengan mencampur 5 gram butiran gel ke dalam 1 liter air, kemudian diaduk rata
selama + 3-4 jam. Satu gram butiran gel dapat mengikat air sebanyak 200 cc.
3.3.1.3 Penanaman
Penanaman dilakukan dengan memasukkan aquasorb yang berupa koloid
gel ke dalam lubang tanam kemudian di dalam polibag yang telah dibuat
sebelumnya, bibit Jati diletakkan diatas aquasorb kemudian polibag diisi dengan
media tanam sampai penuh dan padat. Bagian atas permukaan tanah ditutup
3.3.1.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman dan pembersihan gulma.
Penyiraman bibit dilakukan setiap pagi hari sesuai dengan kapasitas lapang (tanah
jenuh air) terhadap kontrol sedangkan pembersihan gulma dilakukan pada seluruh
bibit.
3.3.1.5 Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama 30 hari setelah bibit ditanam.
Peubah yang diamati antara lain :
Persentase bibit hidup, yaitu banyaknya bibit yang hidup dibandingkan
seluruh bibit yang ditanam.
Lama hari mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) dihitung
ketika daun telah mengalami waktu layu pada pertama kali, layu tengah yang
dicirikan dengan telah mengeringnya daun sebanyak 30-50% dan layu akhir
yang dicirikan dengan telah mengeringnya daun 70-90%.
Persentase daun kering, yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap minggu
dengan menggunakan rumus :
% 100 % Daun Kering Daun Kering Daun
Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun
kering.
Persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap minggunya
dengan rumus: % 100 % Daun Gugur Daun Gugur Daun
Pengukuran suhu dan kelembaban udara.
Data mengenai suhu dan kelembaban udara relatif merupakan data penunjang
dalam penelitian ini. Pengukuran suhu udara menggunakan termometer dan
pengukuran kelembaban udara relatif menggunakan termometer bola basah
3.3.1.6 Rancangan Percobaan
Dalam Penelitian ini digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Masing-masing perlakuan diulang dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang
diberikan ada 5 yaitu :
Ao = Kontrol tanpa penyiraman
A1 = Kontrol dengan penyiraman
A2 = Penggunaan aquasorb 200 ml
A3 = Penggunaan aquasorb 400 ml
A4 = Penggunaan aquasorb 600 ml
Setiap perlakuan terdiri dari 4 bibit sehingga terdapat (3 x 5 x 4) 60 satuan
percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : (Mattjik
2006).
ij j i
ij A
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada faktor perlakuan ke-i, dan kelompok ke-j
µ = Rataan umum
Ai = Pengaruh perlakuan ke-i
ßj = Pengaruh kelompok ke-j
Εijk = Galat atau nilai kesalahan percobaan perlakuan ke-i, dan kelompok ke-j
3.3.1.7 Analisis Data
Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan software
Minitab 14 dan SAS. Analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang
diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan
yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :
Pengaruh Utama Faktor A
Ho : Penggunaan aquasorb tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit
Untuk kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:
F hitung < F tabel ; Terima Ho
F hitung > F tabel ; Tolak Ho
Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji lanjut Duncan, yang
tujuannya untuk mengetahui beda rata-rata antara perlakuan.
3.3.2 Prosedur Penelitian Percobaan 2
3.3.2.1 Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah. Tanah yang digunakan untuk
media tanam adalah tanah yang telah diayak terlebih dahulu.
3.3.2.3 Luas Daun
Pengukuran luas daun dilakukan pada 10 contoh untuk mendapatkan
rata-rata total luas daun dengan menggunakan metode grid. Daun digambar pada
kertas milimeter dengan meletakkan daun di atas kertas milimeter dan pola daun
diikuti. Luas daun ditaksir berdasarkan jumlah kotak yang terdapat dalam pola
daun yaitu :
Dimana :
n = jumlah kotak
Lk = Luas setiap kotak
Kotak yang terpotong tepi gambar daun dimasukkan dalam perhitungan apabila
mempunyai ukuran > 0,5 cm.
3.3.2.4 Penyiapan Aquasorb
Aquasorb merupakan koloid berbentuk gel. 1 liter koloid gel diperoleh
dengan mencampur 5 gram butiran gel ke dalam 1 liter air, kemudian diaduk rata
selama + 3-4 jam. Satu gram butiran gel dapat mengikat air sebanyak 200 cc.
3.3.2.5 Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman daun dikurangi terlebih dahulu sebanyak
50%, 70% dan 90% dari luas total bibit. Setelah dilakukan pengurangan daun,
bibit didiamkan selama kurang lebih 3 hari untuk beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya.
Penanaman dilakukan dengan memasukkan aquasorb yang berupa koloid
gel kedalam polibag berukuran 35 x 35 cm pada kedalaman 10-20 cm diikuti
dengan penanaman bibit diatasnya kemudian diisi dengan media tanam sampai
penuh dan padat. Bagian atas permukaan tanah tidak ditutup dengan plastik
seperti pada percobaan 1.
3.3.2.6 Pemeliharaan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut terhadap gulma pada
masing-masing pot. Dilakukan setiap satu bulan sekali untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya persaingan unsur hara antara gulma dengan tanaman
yang diamati. Keberadaan gulma tersebut dikhawatirkan akan mengganggu
pertumbuhan tanaman yang diamati.
3.3.2.7 Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama 30 hari setelah bibit ditanam.
Peubah yang diamati antara lain :
Persentase bibit hidup, yaitu banyaknya bibit yang hidup dibandingkan
seluruh bibit yang ditanam.
Lama hari mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) dihitung
ketika daun telah mengalami waktu layu pada pertama kali, layu tengah yang
dicirikan dengan telah mengeringnya daun sebanyak 30-50% dan layu akhir
yang dicirikan dengan telah mengeringnya daun 70-90%.
Persentase daun kering, yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap minggu
dengan menggunakan rumus :
% 100
%
Daun Kering Daun
Kering Daun
Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun
Persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap minggunya
dengan rumus :
% 100
%
Daun Gugur Daun Gugur
Daun
3.3.2.8 Rancangan Percobaan
Dalam Penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
dua faktorial yaitu :
a. Faktor luas daun terdiri dari :
Ao = pengurangan daun sebesar 0%
A1 = pengurangan daun sebesar 50%
A2 = pengurangan daun sebesar 70%
A3 = pengurangan daun sebesar 90%
b.Faktor aquasorb :
Bo = konsentrasi aquasorb 0 ml
B1 = konsentrasi aquasorb 100 ml
B2 = konsentrasi aquasorb 200 ml
B3 = konsentrasi aquasorb 400 ml
Setiap perlakuan terdiri dari 3 bibit dengan ulangan sebanyak 3 kali. Total
perlakuan yang ada sebanyak (16 x 3 x 3) 144 satuan percobaan. Perlakuan yang
diberikan adalah :
AoBo = pengurangan daun sebesar 0% tanpa aquasorb
A1Bo = pengurangan daun sebesar 50% tanpa aquasorb
A2Bo = pengurangan daun sebesar 70% tanpa aquasorb
A3Bo = pengurangan daun sebesar 90% tanpa aquasorb
AoB1 = pengurangan daun sebesar 0% dengan aquasorb 100 ml
A1B1 = pengurangan daun sebesar 50% dengan aquasorb 100 ml
A2B1 = pengurangan daun sebesar 70% dengan aquasorb 100 ml
A3B1 = pengurangan daun sebesar 90% dengan aquasorb 100 ml
AoB2 = pengurangan daun sebesar 0% dengan aquasorb 200 ml
A1B2 = pengurangan daun sebesar 50% dengan aquasorb 200 ml
A3B3 = pengurangan daun sebesar 90% dengan aquasorb 200 ml
AoB3 = pengurangan daun sebesar 0% dengan aquasorb 400 ml
A1B3 = pengurangan daun sebesar 50% dengan aquasorb 400 ml
A2B3 = pengurangan daun sebesar 70% dengan aquasorb 400 ml
A3B3 = pengurangan daun sebesar 90% dengan aquasorb 400 ml
Bentuk dari model rancangan yang digunakan untuk menguji setiap
perlakuan yaitu : (Mattjik 2006)
ij ijkj i
ij
Keterangan :
Yijk = Nilai Pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan
ulangan ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-i ßj = Pengaruh perlakuan ke-j
(αβ)ij = Komponen interaksi dari Faktor A dan Faktor B Ԑijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2
)
3.3.2.9 Analisis Data
Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan program
Minitab 14 dan SAS. Analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang
diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan
yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :
1. Pengaruh Utama Faktor A
Ho : Perlakuan Luas daun tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit
H1 : Perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit
2. Pengaruh Utama Faktor B
Ho : Perlakuan aquasorb tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit
3. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B
Ho: Interaksi Perlakuan Pengurangan daun dan aquasorb tidak berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan bibit
H1: Interaksi Perlakuan Pengurangan daun dan aquasorb berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan bibit
Untuk kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:
F hitung < F tabel ; Terima Ho
F hitung > F tabel ; Tolak Ho
Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji lanjut Duncan, yang
tujuannya untuk mengetahui beda rata-rata antara perlakuan.
3.3.3 Prosedur Penelitian Percobaan 3
3.3.3.1 Penyiapan Bibit dan Media Tanam
Penyiapan media tanam dilakukan dengan mengayak dan mempersiapkan
media tanah murni tanpa campuran apapun. Bibit yang digunakan adalah bibit Jati
berumur kurang lebih 2-3 bulan. Daun dipotong kurang lebih sebanyak 70% dari
luas total daun yang ada.
3.3.3.2 Penyiapan Aquasorb
Pada percobaan ini digunakan 2 macam aquasorb. Aquasorb Jenis A
merupakan aquasorb kering berbentuk segiempat dengan diameter 1 mm.
Sedangkan aquasorb jenis B merupakan aquasorb kering berbentuk bulat seperti
crystal.
Aquasorb merupakan koloid berbentuk gel. 1 liter koloid gel diperoleh
dengan mencampur 5 gram butiran gel ke dalam 1 liter air, kemudian diaduk rata
selama + 3-4 jam. Satu gram butiran gel dapat mengikat air sebanyak 200 cc.
3.3.3.3 Penanaman
Penanaman dilakukan dengan memasukkan aquasorb yang berupa koloid
gel kedalam polibag berukuran 35 x 35 cm pada kedalaman 10-20 cm diikuti
penuh dan padat. Bagian atas permukaan tanah ditutup dengan mulsa untuk
mencegah evaporasi yang berlebih dari tanah.
3.3.3.4 Pengembunan
Pengembunan dilakukan setiap pagi hari dengan menyemprotkan air pada
setiap daun bibit sebagai pengganti embun pagi.
3.3.3.5 Pemeliharaan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut terhadap gulma pada
masing-masing pot. Hal ini dilakukan setiap satu bulan sekali untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya persaingan unsur hara antara gulma dengan tanaman
yang diamati. Keberadaan gulma tersebut dikhawatirkan akan mengganggu
pertumbuhan tanaman yang diamati.
3.3.3.6 Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama 30 hari setelah bibit ditanam.
Peubah yang diamati antara lain :
Persentase bibit hidup, yaitu banyaknya bibit yang hidup dibandingkan
seluruh bibit yang ditanam.
Lama hari mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) dihitung ketika daun telah mengalami waktu layu pada pertama kali, layu tengah yang
dicirikan dengan telah mengeringnya daun sebanyak 30-50% dan layu akhir
yang dicirikan dengan telah mengeringnya daun 70-90%.
Persentase daun kering, yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap minggu
dengan menggunakan rumus :
% 100 % Daun Kering Daun Kering Daun
Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun
kering.
Persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap minggunya
dengan rumus :
3.3.3.7 Rancangan Percobaan
Dalam Penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun
perlakuan yang diujicobakan adalah sebagai berikut:
Ao = Kontrol tanpa aquasorb
A1 = Penggunaan aquasorb Jenis A 200 ml
A2 = Penggunaan aquasorb Jenis A 400 ml
A3 = Penggunaan aquasorb Jenis B 200 ml
A4 = Penggunaan aquasorb Jenis B 400 ml
Pada penelitian ini terdapat 5 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 3 kali dimana setiap ulangan terdiri dari 3 unit sehingga terdapat (5 x 3
x 3) 45 unit percobaan.
Model rancangan yang digunakan sebagai berikut : (Mattjik 2006)
ij i
ij
Keterangan :
Yij = Nilai Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
Ԑij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
3.3.3.8 Analisis Data
Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan program
Minitab 14 dan SAS. Analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang
diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan
yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :
Pengaruh Utama Faktor A :
Ho : Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati
Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:
F hitung < F tabel ; Terima Ho
F hitung > F tabel ; Tolak Ho
Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji lanjut Duncan, yang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASA