• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR

AQUASORB

TERHADAP PERTUMBUHAN JATI

FITRIANA WULANSARI PERMATA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR

AQUASORB

TERHADAP PERTUMBUHAN JATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

FITRIANA WULANSARI PERMATA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

The Effect of Water Absorbant Aquasorb on the Growth of Teak by:

Fitriana Wulansari P, Iskandar Z. Siregar, and Sri Wilarso Budi R.

Introduction. Teak (Tectona grandis Linn.f) is one of the tree species which is widely cultivated in Java. In large scale teak plantation forest development, climate is one of the important factor influencing the success of planting. Tight schedule of planting and erratic weather condition constitute the constraint for achieving successful planting. One alternative for overcoming the constraint is by planting outside the rainy season. Planting outside the rainy season when the water supply is very limited, assisted by the use of aquasorb, has not been known, in terms of its success rate. The use of aquasorb for planting forestry planting stocks, particularly that of teak, has never been practiced in Indonesia. Therefore, there is a need for research to learn the extent that aquasorb effect could improve the survival percentage of teak planting stocks when they are planted outside the rainy season.

Materials and method. The research was conducted from May 2008 through Agustus 2008, in the green house of Faculty of Forestry (IPB). The research consisted of three series of experiments. The experimental designs used were Block Randomized Design for Experiment 1, Factorial Completely Randomized Design for Experiment 2, and Completely Randomized Design for Experiment 3. In Experiment 1, there were 5 treatments with 3 replications, and each replication consisted of 4 planting stocks, so there were 60 experimental units. In Experiment 2, there were 2 factors, namely factors of leaf and aquasorb. Altogether, in Experiment 2, there were 16 treatments, and each treatment combination consisted of 3 replications. Each replication consisted of 3 planting stocks, so that altogether, there were 144 experimental units. In Experiment 3, there were 5 treatments with 3 replications, and each replication consisted of 3 planting stocks, so that altogether there were 45 experimental units. The observed variables were among other things, survival percentage; duration for reaching initial, intermediate and final wilting; percent of dry leaves, and percent of leaf shedding. Analysis of Variance was performed by using program of Minitab 14 and SAS for Duncan advanced test.

Results and Conclusion. Results of Experiment 1 showed that the use of aquasorb with concentration of 600 ml, had the highest average of survival percentage (41.67 %) at 4 weeks after planting (WAP) as compared with control. In Experiment 2, application of aquasorb with concentration of 400 ml, accompanied with leaf cutting (reduction) by 70 % could increase the survival percentage of teak planting stocks, up to 100 %, and reduced the dry leaf percent to 54.91 % as compared with control. Leaf reduction by 70 and 90 % and the use of Aquasorb of 400 ml could prolong the duration to reach final wilting, up to 15 – 16 days. Results of Experiment 3 showed that application of aquasorb with different type, at the same concentration, had significant effect up to 5 WAP, and did not have significant effect at 6 WAP. The use of aquasorb of type A at concentration of 400 ml, exhibited higher percent of survival (67 %) as compared with the use of aquasorb of type B. Conclusion from this research was that the use of aquasorb with higher concentration could increase the survival percentage of teak planting stocks, as compared with control (without aquasorb). Experiment 3 showed that the use of aquasorb could maintain the optimal survival percentage of planting stocks, only up to 5 WAP.

(4)

Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati Oleh:

Fitriana Wulansari P., Iskandar Z.Siregar, dan Sri Wilarso Budi R.

Pendahuluan. Jati (Tectona grandis Linn.f) merupakan salah satu jenis tanaman yang masih diusahakan secara luas di pulau Jawa. Dalam pembangunan hutan tanaman Jati skala luas, iklim merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan penanaman. Waktu tanam yang sempit dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu kendala keberhasilan penanaman. Salah satu alternatif dalam mengatasi keterbatasan waktu tanam yang sempit adalah dengan melakukan penanaman di luar musim hujan. Penanaman di luar musim hujan ketika jumlah air terbatas melalui aplikasi aquasorb belum diketahui keberhasilannya. Penggunaan aquasorb untuk penanaman bibit kehutanan khususnya Jati belum pernah digunakan di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh aquasorb dapat mempertahankan persentase hidup Jati ketika ditanam di luar musim hujan.

Bahan dan Metode. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Kehutanan IPB dari bulan Mei 2008 sampai Agustus 2008. Penelitian ini terdiri dari 3 seri percobaan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak kelompok pada Percobaan 1. Rancangan Acak Lengkap Faktorial pada Percobaan 2 dan Rancangan Acak Lengkap pada Percobaan 3. Pada percobaan satu terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 4 bibit sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Pada percobaan dua terdiri dari dua faktor yaitu faktor daun dan aquasorb. Secara keseluruhan terdapat 16 perlakuan, setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 3 bibit sehingga terdapat 144 satuan percobaan. Pada percobaan tiga terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 3 bibit sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain persentase hidup, lama waktu mencapai layu awal, tengah dan akhir, persen daun kering, dan persen daun gugur. Analisis Sidik Ragam diolah dengan menggunakan program Minitab 14 dan program SAS untuk uji lanjut Duncan.

Hasil dan Kesimpulan. Hasil dari percobaan 1 menunjukkan bahwa penggunaan aquasorb pada konsentrasi 600 ml memiliki rata-rata persen hidup tertinggi (41,67%) pada 4 MST dibandingkan kontrol. Pada percobaan 2, pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml dengan pemotongan daun sebesar 70% dapat meningkatkan persen hidup bibit Jati hingga 100%` dan mengurangi persen daun kering hingga 54,91% dibanding kontrol. Pengurangan daun sebesar 70 dan 90 % dengan penggunaan aquasorb 400 ml dapat memperlambat waktu layu akhir hingga 15-16 hari. Hasil percobaan 3 menunjukkan bahwa pemberian aquasorb dengan jenis yang berbeda pada konsentrasi yang sama berpengaruh sampai 5 MST dan tidak berpengaruh pada 6 MST. Penggunaan aquasorb jenis A pada konsentrasi 400 ml memiliki persentase hidup yang lebih tinggi (67%) dibandingkan dengan penggunaan aquasorb jenis B. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan aquasorb dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan persentase hidup bibit Jati dibandingkan kontrol tanpa pemberian aquasorb. Berdasarkan percobaan 3 penggunaan aquasorb dapat mempertahankan persentase hidup bibit secara optimal hanya sampai 5 MST.

(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati

Nama : Fitriana Wulansari Permata NIM : E14204053

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Ketua,

Dr.Ir.Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP. 131 878 498

Anggota,

Dr.Ir.Sri Wilarso Budi R.,MS NIP. 131 878 161

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Bahan

Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati adalah benar-benar hasil karya

saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan

sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 26 Agustus 1986 sebagai

anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Syamsul Basri dan Sukmawati.

Pada tahun 2004 Penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bandung dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

IPB (USMI). Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Jurusan

Manajeman Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan

Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan)

Gunung Slamet Barat, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyumas Timur dan

BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat, sedangkan Praktek Umum

Pengelolaan Hutan dilaksanakan di KPH Ngawi, Perum Perhutani Unit II Jawa

Timur dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Pada Bulan Maret sampai Mei 2008

penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Desa Cihideung Ilir,

Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM

(Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007, FMSC

(Forest Management Study Club) Periode 2005-2006, TGC (Tree Grower

Community) 2006-2007, dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Tenis Lapangan

2006-2008. Selain itu penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dendrologi,

Inventarisasi Hutan, Silvikultur, dan P2EH (Praktek Pengenalan Hutan) untuk

program sarjana tahun ajaran 2007/2008.

Sebagai salah syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kehutanan IPB,

penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Bahan Penahan Air

Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati dibimbing oleh Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar,

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala

curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat

diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Aquasorb

Terhadap Pertumbuhan Jati. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc

dan Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku dosen pembimbing. Bapak Dr.Ir. A.

Machmud Thohari, DEA dan Prof.Dr.Ir. I. Ketut N. Pandit, MS sebagai dosen

penguji. Selain itu penulis sampaikan penghargaan kepada Bapak Dedi dan Bapak

Atang yang telah banyak membantu di rumah kaca Laboratorium Silvikultur.

Ungkapan terima kasih penulis persembahkan kepada Bapak, Ibu dan keluarga

tercinta atas dukungan, doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan

terima kasih kepada Teddi yunanto, Jo, Albi, Tohirin, Dany, Jeje, Diana, Ana

Heru, Mustian, Mario, Ka Haris, Agus, seluruh rekan-rekan Silvikultur 41 dan

teman-teman Fairus yang telah banyak memberikan motivasi dan tenaganya

dalam penelitian ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini sedikitnya dapat

memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2009

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.... ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN... ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Jati ... 3

2.2 Pertumbuhan Tanaman ... 6

2.3 Peranan Air Bagi Tanaman ... 7

2.4 Hubungan Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 8

2.5 Aquasorb ... 8

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 11

3.3 Prosedur Penelitian ... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Percobaan 1 ... 23

4.1.1 Persen Hidup ... 23

4.1.2 Lama Waktu Mencapai Layu ... 25

4.1.3 Persentase Daun Kering ... 26

4.1.4 Persen Daun Gugur ... 28

4.2 Percobaan 2 ... 30

4.2.1 Persen Hidup ... 30

4.2.2 Lama Waktu mencapai Layu ... 33

4.2.3 Persentase Daun Kering ... 35

4.2.4 Persen Daun Gugur ... 37

4.2.5 Persentase Bibit Segar kembali ... 38

4.3 Percobaan 3 ... 39

4.3.1 Persen Hidup ... 40

4.3.2 Lama Waktu Mencapai Layu . ... 41

4.3.3 Persen Daun Kering ... 43

4.3.4 Persen Daun Gugur ... 44

4.4 Pembahasan Umum ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Pengaruh aquasorb terhadap lama waktu mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) pada bibit Jati... 25

2. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati... 27

3. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap jumlah daun gugur bibit Jati... 29

4. Pengaruh interaksi faktor aquasorb dan pengurangan daun terhadap persen hidup bibit Jati pada 1 ,2, 3 dan 4 MST... 31

5. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen hidup bibit Jati ... 32

6. Pengaruh interaksi pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu awal (T0) bibit Jati... 33

7. Pengaruh pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu tengah ( T50) dan akhir (T100) bibit Jati... 34

8. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati. ... 36

9. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap persen daun gugur bibit Jati... 37

10. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen hidup bibit Jati... 40

11. Pengaruh aquasorb jenis A dan B terhadap waktu layu (T0), awal, tengah (T50) dan akhir (T100) bibit Jati ... 42

12. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati... 43

13. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen daun gugur bibit Jati ... 45

(11)

PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR

AQUASORB

TERHADAP PERTUMBUHAN JATI

FITRIANA WULANSARI PERMATA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR

AQUASORB

TERHADAP PERTUMBUHAN JATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

FITRIANA WULANSARI PERMATA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

The Effect of Water Absorbant Aquasorb on the Growth of Teak by:

Fitriana Wulansari P, Iskandar Z. Siregar, and Sri Wilarso Budi R.

Introduction. Teak (Tectona grandis Linn.f) is one of the tree species which is widely cultivated in Java. In large scale teak plantation forest development, climate is one of the important factor influencing the success of planting. Tight schedule of planting and erratic weather condition constitute the constraint for achieving successful planting. One alternative for overcoming the constraint is by planting outside the rainy season. Planting outside the rainy season when the water supply is very limited, assisted by the use of aquasorb, has not been known, in terms of its success rate. The use of aquasorb for planting forestry planting stocks, particularly that of teak, has never been practiced in Indonesia. Therefore, there is a need for research to learn the extent that aquasorb effect could improve the survival percentage of teak planting stocks when they are planted outside the rainy season.

Materials and method. The research was conducted from May 2008 through Agustus 2008, in the green house of Faculty of Forestry (IPB). The research consisted of three series of experiments. The experimental designs used were Block Randomized Design for Experiment 1, Factorial Completely Randomized Design for Experiment 2, and Completely Randomized Design for Experiment 3. In Experiment 1, there were 5 treatments with 3 replications, and each replication consisted of 4 planting stocks, so there were 60 experimental units. In Experiment 2, there were 2 factors, namely factors of leaf and aquasorb. Altogether, in Experiment 2, there were 16 treatments, and each treatment combination consisted of 3 replications. Each replication consisted of 3 planting stocks, so that altogether, there were 144 experimental units. In Experiment 3, there were 5 treatments with 3 replications, and each replication consisted of 3 planting stocks, so that altogether there were 45 experimental units. The observed variables were among other things, survival percentage; duration for reaching initial, intermediate and final wilting; percent of dry leaves, and percent of leaf shedding. Analysis of Variance was performed by using program of Minitab 14 and SAS for Duncan advanced test.

Results and Conclusion. Results of Experiment 1 showed that the use of aquasorb with concentration of 600 ml, had the highest average of survival percentage (41.67 %) at 4 weeks after planting (WAP) as compared with control. In Experiment 2, application of aquasorb with concentration of 400 ml, accompanied with leaf cutting (reduction) by 70 % could increase the survival percentage of teak planting stocks, up to 100 %, and reduced the dry leaf percent to 54.91 % as compared with control. Leaf reduction by 70 and 90 % and the use of Aquasorb of 400 ml could prolong the duration to reach final wilting, up to 15 – 16 days. Results of Experiment 3 showed that application of aquasorb with different type, at the same concentration, had significant effect up to 5 WAP, and did not have significant effect at 6 WAP. The use of aquasorb of type A at concentration of 400 ml, exhibited higher percent of survival (67 %) as compared with the use of aquasorb of type B. Conclusion from this research was that the use of aquasorb with higher concentration could increase the survival percentage of teak planting stocks, as compared with control (without aquasorb). Experiment 3 showed that the use of aquasorb could maintain the optimal survival percentage of planting stocks, only up to 5 WAP.

(14)

Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati Oleh:

Fitriana Wulansari P., Iskandar Z.Siregar, dan Sri Wilarso Budi R.

Pendahuluan. Jati (Tectona grandis Linn.f) merupakan salah satu jenis tanaman yang masih diusahakan secara luas di pulau Jawa. Dalam pembangunan hutan tanaman Jati skala luas, iklim merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan penanaman. Waktu tanam yang sempit dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu kendala keberhasilan penanaman. Salah satu alternatif dalam mengatasi keterbatasan waktu tanam yang sempit adalah dengan melakukan penanaman di luar musim hujan. Penanaman di luar musim hujan ketika jumlah air terbatas melalui aplikasi aquasorb belum diketahui keberhasilannya. Penggunaan aquasorb untuk penanaman bibit kehutanan khususnya Jati belum pernah digunakan di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh aquasorb dapat mempertahankan persentase hidup Jati ketika ditanam di luar musim hujan.

Bahan dan Metode. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Kehutanan IPB dari bulan Mei 2008 sampai Agustus 2008. Penelitian ini terdiri dari 3 seri percobaan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak kelompok pada Percobaan 1. Rancangan Acak Lengkap Faktorial pada Percobaan 2 dan Rancangan Acak Lengkap pada Percobaan 3. Pada percobaan satu terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 4 bibit sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Pada percobaan dua terdiri dari dua faktor yaitu faktor daun dan aquasorb. Secara keseluruhan terdapat 16 perlakuan, setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 3 bibit sehingga terdapat 144 satuan percobaan. Pada percobaan tiga terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 3 bibit sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain persentase hidup, lama waktu mencapai layu awal, tengah dan akhir, persen daun kering, dan persen daun gugur. Analisis Sidik Ragam diolah dengan menggunakan program Minitab 14 dan program SAS untuk uji lanjut Duncan.

Hasil dan Kesimpulan. Hasil dari percobaan 1 menunjukkan bahwa penggunaan aquasorb pada konsentrasi 600 ml memiliki rata-rata persen hidup tertinggi (41,67%) pada 4 MST dibandingkan kontrol. Pada percobaan 2, pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml dengan pemotongan daun sebesar 70% dapat meningkatkan persen hidup bibit Jati hingga 100%` dan mengurangi persen daun kering hingga 54,91% dibanding kontrol. Pengurangan daun sebesar 70 dan 90 % dengan penggunaan aquasorb 400 ml dapat memperlambat waktu layu akhir hingga 15-16 hari. Hasil percobaan 3 menunjukkan bahwa pemberian aquasorb dengan jenis yang berbeda pada konsentrasi yang sama berpengaruh sampai 5 MST dan tidak berpengaruh pada 6 MST. Penggunaan aquasorb jenis A pada konsentrasi 400 ml memiliki persentase hidup yang lebih tinggi (67%) dibandingkan dengan penggunaan aquasorb jenis B. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan aquasorb dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan persentase hidup bibit Jati dibandingkan kontrol tanpa pemberian aquasorb. Berdasarkan percobaan 3 penggunaan aquasorb dapat mempertahankan persentase hidup bibit secara optimal hanya sampai 5 MST.

(15)

Judul Skripsi : Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati

Nama : Fitriana Wulansari Permata NIM : E14204053

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Ketua,

Dr.Ir.Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP. 131 878 498

Anggota,

Dr.Ir.Sri Wilarso Budi R.,MS NIP. 131 878 161

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788

(16)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Bahan

Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati adalah benar-benar hasil karya

saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan

sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 26 Agustus 1986 sebagai

anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Syamsul Basri dan Sukmawati.

Pada tahun 2004 Penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bandung dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

IPB (USMI). Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Jurusan

Manajeman Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan

Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan)

Gunung Slamet Barat, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyumas Timur dan

BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat, sedangkan Praktek Umum

Pengelolaan Hutan dilaksanakan di KPH Ngawi, Perum Perhutani Unit II Jawa

Timur dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Pada Bulan Maret sampai Mei 2008

penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Desa Cihideung Ilir,

Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM

(Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007, FMSC

(Forest Management Study Club) Periode 2005-2006, TGC (Tree Grower

Community) 2006-2007, dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Tenis Lapangan

2006-2008. Selain itu penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dendrologi,

Inventarisasi Hutan, Silvikultur, dan P2EH (Praktek Pengenalan Hutan) untuk

program sarjana tahun ajaran 2007/2008.

Sebagai salah syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kehutanan IPB,

penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Bahan Penahan Air

Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati dibimbing oleh Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar,

(18)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala

curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat

diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Aquasorb

Terhadap Pertumbuhan Jati. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc

dan Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku dosen pembimbing. Bapak Dr.Ir. A.

Machmud Thohari, DEA dan Prof.Dr.Ir. I. Ketut N. Pandit, MS sebagai dosen

penguji. Selain itu penulis sampaikan penghargaan kepada Bapak Dedi dan Bapak

Atang yang telah banyak membantu di rumah kaca Laboratorium Silvikultur.

Ungkapan terima kasih penulis persembahkan kepada Bapak, Ibu dan keluarga

tercinta atas dukungan, doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan

terima kasih kepada Teddi yunanto, Jo, Albi, Tohirin, Dany, Jeje, Diana, Ana

Heru, Mustian, Mario, Ka Haris, Agus, seluruh rekan-rekan Silvikultur 41 dan

teman-teman Fairus yang telah banyak memberikan motivasi dan tenaganya

dalam penelitian ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini sedikitnya dapat

memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2009

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.... ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN... ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Jati ... 3

2.2 Pertumbuhan Tanaman ... 6

2.3 Peranan Air Bagi Tanaman ... 7

2.4 Hubungan Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 8

2.5 Aquasorb ... 8

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 11

3.3 Prosedur Penelitian ... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Percobaan 1 ... 23

4.1.1 Persen Hidup ... 23

4.1.2 Lama Waktu Mencapai Layu ... 25

4.1.3 Persentase Daun Kering ... 26

4.1.4 Persen Daun Gugur ... 28

4.2 Percobaan 2 ... 30

4.2.1 Persen Hidup ... 30

4.2.2 Lama Waktu mencapai Layu ... 33

4.2.3 Persentase Daun Kering ... 35

4.2.4 Persen Daun Gugur ... 37

4.2.5 Persentase Bibit Segar kembali ... 38

4.3 Percobaan 3 ... 39

4.3.1 Persen Hidup ... 40

4.3.2 Lama Waktu Mencapai Layu . ... 41

4.3.3 Persen Daun Kering ... 43

4.3.4 Persen Daun Gugur ... 44

4.4 Pembahasan Umum ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

(20)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Pengaruh aquasorb terhadap lama waktu mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) pada bibit Jati... 25

2. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati... 27

3. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap jumlah daun gugur bibit Jati... 29

4. Pengaruh interaksi faktor aquasorb dan pengurangan daun terhadap persen hidup bibit Jati pada 1 ,2, 3 dan 4 MST... 31

5. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen hidup bibit Jati ... 32

6. Pengaruh interaksi pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu awal (T0) bibit Jati... 33

7. Pengaruh pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu tengah ( T50) dan akhir (T100) bibit Jati... 34

8. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati. ... 36

9. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap persen daun gugur bibit Jati... 37

10. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen hidup bibit Jati... 40

11. Pengaruh aquasorb jenis A dan B terhadap waktu layu (T0), awal, tengah (T50) dan akhir (T100) bibit Jati ... 42

12. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati... 43

13. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen daun gugur bibit Jati ... 45

(21)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1 Aquasorb... 9

2 Ikatan kimia aquasorb.... 9

3 Diagram penanaman bibit Jati pada percobaan 1, 2 dan 3 ... 12

4 Grafik persen hidup hasil uji lanjut Duncan terhadap

pemberian aquasorb pada 4 MST ... 23

5 Perbandingan pemberian konsentrasi aquasorb terhadap waktu layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) ... 26

6 Persentase daun kering terhadap konsentrasi aquasorb per minggu pada masing-masing perlakuan... 27

7 Jumlah daun gugur terhadap konsentrasi aquasorb per minggu pada masing-masing perlakuan... 29

8 Grafik Rata-rata persen hidup per perlakuan pada 4 MST... 32

9 Rata-rata perbandingan lama waktu mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) pada setiap perlakuan... 35

10 Bibit Jati... 39

11 Grafik rata-rata persen hidup terhadap pemberian aquasorb per perlakuan pada 6 MST... 41

12 Perbandingan waktu layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100)

terhadap pemberian aquasorb jenis A dan B. ... 42

13 Persen daun kering terhadap pemberian aquasorb per minggu per perlakuan... 44

14 Persen daun gugur terhadap pemberian aquasorb pada setiap perlakuan per minggu... 45

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Percobaan 1. ... 59

Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Percobaan 2. ... 61

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laju deforestrasi dan degradasi hutan tropis yang semakin meningkat saat

ini telah mengakibatkan ketidakseimbangan proporsi antara areal berpohon dan

lahan kosong. Salah satu dampak yang timbul akibat ketidakseimbangan tersebut

adalah meningkatnya suhu di permukaan bumi akibat adanya efek gas rumah kaca

yang secara tidak langsung memicu terjadinya pemanasan global.

Pengamatan suhu global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan

rata-rata suhu yang menjadi indikator adanya perubahan iklim. Perubahan suhu

global ini ditunjukkan dengan naiknya suhu rata-rata hingga 0,74oC antara tahun

1906 hingga tahun 2005. Suhu rata-rata global ini diproyeksikan akan terus

meningkat sekitar 1,8-4,0oC di abad sekarang ini, dan bahkan menurut kajian lain

dalam IPCC diproyeksikan berkisar antara 1,1-6,4oC (IPCC 2007).

Salah satu dampak naiknya suhu rata-rata global adalah berubahnya pola

iklim sehingga lamanya musim hujan dan musim kemarau tidak dapat diprediksi

secara tepat. Seringkali lamanya musim hujan lebih pendek daripada musim

kemarau dengan curah hujan dalam frekuensi yang rendah sehingga menimbulkan

kekeringan akibat adanya peningkatan suhu.

Jati merupakan salah satu jenis tanaman yang masih diusahakan secara luas

di pulau Jawa. Dalam pembangunan hutan tanaman Jati skala luas, iklim

merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan

penanaman. Kadang-kadang target penanaman tidak tercapai karena sempitnya

musim tanam. Waktu tanam yang begitu singkat dengan kondisi cuaca yang tidak

menentu menjadi salah satu kendala keberhasilan penanaman.

Salah satu alternatif dalam mengatasi keterbatasan waktu tanam yang sempit

adalah dengan melakukan penanaman di luar musim hujan. Penanaman di luar

musim hujan dapat dilakukan melalui pendekatan genetik dan lingkungan.

Pendekatan secara genetik dapat dilakukan dengan menanam varietas Jati tahan

(24)

suatu teknologi yang dapat menyimpan dan mengefisienkan penggunaan air

seperti aplikasi aquasorb.

Penanaman di luar musim hujan ketika jumlah air terbatas melalui aplikasi

aquasorb belum diketahui keberhasilannya. Penggunaan aquasorb untuk

penanaman bibit kehutanan khususnya Jati (Tectona grandis Linn.f.) belum

pernah digunakan di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk

mengetahui sampai sejauh mana pengaruh aquasorb dapat mempertahankan

persentase hidup bibit Jati ketika ditanam di luar musim hujan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon bibit Jati terhadap

aplikasi aquasorb.

1.3 Hipotesis

Aplikasi aquasorb dapat membantu mengurangi kematian bibit pada kondisi

tanpa penyiraman.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dalam hal

efektifitas aquasorb sebagai salah satu bahan yang dapat mengefisiensikan

penggunaan air dalam penanaman bibit, sehingga waktu tanam dapat dilakukan

pada musim hujan maupun musim kemarau.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jati

2.1.1 Klasifikasi dan Penyebaran

Tanaman Jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini

mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn.f. secara historis nama tectona

berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki

kualitas yang tinggi (Sumarna 2002).

Menurut Martawijaya et al. (1981) Jati diklasifikasikan sebagai berikut:

divisi : Spermatophyta

kelas : Angiospermae

sub kelas : Dycotiledonae

ordo : Verbenales

family : Verbenaceae

genus : Tectona

spesies : Tectona grandis Linn.f.

Tectona grandis Linn.f. atau Jati adalah tumbuhan tropis yang

penyebarannya meliputi India, Birma, Thailand, Vietnam dan Indonesia. Di

Indonesia terutama di Jawa, tumbuh pada ketinggian kurang dari 700 meter di atas

permukaan laut. Tumbuhan ini juga terdapat di Muna, Buton, Maluku (Wetar) dan

Nusa Tenggara (Dephut 1991). Di Jawa dan di beberapa pulau Nusa Tenggara

umumnya dinamakan Jati, disebut kayu Jati (dalam bahasa Melayu dan Jawa) atau

kijati di Pasundan (Cordes 1992).

Tanaman Jati dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-jagu (di

wilayah Asam); saigun, segun (Bengali); tekku (Bombay); kyun (Burma); saga,

sagach (Gujarat); sagun, sagwan (Hindi); jadi, saguan, tega, tiayagadamara

(Kannad); sag, saga sgwan, (Manthi); singuru (Oriya); bardaru, bhumisah,

dwardaru, kaharachchad, saka (Sangskirt); tekkumaran, tekku (Tamil);

adaviteeku, peddatekku, teekuchekka (Telugu) teck atau teak baun (Jerman); dan

(26)

2.1.2 Pengenalan Botanis

Tinggi pohon Jati antara 25-30 meter, namun pada daerah yang subur tinggi

pohon bisa mencapai 50 meter dengan diameter + 150 cm. Batang umumnya bulat

dan lurus, kulit kayu agak tipis, beralur dalam sampai agak dalam (Dephut 1991).

Menurut Samingan (1979), kulit luar Jati berwarna abu-abu dengan retak-retak

memanjang, mengelupas, kaku dan liat, tebalnya 10-13 mm, irisan melintang

berwarna putih kotor kecokelat-cokelatan, dengan getah menyerupai air, tanpa

hijau daun, tanpa lentisel, tidak berbau dengan rasa tajam yang pahit.

Tajuk Jati tak beraturan, bulat lebar, terpasang agak rendah di

tegakan-tegakan yang kurang rapat. Dahan-dahan Jati bengkok-bengkok dan lekuk-lekuk,

bercabang banyak, ranting-ranting kasar berpenampang empat segi, dan berambut

banyak (Beekman 1949).

Daun Jati berada saling berhadapan pada rantingnya, tangkai daunnya

pendek dan bagian bawahnya berbulu kehalusan terutama pada pangkal tangkai

itu. Daunnya amat besar, lebar, bundar atau hampir elips, meruncing, bertulang

daun nyata, agak mengkilat, dan bagian bawah umumnya lebih terang

dibandingkan bagian atas (Cordes 1992).

Pohon Jati pada musim kemarau, menggugurkan daun. Di Jawa umumnya

waktu pengguguran daun Jati terjadi pada bulan Juni. Pengguguran ini

dipengaruhi oleh iklim, keadaan setempat dan umur pohon Jati itu sendiri (Cordes

1992). Daun Jati akan tumbuh kembali pada bulan Januari atau Maret, tumbuhnya

daun secara umum ditentukan oleh kondisi musim (Sumarna 2002).

Ditinjau dari sifat fisiknya, kayu Jati mempunyai berat jenis antara

0,62-0,75 dan memiliki kelas kuat II dengan penyusutan hingga kering tanur 2,8-5,2%.

Ditinjau dari sifat mekaniknya, kayu Jati memiliki keteguhan lentur statik 718

kg/cm2 serta modulus elastisitas kayu sekitar 127,7 (1000 kg/cm2). Sedangkan

keteguhan tekan sejajar arah serat maksimum 550 kg/cm2.

Sifat kimia kayu Jati memiliki kadar selulosa 47,5%, lignin 29,9%, pentosan

14,4%, abu 1,4% dan silika 0,4%, serta nilai kalor 5.081 kal/gram. Keawetan kayu

sesuai hasil uji terhadap Cryptotermes cynocephalus, jamur, dan rayap tergolong

(27)

2.1.3 Persyaratan Tempat Tumbuh

Secara geologis, tanaman Jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal

dari formasi limestone, granite, gneis, mica shit, sandstone, quartzite,

conglomerate, shale dan clay. Jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam

dan keasamaan tanah (pH) optimum berkisar sekitar 6,0 (Sumarna 2002).

Untuk pertumbuhan Jati membutuhkan iklim musim yang nyata, yaitu

musim dengan curah hujan berkisar antara 1250-2500 mm dan jumlah bulan

kering berkisar antara 3-5 bulan, serta membutuhkan tanah beraerasi baik (Dephut

1991).

Jati tumbuh di wilayah dengan suhu diantara 12,5oC dan 40oC, Jati juga

dapat tumbuh pada suhu yang ekstrim rendah yaitu 2oC dan suhu ekstrim tinggi

46oC, sedangkan suhu yang optimal untuk Jati diantara 22oC dan 27oC dengan

suhu ekstrim 15oC dan 30oC (Tun 1979, diacu dalam Supriatna 2003). Adapun

kondisi kelembaban lingkungan tanaman Jati yang optimal sekitar 80% untuk fase

vegetatif dan antara 60-70% untuk fase generatif (Sumarna 2002). Di Jawa Jati

terutama terdapat pada daerah-daerah yang panas dengan tanah-tanah yang rendah

dan berbukit-bukit, sifatnya agak kurus, dan kurang air, yang terdiri dari formasi

tua kapur dan margalit (FKT UGM 1976).

2.1.4 Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang tumbuhan Jati adalah engkes-engkes (Monohamus

rustricator F), uter-uter (Phassus damor Moore), oleng-oleng (Domittus

ceramicus Wlk), inger-inger (Neotermes tectonae Dam), dan entung Jati (Hyblaea

puera Cr) (Dephut 1991). Hama penggerek batang pada tanaman Jati adalah jenis

Zeuzera coffence, sedangkan yang menyerang akar Jati adalah jenis Leochepalis

rorida (Kusman 2001). Hama penyebab busuk kayu basah pada Jati adalah jenis

Xyleborus destruens BDLF dari famili Scolytidae, dan ordo Coleoptera. Hama ini

kebanyakan tidak menimbulkan kerugian yang tidak berarti, tetapi kadang-kadang

(28)

2.2 Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan adalah suatu proses pada organisme terutama peningkatan

ukuran sebagai hasil dari pembelah sel dan pemanjangan sel meristem (Mahlstede

et al. 1957, diacu dalam Herwandi 2003). Sitompul dan Guritno (1995)

menyatakan pertumbuhan adalah suatu konsep yang universal dalam bidang

biologi dan merupakan hasil dari integrasi berbagai reaksi biokimia, peristiwa

biofisik dan proses fisiologis yang berinteraksi dalam tubuh tanaman bersama

dengan faktor luar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan secara luas terbagi dua,

pertama faktor eksternal (lingkungan) yang terdiri dari: (1) iklim; (2) tanah; (3)

biologis. Kedua, faktor internal (genetik) yang terdiri dari: (1) ketahanan terhadap

tekanan iklim, tanah dan biologis; (2) laju fotosintetik; (3) respirasi; (4)

pembagian hasil asimilasi dan N; (5) klorofil, karoten, dan kandungan pigmen

lainnya; (6) tipe dan letak meristem; (7) kapasitas untuk penyimpanan cadangan

makanan; (8) aktifitas enzim; (9) pengaruh langsung gen; (10) diferensiasi

(Gardner et al. 1991).

Pertumbuhan pada tanaman berlangsung terbatas pada beberapa bagian

tertentu yang terdiri dari sejumlah sel yang baru saja dihasilkan melalui proses

pembelahan sel di meristem. Pertumbuhan dan pembelahan memiliki pengertian

yang berbeda, yaitu pembelah sel tidak menyebabkan pertambahan ukuran

sedangkan pertumbuhan memiliki pertambahan ukuran (Salisburi dan Brady

1995, diacu dalam Gunawan 2007).

Suatu tanaman akan tumbuh dengan suburnya, apabila segala elemen yang

dibutuhkan tersedia cukup dan dalam bentuk yang sesuai untuk diserap tanaman.

Jika suatu unsur kurang, maka penambahannya akan memberikan manfaat, tetapi

apabila unsur itu sudah berlebih, maka penambahannya akan terbuang percuma

dan akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman (Dwijoseputro 1980).

Pertumbuhan tanaman akan banyak kehilangan air melalui transpirasi

karena rangka molekul semua bahan organik pada tumbuhan merupakan atom

karbon yang harus diperoleh dari atmosfer. Karbon masuk ke dalam tumbuhan

sebagai karbondioksida (CO2) melalui pori stomata dan yang paling banyak

(29)

pada saat stomata terbuka (Salisbury dan Brady 1995, diacu dalam Gunawan

2007).

2.3 Peranan Air Bagi Tanaman

Air merupakan bagian terbesar dari jaringan tanaman dan sangat berperan

dalam kehidupan tanaman. Tjondronegoro (1999) menyebutkan bahwa air

merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman

dibandingkan dengan faktor lingkungan lainnya. Hal ini terbukti karena lebih dari

80% berat basah tanaman terdiri dari air sehingga ketersediaannya merupakan

faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebab air

penting untuk pembelahan dan pembesaran sel.

Leiwakabessy (1985) menjelaskan bahwa sejumlah besar air dibutuhkan

untuk mempertahankan turgor tanaman. Energi dalam proses pemanjangan sel

berasal dari tekanan turgor tersebut. Selanjutnya Black (1968) menjelaskan

peranan penting air dalam proses pembesaran sel. Tekanan turgor akan mendesak

dinding sel dari dalam oleh adanya air yang diserap oleh sel tanaman. Tekanan

tersebut menyebabkan dinding sel meregang dan terjadi proses pembesaran sel.

Kekurangan air dalam tanaman akan menghambat proses translokasi unsur-unsur

hara dan hasil fotosintesis, serta menghambat pembelahan dan pemanjangan sel

(Leiwakabessy 1985).

Menurut Levit (1980), istilah kekeringan (drought), cekaman air (water

stress) dan defisit air (water deficit) biasanya dapat dipertukarkan dalam

penggunaannya, namun cekaman air relatif terjadi dalam periode waktu yang

pendek dibandingkan kekeringan. Cekaman air disebabkan oleh kekurangan dan

kelebihan air, sedangkan kekeringan hanya disebabkan oleh kekurangan air (Levit

1980). Slatyer (1967) menunjukkan bahwa kekurangan air akan mempengaruhi

pertumbuhan tanaman dan jika kondisinya cukup berat akan menyebabkan

kematian bagi tanaman tersebut. Kelebihan air yang terlalu banyak juga akan

mengakibatkan jenuh pada media tanam sehingga tanaman akan menjadi

(30)

2.4 Hubungan Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Mengenai hubungan antara kandungan air tanah dan pertumbuhan tanaman

para ahli memiliki dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa

pertumbuhan tanaman sedikit dipengaruhi oleh perubahan kandungan air tanah

pada kisaran air tersedia, tetapi saat mendekati titik layu permanen terjadi

penurunan laju pertumbuhan yang sangat drastis. Pendapat kedua menyatakan

bahwa pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh bertambahnya kekeringan

setelah kapasitas lapang (Pranoto 1983). Tanggap tanaman terhadap kekurangan

air, secara alami sebagian besar ditentukan oleh jenis tanaman, keadaan sistem

perakaran, dan waktu terjadinya kekurangan air pada periode pertumbuhan

(Williams & Joseph 1973). Suatu jenis tanaman tertentu pada suatu periode

tumbuh tertentu sangat dipengaruhi oleh bertambahnya kekeringan.

Untuk melihat lebih jauh hubungan air dengan pertumbuhan tanaman

diperlukan suatu pengertian berbagai tanggap tanaman secara fisiologik terhadap

air. Menurut Kramer (1969), air berfungsi sebagai : (1) penyusun utama jaringan

tanaman yang aktif secara fisiologik, (2) Pereaksi dalam fotosintesa dan dalam

proses hidrolitik, misalnya sebagai penghancur pati, (3) pelarut garam, gula dan

senyawa lain sehingga larutan tersebut dapat bergerak dari sel ke sel atau dari

organ ke organ, (4) sebagai pengatur suhu, dan (5) unsur yang diperlukan dalam

mempertahankan turgor tanaman. Disamping itu air berperan dalam proses

transpirasi, yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman.

Meskipun setiap proses yang terjadi dalam tanaman dipengaruhi oleh air,

tetapi pengaruhnya bervariasi sesuai ciri tanaman, tingkat pertumbuhan, kondisi

tanah dan iklim (Chang 1968). Selanjutnya dikatakan bahwa kekurangan air tidak

hanya mengurangi hasil, tetapi juga merubah pola pertumbuhan tanaman.

2.5 Aquasorb

Aquasorb merupakan super absorbent anionic polyacrylamide polymers.

Produk ini adalah crosslinked copolymers dari acrylamide dan potassium acrylate.

aquasorb adalah penahan air-cairan yang dapat digunakan bersinergi dengan

tanah atau media lain serta pupuk, menyerap dan menyimpan air dan unsur hara

(31)

air tetapi dia hanya menyerap dan akan melepaskan air dan unsur hara tersebut

secara proporsional pada saat dibutuhkan oleh tanaman, dengan demikian

tanaman akan selalu mempunyai persediaan air dan unsur hara setiap saat karena

aquasorb berfungsi menyerap dan melepaskan (absorption – release). Aquasorb

mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dengan mengurangi kehilangan air dan

unsur hara melalui leaching dan evaporasi. Air dan unsur hara tersimpan

disekeliling akar sehingga dapat mengoptimalkan penyerapan oleh tanaman

(Anonim 2004).

Hidrogel terbuat dari bahan organik polyacrylamide yang dapat

terdekomposisi secara alamiah di dalam tanah, sehingga bersifat ramah

lingkungan. Hidrogel mampu bertahan di dalam tanah selama dua tahun

sepanjang tidak terkena sinar matahari langsung yang kuat dalam waktu yang

lama. Hidrogel dalam keadaan kering berbentuk kristal halus, dan akan

mengembang saat menghisap air, kemudian membentuk gel-gel bening sebagai

tempat penyimpanan air (Gambar 1). Air tersebut akan dikeluarkan kembali jika

tanah di sekitarnya kekurangan air. Hal ini berjalan secara alamiah berdasarkan

prinsip kesetimbangan tekanan osmosis. 1 gram hidrogel dapat menyimpan 100-

200 gram air (Anonim 2008).

Gambar 1 Aquasorb. Sumber : www. Horties.co.id.

(32)

Aquasorb adalah produk polimer yang dapat terurai melalui pembusukan

oleh mikrobia sehingga produk ini sangat aman digunakan. Polimer ini sensitif

terhadap sinar matahari langsung yang akan memutus rantai polimernya dan

terurai menjadi beberapa oligomer. Aquasorb akan terurai secara alami di dalam

tanah menjadi CO2, H2O dan komponen nitrogen (Gambar 2). Aquasorb tidak

dapat menggantikan air tetapi mengoptimalkannya melalui penggunaan yang lebih

efisien (Anonim 2004).

Aquasorb merupakan polimer sintetis dengan ikatan rantai yang panjang

yang bertindak sebagai agen penguat dan mengikat pertikel tanah bersama, oleh

karenanya partikel besar dan berat ini tidak dapat dihilangkan secara mudah oleh

air. Polyacrylamide dipasarkan dibawah nama dagang yang berbeda seperti

terrasorb, hydosource, hydro-mulch, water crystal, pam, copolymer, moist soil,

aquasorb, agrosoke, dll. Semua produk ini merupakan polimer tetapi tidak semua

polyacrylamide sama (Hayat & Ali 2004 ).

Penggunaan aquasorb bukan merupakan hal yang baru dalam dunia

pertanian, aquasorb pertama kali digunakan dalam konservasi tanah pada tahun

1950, ketika non cross-linked acrylamida, vinyl alcohol dan cairan plastik, serta

komposisi karet dikenalkan sebagai penstabil agregat tanah untuk mengontrol

erosi (Gardner et al. 1988, diacu dalam Hayat 2004 ). Produk ini merupakan

bahan kimia sintesis dan telah digunakan sebagai pembantu dalam produksi

tanaman di bawah kondisi kering ketika sumber air terbatas.

Pengembangan aquasorb telah dilakukan dari tahun 1960, pengenalan

cross-linked polimer ketika matrik polimer secara kimia dibangun agar dapat

menyerap dan melepaskan sejumlah besar air. Polimer ini dapat disintesis dari non

ionik, kationik, atau anionik. Beberapa bahan larut air ini dapat diaplikasikan

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas

Kehutanan IPB. Penelitian ini terdiri dari 3 seri percobaan yang dilakukan selama

3 bulan dari Mei-Agustus 2008. Percobaan 1 dilakukan pada bulan Mei-Juni

2008, percobaan 2 dilakukan pada bulan Juni-Juli 2008, dan percobaan 3

dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2008.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aquasorb, bibit Jati,

tanah dan polibag berukuran 35 x 35 cm. Sedangkan alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah timbangan analitik, kamera, gelas ukur, plastik, kaliper,

termometer bola basah dan kering, penggaris, alat penyiram, dan alat tulis.

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi prosedur percobaan 1, percobaan 2, dan

percobaan 3. Prosedur setiap percobaan secara garis besarnya sama, beberapa

perbedaan terdapat pada kegiatan penyiapan bibit sebelum penanaman dan

perlakuan yang diberikan pada setiap percobaan. Pada percobaan 2 dan 3

dilakukan pemotongan daun pada bibit sebelum penanaman sedangkan pada

percobaan 1 tidak dilakukan. Beberapa perlakuan yang membedakan dari setiap

percobaan adalah adanya penutupan di atas permukaan tanah dengan

menggunakan plastik pada percobaan 1 dan serasah pada percobaan 3 sedangkan

pada percobaan 2 tidak dilakukan penutupan (Gambar 3). Hasil yang diperoleh

(34)
[image:34.595.112.512.82.371.2]

Gambar 3 Diagram penanaman bibit Jati pada percobaan 1, 2 dan 3

3.3.1 Prosedur Penelitian Percobaan 1

3.3.1.1 Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah. Tanah yang digunakan untuk

media tanam adalah tanah yang telah diayak terlebih dahulu.

3.3.1.2 Penyiapan aquasorb

Aquasorb merupakan koloid berbentuk gel. 1 liter koloid gel diperoleh

dengan mencampur 5 gram butiran gel ke dalam 1 liter air, kemudian diaduk rata

selama + 3-4 jam. Satu gram butiran gel dapat mengikat air sebanyak 200 cc.

3.3.1.3 Penanaman

Penanaman dilakukan dengan memasukkan aquasorb yang berupa koloid

gel ke dalam lubang tanam kemudian di dalam polibag yang telah dibuat

sebelumnya, bibit Jati diletakkan diatas aquasorb kemudian polibag diisi dengan

media tanam sampai penuh dan padat. Bagian atas permukaan tanah ditutup

(35)

3.3.1.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman dan pembersihan gulma.

Penyiraman bibit dilakukan setiap pagi hari sesuai dengan kapasitas lapang (tanah

jenuh air) terhadap kontrol sedangkan pembersihan gulma dilakukan pada seluruh

bibit.

3.3.1.5 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama 30 hari setelah bibit ditanam.

Peubah yang diamati antara lain :

 Persentase bibit hidup, yaitu banyaknya bibit yang hidup dibandingkan

seluruh bibit yang ditanam.

 Lama hari mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) dihitung

ketika daun telah mengalami waktu layu pada pertama kali, layu tengah yang

dicirikan dengan telah mengeringnya daun sebanyak 30-50% dan layu akhir

yang dicirikan dengan telah mengeringnya daun 70-90%.

 Persentase daun kering, yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap minggu

dengan menggunakan rumus :

% 100 %     Daun Kering Daun Kering Daun

Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun

kering.

 Persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap minggunya

dengan rumus: % 100 %     Daun Gugur Daun Gugur Daun

 Pengukuran suhu dan kelembaban udara.

Data mengenai suhu dan kelembaban udara relatif merupakan data penunjang

dalam penelitian ini. Pengukuran suhu udara menggunakan termometer dan

pengukuran kelembaban udara relatif menggunakan termometer bola basah

(36)

3.3.1.6 Rancangan Percobaan

Dalam Penelitian ini digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).

Masing-masing perlakuan diulang dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang

diberikan ada 5 yaitu :

Ao = Kontrol tanpa penyiraman

A1 = Kontrol dengan penyiraman

A2 = Penggunaan aquasorb 200 ml

A3 = Penggunaan aquasorb 400 ml

A4 = Penggunaan aquasorb 600 ml

Setiap perlakuan terdiri dari 4 bibit sehingga terdapat (3 x 5 x 4) 60 satuan

percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : (Mattjik

2006).

ij j i

ij   A  

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor perlakuan ke-i, dan kelompok ke-j

µ = Rataan umum

Ai = Pengaruh perlakuan ke-i

ßj = Pengaruh kelompok ke-j

Εijk = Galat atau nilai kesalahan percobaan perlakuan ke-i, dan kelompok ke-j

3.3.1.7 Analisis Data

Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan software

Minitab 14 dan SAS. Analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang

diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan

yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :

Pengaruh Utama Faktor A

Ho : Penggunaan aquasorb tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

(37)

Untuk kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:

F hitung < F tabel ; Terima Ho

F hitung > F tabel ; Tolak Ho

Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji lanjut Duncan, yang

tujuannya untuk mengetahui beda rata-rata antara perlakuan.

3.3.2 Prosedur Penelitian Percobaan 2

3.3.2.1 Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah. Tanah yang digunakan untuk

media tanam adalah tanah yang telah diayak terlebih dahulu.

3.3.2.3 Luas Daun

Pengukuran luas daun dilakukan pada 10 contoh untuk mendapatkan

rata-rata total luas daun dengan menggunakan metode grid. Daun digambar pada

kertas milimeter dengan meletakkan daun di atas kertas milimeter dan pola daun

diikuti. Luas daun ditaksir berdasarkan jumlah kotak yang terdapat dalam pola

daun yaitu :

Dimana :

n = jumlah kotak

Lk = Luas setiap kotak

Kotak yang terpotong tepi gambar daun dimasukkan dalam perhitungan apabila

mempunyai ukuran > 0,5 cm.

3.3.2.4 Penyiapan Aquasorb

Aquasorb merupakan koloid berbentuk gel. 1 liter koloid gel diperoleh

dengan mencampur 5 gram butiran gel ke dalam 1 liter air, kemudian diaduk rata

selama + 3-4 jam. Satu gram butiran gel dapat mengikat air sebanyak 200 cc.

(38)

3.3.2.5 Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman daun dikurangi terlebih dahulu sebanyak

50%, 70% dan 90% dari luas total bibit. Setelah dilakukan pengurangan daun,

bibit didiamkan selama kurang lebih 3 hari untuk beradaptasi dengan lingkungan

sekitarnya.

Penanaman dilakukan dengan memasukkan aquasorb yang berupa koloid

gel kedalam polibag berukuran 35 x 35 cm pada kedalaman 10-20 cm diikuti

dengan penanaman bibit diatasnya kemudian diisi dengan media tanam sampai

penuh dan padat. Bagian atas permukaan tanah tidak ditutup dengan plastik

seperti pada percobaan 1.

3.3.2.6 Pemeliharaan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut terhadap gulma pada

masing-masing pot. Dilakukan setiap satu bulan sekali untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya persaingan unsur hara antara gulma dengan tanaman

yang diamati. Keberadaan gulma tersebut dikhawatirkan akan mengganggu

pertumbuhan tanaman yang diamati.

3.3.2.7 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama 30 hari setelah bibit ditanam.

Peubah yang diamati antara lain :

 Persentase bibit hidup, yaitu banyaknya bibit yang hidup dibandingkan

seluruh bibit yang ditanam.

 Lama hari mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) dihitung

ketika daun telah mengalami waktu layu pada pertama kali, layu tengah yang

dicirikan dengan telah mengeringnya daun sebanyak 30-50% dan layu akhir

yang dicirikan dengan telah mengeringnya daun 70-90%.

 Persentase daun kering, yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap minggu

dengan menggunakan rumus :

% 100

% 

  

Daun Kering Daun

Kering Daun

Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun

(39)

 Persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap minggunya

dengan rumus :

% 100

% 

  

Daun Gugur Daun Gugur

Daun

3.3.2.8 Rancangan Percobaan

Dalam Penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

dua faktorial yaitu :

a. Faktor luas daun terdiri dari :

Ao = pengurangan daun sebesar 0%

A1 = pengurangan daun sebesar 50%

A2 = pengurangan daun sebesar 70%

A3 = pengurangan daun sebesar 90%

b.Faktor aquasorb :

Bo = konsentrasi aquasorb 0 ml

B1 = konsentrasi aquasorb 100 ml

B2 = konsentrasi aquasorb 200 ml

B3 = konsentrasi aquasorb 400 ml

Setiap perlakuan terdiri dari 3 bibit dengan ulangan sebanyak 3 kali. Total

perlakuan yang ada sebanyak (16 x 3 x 3) 144 satuan percobaan. Perlakuan yang

diberikan adalah :

AoBo = pengurangan daun sebesar 0% tanpa aquasorb

A1Bo = pengurangan daun sebesar 50% tanpa aquasorb

A2Bo = pengurangan daun sebesar 70% tanpa aquasorb

A3Bo = pengurangan daun sebesar 90% tanpa aquasorb

AoB1 = pengurangan daun sebesar 0% dengan aquasorb 100 ml

A1B1 = pengurangan daun sebesar 50% dengan aquasorb 100 ml

A2B1 = pengurangan daun sebesar 70% dengan aquasorb 100 ml

A3B1 = pengurangan daun sebesar 90% dengan aquasorb 100 ml

AoB2 = pengurangan daun sebesar 0% dengan aquasorb 200 ml

A1B2 = pengurangan daun sebesar 50% dengan aquasorb 200 ml

(40)

A3B3 = pengurangan daun sebesar 90% dengan aquasorb 200 ml

AoB3 = pengurangan daun sebesar 0% dengan aquasorb 400 ml

A1B3 = pengurangan daun sebesar 50% dengan aquasorb 400 ml

A2B3 = pengurangan daun sebesar 70% dengan aquasorb 400 ml

A3B3 = pengurangan daun sebesar 90% dengan aquasorb 400 ml

Bentuk dari model rancangan yang digunakan untuk menguji setiap

perlakuan yaitu : (Mattjik 2006)

 

ij ijk

j i

ij       

Keterangan :

Yijk = Nilai Pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan

ulangan ke-k

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i ßj = Pengaruh perlakuan ke-j

(αβ)ij = Komponen interaksi dari Faktor A dan Faktor B Ԑijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2

)

3.3.2.9 Analisis Data

Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan program

Minitab 14 dan SAS. Analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang

diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan

yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :

1. Pengaruh Utama Faktor A

Ho : Perlakuan Luas daun tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

H1 : Perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

2. Pengaruh Utama Faktor B

Ho : Perlakuan aquasorb tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

(41)

3. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B

Ho: Interaksi Perlakuan Pengurangan daun dan aquasorb tidak berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan bibit

H1: Interaksi Perlakuan Pengurangan daun dan aquasorb berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan bibit

Untuk kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:

F hitung < F tabel ; Terima Ho

F hitung > F tabel ; Tolak Ho

Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji lanjut Duncan, yang

tujuannya untuk mengetahui beda rata-rata antara perlakuan.

3.3.3 Prosedur Penelitian Percobaan 3

3.3.3.1 Penyiapan Bibit dan Media Tanam

Penyiapan media tanam dilakukan dengan mengayak dan mempersiapkan

media tanah murni tanpa campuran apapun. Bibit yang digunakan adalah bibit Jati

berumur kurang lebih 2-3 bulan. Daun dipotong kurang lebih sebanyak 70% dari

luas total daun yang ada.

3.3.3.2 Penyiapan Aquasorb

Pada percobaan ini digunakan 2 macam aquasorb. Aquasorb Jenis A

merupakan aquasorb kering berbentuk segiempat dengan diameter 1 mm.

Sedangkan aquasorb jenis B merupakan aquasorb kering berbentuk bulat seperti

crystal.

Aquasorb merupakan koloid berbentuk gel. 1 liter koloid gel diperoleh

dengan mencampur 5 gram butiran gel ke dalam 1 liter air, kemudian diaduk rata

selama + 3-4 jam. Satu gram butiran gel dapat mengikat air sebanyak 200 cc.

3.3.3.3 Penanaman

Penanaman dilakukan dengan memasukkan aquasorb yang berupa koloid

gel kedalam polibag berukuran 35 x 35 cm pada kedalaman 10-20 cm diikuti

(42)

penuh dan padat. Bagian atas permukaan tanah ditutup dengan mulsa untuk

mencegah evaporasi yang berlebih dari tanah.

3.3.3.4 Pengembunan

Pengembunan dilakukan setiap pagi hari dengan menyemprotkan air pada

setiap daun bibit sebagai pengganti embun pagi.

3.3.3.5 Pemeliharaan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut terhadap gulma pada

masing-masing pot. Hal ini dilakukan setiap satu bulan sekali untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya persaingan unsur hara antara gulma dengan tanaman

yang diamati. Keberadaan gulma tersebut dikhawatirkan akan mengganggu

pertumbuhan tanaman yang diamati.

3.3.3.6 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama 30 hari setelah bibit ditanam.

Peubah yang diamati antara lain :

 Persentase bibit hidup, yaitu banyaknya bibit yang hidup dibandingkan

seluruh bibit yang ditanam.

 Lama hari mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) dihitung ketika daun telah mengalami waktu layu pada pertama kali, layu tengah yang

dicirikan dengan telah mengeringnya daun sebanyak 30-50% dan layu akhir

yang dicirikan dengan telah mengeringnya daun 70-90%.

 Persentase daun kering, yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap minggu

dengan menggunakan rumus :

% 100 %     Daun Kering Daun Kering Daun

Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun

kering.

 Persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap minggunya

dengan rumus :

(43)

3.3.3.7 Rancangan Percobaan

Dalam Penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun

perlakuan yang diujicobakan adalah sebagai berikut:

Ao = Kontrol tanpa aquasorb

A1 = Penggunaan aquasorb Jenis A 200 ml

A2 = Penggunaan aquasorb Jenis A 400 ml

A3 = Penggunaan aquasorb Jenis B 200 ml

A4 = Penggunaan aquasorb Jenis B 400 ml

Pada penelitian ini terdapat 5 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang

sebanyak 3 kali dimana setiap ulangan terdiri dari 3 unit sehingga terdapat (5 x 3

x 3) 45 unit percobaan.

Model rancangan yang digunakan sebagai berikut : (Mattjik 2006)

ij i

ij    

Keterangan :

Yij = Nilai Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

Ԑij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

3.3.3.8 Analisis Data

Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan program

Minitab 14 dan SAS. Analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang

diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan

yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :

Pengaruh Utama Faktor A :

Ho : Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati

(44)

Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:

F hitung < F tabel ; Terima Ho

F hitung > F tabel ; Tolak Ho

Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji lanjut Duncan, yang

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASA

Gambar

Gambar 3  Diagram penanaman bibit Jati pada percobaan 1, 2 dan 3
Tabel 1 Pengaruh aquasorb terhadap lama waktu mencapai layu awal (T0),   tengah (T50) dan akhir (T100) pada bibit Jati
Gambar 5   Perbandingan pemberian konsentrasi aquasorb terhadap waktu layu
Tabel 2  Pengaruh pemberian aquasorb pada bibit Jati terhadap persen daun kering
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan akar dan tinggi tanaman jati dalam perbanyakan secara stek pucuk yang dipengaruhi oleh konsentrasi zat

Frekuensi penyiraman sekali dalam 2 hari menunjukkan pertumbuhan dan kualitas bibit tebu lebih unggul pada parameter luas daun, tinggi tanaman dan persentase bibit

Panjang tunas nyata lebih panjang 44,05 % pada konsentrasi IBA 300 ppm, dibandingkan konsentrasi 0, 100 dan 200 ppm, tetapi jumlah tunas, persentase setek

Panjang tunas nyata lebih panjang 44,05 % pada konsentrasi IBA 300 ppm, dibandingkan konsentrasi 0, 100 dan 200 ppm, tetapi jumlah tunas, persentase setek

Penggunaan setek batang atas meningkatkan pertumbuhan bibit setek tanaman nilam yaitu persentase setek hidup, umur muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas, bobot

Penggunaan bahan tanam setek batang meningkatkan pertumbuhan bibit setek tanaman nilam yaitu pada persentase setek hidup, bobot basah tajuk dan bobot kering

Cendawan endofit yang berasosiasi dengan tanaman dapat meningkatkan tinggi tajuk 33.09% dan panjang akar pada bibit padi sebesar 47.83% dibandingkan dengan kontrol (Vasudevan

Kesimpulan Penelitian menunjukkan bahwa pemberian air kelapa pada pertumbuhan bibit pepaya terhadap semua variabel pengamatan yaitu keserampakan tumbuh, jumlah daun, tinggi tanaman,