• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Karakteristik responden

Hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti terhadap 40 orang responden, diketahui sebagian besar umur responden 20-35 sebanyak 35 orang (87.5%) hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmotjo (2007) bahwa umur seseorang berpengaruh terhadap kehidupannya. Maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kesesuaian antara teori dan kenyataan dimana umur Ibu mempengaruhi tingkat nyeri terhadap persalinan.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 17 orang (67.5%). Hal ini sesuai teori Mender (2003) Ada pengaruh nyeri terhadap ibu status pekerjaan, bahwa ibu yg tidak bekerja akan memiliki tingkat nyeri yang lebih tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pendidikan responden baik yaitu SMA sebanyak 13 orang (46.43%). Hal ini sesuai pendapat Notoadmodjo 2007 bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kwalitas manusia.

Tingkat pendidikan Masyarakat dikaitkan dengan kemampuan dalam menyerap dan menerima informasi dalam bidang kesehatan dan keluarga. Maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kesesuaian antara terori dan kenyataan dimana pendidikan mempengaruhi tingkat kecemasan ibu terhadap nyeri persalinan

Hasil penelitian menunjukkan semua responden adalah menikah sebanyak 40 orang (100%). Hal ini sesuai teori Mender (2003) Ada pengaruh nyeri terhadap ibu yang memiliki status perkawinan, bahwa ibu yang memiliki status perkawinan yang syah akan lebih dapat mengontrol tingkat nyerinya selama persalinan.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar gravida responden primiparra sebanyak 12 orang (43%). Hal ini sesuai teori Mender (2003) Ada pengaruh nreyi terhadap ibu primigravida, bahwa primigravida akan mengalami tingkat nyeri yang lebih tinggi. .

2. Interpretasi dan diskusi hasil

Proses penelitian ini dilakukan peneliti dengan bantuan asisten yang telah dilatih bersama untuk menyamakan tindakan yang dilakukan. Ketika pasien datang dan dikaji bahwa pasien tersebut sesuai dengan kriteria responden maka responden tersebut akan diberikan perlakuan komunikasi teraupetik untuk mengurangi nyeri yang dialami ibu saat persalinan.

Hal pertama yang dilakukan adalah responden diminta untuk memberi tanda pada tingkat mana nyeri yang responden rasakan saat ini, sesuai dengan tingkat nyeri yang sudah disediakan. Setelah itu dilakukanlah komunikasi teraupetik sesuai dengan prosedur yang ditetapkan mulai dari urutan pertama sampai kesepuluh secara berurutan.

Langkah pertama yaitu mendampingi ibu selama masa nyeri, setelah itu memberi ibu semangat misalnya memberi kata-kata penguat seperti “Ayolah ibu

jangan selalu berteriak yah, sebentar lagi bayi ibu akan lahir, jadi ibu harus semangat, ibu bakal mendengar suara tangisan bayi, jadi ibu harus kuat dan semangat yah”. Sampai ibu itu dapat tersenyum kembali. Selanjutnya memberi saran agar ibu berdoa meminta kekuatan kepada yang maha kuasa agar semua proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan baik. Mengalihkan perhatian ibu dari nyeri yang ia rasakan dengan mengajak ibu membicarakan hal-hal yang menyenangkan misalny: “kalau nanti bayiny perempuan ibu mau beri siapa namanya bu?”. Sampai nyeri yang ibu rasakan dapat lebih teratasi. Mengajari ibu cara menarik nafas yang baik dan benar seperti: tarik nafas dari hidung dan keluarkan secara perlahan dari mulut.

Ketika kontraksi maka nyeri akan kembali dirasakan ibu, maka langkah selanjutnya harus kita lakukan adalah menganjurkan ibu untuk mengambil posisi yang nyaman misalnya miring kiri atau miring kanan sesuai dengan yang ibu inginkan. Jika ibu sudah merasa tidak nyaman lagi dengan posisi itu bantu ibu untuk berdiri dan menemani ibu berjalan-jalan santai sambil mengajak ibu berbincang- bincang. Setiap percakapan yang dilakukan dengan ibu sangat dianjurkan agar bidan melakukan kontak mata dan melempar senyuman agar ibu merasa lebih nyaman. Ketika ibu sudah merasa capek dan lelah untuk berjalan-jalan bantu ibu duduk atau kembali ketempat tidur dan beri sentuhan atau belaian yang lembut pada perut siibu pada saat ibu merasa sangat nyeri sambil memberi berbagai pujian-pujian kepada ibu dan yang terakhir adalah membantu ibu untuk menyeka keringat ibu dengan lembut dan perhatian.

Semua langkah tersebut selama penelitian ini dilakukan secara berurutan dari langkah pertama sampai langkah kesepuluh. Pada waktu penelitian ini dilakukan juga ada satu bidan senior yang menjadi penilai dan pengkoreksi setiap perlakuan yang dilakukan kepada ibu. Tujuan dari pengkoreksian ini adalah agar setiap perlakuan

komunikasi yang diberikan kepada responden sesuai dengan prosedur yang telah dibuat. Sebenarnya semua proses yang telah disusun dalam perlakuan komunikasi teraperutik ini sudah dilakukan sehari-harinya di klinik santi, hanya saja perlakuan tersebut tidak memiliki prosedur yang tetap, sehingga sulit untuk menilai perubahan tingkat nyeri yang ibu rasakan.

Nyeri persalinan menjadi lebih ringan seiring dengan makin sering dan efektifnya pengendalian nyeri. Bonica 1990 mengatakan bahwa menyiagakan wanita terhadap persalinan yang akan dihadapi akan dapat mengurangi nyeri. Ketegangan emosi akibat rasa cemas sampai rasa takut dapat memperberat presepsi nyeri selama persalinan. Nyeri atau kemungkinan nyeri dapat menginduksi ketakutan sehingga timbul kecemasan yang berakhir dengan kepanikan, keletihan dan kurang tidur yang dapat memperberat nyeri (metode dick-read).

Apabila rasa tegang takut dan nyeri berjalan beriringan, maka untuk menghilangkan nyeri diperlukan tindakan meringankan ketegangan dan menghilangkan rasa takut. Menurut Lamaze, wanita dapat dikondisikan supaya tidak mengalami rasa nyeri saat melahirkan misalnya dengan cara memusatkan perhatian pada satu tititk tertentu, menarik nafas, dukungan oleh suami atau orang lain.

Salah satu factor yang dapat mempengaruhi nyeri persalinan tetepai jarang disebutkan adalah makna kelahiran. Wanita dapat mengurangi nyeri persalinannya dengan cara mengurangi sensasi dan mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri. Penggunaan metode psikologis untuk melawan nyeri tampak jelas (melzack dan wall). Rasa nyeri sering muncul akibat respon psikis dan reflex fisik.

Menurut hasil penelitian Setiawan dan Tanjung, komunikasi terapeutik adalah terapi yang efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan dan rasa takut terhadap pasien pre operasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa nyeri persalinan yang disebabkan

oleh rasa takut, cemas dan kepanikan tersebut akan dapat teratasi dengan teknik komunikasi terapeutik tersebut dan nyeri persalinan akan lebih terasa ringan. Tujuan komunikasi terapeutik itu sendiri adalah realisasi atau penerimaan terhadap diri sendiri, lebih menguasai dan mengontrol emosi, mengurangi beban perasaan dan pikiran, mengurangi keraguan yang ada pada diri sendiri dan mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Damaiyanti, 2008).

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut beberapa teori yang ada bahwa nyeri persalinan yang timbul karena rasa kecemasan, ketakutan dan kepanikan, yang dapat memperberat nyeri persalinan akan mampu diatasi dengan pemberian komunikasi terapeutik, dimana terlihat bahwa tujuan dari komunikasi terapeutik tersebut adalah mengurangi beban pikiran rasa takut dan cemas yang dihadapi oleh pasien.

Berdasarkan hasil penelitian dan interpretasi data menegnai pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan kala I fase aktif (4-8cm) di klinik santi medan, didapat bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan, diman Pvalue= 0,000 yang berarti (P<0,05). Hal ini di dukung oleh paparan teori yang telah di jabarkan diatas.

3. Keterbatasan penelitian

Keterbatasan yang dialami peneliti saat penelitian Februari-Mei 2012 dengan jumlah responden 40 orang ibu inpartu fisiologis adalah bahwa pada responden yang primigravida sering terjadi perlakuan komunikasi yang terputus-putus. Hal ini dikarenakan karena pada primigravida banyak responden yang minta untuk pulang kerumahnya dulu dan akan kembali keklinik jika nyeri yang ia rasakan sudah sangat tak terhanakan lagi. Misalnya pada ibu primigravida yang datang keklinik dengan pembukaan 4cm, seharusnya ibu tersebut sudah sesuai dengan kriteria responden

yang diharapkan, tetapi pada kenyataanya, si ibu memilih untuk kembali kerumah, sehingga perlakuan komunikasi yang terstruktur akan sedikit rancu, tetapi hal ini tidak sering terjadi selama penelitian berlangsung..

Keterbatasan yang lain adalah dijumpai tidak sama pada pembukaan serviksnya dan paritas yang tidak homogeny sehingga intensitas nyeri yang dirasakan berbeda- beda.

4. Implikasi untuk asuhan kebidanan/pendidikan kebidanan

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa komunikasi terapeutik sebagai salah satu metode pengendalian nyeri secara non-farmakologi yang berpengaruh terhadap pengurangan nyeri persalinan kala I fase aktif. Oleh sebab itu, komunikasi terapeutik dapat digunakan sebagai intervensi dalam asuhan kebidanan pada ibu inpartu kala I fase aktif yang mempunyai keluhan nyeri dalam persalinan tanpa efek samping pada ibu dan bayi. Dalam keseharian mahasiswa ada baiknya jika komunikasi terapeutik ini diterapkan agar menjadi kebiasaan yang baik dan mempermudah mahasiswa melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien di rumah sakit.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan kala I fase aktif (4-8 cm) di klinik santi medan tahun 2012 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik demografi responden di klinik santi medan bulan February-mei 2012 diperoleh bahwa sebagian besar responden berada pada rentang usia 20- 35 tahun sebanyak 35 orang (87.5%). Berdasarkan pekerjaan sebagian besar tidak bekerja sebanyak 27 responden (67.5%), berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar adalah lulusan SMA sebanyak 17 responden (42.5%). Berdasarkan status perkawinan seluruh responden adalah kawin sebanyak 40 responden (100%), berdasarkan gravid (kehamilan) sebagian besar adalah primigravida (kehamilan pertama) sebanyak 16 responden (40%) 2. Tingkat nyeri persalinan sebelum dilakukan komunikasi terapeutik sebagian

besar responden berada pada tingkat nyeri sangat mengganggu sebanyak 16 responden (40%), setelah mendapat komunikasi terapeutik sebagisn besar berada pada tingkat nyeri agak mengganggu sebanyak 17 responden (42.5%). 3. intensitas nyeri sebelum komunikasi terapeutik diperolah rata-rata 4,45

dengan standart deviasi 0,846. Intensitas nyeri sesudah dilakukan komunikasi terapeutik diperoleh rata-rata 3,50 dengan standar deviasi 1,038.

4. Nilai Pvalue intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi komunikasi terapeutik diperoleh 0,000 dengan uji wilcoxon. Yang memiliki arti bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif.

Dokumen terkait