• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

5.2.1 Preparasi dan Pengukuran Frekuensi Murattal Al-Fatihah

Pengujian pengukuran frekuensi murattal ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara identitas bunyi yang dihasilkan oleh

murattal dengan kemampuan suara dalam mempengaruhi sel. Identitas bunyi dapat

dinyatakan oleh 3 hal, yaitu intensitas bunyi, frekuensi bunyi, dan warna bunyi (timbre). Intensitas bunyi diperlihatkan oleh keras dan lemahnya bunyi, frekuensi berhubungan dengan tinggi atau rendahnya bunyi, dan timbre memberi gambaran pengaruh bunyi latar yang mempengaruhi bunyi asli (Jati dan Priyambodo, 2008). Sampel yang digunakan untuk pengujian aktivitas sitotoksik adalah audio

Murattal Al-Fatihah yang dibacakan oleh Syaikh Misyari Rasyid. Pemilihan audio

berdasarkan subjektivitas peneliti karena alunan murattal yang dibacakan merdu dan berirama indah. Audio murattal Al-Fatihah direkam dan dimasukkan ke dalam software Audacity. Kemudian dilakukan analisis spektrum untuk mengetahui frekuensi dan intensitas suara murattal (desibel). Hasil frekuensi yaitu 16 Hz sampai 8 KHz dan intensitas suara murattal yaitu 15-63 desibel (dB) dengan kontrol

size 1024 pada software. Kontrol size ini dapat mengatur divisi frekuensi yang

terdapat pada spektrum. Semakin besar size dalam spektrum, semakin akurat frekuensi yang didapat. Frekuensi yang bervariasi terjadi karena audio yang digunakan berupa vokal suara dan bukan frekuensi tunggal. Rentang frekuensi yang didapatkan termasuk dalam rentang suara yang dapat didengarkan manusia. Frekuensi yang dapat didengarkan manusia yaitu pada kisaran 16/20 – 20.000 Hz. Diluar daerah audible frequency ini bunyi tidak dapat terdengar, tetapi gelombang

elastik tetap disebut bunyi, termasuk infrasonik (lebih kecil dari 16 Hz) dan ultrasonik (lebih besar dari 20.000 Hz) (Sarojo, 2011; Giancoli, 2001). Intensitas suara yang dihasilkan dari pengukuran juga pada rentang suara yang dapat didengarkan, karena batas pendengaran manusia pada 0 desibel (Giancoli, 2001). Warna bunyi (timbre) tidak dapat diketahui karena tidak adanya bunyi latar yang menyertai suara asli murattal.

Suara merupakan gelombang mekanik yang menghasilkan getaran pada partikel dalam medium. Beberapa organisme dapat merespon stimulasi suara dengan efek positif pada pertumbuhan (Gu et al., 2016). Pada penelitian-penelitian lainnya menyebutkan bahwa suara dengan frekuensi-frekuensi tertentu dapat memberikan efek penghambatan dan efek pertumbuhan terhadap organisme. Periode perkecambahan kacang hijau mengalami penurunan setelah perlakuan dengan suara pada frekuensi 1,0-2,5 kHz (Cai et al., 2014). Selain itu, musik dapat mempengaruhi penurunan pertumbuhan pada Serratia marcescens (Sarvaiya dan Kothari, 2015). Penelitian Jones et al (2000) paparan suara 261 Hz dapat mempengaruhi proliferasi selular berdasarkan durasi paparan. Durasi paparan suara 30 detik 2 kali sehari ke sel dapat meningkatkan jumlah sel, sedangkan durasi paparan 120 detik 2 kali sehari dapat menurunkan jumlah sel ketika masing-masing dibandingkan dengan kontrol sel.

Intensitas suara juga memberikan pengaruh terhadap sel selain frekuensi. Penelitian dari Fabien Maman (1997) menggunakan sel darah sehat, hemoglobin, dan sel HeLa (sel kanker serviks) dari uterus pada kultur sel. Sel kanker ditemukan menjadi tidak stabil dan terdisintegrasi (hancur) ketika didengarkan seluruh not

musik dengan skala 30-40 desibel, sedangkan sel sehat menerima nada dan tidak terjadi perlawanan (Maman, 1997 dalam Heather, 2007).

Pengukuran frekuensi suara pada penelitian ini berada pada rentang 16 Hz - 8 Hz dan intensitas suara 15 – 63 desibel. Frekuensi dan intensitas suara yang didapat ini termasuk ke dalam rentang frekuensi dan intensitas suara dari penelitian sebelumnya yang dapat memberikan pengaruh kepada sel. Namun, frekuensi dan desibel yang dihasilkan dari murattal Al-Fatihah ini tidak dapat diatur seperti frekuensi tunggal atau desibel tertentu yang memberikan pengaruh terhadap sel. Apabila suara murattal dalam penelitian ini dapat memberikan pengaruh, tidak dapat dipastikan bahwa frekuensi dan desibel yang dihasilkan inilah yang memberikan pengaruh.

5.2.2 Uji Sitotoksik dengan Metode MTT Assay

Pengaruh audio murattal Al-Fatihah sebagai antikanker diuji secara in vitro terhadap kultur sel vero dan HeLa serta pengaruhnya bersama cisplatin sebagai terapi supportive menggunakan metode MTT Assay. Metode ini menghasilkan nilai absorbansi yang diolah menjadi persen viabilitas sehingga dapat diketahui pengaruh sampel terhadap sel.

Pengaruh sitotoksik dari paparan audio murattal Al-Fatihah dapat dilihat berdasarkan perubahan morfologi sel secara mikroskopis yang ditunjukkan pada gambar 5.2. Sel vero memiliki bentuk pipih dan poligonal, sel ini merupakan sel monolayer dan termasuk jenis epithelial-like. Sel ini menempel dengan kuat pada lapisan substrat yang berbahan polistiren dan membentuk ikatan kovalen (Sons, 2008 dalam sutedjo dkk, 2016). Sel vero yang diberi perlakuan dengan paparan

murattal terdapat beberapa sel yang mati dengan tidak adanya contact inhibition.

Sel HeLa sehat berbentuk lonjong dan melekat pada dasar sumuran. Perubahan morfologi sel HeLa menjadi bulat dan mengapung menunjukkan sel HeLa mengalami kematian (Mardiyaningsih dan Ismiyati, 2014). Perubahan morfologi bisa pula berupa pengkerutan (cell shrinkage), perubahan sel menjadi bulat, dan hilang kontak dengan tetangga (contact inhibition) (Hutomo dkk, 2016). Pada sel HeLa yang dipaparkan murattal tampak terdapat perubahan morfologi sel yang merupakan tanda kematian sel. Pada sel HeLa yang diberikan cisplatin dengan konsentrasi 10 µg/mL dan 20 µg/mL dengan paparan dan tanpa paparan murattal juga terlihat demikian. Perubahan morfologi yang tampak yaitu pengkerutan (cell

shrinkage) sehingga sel tampak lebih kecil, selain itu terdapat perubahan sel

menjadi bulat dan kehilangan contact inhibition.

Perlakuan berikutnya yaitu pemberian reagen MTT dan larutan stopper. Prinsip uji MTT yaitu membaca absorbansi dari formazan yang dihasilkan dengan menggunakan ELISA reader (Amir dan Murcitro, 2017). Sel hidup dapat mereduksi MTT, sedangkan sel mati tidak dapat karena enzim di dalam sel tidak berfungsi lagi untuk mereduksi MTT. Prinsipnya yaitu enzim mitokondria bekerja pada sel aktif yang melakukan metabolisme garam tetrazolium, sehingga pemutusan cincin tetrazolium oleh enzim dehydrogenase terjadi dan menyebabkan tetrazolium berubah menjadi formazan yang tidak larut dan berwarna ungu (Mosmann, 1983). Formazan terbentuk dari reaksi reduksi MTT yang hanya dapat dilakukan oleh sel hidup, sehingga absorbansi dari formazan ini berbanding lurus terhadap viabilitas sel (Ismiyati dan Nurhaeni, 2016).

Hasil dokumentasi pembentukan formazan dapat dilihat pada gambar 5.3. Sel vero perlakuan dan kontrol terlihat membentuk formazan. Formazan yang terbentuk menunjukkan sel hidup karena mampu reduksi MTT (Ismiyati dan Nurhaeni, 2016). Paparan murattal Al-Fatihah juga dapat mempengaruhi kondisi sel HeLa. Hal ini ditunjukkan dari sel HeLa perlakuan terbentuk lebih sedikit formazan dibandingkan dengan kontrol. Sel HeLa dengan cisplatin 10 µg/mL perlakuan membentuk sedikit formazan dibandingkan dengan kontrol. Formazan lebih sedikit pada sel HeLa yang diberikan dosis lebih tinggi yaitu 20 µg/mL dengan perlakuan paparan. Hal ini dimungkinkan paparan murattal dapat bekerja bersamaan dengan cisplatin dan membuat sel HeLa mengalami kematian.

Penambahan reagen stopper (bersifat detergenik) dilakukan kepada sel yang telah terbentuk formazan. Reagen ini dapat melarutkan kristal berwarna ungu (formazan) yang kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 595 nm (Freshney, 2005). Panjang gelombang 595 nm digunakan karena pengukuran optimum didapatkan dengan panjang gelombang ini sehingga dihasilkan data yang peka dan spesifik (Kusuma dkk, 2010). Intensitas warna ungu dari formazan terbentuk sebanding dengan jumlah sel yang dapat melakukan metabolisme. Semakin kuat intensitas warna ungu maka absorbansi akan semakin besar (Dona dkk, 2016). Hasil absorbansi diolah datanya menjadi viabilitas sel (% sel hidup).

Hasil data untuk sel vero ditunjukkan pada gambar 5.4 (a) dengan perlakuan paparan murattal Al-Fatihah selama 30 menit. Viabilitas sel vero yang dipaparkan murattal bernilai 75.97%. Menurut hasil data yang didapatkan menunjukkan bahwa

paparan murattal mempunyai pengaruh sitotoksik terhadap sel vero. Pengaruh sitotoksik terhadap sel normal tidak diinginkan dalam setiap terapi pengobatan kanker, karena hal ini menunjukkan bahwa terapi yang diuji tidak selektif terhadap sel kanker. Penelitian sebelumnya dari Fabien Maman (1997) menggunakan sel darah sehat, hemoglobin, dan sel HeLa (sel kanker serviks) dari uterus pada kultur sel. Sel sehat yang diberikan not musik tidak terjadi perlawanan dan menerima nada (tidak terdisintegrasi dan stabil) sedangkan sel HeLa terdisintegrasi dan tidak stabil (Maman, 1997 dalam Heather, 2007). Penurunan viabilitas sel vero yang didapatkan dalam penelitian ini kemungkinan terjadi karena terdapat kontaminasi. Kontaminasi bisa terjadi saat persiapan sampel yang mana dalam persiapan sel memerlukan teknik pipetting yang benar dan steril. Pengujian in vitro dengan menggunakan kultur sel rentan mengalami kontaminasi, oleh karena itu setiap perlakuan harus dilakukan se-aseptis mungkin (CCRC, 2009).

Grafik 5.4 (b) menunjukkan hasil perlakuan paparan murattal terhadap sel HeLa dengan lama paparan 30 menit. Nilai viabilitas yang didapatkan yaitu 80,14%, 69,86%, 64,32%, 43,16% dan 43,00% berturut-turut untuk sel HeLa perlakuan, kontrol sel HeLa dengan cisplatin 10 µg/mL, sel HeLa dengan cisplatin 10 µg/mL perlakuan, kontrol sel HeLa dengan cisplatin 20 µg/mL, dan sel HeLa dengan cisplatin 20 µg/mL perlakuan. Sel HeLa perlakuan mengalami penurunan viabilitas dibandingkan dengan kontrol sel HeLa dengan nilai viabilitas 80.14%. Viabilitas kontrol sel HeLa dengan cisplatin 10 µg/mL (tanpa paparan murattal) yaitu 69.86%. Hal ini menunjukkan cisplatin dengan dosis 10 µg/mL dapat menurunkan viabilitas lebih besar dibandingkan paparan audio murattal Al-Fatihah

selama 30 menit. Sedangkan kombinasi cisplatin 10 µg/mL dengan paparan

murattal (perlakuan) terdapat penurunan viabilitas lebih besar dibandingkan

kontrol (tanpa paparan murattal) dengan nilai 64.32%. Hasil ini menunjukkan paparan audio murattal Al-Fatihah dapat bersinergi dengan cisplatin 10 µg/mL. Sel HeLa dengan dosis cisplatin lebih besar yaitu 20 µg/mL tanpa paparan murattal (kontrol) mempunyai nilai viabilitas 43,16%, sedangkan kelompok perlakuannya bersamaan dengan murattal tidak terdapat banyak perbedaan dengan nilai viabilitas 43%. Uji lanjutan diperlukan untuk mengetahui signifikansi perbedaan antar perlakuan dengan menggunakan uji SPSS. Uji yang dilakukan yaitu Independent

T-Test dan Post Hoc Tukey untuk membandingkan data antar varian.

Analisis data secara statistik diawali menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas dengan aplikasi IBM SPSS 23 version (lampiran). Uji normalitas dan homogenitas digunakan sebagai syarat untuk Uji T dan Post Hoc Tukey. Uji normalitas yang digunakan yaitu Shapiro-Wilk karena jumlah variabel yang kurang dari 50. Interpretasi hasil dari uji normalitas yaitu apabila didapatkan nilai p > 0,05 berarti data terdistribusi normal, namun apabila nilai p < 0,05 berarti data tidak terdistribusi normal. Seluruh data yang diuji (lampiran) menghasilkan nilai lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) yang berarti data terdistribusi normal. Kemudian dilanjutkan dengan uji homogenitas dengan uji levene. Interpretasi uji homogenitas dinilai dari nilai p > 0,05 yang berarti data homogen dan apabila nilai p < 0,05 berarti data tidak homogen. Kelompok uji penelitian dibagi kepada sel vero dan sel HeLa, sehingga uji homogenitas dibagi kepada dua kelompok sel dengan nilai data 0,101 (p > 0,05) untuk kelompok sel vero dan nilai 0,206 (p > 0,05) untuk kelompok

sel HeLa yang berarti data kedua kelompok adalah homogen. Uji selanjutnya yaitu perbandingan antara kontrol sel vero dan sel vero perlakuan dengan uji T. Interpretasi data dari uji T yaitu apabila p < 0,05 berarti terdapat perbedaan bermakna secara statistik dan apabila p > 0,05 berarti tidak terdapat perbedaan bermakna. Hasil yang didapatkan yaitu 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara kontrol sel vero dan sel vero yang diberi paparan

murattal Al-Fatihah.

Uji selanjutnya yaitu post hoc tukey yang berfungsi untuk membandingkan antar varian pada kelompok uji sel HeLa. Kelompok perlakuan yang dibandingkan yaitu Kontrol sel HeLa, sel HeLa perlakuan, kontrol sel HeLa dan Cisplatin 10 µg/mL, sel HeLa dan Cisplatin 10 µg/mL perlakuan, kontrol sel HeLa dan cisplatin 20 µg/mL, dan sel HeLa dan Cisplatin 20 µg/mL perlakuan. Uji ini memiliki interpretasi data yang sama dengan uji T yaitu apabila p < 0,05 berarti terdapat signifikansi perbedaan antar varian dan apabila p > 0,05 berarti tidak terdapat signifikansi perbedaan. Semua varian yang diuji mendapatkan nilai 0,000 (p < 0,05) kecuali perbandingan antara kontrol sel HeLa dan Cisplatin 20 dan sel Hela dan Cisplatin 20 yang dipaparkan murattal mendapatkan nilai 1,000 (p > 0,05) sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, dua kelompok ini tidak dilakukan uji lanjutan menggunakan metode flowcytometry.

Penelitian tentang pengaruh dan terapi suara/musik terhadap sel kanker sebelumnya pernah dilakukan, akan tetapi efek biologis dari suara/musik tersebut masih belum dapat diketahui (Lestard et al., 2013). Penelitian dari Fabien Maman (1997) menggunakan sel darah sehat, hemoglobin, dan sel HeLa (sel kanker

serviks) dari uterus pada kultur sel. Sel kanker ditemukan menjadi tidak stabil dan terdisintegrasi (hancur) ketika didengarkan seluruh not musik dengan skala 30-40 desibel, sedangkan sel sehat menerima nada dan tidak terjadi perlawanan (Maman, 1997 dalam Heather, 2007). Penelitian Lestard et al. (2013) mengenai efek langsung musik (Beethoven, Ligeti, dan Mozart) terhadap sel non-audiotory yaitu sel kanker payudara MCF7 menemukan bahwa musik dapat mempengaruhi parameter fungsi morfologi seluler, seperti ukuran sel dan granularitas dalam kultur sel. Musik atau suara yang terdengar dapat memodulasi proses fisiologi dan patofisiologi. Penelitian berikutnya menyatakan bahwa pengaruh dari getaran akustik terhadap sel auditory atau sel non-auditory yaitu menghentikan pertumbuhan sel dan menginduksi kematian sel. Penelitian ini dilakukan terhadap sel MCF-7 dan MDA-MB-231 yang merupakan kultur sel kanker payudara (Lestard dan Capella, 2016). Namun kesimpulan mengenai mekanisme dari suara yang mempengaruhi sel tersebut belum diketahui pasti.

Hasil yang diperoleh pada uji MTT terhadap sel vero (sel normal) yaitu suara murattal Al-Fatihah dapat mengurangi viabilitas sel vero. Ketika hasil pengujian didapatkan berkurang, berarti ada kemungkinan suara murattal memberikan efek sitotoksik terhadap sel vero. Efek sitotoksik pada sel vero (normal) tidak diharapkan dalam terapi kanker. Sedangkan pada penelitian sebelumnya pengujian musik terhadap sel normal tidak mengalami perubahan (Maman, 1997 dalam Heather, 2007). Penyebab berkurangnya viabilitas terhadap sel normal dalam penelitian ini kemungkinan terjadi karena kesalahan peneliti dalam persiapan sampel. Penelitian dengan in vitro harus dilakukan dengan steril

dan aseptis. Sehingga apabila terdapat kesalahan, bisa menyebabkan kontaminasi dan mempengaruhi kematian sel yang dikultur.

Hasil uji paparan murattal terhadap sel HeLa dan kombinasinya dengan cisplatin didapatkan hasil penurunan viabilitas. Penurunan viabilitas menunjukkan pengaruh sitotoksik dari paparan murattal terhadap sel HeLa dan kombinasinya dengan cisplatin. Penelitian sebelumnya pengaruh suara (sonic) dengan frekuensi 261 Hz dengan durasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Paparan suara 30 detik dapat meningkatkan proliferasi sel, sedangkan paparan lebih lama yaitu 120 detik dapat menurunkan proliferasi sel. Mekanisme kerja untuk dosis (waktu) yang mempengaruhi jumlah sel dari energi suara belum diketahui, akan tetapi kemungkinan perubahan jumlah sel dikarenakan vibrasi suara (Jones et al., 2000). Pengaruh suara terhadap sel nonauditory berhubungan dengan stres mekanik yang disebabkan oleh getaran (vibrasi) mekanik (Lestard dan Capella, 2016). Berdasarkan hal ini, kemungkinan mekanisme pengaruh suara terhadap sel dikarenakan vibrasi atau getaran mekanik yang dihasilkan oleh suara itu. Untuk memastikan mekanisme yang terjadi, memerlukan penelitian lebih lanjut.

5.2.3 Analisis Siklus Sel dan Apoptosis dengan Metode Flowcytometry

Penurunan viabilitas sel menunjukan pada dua kejadian fisiologis yaitu kematian sel (nekrosis/apoptosis) dan/atau penghambatan siklus sel (Larasati dkk., 2014). Oleh karena itu, pengujian lanjutan dilakukan untuk mengetahui distribusi populasi sel dari proses siklus sel yang terjadi. Paparan audio murattal Al-Fatihah, yang telah diuji menggunakan metode MTT Assay, dilanjutkan pengujiannya dengan menggunakan metode flowcytometry. Penggunaan metode ini dilakukan

untuk mengetahui siklus sel dan apoptosis. Sel yang diuji menggunakan metode ini yaitu Sel Vero, Sel Hela, dan Sel HeLa yang di-treatment dengan cisplatin 10 µg/mL. Sel HeLa yang diberi perlakuan dengan cisplatin 20 µg/mL tidak diuji karena pada pengujian menggunakan metode MTT Assay tidak terdapat perbedaan signifikan antara perlakuan dengan murattal dan kontrol.

Pembacaan data flowcytometry dilihat melalui akumulasi yang terjadi pada fase siklus sel dan dibandingkan dengan kontrol. Akumulasi pada fase tertentu menandakan adanya penghambatan (arrest) pada fase tersebut (Handayani dkk., 2017; Da’i dkk., 2011).

Hasil pembacaan flowcytometry sel vero yang ditunjukkan pada gambar 5.5 menunjukkan bahwa paparan audio murattal Al-Fatihah dapat mempengaruhi sel vero. Pada fase G0-G1 dan S sel vero yang didengarkan murattal (63,57% dan 9,96,%) terjadi akumulasi sel yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol sel (60,13% dan 9,26%). Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya hambatan pada fase G0-G1 dan S. Akan tetapi pada fase M1 (sub G1), sel vero yang diberikan perlakuan (5,12%) lebih kecil dibandingkan kontrol (6,86%). Akumulasi sel di fase sub G1 mengindikasikan terjadinya peristiwa apoptosis, tanpa melalui penghambatan siklus sel (Haryanti dkk., 2017). Melalui hasil ini dapat diperkirakan bahwa paparan murattal tidak mempengaruhi apoptosis sel vero pada fase sub G1. Selain itu, fase G2-M dan fase M5 pada kelompok perlakuan sel vero (17,52% dan 4,42%) juga menunjukkan nilai lebih kecil dibandingkan kontrol (18,66% dan 5,8%). Akumulasi pada M5 (hiperploidi) yang sebelumnya terjadi akumulasi (penghambatan) pada fase G2-M akan menyebabkan apoptosis (Da’i dkk., 2011).

Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan penghambatan siklus sel vero oleh paparan murattal (G0-G1 dan S arrest), namun paparan tidak menstimulasi terjadinya apoptosis sebelum memasuki siklus sel dan tidak menginduksi apoptosis pada akhir siklus sel.

G0-G1 dan S arrest terjadi pada sel vero yang diberikan paparan murattal Al-Fatihah. Kemungkinan terdapat kerusakan sel dan murattal Al-Fatihah dapat menstimulasi mekanisme checkpoint sel. Sel ditahan pada fase tersebut untuk perbaikan sel. Kemudian siklus sel dilanjutkan sehingga terjadi penurunan apoptosis yang dilihat dari fase G2-M dan M5 yang lebih kecil daripada kontrol. Pada siklus sel, khususnya interfase terdapat dua checkpoint, yaitu inisiasi replikasi DNA yang terjadi pada transisi G1 ke tahap S dan inisiasi dari mitosis yang terjadi pada transisi G2 ke tahap M. Regulasi checkpoint berhubungan dengan tumor

suppressor gene, salah satunya yaitu gen p53. P53 dapat mengenali sesuatu yang

menyimpang seperti DNA rusak atau sel distimulasi onkogen (Istindiah dan Auerkari, 2001). Saat terjadi kerusakan DNA, p53 menahan sel untuk memasuki fase berikutnya dan memberikan waktu pada DNA untuk melakukan perbaikan (Dharmayanti, 2003).

Pengujian flowcytometry siklus sel selanjutnya yaitu kelompok sel HeLa. Fase sub G1 sel HeLa perlakuan (6,54%) tidak terdapat akumulasi yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol (7,55%). Hal ini menunjukkan bahwa paparan

murattal tidak menginduksi apoptosis sel HeLa melalui penghambatan pada siklus

sel (Haryanti dkk., 2017). Sel HeLa perlakuan terjadi G2-M arrest dengan akumulasi 22,01% dibandingkan kontrol 20,26%. Hasil ini diikuti oleh akumulasi

pada fase M5 (6,25%) dibandingkan kontrol (4,4%). Akumulasi pada M5 (hiperploidi) yang sebelumnya terjadi akumulasi (penghambatan) pada fase G2-M akan menyebabkan apoptosis (Da’i dkk., 2011). Akumulasi fase M5 pada sel HeLa perlakuan ini menunjukkan bahwa terjadi induksi apoptosis yang dipengaruhi oleh

murattal.

Hasil selanjutnya yaitu kelompok sel HeLa dengan cisplatin 10 µg/mL. Pada fase sub G1, sel Hela dengan cisplatin 10 µg/mL perlakuan bernilai 13,84% dibandingkan kontrol bernilai 14,42%. Nilai kelompok perlakuan yang lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol menunjukkan bahwa paparan murattal tidak mempengaruhi apoptosis melalui penghambatan pada siklus sel (Haryanti dkk., 2017). Kelompok perlakuan terdapat S arrest dengan akumulasi 22,19% dibandingkan kontrol 21,57% dan G2-M arrest dengan akumulasi 20,72% dibandingkan kontrol 19,04%. G2-M arrest diikuti oleh akumulasi pada fase M5 kelompok perlakuan (7,36%) yang lebih besar daripada kontrol (6%). Akumulasi pada M5 (hiperploidi) yang sebelumnya terjadi akumulasi (penghambatan) pada fase G2-M akan menyebabkan apoptosis (Da’i dkk., 2011). Hasil ini menunjukkan induksi apoptosis dapat dipengaruhi oleh paparan murattal bersamaan dengan cisplatin. Oleh karena itu, paparan murattal Al-Fatihah yang dikombinasikan dengan cisplatin dapat direkomendasikan sebagai terapi pendukung untuk pengobatan kanker serviks.

Hasil uji MTT Assay dan flowcytometry saling mendukung pada kelompok sel HeLa. Pada uji MTT Assay, sel HeLa dengan cisplatin 10 µg/mL dan tanpa cisplatin perlakuan (dipaparkan murattal) terjadi penurunan viabilitas yang

menunjukkan bahwa paparan murattal dapat memberikan pengaruh sitotoksik pada sel HeLa. Hasil ini didukung dengan pengujian flowcytometry bahwa paparan

murattal dapat menghambat pertumbuhan sel HeLa pada fase G2-M serta induksi

apoptosis dengan akumulasi sel pada fase M5. Paparan murattal juga dapat membantu cisplatin menghambat pertumbuhan sel HeLa pada fase S dan G2-M beserta induksi apoptosis yang ditunjukkan akumulasi sel pada fase M5.

Dokumen terkait