• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh jenis pekerjaan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan

Hasil penelitian menyebutkan bahwa ada pengaruh positif jenis pekerjaan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Hal ini didukung hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi β3 (ρ=0,036) lebih kecil dari nilai alpha (α=0,05). Artinya semakin jenis pekerjaan karyawan cenderung memiliki hak penuh memberikan diagnosa dan terapi pengobatan pada pasien, maka derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan semakin tinggi dan semakin jenis pekerjaan karyawan tidak

cenderung memiliki hak penuh memberi diagnosa dan terapi pengobatan pada pasien, maka derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan semakin rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Goleman bahwa dengan dimilikinya kemampuan mengelola emosi, maka seseorang mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain. Membina hubungan dengan orang lain adalah aspek sosial yang mendukung keberhasilan dalam berkarier (Goleman, 1999:58). Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam bekerja termasuk juga keberhasilan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki, semakin besar pula kesempatan untuk mencapai keberhasilan. Hasil ini juga didukung dengan pengujian statistik hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan yang nunjukkan nilai R sebesar 0,793 (lampiran VI hal.132) yang berarti 79,3% variabel kualitas pelayanan karyawan dijelaskan oleh variabel kecerdasan emosional.

Karyawan dengan jenis pekerjaan medis, secara signifikan memiliki kualitas pelayanan yang baik. Hal ini terjadi karena dalam melakukan tugasnya mereka sangat berorientasi pada pemberian layanan yang terbaik bagi pasien. Bagi mereka, pasien harus mendapatkan pelayanan yang terbaik dengan menepati janji sesuai jadwal, berusaha mengenal pasiennya dengan baik, mendiagnosa secara akurat, serta mengingat dan memperhatikan keluhan-keluhan yang disampaikan. Selain itu mereka

juga memiliki keterampilan, kemampuan, pengetahuan, keahlian dalam dunia kedokteran dan kepercayaan diri yang tinggi agar dapat menjalankan tugas-tugasnya. Mereka juga bertanggung jawab dan menjadi ujung tombak dalam membangun citra rumah sakit agar tetap dipandang baik dan mendapat kepercayaan dari masyarakat.

Deskripsi kualitas pelayanan menunjukkan bahwa kualitas pelayanan sebagian besar karyawan rumah sakit (132 karyawan (58,7%)) terkategorikan baik dan sebagian yang lain (92 karyawan (40,9%)) terkategorikan sangat baik. Kualitas pelayanan yang baik ini tampak pada penyampaian informasi secara jelas, menghargai komitmen terhadap pasien maupun rekan kerja, memiliki kepercayaan diri dan saling percaya satu sama lain. Para karyawan juga memiliki kesungguhan dalam memperhatikan masalah dan kepentingan pasien, memberikan respon dan bantuan dengan cepat dan efisien terhadap kebutuhan dan keluhan, memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan, serta berusaha membuat pasien merasa nyaman saat menerima layanan. Mereka mengerjakan tugas dengan benar sejak pertama kali, berorientasi pada layanan, serta sensitif dan responsif terhadap kebutuhan pasien dan rekan kerja. Selain itu karyawan selalu berpakaian rapi dan mencerminkan citra profesional, berlaku ramah dan penuh respek, serta memiliki kemampuan dalam memanfaatkan peralatan yang modern.

Deskripsi tingkat kecerdasan emosional menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosional sebagian besar karyawan rumah sakit (150

karyawan (66,7%)) terkategorikan tinggi dan selebihnya (75 karyawan (33,3%)) sangat tinggi. Hal tersebut tampak dari kesadaran dimilikinya berbagai keterbatasan dan keyakinan yang tinggi untuk mencapai keberhasilan, mampu mengenali emosi dalam diri sendiri, mampu memahami orang lain serta mampu memotivasi diri saat keadaan terpuruk. Mereka juga menjunjung tinggi nilai- nilai kejujuran dan keadilan dalam bekerja, bertanggung jawab atas hasil pekerjaan, siap menanggung resiko, mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan lingkungan, menyukai ide dan informasi baru yang positif, suka memanfaatkan kesempatan/peluang, serta tulus dalam memberikan pelayanan. Mereka juga mampu memahami sasaran dan tujuan kelompok, memberikan kesempatan pada orang lain untuk mencapai keberhasilan, memahami berbagai pendapat orang lain dan memberikan pemecahan persoalan yang dapat diterima bersama, terbuka pada pendapat orang lain, serta mampu menjadi teladan bagi orang lain.

Dari hasil penelitian tersebut di atas, dapat dilihat bahwa karyawan yang mampu memberikan kualitas pelayanan yang baik adalah karyawan yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini terjadi karena untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik terutama pada rumah sakit diperlukan sumber daya manusia yang baik pula. Sumber daya manusia yang baik adalah sumber daya manusia yang mampu mengendalikan dan mengelola emosinya, bertanggung jawab terhadap kelangsungan dan citra baik dari rumah sakit, memiliki pengetahuan,

kemampuan dan keahlian dalam bidang kedokteran, serta berorientasi pada layanan. Kriteria ini sebagian besar ditemui pada karyawan dengan jenis pekerjaan yang medis yaitu jenis pekerjaan yang memiliki hak penuh dalam mendiagnosa dan memberikan terapi pengobatan pada pasien. Sedangkan pada karyawan selain medis, mereka tidak memiliki hak penuh dalam mendiagnosa dan memberikan terapi pengobatan pada pasien, serta tidak bertanggung jawab atas diri pasien. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif jenis pekerjaan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Semakin jenis pekerjaan karyawan cenderung memiliki hak penuh memberikan diagnosa dan terapi pengobatan pada pasien, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan akan semakin tinggi dan semakin jenis pekerjaan karyawan cenderung tidak memiliki hak penuh memberikan diagnosa dan terapi pengobatan pada pasien, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan akan semakin rendah.

2. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan

Hasil penelitian menyebutkan bahwa ada pengaruh positif tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Hal ini didukung hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi β3 (ρ=0,026) lebih kecil dari nilai alpha (α=0,05). Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan

semakin tinggi dan semakin rendah tingkat pendidikan, maka derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan akan semakin rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Goleman bahwa dengan dimilikinya kemampuan mengelola emosi, maka seseorang mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain. Membina hubungan dengan orang lain adalah aspek sosial yang mendukung keberhasilan dalam berkarier (Goleman, 1999:58). Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam bekerja termasuk dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki, semakin besar pula kesempatan untuk mencapai keberhasilan. Hasil ini juga didukung dengan pengujian statistik hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan yang nunjukkan nilai R sebesar 0,793 (lampiran VI hal.132) yang berarti 79,3% variabel kualitas pelayanan karyawan dijelaskan oleh variabel kecerdasan emosional.

Karyawan dengan tingkat pendidikan tinggi, secara signifikan memiliki kualitas pelayanan yang baik. Hal ini terjadi karena mereka memiliki keterampilan, kemampuan, pengetahuan, wawasan, dan keahlian yang lebih tinggi (Coombs dalam Yusuf, 1982:62). Hal ini tentu membantu mereka dalam melaksanakan tugasnya, membantu mereka menjadi pribadi yang berprinsip, tidak mudah menyerah ataupun terpengaruh oleh keadaan, serta memiliki jaminan keandalan. Para

karyawan ini juga lebih terbuka terhadap perkembangan, adanya ide dan informasi baru yang positif serta mampu menghargai dan menerima keberadaan orang lain.

Deskripsi kualitas pelayanan menunjukkan bahwa kualitas pelayanan sebagian besar karyawan rumah sakit (132 karyawan (58,7%)) terkategorikan baik dan sebagian yang lain (92 karyawan (40,9%)) terkategorikan sangat baik. Kualitas pelayanan yang baik ini tampak pada penyampaian informasi secara jelas, menghargai komitmen terhadap pasien maupun rekan kerja, memiliki kepercayaan diri dan saling percaya satu sama lain. Para karyawan juga memiliki kesungguhan dalam memperhatikan masalah dan kepentingan pasien, memberikan respon dan bantuan dengan cepat dan efisien terhadap kebutuhan dan keluhan, memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan, serta berusaha membuat pasien merasa nyaman saat menerima layanan. Mereka mengerjakan tugas dengan benar sejak pertama kali, berorientasi pada layana n, serta sensitif dan responsif terhadap kebutuhan pasien dan rekan kerja. Selain itu, karyawan selalu berpakaian rapi dan mencerminkan citra profesional, berlaku ramah dan penuh respek, serta memiliki kemampuan dalam memanfaatkan peralatan yang modern.

Deskripsi tingkat kecerdasan emosional menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosional sebagian besar karyawan rumah sakit (150 karyawan (66,7%)) terkategorikan tinggi dan selebihnya (75 karyawan (33,3%)) sangat tinggi. Hal tersebut tampak dari kesadaran dimilikinya

berbagai keterbatasan dan keyakinan yang tinggi untuk mencapai keberhasilan, mampu mengenali emosi dalam diri sendiri, mampu memahami orang lain serta mampu memotivasi diri saat keadaan terpuruk. Mereka juga menjunjung tinggi nilai- nilai kejujuran dan keadilan dalam bekerja, bertanggung jawab atas hasil pekerjaan, siap menanggung resiko, mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan lingkungan, menyukai ide dan informasi baru yang positif, suka memanfaatkan kesempatan/peluang, serta tulus dalam memberikan pelayanan. Mereka juga mampu memahami sasaran dan tujuan kelompok, memberikan kesempatan pada orang lain untuk mencapai keberhasilan, memahami berbagai pendapat orang lain dan memberikan pemecahan persoalan yang dapat diterima bersama, terbuka pada pendapat orang lain, serta mampu menjadi teladan bagi orang lain.

Dari hasil penelitian tersebut di atas, dapat dilihat bahwa karyawan yang mampu memberikan kualitas pelayanan yang baik adalah karyawan yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini terjadi karena untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik diperlukan sumber daya manusia yang baik pula. Sumber daya manusia yang baik adalah sumber daya manusia yang mampu mengendalikan dan mengelola emosinya, memiliki keterampilan, kemampuan, pengetahuan, keahlian dan wawasan yang luas, terbuka terhadap perkembangan, ide dan informasi positif yang baru, serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Kriteria tersebut sebagian besar ditemui pada karyawan pada tingkat pendidikan

tinggi sedangkan pada tingkat pendidikan menengah dan rendah, wawasan, pengetahuan, kemampuan dan keahlian yang dimiliki tidak sebaik pada tingkat pendidikan tinggi. Mereka juga kurang terbuka terhadap perkembangan, ide dan informasi positif yang baru. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Pada tingkat pendidikan yang semakin tinggi, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, pada tingkat pendidikan yang semakin rendah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan akan semakin rendah.

3. Pengaruh locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan

Hasil penelitian menyebutkan bahwa ada pengaruh positif locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Hal ini didukung hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi β3 (ρ=0,027) lebih kecil dari nilai alpha (α=0,05). Artinya semakin locus of control cenderung internal, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan semakin tinggi dan semakin locus of control cenderung eksternal, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan semakin rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Goleman bahwa dengan dimilikinya kemampua n mengelola emosi, maka seseorang mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain. Membina hubungan dengan orang lain adalah aspek sosial yang mendukung keberhasilan dalam berkarier (Goleman, 1999:58). Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor ya ng menentukan keberhasilan seseorang dalam bekerja termasuk dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki, semakin besar pula kesempatan untuk mencapai keberhasilan. Hasil ini juga didukung dengan pengujian statistik hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan yang nunjukkan nilai R sebesar 0,793 (lampiran VI hal.132) yang berarti 79,3% variabel kualitas pelayanan karyawan dijelaskan oleh variabel kecerdasan emosional.

Karyawan dengan locus of control internal, secara signifikan memiliki kualitas pelayanan yang baik. Hal ini terjadi karena mereka memiliki pengendalian yang tinggi terhadap hidupnya (Rotter dalam Jung, 1978:107). Mereka memiliki optimisme yang tinggi, mampu memotivasi diri, mau bekerja keras, memiliki kemampuan yang baik dalam menjalin relasi dan komunikasi dengan bersikap ramah dan menghargai orang lain sehingga mereka dapat diterima atau disukai orang lain. Hal ini tentu membantu mereka dalam melaksanakan tugasnya, menjadi pribadi yang berprinsip, tidak mudah menyerah dan terpengaruh oleh keadaan di luar mereka.

Deskripsi kualitas pelayanan menunjukkan bahwa kualitas pelayanan sebagian besar karyawan rumah sakit (132 karyawan (58,7%)) terkategorikan baik dan sebagian yang lain (92 karyawan (40,9%)) terkategorikan sangat baik. Kualitas pelayanan yang baik ini tampak pada penyampaian informasi secara jelas, menghargai komitmen terhadap pasien maupun rekan kerja, memiliki kepercayaan diri dan saling percaya satu sama lain. Para karyawan juga memiliki kesungguhan dalam memperhatikan masalah dan kepentingan pasien, memberikan respon dan bantuan dengan cepat dan efisien terhadap kebutuhan dan keluhan, memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan, serta berusaha membuat pasien merasa nyaman saat menerima layanan. Mereka mengerjakan tugas dengan benar sejak pertama kali, berorientasi pada layana n, serta sensitif dan responsif terhadap kebutuhan pasien dan rekan kerja. Selain itu karyawan selalu berpakaian rapi dan mencerminkan citra profesional, berlaku ramah dan penuh respek, serta memiliki kemampuan dalam memanfaatkan peralatan yang modern.

Deskripsi tingkat kecerdasan emosional menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosional sebagian besar karyawan rumah sakit (150 karyawan (66,7%)) terkategorikan tinggi dan selebihnya (75 karyawan (33,3%)) sangat tinggi. Hal tersebut tampak dari kesadaran dimilikinya berbagai keterbatasan dan keyakinan yang tinggi untuk mencapai keberhasilan, mampu mengenali emosi dalam diri sendiri, mampu memahami orang lain serta mampu memotivasi diri saat keadaan terpuruk.

Mereka juga menjunjung tinggi nilai- nilai kejujuran dan keadilan dalam bekerja, bertanggung jawab atas hasil pekerjaan, siap menanggung resiko, mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan lingkungan, menyukai ide dan informasi baru yang positif, suka memanfaatkan kesempatan/peluang, serta tulus dalam memberikan pelayanan. Mereka juga mampu memahami sasaran dan tujuan kelompok, memberikan kesempatan pada orang lain untuk mencapai keberhasilan, memahami berbagai pendapat orang lain dan memberikan pemecahan persoalan yang dapat diterima bersama, terbuka pada pendapat orang lain, serta mampu menjadi teladan bagi orang lain.

Sementara itu deskripsi locus of control karyawan menunjukkan bahwa sebagian besar locus of control karyawan rumah sakit (136 karyawan (60,4%)) terkategorikan internal. Hal ini dapat dilihat dari cara pandang mereka terhadap ketidakberuntungan sebagai hasil dari kesala han, keberuntungan bukan sebagai penentu tindakan yang akan diambil namun sebagai hasil dari kemampuan yang kurang, penolakan, dan kemalasan, serta kesuksesan sebagai hasil kerja keras dan bukan suatu keberuntungan belaka. Karyawan juga menyadari sepenuhnya bahwa ketidakmauan memahami orang lain sebagai penyebab utama perselisihan, dan perlunya menjalin hubungan yang baik dengan orang lain supaya memiliki teman. Mereka juga mengakui adanya penghargaan atas jasa- jasa, mau memanfaatkan kesempatan yang diberikan, percaya diri dan

yakin atas keberhasilan rencana yang telah dibuat, serta kemauan untuk ikut berpartisipasi dalam organisasi.

Dari hasil penelitian tersebut di atas, dapat dilihat bahwa karyawan yang mampu memberikan kualitas pelayanan yang baik adalah karyawan yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini terjadi karena untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik diperlukan sumber daya manusia yang baik pula. Sumber daya manusia yang baik adalah sumber daya manusia yang mau memiliki optimisme yang tinggi, mampu memotivasi diri, mau bekerja keras, kemampuan yang baik dalam menjalin relasi dan komunikasi, bersikap ramah dan menghargai orang lain, serta memiliki kemampaun mengendalikan dan mengelola emosinya. Kriteria tersebut sebagian besar ditemui pada karyawan dengan locus of control

internal. Sedangkan pada karyawan dengan locus of control eksternal, mereka tidak memiliki optimisme yang tinggi, kemampuan yang kurang dalam menjalin relasi dan komunikasi dengan orang lain, serta kurangnya kemampuan dalam mengendalikan hal- hal yang terjadi dalam hidupnya termasuk dalam mengendalikan emosi. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Locus of control yang semakin berorientasi internal, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, locus of control yang semakin berorientasi eksternal, derajat

hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawannya akan semakin rendah.

BAB VI

Dokumen terkait