BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Perbedaan Persepsi Guru yang Signifikan terhadap Implementasi
Kurikulum 2013 Ditinjau dari Pengalaman Guru Mengajar
Hasil analisis data untuk menguji perbedaan persepsi guru
yang signifikan terhadap implementasi Kurikulum 2013 ditinjau dari
pengalaman guru mengajar diketahui bahwa tidak ada perbedaan
persepsi guru yang signifikan terhadap implementasi Kurikulum 2013
ditinjau dari pengalaman guru mengajar. Hasil ini berdasarkan
perhitungan anova dengan nilai Fhitung sebesar 1,614, sedangkan nilai
Ftabel dengan taraf signifikansi 5% dengan numerator (jumlah variabel – 1) = 2 dan denumerator (jumlah kasus – jumlah variabel) = 95 adalah 3,0922 yang berarti Fhitung lebih kecil dari Ftabel. Nilai
probabilitas Sig. 0,205 yang lebih besar dari alpha 0,05.
Berdasarkan deskripsi data menunjukkan bahwa terdapat 29
guru dengan pengalaman mengajar 0-12 tahun, 42 guru dengan
pengalaman mengajar 13-24 tahun, 27 guru dengan pengalaman
mengajar 25-36 tahun. Sedangkan deskripsi data tentang perbedaan
ditinjau dari pengalaman guru mengajar diperoleh hasil, 27 guru
mempunyai persepsi sangat positif, 63 guru mempunyai persepsi
positif, 8 guru mempunyai persepsi cukup positif, dan tidak ada guru
yang mempunyai persepsi negatif dan sangat negatif. Hal ini
menujukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini
mempunyai pengalaman kerja 13-24 tahun dan mempunyai persepsi
positif terhadap implementasi Kurikulum 2013.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya
perbedaan persepsi guru yang signifikan terhadap implementasi
Kurikulum 2013 ditinjau dari pengalaman guru mengajar, diartikan
baik guru yang sangat berpengalaman, cukup berpengalaman dan
kurang berpengalaman tidak mempunyai persepsi yang berbeda
terhadap implementasi Kurikulum 2013. Tidak adanya perbedaan
persepsi guru yang signifikan terhadap implementasi kurikulum 2013
ditinjau dari pengalaman guru mengajar dapat ditunjukkan pada mean
(lampiran hal. 145) dan penilaian persepsi guru terhadap implementasi
Kurikulum 2013 berdasarkan PAP II (lampiran hal. 149). Mean pada
pengalaman guru mengajar 0-12 tahun adalah 147,90 masuk ke dalam
kategori positif, pengalaman guru mengajar 13-24 tahun adalah
152,00 masuk ke dalam kategori positif sedangkan mean pada
pengalaman guru mengajar 25-36 tahun adalah 147,56 masuk ke
dalam kategori positif. Menurut mereka Kurikulum 2013 dapat
peserta didik sebagai pribadi yang produktif, tidak hanya
mengutamakan aspek kognitif siswa, mampu mengarahkan siswa
berkontribusi pada kehidupan masyarakat serta efektif untuk
membentuk karakter siswa. Mereka setuju bahwa pola pembelajaran
dalam Kurikulum 2013 merupakan pola pembelajaran interaktif, pola
pembelajaran yang berbasis tim, dan bukan merupakan pola
pembelajaran konvesional serta pola pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik. Para guru menanggapi positif perubahan komponen
Kurikulum. Perubahan komponen itu antara lain: kompetensi
dinyatakan dalam Kompetensi Inti (KI) kelas dan dirinci lebih lanjut
dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran, pola pembelajaran
pasif diubah menjadi pembelajaran kritis, penilaian hasil belajar siswa
tidak terbatas pada penilaian kognitif, penilaian menggunakan acuan
patokan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan 9 mata pelajaran wajib
sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, pelaksanaan mata
pelajaran pilihan membantu peserta didik mengembangkan
peminatannya, jam beban belajar siswa sesuai dengan kemampuan
siswa, serta jam beban belajar siswa efektif. Dalam implementasi
Kurikulum 2013 mereka setuju bahwa bukan guru yang aktif
melainkan siswa yang aktif dalam proses pembelajaran, isi buku siswa
mengurai tuntutan ranah kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Mereka setuju bahwa Pelatihan Pendidik dan Tenaga
PTK tidak hanya dilaksanakan pada tahun pertama yaitu tahun 2013,
dan PTK sebaiknya tidak dilakukan dengan melibatkan semua guru
kelas di tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Lestari
(2009), yang menyatakan tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap
kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari pengalaman
mengajar. Dari hasil penelitian Lestari (2009), menyatakan bahwa,
guru yang masa kerjanya lama berusaha memahami KTSP dengan
mencari banyak informasi sementara bagi guru baru bisa semakin
memacu kreativitas dan kompetensi mereka. Tidak jauh berbeda
dengan KTSP, dalam implementasi Kurikulum 2013 guru-guru juga
berusaha untuk berdiskusi bersama dan mencari informasi.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian
Apriyanto (2007), yang menyatakan ada perbedaan persepsi guru
terhadap Kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari lama
menjalani profesi guru. Implementasi KTSP pada saat itu
diimplementasikan langsung pada seluruh sekolah secara bersamaan.
KTSP diimplementasikan secara menyeluruh sehingga pelatihan-
pelatihan tidak dapat dilaksanakan secara maksimal mengingat jumlah
guru yang cukup banyak. Selain itu, dalam KTSP para guru
diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada satuan pendidikan, masih
banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik
hal-hal tersebut mengakibatkan informasi tidak dapat tersalurkan
dengan maksimal sehingga dapat menimbulkan persepsi yang
berbeda-beda pada guru-guru dengan pengalaman mengajar yang
berbeda.
Berbeda dengan implementasi KTSP, Kurikulum 2013
diimplementasikan pada sekolah-sekolah tertentu sehingga
Pemerintah akan lebih fokus memberikan pelatihan-pelatihan secara
maksimal kepada guru-guru. Pemerintah juga mewajibkan semua guru
yang mengimplementasikan Kurikulum 2013 untuk mengikuti
sosialisasi Kurikulum 2013. Sosialisasi dalam implementasi
Kurikulum 2013 sangat penting dilakukan, agar semua pihak yang
terlibat dalam implementasinya di lapangan paham dengan perubahan
yang harus dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
masing-masing, sehingga mereka memberikan dukungan terhadap
perubahan Kurikulum yang dilakukan (Mulyasa, 2013: 48). Sesuai
dengan pendapat tersebut, semua guru baik guru yang telah lama
mengajar maupun guru yang belum lama mengajar mengikuti
sosialisasi yang sama sehingga wawasan yang mereka dapatkan juga
sama. Hal ini juga yang menyebabkan guru yang sudah lama mengajar
dengan guru yang belum lama mengajar mempunyai persepsi yang
sama.
Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara dan
hanya diimplementasikan pada sekolah-sekolah yang dipilih oleh
pemerintah. Sekolah-sekolah tersebut merupakan institusi yang dirasa
cukup siap untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 di
Kabupaten Bantul. Berdasarkan pengamatan penulis selama
penelitian, para guru saling berdiskusi dan bertukar pengalaman baik
guru yang telah lama mengajar maupun guru yang belum lama
mengajar. Karena saling berdiskusi bersama, informasi yang mereka
dapatkan pun akan sama dan tidak jauh berbeda. Karena hal tersebut,
guru dengan pengalaman yang berbeda dapat mempunyai pandangan
yang sama sehingga menimbulkan persepsi yang sama tentang
implementasi Kurikulum 2013. Pada saat ini guru muda lebih up to
date dengan model-model pembelajaran tertentu, biasanya guru baru
dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dengan
menyediakan berbagai macam media pembelajaran yang baru,
kegiatan belajar yang menarik peserta didik dan sumber belajar yang
lebih up to date yang baru diperoleh dari pendidikannya. Hal ini
sesuai dengan tema Kurikulum 2013 menurut Mulyasa (2013:99),
menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif
melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi
Kurikulum 2013, guru dituntut untuk secara profesional merancang
pembelajaran efektif dan bermakna atau menyenangkan,
yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan
kompetensi secara efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan.
2. Perbedaan Persepsi Guru yang Signifikan terhadap Implementasi
Kurikulum 2013 Ditinjau dari Jenjang Pendidikan Guru
Hasil analisis data untuk menguji perbedaan persepsi guru
yang signifikan terhadap implementasi Kurikulum 2013 ditinjau dari
jenjang pendidikan guru diketahui bahwa ada perbedaan persepsi guru
yang signifikan terhadap implementasi Kurikulum 2013 ditinjau dari
jenjang pendidikan guru. Hasil ini berdasarkan perhitungan dua
sampel independent dengan nilai thitung sebesar -2,004 lebih kecil dari
nilai ttabel sebesar -1,985 dan nilai probabilitas Sig. 0,042 lebih kecil
dari alpha 0,05 yang berarti Ha diterima.
Berdasarkan deskripsi data menunjukkan bahwa terdapat 76
guru berjenjang pendidikan S-1, dan 22 guru berjenjang pendidikan S-
2. Sedangkan deskripsi data tentang perbedaan persepsi guru yang
signifikan terhadap implementasi Kurikulum 2013 ditinjau dari
jenjang pendidikan guru diperoleh hasil, 27 guru mempunyai persepsi
sangat positif, 63 guru mempunyai persepsi positif, 8 guru mempunyai
persepsi cukup positif, dan tidak ada guru yang mempunyai persepsi
negatif dan sangat negatif. Hal ini menujukkan bahwa sebagian besar
responden mempunyai jenjang pendidikan S-1 dan berpersepsi positif
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan
persepsi guru yang signifikan terhadap implementasi Kurikulum 2013.
Adanya perbedaan persepsi guru yang signifikan terhadap
implementasi kurikulum 2013 ditinjau dari jenjang pendidikan guru
dapat ditunjukkan pada mean (lampiran hal. 156) dan penilaian
perbedaan persepsi guru terhadap implementasi Kurikulum 2013
berdasarkan PAP II (lampiran hal. 149). Mean pada jenjang
pendidikan S-1 adalah 148,30 masuk ke dalam kategori positif
sedangkan mean pada jenjang pendidikan S-2 adalah 153,91 masuk ke
dalam kategori positif. Meskipun kedua jenjang pendidikan
berpersepsi positif, guru-guru dengan jenjang pendidikan S-2
memiliki persepsi positif yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru
S-1. Guru dengan jenjang pendidikan S-2 mempunyai tingkat persepsi
positif lebih tinggi dibandingkan dengan jenjang pendidikan S-1.
Artinya adalah jenjang pendidikan S-2 lebih positif dalam
mempersepsikan perubahan komponen Kurikulum 2013.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Anton (2008), yang
menyatakan ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan ditinjau dari jenjang pendidikan. Dari hasil
kesimpulan diperoleh bahwa tingginya jenjang pendidikan seorang
guru erat kaitannya dengan kemampuan dan kompetensi mengajar
yang dimiliki oleh guru tersebut. Semakin tinggi jenjang pendidikan
mampu menerapkan teknologi dan seni dalam proses pembelajaran,
dan mampu menerima perubahan-perubahan dan penyesuaian,
berpusat pada pengembangan kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungan. Seorang guru yang memiliki latar belakang
jenjang pendidikan yang berbeda pasti akan memiliki pandangan yang
berbeda pula. Misalnya guru yang memiliki latar belakang pendidikan
S-1 tentu memiliki pandangan dan sikap yang lebih baik dari pada
guru yang latar belakang pendidikannya lebih rendah yaitu D-3, D-2,
maupun D-1. Tidak jauh berbeda dengan KTSP, dalam implementasi
Kurikulum 2013 guru-guru dengan jenjang pendidikan yang lebih
rendah membutuhkan waktu atau proses penyesuaian terhadap
perubahan Kurikulum. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
kemampuan guru dalam bidang penguasaan teknologi, kurangnya
sarana dan prasarana yang mendukung di lingkup sekolah, serta
kurangnya kesadaran para guru untuk menggali informasi sebanyak-
banyaknya mengenai Kurikulum 2013.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Lestari
(2009), yang menyatakan tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap
Kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari jenjang pendidikan.
Dari hasil penelitian Lestari (2009), menyatakan bahwa, banyak guru
merasakan pada saat dirinya menguasai metode pembelajaran dari
suatu kurikulum, kurikulum tersebut kemudian berganti lagi dan
mewujudkan Kurikulum itu. Baik guru dengan jenjang pendidikan S1
maupun S2 berusaha menguasai aspek yang diinginkan dari
Kurikulum yang baru itu dengan berusaha mencari informasi yang
sebanyak-banyaknya mengenai KTSP melalui media massa maupun
perkembangan teknologi berupa internet sehingga jenjang pendidikan
tidak banyak mempengaruhi persepsi guru terhadap KTSP.
Peningkatan kualitas tenaga kependidikan perlu
memperhatikan salah satunya dengan meningkatkan kualitas tenaga
kependidikan melalui pendidikan formal, informal, dan non formal.
Dalam hal ini, lembaga-lembaga diklat di lingkungan dinas
pendidikan nasional perlu senantiasa dioptimalkan perannya sesuai
dengan tugas dan fungsinya (Mulyasa, 2013:57-58). Hal ini juga
didukung dengan hasil wawancara dan pengamatan penulis ketika
melakukan penelitian. Guru-guru dengan jenjang pendidikan rendah
masih dalam proses penyesuaian dalam menghadapi perubahan
kurikulum yang terjadi. Hal ini disebabkan karena salah satu strategi
umum yang dilakukan pemerintah untuk mencapai pelaksanaan
Kurikulum 2013 yaitu pelatihan-pelatihan kepada para guru-guru
dirasa masih kurang. Kurikulum 2013 akan diimplementasikan secara
bertahap, rencananya akan dilakukan pendampingan agar memiliki
pemahaman dan kompetensi yang menunjang terlaksananya tematik
integratif dalam mengembangkan potensi peserta didik secara optimal