• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh Motivasi terhadapPilihan Sekolah

Hasil dari analisis regresi logistik dengan mengambil antilog dari koefisien arah variabel motivasi (-0.092) pada taraf signifikansi 0,145 adalah sebesar 0,912. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap unit penurunan motivasi akan menaikkan odds pilihan sekolah ke SMK dengan faktor 0,912 lebih

tinggi di banding pilihan sekolah ke SMA. Hubungan antara odds pilihan

sekolah dengan motivasi adalah hubungan negatif atau berlawanan yang memiliki derajat hubungan sangat rendah dan pengaruh tidak signifikan, hal ini tampak dari koefisien arah –0.092 probabilitas 0,145. Bila probabilitas dikorelasikan dengan taraf signifikansi 5% maka 0,145 > 0,05 dengan demikian Ho gagal ditolak (diterima), tidak ada pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap pilihan sekolah.

Dari hasil penelitian tampak bahwa motivasi tidak mempengaruhi siswa dalam memilih sekolah. Siswa memilih sekolah ke SMA/SMK tidak hanya dipengaruhi oleh motivasi tetapi banyak faktor di luar motivasi yang turut mempengaruhi pilihan siswa. Hal ini didukung dengan pendapat Handoko (1992:9) bahwa motivasi bukan merupakan suatu kekuatan yang netral atau kekuatan yang kebal terhadap pengaruh faktor-faktor lain, misal pengalaman

masa lampau, taraf inteligensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan, cita-cita hidup dan lain sebagainya. Siswa SMP berada dalam masa peralihan atau

adolesen, masih labil dan mudah terpengaruh keadaan yang ada disekitarnya

misalnya pengaruh teman sebaya. Maka pilihan sekolah oleh siswa merupakan hasil interaksi dengan aspek-aspek situasi yang diamati. Dengan demikian bisa terjadi perubahan motivasi dalam waktu yang relatif singkat jika ternyata motivasi yang pertama mendapat hambatan atau tidak mungkin dipenuhi (Handoko, 1992:10).

Pada umumnya para ahli psikologi mengaku bahwa tidak semua tingkah laku manusia itu jelas motivasinya, namun belum berani mengatakan bahwa terdapat motif yang tidak disadari. Paling-paling mereka mengatakan bahwa manusia yang memang kurang menyadari motivasinya (Handoko, 1992:18). Manusia sering merasa sulit membeda-bedakan mana yang merupakan kebutuhan, mana tujuan, mana minat, mana yang memotivasi tindakan. Semuanya itu menyatakan bahwa tingkah laku manusia begitu kompleks, dipengaruhi banyak hal. Menyimpulkan motivasi berdasarkan tingkah laku tidak selalu mudah dan bahkan bisa sama sekali salah karena tingkah laku manusia tidak semata-mata ditentukan oleh motivasi. Seperti juga dalam memutuskan pilihan untuk memilih sekolah lanjutan.

Mengacu pada uraian di atas maka siswa SMP kelas IX akan mengalami kesulitan untuk dapat melihat motivasi dirinya dalam memilih sekolah lanjutan (SMA/SMK). Maka tepat bila hasil penelitian menyatakan tidak ada

pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap pilihan sekolah, karena motivasi bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi pilihan sekolah.

2. Pengaruh Bakat terhadapPilihan Sekolah

Hasil dari analisis regresi logistik dengan mengambil antilog dari koefisien arah variabel bakat (0,029) pada taraf signifikansi 0,392 adalah sebesar 1,029. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap unit kenaikkan bakat menaikkan

odds pilihan sekolah ke SMK dengan faktor 1,029 lebih tinggi di banding

pilihan sekolah ke SMA. Hubungan antara odds pilihan sekolah dengan bakat

adalah hubungan positif atau searah yang memiliki derajat hubungan sangat rendah dan pengaruh tidak signifikan hal ini tampak dari koefisien arah 0.029 probabilitas 0,392. Bila probabilitas dikorelasikan dengan taraf signifikansi 5% maka 0,392 > 0,05 dengan demikian Ho gagal ditolak (diterima), tidak ada pengaruh yang signifikan antara bakat terhadap pilihan sekolah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemilihan sekolah oleh siswa tidak dipengaruhi faktor bakat saja tetapi banyak faktor diluar bakat. Faktor pengaruh teman sebaya cukup kuat mempengaruhi keputusan siswa dalam memilih sekolah, faktor lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang kurang memberikan kesempatan untuk mewujudkan bakat siswa. Selain itu kurangnya dorongan dan motivasi dari guru dan orang tua serta kurangnya pengetahuan tentang bidang bakat yang dimiliki (Depdiknas, 2002:4). Dengan kurangnya dorongan, motivasi serta kesempatan yang diberikan oleh

lingkungan disekitar membuat siswa tidak percaya diri dengan bakat yang dimilikinya sehingga mempengaruhi siswa dalam memilih sekolah yang dapat membantu mengembangkan bakatnya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya setiap siswa memiliki bakat pembawaan yang bila berinteraksi dengan lingkungan yang menunjang termasuk minat dan dorongan pribadi akan melahirkan keunggulan dalam salah satu bidang tertentu. Dengan demikian karena adanya beberapa faktor diluar bakat yang mempengaruhi pilihan sekolah, maka dapat disimpulkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara bakat terhadap pilihan sekolah.

3. Pengaruh Minat terhadap Pilihan Sekolah

Hasil dari analisis regresi logistik dengan mengambil antilog dari koefisien arah variabel minat (0,015) pada taraf signifikansi 0,719 adalah sebesar 1,015. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap unit kenaikkan minat menaikkan

odds pilihan sekolah ke SMK dengan faktor 1,015 lebih tinggi di banding

pilihan sekolah ke SMA. Hubungan antara odds pilihan sekolah dengan minat

adalah hubungan positif atau searah yang memiliki derajat hubungan sangat rendah dan pengaruh tidak signifikan hal ini tampak dari koefisien arah 0,015 probabilitas 0,719. Bila probabilitas dikorelasikan dengan taraf signifikansi 5% maka 0,719 > 0,05 dengan demikian Ho gagal ditolak (diterima), tidak ada pengaruh yang signifikan antara minat terhadap pilihan sekolah.

Pendapat Davis seperti dikutip oleh Sarwono (2005:37-38) menyatakan bahwa remaja berkembang sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan budayanya. Kepribadiannya dibentuk oleh gagasan-gagasan, kepercayaan- kepercayaan, nilai-nilai dan norma-norma yang diajarkan kepada si remaja oleh lingkungan budayanya. Maka minat siswa untuk melanjutkan sekolah juga dipengaruhi oleh lingkungan atau budaya dimana siswa tinggal dan berinteraksi. Selain itu minat juga terkait dengan motivasi. Banyak ahli psikologi yang menyebutkan bahwa minat merupakan aspek penting motivasi yang mempengaruhi perhatian, belajar, berpikir dan berprestasi (Depdiknas, 2002:8). Faktor lain yang berhubungan dengan minat adalah bakat, dengan adanya bakat, minat siswa akan tumbuh. Walaupun dari hasil analisis terdahulu (1 dan 2) yang menunjukkan hasil tidak ada hubungan tetapi pada dasarnya motivasi dan bakat melekat dalam diri siswa. Dengan demikian pengaruh motivasi dan bakat tetap ada walaupun tidak begitu nyata. Maka dapat disimpulkan bahwa minat bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi siswa dalam memilih sekolah lanjutannya.

4. Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Pilihan Sekolah

Hasil dari analisis regresi logistik dengan mengambil antilog dari koefisien arah variabel status sosial ekonomi (-0,155) pada taraf signifikansi 0,001 adalah sebesar 0,856. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap unit penurunan status sosial ekonomi menaikkan odds pilihan sekolah ke SMK dengan faktor

0,856 lebih tinggi di banding pilihan sekolah ke SMA. Hubungan antara odds

pilihan sekolah dengan status sosial ekonomi adalah hubungan negatif atau berlawanan yang memiliki derajat hubungan sangat rendah dan pengaruh signifikan hal ini tampak dari koefisien arah -0,155 probabilitas 0,001. Bila probabilitas dikorelasikan dengan taraf signifikansi 5% maka 0,001 < 0,05 jadi Ho ditolak yaitu ada pengaruh yang signifikan antara status sosial ekonomi terhadap pilihan sekolah.

Masyarakat Indonesia saat ini adalah masyarakat transisi. Masyarakat transisi menurut Useem dan Useem (Sarwono, 2005:104) adalah masyarakat yang sedang mencoba untuk membebaskan diri dari nilai-nilai masa lalu dan menggapai masa depan dengan terus menerus membuat nilai-nilai baru atau hal-hal baru. Bergesernya tatanan masyarakat disebabkan oleh teknologi. Salah satunya adalah kemajuan teknologi informasi. Bila berbicara tentang informasi maka tidak dapat dipisahkan dengan peran media massa sebagai sarana komunikasi yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Informasi mengenai sesuatu hal yang baru memberi landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Apabila informasi tersebut cukup kuat akan memberi dasar dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Sarwono, 2005:28). Salah satu sikap yang terbentuk adalah pentingnya pendidikan terlebih dalam era kemajuan teknologi yang begitu cepat. Kemajuan teknologi menuntut banyak keahlian, hal ini berhubungan dengan pendidikan yang dipercayai sebagai

tempat pembentukan sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan. Dengan demikian muncul tuntutan pendidikan yang lebih tinggi untuk dapat diterima di lapangan pekerjaan yang tersedia. Karena kuatnya informasi yang tidak mengenal batas-batas sosial membuat orang tua semakin sadar arti pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Terlebih bagi orang tua yang status sosial ekonominya rendah, mereka bekerja lebih keras untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar guna membiayai pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka ingin anak-anaknya hidup lebih baik dari orang tuanya dengan berbekal keahlian yang didapat dari bangku sekolah. Dengan demikian anak- anak merasa didukung untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tanpa melihat status sosial ekonomi orang tuanya. Selain itu dengan semakin terbukanya kesempatan pendidikan membuat lapisan masyarakat terbelakang (rakyat jelata atau yang memiliki status sosial ekonomi rendah) memiliki kesempatan berkembang dengan memperoleh pendidikan yang layak.

Dalam penelitian ini tampak bahwa siswa dengan status sosial ekonomi rendah memilih ke SMK dan sebaliknya yang berstatus sosial ekonomi tinggi memilih ke SMA walaupun hasil deskripsi data status sosial ekonomi masuk kategori sangat rendah. Hal ini diyakini karena pengaruh kemajuan teknologi yang menuntut banyak keahlian memberi kesadaran baru bagi siswa untuk memilih sekolah yang dapat memberi bekal keahlian. Oleh karena itu siswa memilih sekolah ke SMK sebab diyakini dapat memberi keahlian yang

diperlukan di lapangan pekerjaan, terlebih bagi siswa yang berkeinginan bekerja setelah lulus dari SMK untuk dapat membantu orang tua. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa status sosial ekonomi nyata mempengaruhi pilihan sekolah.

5. Pengaruh Motivasi, Bakat, Minat dan Status Sosial Ekonomi terhadap Pilihan Sekolah

a. Hasil dari analisis regresi logistik dengan mengambil antilog dari berbagai koefisien arah, jika variabel bakat, minat dan status sosial ekonomi tetap. Koefisien arah variabel motivasi (-0,240) pada taraf signifikansi 0,013 adalah sebesar 0,787 (e-0,240). Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap unit penurunan motivasi menaikkan odds pilihan sekolah ke SMK dengan

faktor 0,787 lebih tinggi di banding pilihan sekolah ke SMA. Hubungan antara odds pilihan sekolah dengan motivasi, bakat, minat dan status sosial

ekonomi adalah hubungan negatif atau berlawanan yang memiliki derajat hubungan sangat rendah dan pengaruh signifikan hal ini tampak dari koefisien arah -0,240 probabilitas 0,013. Bila probabilitas dikorelasikan dengan taraf signifikansi 5% maka 0,013 < 0,05 jadi Ho ditolak yaitu ada pengaruh yang signifikan antara motivasi, bakat, minat dan status sosial ekonomi terhadap pilihan sekolah. Dengan adanya penambahan variabel bebas bakat, minat dan status sosial ekonomi maka tampak adanya perubahan hasil analisis yaitu kenaikkan koefisien arah dari -0,092 menjadi

–0,240, penurunan probabilitas dari 0,145 menjadi 0,013 dan penurunan

odds pilihan sekolah ke SMK dari 0,912 menjadi 0,787. Dapat diartikan

bahwa pilihan sekolah ke SMK tidak hanya dipengaruhi oleh faktor motivasi, bakat, minat dan status sosial ekonomi tetapi masih ada faktor lain.

b. Hasil dari analisis regresi logistik dengan mengambil antilog dari berbagai koefisien arah, jika variabel motivasi, minat dan status sosial ekonomi tetap. Koefisien arah variabel bakat (0,088) pada taraf signifikansi 0,061 adalah sebesar 1,092 (e0,088). Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap unit kenaikkan bakat menaikkan odds pilihan sekolah ke SMK dengan faktor

1,092 lebih tinggi di banding pilihan sekolah ke SMA. Hubungan antara

odds pilihan sekolah dengan bakat, motivasi, minat dan status sosial

ekonomi adalah hubungan positif atau searah yang memiliki derajat hubungan sangat rendah dan pengaruh tidak signifikan hal ini tampak dari koefisien arah 0,088 probabilitas 0,061. Bila probabilitas dikorelasikan dengan taraf signifikansi 5% maka 0,061 > 0,05 jadi Ho gagal ditolak (diterima) yaitu tidak ada pengaruh yang signifikan antara motivasi, bakat, minat dan status sosial ekonomi terhadap pilihan sekolah. Dengan adanya penambahan variabel bebas motivasi, minat dan status sosial ekonomi maka tampak adanya perubahan hasil analisis yaitu kenaikkan koefisien arah dari 0,029 menjadi 0,088, penurunan probabilitas dari 0,392 menjadi 0,061 dan kenaikkan odds pilihan sekolah ke SMK dari 1,029 menjadi

1,092. Dapat diartikan bahwa pilihan sekolah ke SMK tidak hanya dipengaruhi oleh faktor bakat, motivasi, minat dan status sosial ekonomi tetapi masih ada faktor lain.

c. Hasil dari analisis regresi logistik dengan mengambil antilog dari berbagai koefisien arah, jika variabel motivasi, bakat dan status sosial ekonomi tetap. Koefisien arah variabel minat (0,060) pada taraf signifikansi 0,329 adalah sebesar 1,062 (e0,060). Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap unit kenaikkan minat menaikkan odds pilihan sekolah ke SMK dengan faktor

1,062 lebih tinggi di banding pilihan sekolah ke SMA. Hubungan antara

odds pilihan sekolah dengan minat, motivasi, bakat dan status sosial

ekonomi adalah hubungan positif atau searah yang memiliki derajat hubungan sangat rendah dan pengaruh tidak signifikan hal ini tampak dari koefisien arah 0,060 probabilitas 0,329. Bila probabilitas dikorelasikan dengan taraf signifikansi 5% maka 0,329 > 0,05 jadi Ho gagal ditolak (diterima) yaitu tidak ada pengaruh yang signifikan antara motivasi, bakat, minat dan status sosial ekonomi terhadap pilihan sekolah. Dengan adanya penambahan variabel bebas motivasi, bakat dan status sosial ekonomi maka tampak adanya perubahan hasil analisis yaitu kenaikkan koefisien arah dari 0,015 menjadi 0,060, penurunan probabilitas dari 0,719 menjadi 0,329 dan kenaikkan odds pilihan sekolah ke SMK dari 1,015 menjadi 1,062. Dapat diartikan bahwa pilihan sekolah ke SMK tidak

hanya dipengaruhi oleh faktor minat, motivasi, bakat dan status sosial ekonomi tetapi juga masih ada faktor lain.

d. Hasil dari analisis regresi logistik dengan mengambil antilog dari berbagai koefisien arah, jika variabel motivasi, bakat dan minat tetap. Koefisien arah variabel status sosial ekonomi (-0,061) pada taraf signifikansi 0,001 adalah sebesar 0,052 (e-0,061). Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap unit penurunan status sosial ekonomi menaikkan odds pilihan sekolah ke SMK

dengan faktor 0,852 lebih tinggi dibanding pilihan sekolah ke SMA. Hubungan antara odds pilihan sekolah dengan status sosial ekonomi,

motivasi, bakat dan minat adalah hubungan negatif atau berlawanan yang memiliki derajat hubungan sangat rendah dan pengaruh signifikan hal ini tampak dari koefisien arah -0,061 probabilitas 0,001. Bila probabilitas dikorelasikan dengan taraf signifikansi 5% maka 0,001 < 0,05 jadi Ho ditolak yaitu ada pengaruh yang signifikan antara motivasi, bakat, minat dan status sosial ekonomi terhadap pilihan sekolah. Dengan adanya penambahan variabel bebas motivasi, bakat dan minat maka tampak adanya perubahan hasil analisis yaitu kenaikkan koefisien arah dari -0,155 menjadi -0,161, probabilitas tidak berubah 0,001 dan penurunan odds pilihan

sekolah ke SMK dari 0,856 menjadi 0,852. Dapat diartikan bahwa pilihan sekolah ke SMK tidak hanya dipengaruhi oleh faktor status sosial ekonomi, motivasi, bakat dan minat tetapi masih ada faktor lain.

Hasil dari analisis (b) dan (c) diabaikan karena terbukti bahwa hubungan antar variabel tidak signifikan. Untuk analisis hubungan antara motivasi, bakat, minat dan status sosial ekonomi terhadap pilihan sekolah diambil dari analisis (d) karena menunjukkan pengaruh yang paling signifikan dibanding dengan hasil analisis (a) yaitu 0,001 < 0,013.

Dari hasil analisis tampak bahwa pengaruh status sosial ekonomi paling signifikan dibanding dengan motivasi, bakat dan minat. Kemajuan teknologi informasi membuka sekat-sekat yang ada di masyarakat. Nilai-nilai lama mulai ditinggalkan dan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan semakin tinggi. Status sosial ekonomi yang dimiliki entah tinggi atau rendah tidak menghalangi usaha orang tua untuk membekali anak-anaknya dengan pendidikan setinggi mungkin. Orang tua memberi perhatian bagi perkembangan anak-anaknya, mendukung perkembangan bakatnya dengan memberi kesempatan anaknya untuk mengembangkan bakat yang dimiliki. Dalam keluarga juga anak mulai mengenal minat yang ada dalam dirinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status sosial ekonomi merupakan faktor yang nyata dirasakan oleh siswa karena siswa hidup dalam keluarga yang pengaruhnya dirasakan sejak kecil. Jadi pengaruh keluarga tertanam dalam bagi siswa, hal ini sangat mendukung siswa didalam perkembangan hidupnya. Siswa dari status sosial ekonomi rendah menyaksikan bagaimana orang tua bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Seiring dengan berkembangnya taraf kesadaran siswa akan tujuan yang hendak

dicapai maka motivasi pun turut berkembang. Motivasi yang muncul antara lain motivasi untuk mempunyai keahlian yang diperlukan di lapangan pekerjaan, maka siswa memilih sekolah di SMK. Dengan demikian kelak dapat diterima di lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga siswa dapat membantu orang tuanya. Selain itu dalam pemilihan jenjang pendidikan lanjutan siswa juga memperhatikan faktor-faktor diluar motivasi, bakat, minat dan status sosial ekonomi. Pergaulan siswa yang semakin luas, budaya baru yang melahirkan nilai-nilai baru memberi pengaruh juga pada siswa, terlebih dalam masa transisi atau adolesen.

Dokumen terkait