• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

5.2.1.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Usia

Dalam penelitian ini diketahui bahwa jumlah penderita batu saluran kemih terbanyak terdapat pada kelompok usia 46-55 tahun sebanyak 43 orang (33,4%), diikuti oleh kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 27 orang (20,9%) dan kelompok usia 56-65 tahun sebanyak 22 orang (17%), dengan umur termuda 7 tahun dan umur tertua 78 tahun. Kelompok usia dengan jumlah pasien batu saluran kemih paling sedikit adalah kelompok usia >75 tahun dengan jumlah pasien sebanyak 2 orang (1.6%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Muslumanoglu et al. (2010) yang melakukan penelitian di Turki dengan jumlah sampel 2,468 menemukan peningkatan prevalensi batu saluran kemih seiring dengan bertambahnya usia baik pada pria maupun wanita. Penderita terbanyak dijumpai pada kelompok usia 45-55 tahun dengan proporsi 26.6% dan terdapat peningkatan prevalensi secara signifikan ketika usia pasien > 40 dibandingkan dengan usia <40 tahun (19.4 vs. 7.6%, OR: 2.53, CI: 1.9–3.2, p=0.000). Adapun kelompok usia yang paling sedikit menderita penyakit ini adalah kelompok usia <25 tahun dengan proporsi 8%.

Hasil yang serupa juga didapati dalam Riskesdas (2013) di Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 722.329 yang menemukan usia terbanyak penderita batu ginjal adalah kelompok usia 55-64 tahun sebanyak 9.391 orang (1,3%), menurun sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur ≥75 tahun (1,1%), sedangkan kelompok usia 15-24 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 723 orang (0,1%) merupakan kelompok usia terendah yang mengalami batu ginjal.

Namun, hasil di atas berbeda dengan penelitian Sun et al. (2011) dalam penelitiannya di negara Cina yang melibatkan 3.678 sampel mendapati kelompok usia 31-40 adalah yang terbanyak yang menderita batu saluran kemih. Hal serupa juga didapati pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Knoll et al. (2010) di Jerman secara prospektif dari tahun 1977 hingga 2006 dengan jumlah sampel lebih dari 200.000 sampel. Penelitian tersebut menemukan terjadi pergeseran penderita

kelompok usia terbanyak dari kelompok 60-69 tahun menjadi kelompok usia 40- 49 tahun sejak 1997.

Hasil yang berbeda juga didapati oleh Safarinejad (2007) dalam penelitiannya di Iran yang menemukan adanya tingkat kekambuhan penderita batu saluran kemih sebesar 32%. Kelompok usia dengan tingkat kekambuhan yang paling tinggi, yakni 36%, adalah kelompok usia 30-39 tahun. Kekambuhan terjadi dengan rentang waktu 11-162 bulan (median 21) setelah pertama kali didiagnosis batu saluran kemih. Rerata kekambuhan secara kumulatif adalah 16% setelah 1 tahun, 32% setelah 5 tahun, dan 53% setelah 10 tahun.

Kelompok usia 40 tahun ke atas merupakan kelompok usia dengan angka kejadian batu saluran kemih terbanyak dan angkanya mengalami perubahan prevalensi ke kelompok usia yang lebih muda (Knoll et al., 2010; Safarinejad, 2007). Perubahan angka kejadian pada kelompok usia ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti gaya hidup, asupan nutrisi, asupan cairan, dan pekerjaan (Lopez dan Hoppe, 2008; Muslumanoglu et al., 2010).

5.2.2.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini diketahui bahwa jumlah pasien pria 68,8% (81 orang) yang menderita batu saluran kemih lebih banyak dibandingkan dengan wanita 37,2% (48 orang). Rasio perbandingan pria:wanita adalah 1,68:1.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Riskesdas (2013) di Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 722.329 menemukan prevalensi lebih tinggi pada laki-laki sebanyak 5.779 orang (0,8%) dibanding perempuan sebanyak 2.890 orang (0,4%). Rasio perbandingan pria:wanita adalah 2:1

Hal yang serupa juga ditemukan dalam penelitian Sun et al. (2011) di Cina yang mendapati perbandingan pria:wanita adalah 2.34:1 dengan rincian 3.678 pria dan 1.570 wanita. Knoll et al. (2010) dalam hasil penelitiannya di Jerman menemukan perbandingan pria:wanita adalah 2.7:1 dengan mayoritas penderita batu kalsium. Safarinejad (2007) di Iran mendapati perbandingan pria:wanita adalah 1.15:1 dan insidensi setiap tahun meningkat secara signifikan pada pria dibanding dengan wanita. Sedangkan, temuan Knoll et al. (2010) pada penelitian

yang sama, mendapati wanita lebih banyak terkena pada batu jenis infeksi dengan rasio pria:wanita adalah 1:1.6.

Namun, temuan di atas tidak sesuai dengan temuan Muslumanoglu et al. (2010) di Turki yang mendapati perbandingan pria:wanita adalah 1:1. Hasil penelitian Muslumanoglu et al. (2010) menemukan perubahan signifikan distribusi jenis kelamin yang mana jumlah penderita wanita sedikit lebih tinggi dibanding dengan pria dan terdapat peningkatan jumlah wanita penderita obesitas sebagai salah satu faktor risiko batu saluran kemih. Faktor lain seperti sindroma metabolik juga berperan penting dalam perubahan distribusi gender pada orang dewasa (Knoll et al., 2010). Seitz dan Fajkovic (2013), dalam hasil penelitiannya menyebutkan adanya pergeseran perbandingan pria/wanita dari 1.6:1 di 1998 menjadi 1.5:1 di 1999, 1.4:1 di 2000, 1.3:1 di 2001 dan 2002, dan 1.2:1 di 2003.

5.2.3.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Suku

Dalam penelitian ini diketahui suku yang tertinggi mengalami kejadian batu saluran kemih adalah suku Batak dengan proporsi 31% (40 orang) dan suku yang terendah menderita BSK adalah suku Jawa dengan proporsi 5,5% (7 orang).

Sejauh ini belum ada penelitian yang meneliti mengenai suku di daerah Indonesia, khususnya di daerah Sumatera. Namun, hasil penelitian dari berbagai jurnal ilmiah menunjukkan bahwa ada hubungan antara suku dengan kejadian batu saluran kemih, yang mana suku merupakan faktor lithogenesis terutama pada ras Kaukasian (Seitz dan Fajkovic, 2013).

Basiri et al. (2010) dalam penelitian epidemiologi di Iran yang melibatkan 6.089 sampel juga menemukan hasil yang serupa, yakni usia, jenis kelamin, suku, dan lokasi geografi dapat memberi petunjuk mengenai etiologi dan pencegahan batu saluran kemih. Dalam hasil critical review yang dilakukan oleh Rodgers (2013), ditemukan hubungan erat antara suku dan ras dengan perbedaan patofisiologi dan prevalensi batu saluran kemih. Perbedaan patofisiologi pada suku dan ras yang berbeda ini, meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut, menunjukkan variasi mekanisme pembentukan batu yang berbeda pada level modulasi promosi batu dan inhibisi kristalisasi serta proses adhesi kristal (Rodgers, 2013).

5.2.4.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Pekerjaan

Dalam penelitian ini diketahui penderita BSK berdasarkan pekerjaan yang tertinggi adalah pada kelompok wiraswasta dengan proporsi 31,8% (41 orang) dan kelompok pekerjaan yang terendah menderita BSK adalah kelompok tidak bekerja dengan proporsi 0,8% (1 orang).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Riskesdas (2013) di Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 722.329 menemukan prevalensi tertinggi pada kelompok wiraswasta 5.779 orang (0,8%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada kelompok tidak bekerja sebanyak 3.612 orang (0.5%).

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan temuan Basiri et al. (2010) yang menyatakan bahwa secara demografi, penderita batu saluran kemih terbanyak berasal dari kelompok yang melakukan aktivitas rendah dalam ruangan (indoor low-active), yakni 67%. Kemudian diikuti dengan kelompok outdoor high-active

(16%), outdoor low-active (14%), dan indoor high-active (3%).

5.2.5.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Pendidikan

Dalam penelitian ini diketahui bahwa penderita BSK berdasarkan pendidikan yang tertinggi adalah pada kelompok tamat SMA dengan proporsi 49,6% (64 orang) dan kelompok pekerjaan yang terendah menderita BSK adalah kelompok tidak tamat SD dengan proporsi 1,6% (2 orang).

Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Riskesdas (2013) di Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 722.329 menemukan prevalensi tertinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak tamat SD sebanyak masing-masing 5.779 orang (0,8%), diikuti dengan tamat SD sebanyak 5.057 orang (0,7%), tamat perguruan tinggi sebanyak 4.334 orang (0,6), tamat SMA 3.612 orang (0,5%), dan tamat SMP sebanyak 2.890 orang (0,4%).

Hasil ini juga tidak sesuai dengan penelitian Safarinejad (2007) di Iran yang menemukan prevalensi tertinggi pada masyarakat dengan tingkat edukasi tidak lulus jenjang pendidikan SMA sebanyak 360 sampel (6,1%), sedangkan prevalensi terendah adalah pada masyarakat yang memiliki level edukasi tinggi (tamat SMA

Muslumanoglu et al. (2011) juga menemukan prevalensi batu tertinggi terjadi pada kelompok dengan tingkat pendidikan rendah sebanyak 196 sampel dan prevalensi terendah pada kelompok tamat SMA-PT sebanyak 78 sampel.

Hasil yang sama juga dikemukakan oleh penelitian Basiri et al. (2010) yang menemukan bahwa orang dengan pendidikan yang rendah memiliki rasio perbandingan yang tinggi untuk menderita batu saluran kemih dibandingkan dengan orang yang memiliki edukasi tinggi.

5.2.6.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Riwayat Keluarga

Dalam penelitian ini diketahui penderita BSK berdasarkan riwayat keluarga yang tertinggi adalah pada kelompok tidak memiliki riwayat penyakit batu saluran kemih dalam keluarga dengan proporsi 97.66% (126 orang) dan kelompok riwayat keluarga yang terendah menderita BSK adalah kelompok dengan riwayat keluarga penderita batu saluran kemih dengan proporsi 2,34% (3 orang).

Hasil yang sama didapati pada penelitian Koyuncu et al. (2010) yang mendapati 437 sampel (27%) dengan riwayat keluarga positif batu saluran kemih dibandingkan dengan 1.158 sampel (63%) dengan riwayat keluarga negatif batu saluran kemih.

Namun, hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muslumanoglu et al. (2010) yang mendapati angka kejadian batu saluran kemih berhubungan dengan riwayat keluarga. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa 28,5% sampel yang memiliki riwayat keluarga generasi pertama (orangtua atau saudara kandung) mengalami batu saluran kemih dibandingkan dengan 4,4% sampel yang tidak memiliki riwayat keluarga generasi pertama penderita batu saluran kemih.

Safarinejad (2007) juga menemukan bahwa riwayat keluarga generasi pertama memiliki risiko 3 kali lipat (3.1, 95% CI 1.8–5.1) terkena batu saluran kemih dan merupakan faktor positif prediktif kuat dalam memprediksi kejadian batu saluran kemih.

5.2.7.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Status Ekonomi

Dalam penelitian ini diketahui penderita BSK berdasarkan status ekonomi yang tertinggi adalah pada kelompok ekonomi menengah dengan proporsi 62,8% (81 orang) sedangkan kelompok ekonomi yang terendah menderita BSK adalah kelompok ekonomi menengah ke atas dengan proporsi 17,0% (22 orang).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Riskesdas (2013) di Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 722.329 yang menemukan penderita batu saluran kemih sebanyak 4.334 sampel (0,6%) tersebar merata pada golongan ekonomi menengah hingga menengah ke atas, sedangkan kelompok yang paling sedikit mengalami batu saluran kemih adalah kelompok ekonomi terbawah sebanyak 3.612 sampel (0,5%).

5.2.8.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK dengan Diabetes Melitus

Dalam penelitian ini diketahui penderita BSK berdasarkan riwayat diabetes melitus yang tertinggi adalah pada kelompok memiliki riwayat diabetes melitus dengan proporsi 44,1% (57 orang) sedangkan kelompok tanpa riwayat diabetes melitus memiliki proporsi 22,5% (29 orang).

Hasil ini sesuai dengan temuan Khan (2012) yang mendapati bahwa batu saluran kemih lebih sering muncul pada pasien diabetes (21% vs 8%, p<0,05) dan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi (2,1±2,2 vs 1,3±0,5; p<0.05).

Temuan ini diperkuat oleh Taylor et al. (2005) yang melakukan penelitian di Amerika dengan jumlah sampel lebih dari 200.000 menemukan bahwa pasien yang menderita diabetes melitus lebih rentan terkena batu saluran kemih. Secara multivariat, risiko relatif batu saluran kemih pada penderita diabetes dibandingkan dengan non-diabetes adalah 1,38 (95% CI 1,06–1,79) pada wanita usia lanjut, 1,67 (95% CI 1.28–2.20) pada wanita usia muda, dan 1,31 (95% CI 1.11–1.54) pada pria.

5.2.9.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK dengan Hiperurikosuria

Dalam penelitian ini diketahui penderita BSK tertinggi adalah pada kelompok yang memiliki riwayat hiperurikosuria dengan proporsi 26,3% (34 orang) dan kelompok yang terendah menderita BSK adalah kelompok yang tidak memiliki riwayat hiperurikosuria dengan proporsi 23,3% (30 orang).

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Valle et al. (2012) yang melakukan penelitian di Argentina dengan 817 sampel. Penelitian tersebut menemukan bahwa kelompok terbanyak yang mengalami batu saluran kemih adalah kelompok dengan riwayat hiperkalsemia sebanyak 325 sampel (39,7%), diikuti oleh hiperurikosuria sebanyak 188 sampel (23%).

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kelainan metabolik, dalam hal ini hiperkalsemia dan hiperurikosuria, meningkat secara signifikan terutama pada orang yang mengalami obesitas dan pertambahan usia (Valle et al., 2012).

5.2.10. Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut pH

Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan pH Urin yang tertinggi adalah pada kelompok yang memiliki pH 6,0-6,9 dengan proporsi 17,9% (23 orang) dan kelompok yang terendah menderita BSK adalah kelompok dengan pH >8 dengan proporsi 3,1% (4 orang).

Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Wei et al. (2009) yang melakukan penelitian dengan 342 sampel. Penelitian tersebut mengukur pH urin pada tiga kelompok yakni: berat badan normal, praobesitas, dan obesitas mendapati rerata pH urin masing-masing kelompok secara berurutan yakni: 6.25, 6.14, dan 6.00.

Yilmaz et al. (2012) di Turki dengan 177 sampel mendapati hasil yang berbeda. Penelitian tersebut menemukan bahwa 27 sampel dengan ISK (kultur positif) memiliki rerata pH 6,0 sedangkan 150 sampel lainnya tanpa ISK (kultur negatif) dengan rerata pH 5,5.

Perbedaan pH ini dipengaruhi oleh etiologi pembentukan batu yang berbeda, komposisi batu yang terbentuk, asupan nutrisi, genetik, dan lingkungan eksternal.

5.2.11. Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK dengan Infeksi Saluran Kemih

Dalam penelitian ini diketahui bahwa penderita BSK yang tertinggi adalah pada kelompok tanpa infeksi saluran kemih dengan proporsi 63,6% (82 orang) dan kelompok yang terendah menderita BSK adalah kelompok dengan infeksi saluran kemih dengan proporsi 36,4% (47 orang).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Yilmaz et al. (2012) yang meneliti hubungan batu saluran kemih dengan infeksi saluran kemih di Turki dengan 177 sampel menemukan 27 sampel mengalami BSK disertai ISK yang dibuktikan dengan kultur urin positif, sedangkan 150 sampel mengalami BSK tanpa ISK yang dibuktikan dengan kultur urin negatif.

Hasil yang sama juga didapati oleh Ertan et al. (2011) yang melakukan penelitian di Turki dengan 85 sampel menemukan bahwa 22 sampel (22,5%) mengalami infeksi saluran kemih.

5.2.12. Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Lokasi Batu

Dalam penelitian ini diketahui bahwa letak batu pada penderita BSK yang paling sering adalah pada ginjal dengan proporsi 36% (54 orang) dan lokasi yang paling jarang terjadinya BSK adalah di uretra dengan proporsi 10% (15 orang).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Ertan et al. (2011) di Turki yang menemukan sebanyak 79 sampel (92,9%) mengalami batu di bagian ginjal, diikuti dengan ureter sebanyak 13 sampel (15,3%), kandung kemih 3 sampel (3,5%), dan uretra 2 sampel (2,4%).

Hasil yang sama juga ditemukan oleh Alaya et al. (2010) di Tunisia dengan jumlah sampel sebanyak 205 sampel menemukan lokasi batu yang paling sering adalah pada ginjal sebanyak 105 sampel (51,2%), sedangkan lokasi yang paling sedikit adalah ureter sebanyak 2 sampel (1%).

Hasil ini juga sesuai dengan temuan Basiri et al. (2010) yang menemukan lokasi batu terbanyak terdapat pada ginjal (76,7%), diikuti oleh ureter (21,2%), dan yang paling jarang terjadi batu adalah uretra (7,4%).

5.2.13. Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Jenis Batu

Dalam penelitian ini diketahui bahwa proporsi jenis batu tersering adalah jenis batu radioopak dengan proporsi 41% (53 orang) dan jenis yang paling jarang adalah batu radiolusen mempunyai proporsi 25,6% (33 orang).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Ertan et al. (2011) di Turki yang menemukan sebanyak 61 sampel (71,8%) memiliki batu jenis radioopak dan radiolusen sebanyak 24 sampel (28,2%).

Hasil yang serupa juga diperkuat oleh penelitian Bak et al. (2009) di Turki dengan jumlah sampek sebanyak 72 sampel menemukan bahwa jenis batu yang paling sering adalah batu radioopak sebanyak 70 sampel (97%) dan batu yang paling jarang adalah batu non-radioopak sebanyak 2 sampel (3%).

Dokumen terkait