• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

Sebelum penelitian ini dilaksanakan, penulis terlebih dahulu melakukan analisis tahap awal dengan mengambil populasi siswa kelas VII semster II SMP Negeri 2 Boja tahun ajaran 2012/2013. Kelas VII terdiri atas delapan kelas yaitu kelas VII A sampai VIIH. Dari kedelapan kelas ini kemudian dilakukan uji homogenitas untuk pengambilan kelas sampel. Setelah pengujian homogenitas,

didapatkan hasil yaitu dengan 28,969 dan

= 41,337. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kedelapan kelas tersebut merupakan populasi yang homogen. Dari hasil perhitungan tersebut diambil dua sampel, teknik pengambilan sampel adalah dengan cara random sampling yaitu memilih dua kelas secara acak tanpa melihat strata masing-masing kelas sehingga penulis dapat menetapkan kelas VII G sebagai kelas kendali dan kelas VII H sebagai kelas eksperimen.

65.63 62.5 65.63 66.41 67.97 67.18 74.22 75.78 77.34 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 3 4 5 pertemuan 1 pertemuan 2 pertemuan 3

Sebelum dilaksanakan penelitian, penulis sebelumnya telah melakukan observasi pada saat PPL I pada tempat yang sama yaitu di kelas VII SMP Negeri 2 Boja. Hasil observasi menunjukkan bahwa pada saat proses pembelajaran berlangsung guru mengajar dengan cara metode ceramah sehingga sebagian besar siswa banyak yang berbicara dengan teman sendiri tidak memperhatikan penjelasan guru. Siswa juga tidak diajak untuk berfikir dan berdiskusi terkait dengan materi pembelajaran sehingga tidak ada kerjasama kelompok dalam berdiskusi dan tidak ada timbal balik antara guru maupun siswa. Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi bosan pada saat proses pembelajaran berlangsung, dan dapat mengakibatkan pembelajaran menjadi tidak efektif dan efisien.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asisted Individualization dapat meningkatkan hasil belajar terutama pada aspek kognitif, afektif dikhususkan untuk kerjasama dalam kelompok dan aspek psikomotorik pada pokok bahasan gerak. Kemudian model ini akan dibandingkan dengan metode yang biasa dilakukan oleh guru fisika pada saat mengajar di SMP Negeri 2 Boja yaitu metode ceramah-demonstrasi.

Sebelum penelitian, penulis memberikan pre-test terhadap kelas kendali dan kelas eksperimen. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan awal masing-masing siswa sebelum diberi perlakuan dengan model pembelajaran yang akan diterapkan. Hasil pre-test digunakan untuk menentukan normalitas dan homogenitas kedua kelas yang dijadikan sampel penelitian. Hasilnya

diketahui bahwa kedua kelas tersebut dalam menerima materi beranjak dari pemahaman yang sama sebelum penerapan pembelajaran yang ditetapkan.

Pertemuan pertama, mula-mula kelas eksperimen diberi materi secara singkat oleh penulis kemudian masing-masing kelompok diberi sebuah Lembar Diskusi Siswa dan setiap kelompok melakukan percobaan mengenai jarak, perpindahan, dan kelajuan. Pertemuan kedua siswa melakukan percobaan mengenai Gerak Lurus beraturan (GLB) dengan alat ticker timer dan mobil mainan, percobaan ini dilakukan untuk membuktikan bahwa GLB mempunyai kecepatan yang konstan dan diharapkan siswa dapat menggambar grafik jarak terhadap waktu (s-t) maupun grafik kecepatan terhadap waktu (v-t). Pada pertemuan yang ketiga siswa melakukan percobaan mengenai Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB), alat dan bahannya masih sama yaitu dengan menggunakan ticker timer bedanya adalah pada percobaan GLBB ini menggunakan papan luncur untuk memperoleh percepatan dari mobil tersebut, percobaan ini dilakukan untuk membuktikan bahwa GLBB mempunyai kecepatan yang berubah-ubah sehingga diharapkan siswa juga dapat menggambar grafik kecepatan terhadap waktu.

Pada saat melakukan diskusi siswa dalam masing-masing kelompok yang mempunyai kemampuan lebih dalam melakukan percobaan dan menguasai materi diharapkan dapat membantu temannya dalam satu kelompok yang merasa kesulitan dalam memahami materi yang terkait pada setiap pertemuan. Dari hal itulah mereka akan saling menguntungkan. Siswa yang berkemampuan lebih

terbantu sehingga dapat lebih menguasai materi yang terkait. Dari percobaan dan diskusi yang dilakukan oleh siswa tersebut dapat dinilai aspek psikomotorik dan kerjasamanya melalui observer. Setelah berdiskusi, masing-masing kelompok mempresentasikan di depan kelas untuk menyampaikan hasil percobaan yang telah dilakukan.

Perlakuan yang diberikan pada kelompok kendali yaitu dengan metode ceramah-demonstrasi. Penulis memberikan materi secara keseluruhan kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi mengenai percobaan, kemudian peneliti menuliskan hasil dari percobaan yang telah dilakukan di papan tulis dan masing-masing siswa menuliskan hasil percobaan yang dilakukan peneliti di Lembar Kerja Siswa. Setelah mereka mengamati demonstrasi dari penulis kemudian masing-masing siswa melakukan diskusi secara klasikal, mereka juga dinilai aspek kerjasama dan aspek psikomotoriknya, akan tetapi ada beberapa aspek yang tidak muncul pada saat pembelajaran berlangsung. Untuk mengetahui hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kendali selama tiga kali pertemuan maka penulis memberikan post-test kepada kedua kelompok tersebut di akhir pertemuan.

Pemberian post-test digunakan untuk mengetahui hasil belajar kognitif. Nilai post-test dari kedua kelas ini selanjutnya dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asisted Individualization. Nilai kogntitif dijadikan sebagai data utama dalam penelitian ini, sedangkan aspek afektif (kerjasama dalam

Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada peningkatan pada pembelajaran fisika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asisted

Individualization terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak kelas VII

semester II di SMP Negeri 2 Boja tahun ajaran 2012/2013. Terlihat pada rata-rata hasil pre-test pada kelompok eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asisted Individualization yang menunjukkan angka sebesar 49,09 sedangkan rata-rata hasil post-test menunjukkan angka sebesar 75,28. Pada kelompok kendali dengan metode metode ceramah-demonstrasi menunjukkan angka sebesar 44,47 sedangkan rata-rata hasil post-test sebesar 64,54. Dari hasil pre-test dan post-test menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kendali dan dari kedua tes ini dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asisted Individualization.

Adanya pembentukan kelompok menimbulkan adanya rasa saling ketergantungan positif siswa dalam menghargai kontribusi masing-masing anggota kelompok, disini siswa berinteraksi satu sama lain untuk saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Vygotsky bahwa model ini mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan kognitif individu yang terjadi melalui interaksi dan percakapan seorang anak dengan lingkungan sekitarnya, baik teman sebaya orang dewasa, atau orang lain dalam lingkungannnya (Nuryani, 2013: 1-5).

rata-rata (uji t pihak kanan), uji peningkatan hasil belajar (uji gain) dan analisis lembar observasi.

Uji Normalitas nilai pre-test kelompok eksperimen dan kelompok kendali menunjukkan data berdistribusi normal yaitu kelompok eksperimen = 3,73 sedangkan kelompok kendali = 4,02. Untuk nilai post-test kelompok eksperimen dengan = 5,56 dan kelompok kendali dengan = 5,93. Dari perhitungan tersebut didapatkan dk = 3 sehingga diperoleh = 7,81 dengan taraf signifikasi 5%. Karena maka dapat disimpulkan bahwa data hasil pre-test dan post-test kedua kelompok berdistribusi normal, sehingga selanjutnya menggunakan statistik parametrik.

Untuk menguji apakah kedua kelas tersebut mempunyai keadaan awal yang sama atau tidak dan untuk menentukan rumus yang akan digunakan dalam melakukan uji perbedaan dua rata-rata, pengujian ini dianalisis dengan uji kesamaan dua varians data pre-test kelompok eksperimen dan kelompok kendali dengan = 1,65 dan data post-test yang menunjukkan bahwa = 0,73 yang lebih kecil dari = 2,05 pada taraf signifikan 5%, dk = 31. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang mendapat perlakuan modelpembelajaran kooperatif tipe Teams Asisted Individualization dan siswa yang mendapat metode ceramah-demonstrasi berasal dari sebuah populasi yang memiliki nilai kemampuan awal homogen, sehingga pengujian yang digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kendali yaitu dengan uji t. Perbedaan perolehan hasil pre-test pada kelompok

eksperimen eksperimen dan kelompok kendali disebabkan karena kurangnya pengawasan penulis pada pelaksanaan pre-test di kelas eksperimen sehingga menyebabkan siswa menjadi lebih mudah untuk saling mencontek. Penggunaan soal objektif dalam hal evaluasi juga menyebabkan siswa cenderung hanya menebak jawaban tanpa berpikir untuk mencari penyelesaian jawaban yang benar. Hasil uji-t pihak kanan menunjukkan bahwa ada perbedaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asisted

Individualization dengan metode ceramah-demonstrasi terhadap hasil belajar

fisika pokok bahasan gerak pada kelas VII semester II tahun ajaran 2012/2013 SMP Negeri 2 Boja. Hal ini terbukti dari hasil pengujian dengan menggunakan

uji-t pihak kanan data post-test kelompok eksperimen dan kelompok kendali

diperoleh harga = 3,368 sedangkan dari tabel distribusi t dengan taraf signifikan 5% dan dk = 62 diperoleh harga = 1,999. Karena

maka ada perbedaan yang signifikan antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asisted Individualization dengan metode ceramah-demonstrasi terhadap hasil belajar siswa. Hal ini berarti bahwa hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asisted

Individualization lebih baik daripada dengan metode ceramah-demonstrasi.

Aspek psikomotorik siswa yang diteliti meliputi merangkai alat dan bahan, melakukan percobaan, mengamati/menuliskan hasil percobaan, mengkomunikasikan hasil percobaan dan membuat kesimpulan. Berdasarkan analisis data penelitian, hasil belajar psikomotorik siswa kelas eksperimen dan

kelas kendali mengalami peningkatan, tetapi hasil belajar kelompok eksperimen dengan model pembelajaran koperatif tipe Teams Assisted Individualization jauh lebih baik daripada kelas kendali dengan ceramah-demonstrasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis yang menunjukkan bahwa kelas eksperimen pada pertemuan yang pertama sebesar 66,25% kemudian pada pertemuan kedua mengalami peningkatan sebesar 72,97% pertemuan ketiga sebesar 78,44%. Pada kelompok kendali pada pertemuan pertama menunjukkan angka sebesar 38,75% kemudian pada pertemuan kedua mengalami peningkatan sebesar 40,31% dan pertemuan ketiga sebesar 45,47%. Berdasarkan uji peningkatan rata-rata hasil belajar psikomotorik pada kelompok eksperimen menunjukkan angka sebesar 0,36 dengan kriteria sedang sedangkan pada kelompok kendali sebesar 0,11 dengan kriteria rendah.

Adanya perbedaan besarnya peningkatan diantara kedua kelompok disebabkan adanya perlakuan yang dilakukan oleh penulis. Pada kelompok eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization, masing-masing kelompok terlibat dalam proses pembelajaran, masing-masing siswa dalam kelompok merangkai alat dan bahan yang sudah disediakan sesuai dengan materi yaitu tentang gerak, kemudian mereka melakukan percobaan, sehingga semua aspek yang tercakup pada lembar penilaian psikomotrorik dapat terpenuhi. Pada kelompok kendali, siswa tidak terlibat langsung dalam melakukan percobaan, tetapi siswa hanya mengamati penulis melakukan demontrasi sehingga hanya aspek-aspek tertentu saja yang muncul. Pada pembelajaran dengan metode ceramah-demonstrasi hanya tiga

aspek yang muncul dan dapat diukur yaitu aspek menuliskan hasil pengamatan, menyampaikan hasil pengamatan dan menyimpulkan. Aspek merangkai alat dan bahan serta melakukan percobaan tidak dinilai karena kedua aspek tersebut tidak muncul pada metode ceramah-demonstrasi. Hal inilah yang menyebabkan penilaian hasil belajar pada kelompok eksperimen dan kelompok kendali berbeda serta hasil dari penilaiannya juga menunjukkan angka yang berbeda.

Aspek-aspek afektif siswa yang diteliti adalah bertanya, menjawab/menanggapi pertanyaan orang lain, mengemukakan pendapat, menghrgai kontribusi, mendengarkan dengan arif, tidak mendominasi pengerjaan tugas kelompok, meminta orang lain untuk berbicara, interaksi antara siswa, memberi penjelasan materi, menggunakan kesepakatan. Aspek kerjasama dalam kelompok yang diteliti adalah menghargai kontribusi, tidak mendominasi pengerjaan tugas kelompok, interaksi antara siswa, memberi penjelasan materi dan menggunakan kesepakatan. Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan afektif siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kendali. Rata-rata kemampuan kerjasama dari pertemuan awal sampai pertemuan akhir mengalami peningkatan, rata-rata kerjasama siswa kelas eksperimen pada pertemuan pertama sebesar 58,67%, pertemuan kedua sebesar 71,48% dan pertemuan ketiga sebesar 78,91% hasilnya menunjukkan kategori baik sekali, sedangkan kelompok kendali pada pertemuan pertama sebesar 27,58%, pertemuan kedua sebesar 31,56%, dan pertemuan ketiga sebesar 35,31% hasilnya menunjukkan kategori cukup. Berdasarkan uji peningkatan rata-rata hasil belajar afektif pada kelompok eksperimen menunjukkan angka sebesar 0,48 dengan kriteria sedang, sedangkan

pada kelompok kendali sebesar 0,11. Hal tersebut disebabkan adanya implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted

Individualization yang lebih menekankan bimbingan antar teman dalam satu

kelompok sehingga dengan model ini lebih berpotensi untuk meningkatkan kemampuan bekerjasama dalam kelompok. Penelitian aziz et al (2006: 98) menemukan bahwa dalam kerjasama potensi siswa lebih diberdayakan dengan dihadapkan pada keterampilan-keterampilan sosial yang mengakibatkan siswa secara aktif menemukan konsep serta mengkomunikasikan hasil pikirannya kepada orang lain.

Pada kelompok ini ada beberapa aspek afektif yang tidak muncul yaitu keterampilan kerjasama dalam kelompok antara lain menghargai kontribusi, tidak mendominasi pengerjaan tugas kelompok, interaksi antar siswa, memberi penjelasan materi, dan menggunakan kesepakatan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan perlakuan pada kelompok kendali yaitu dengan metode ceramah-demonstrasi, pada metode ini tidak ada diskusi secara berkelompok tetapi hanya diskusi secara klasikal untuk mengaktifkan suasana pembelajaran.

Aspek menghargai kontribusi, berdasarkan analisis diperoleh hasil setiap pertemuannya mengalami peningkatan. Pada pertemuan pertama sebesar 53,13, pertemuan kedua sebesar 71,09 dan pertemuan ketiga sebesar 73,44. Di dalam pembelajaran kooperatif dikatakan bahwa keberhasilan kelompok tergantung pada kontribusi individu. Pada awalnya, tidak semua siswa dalam satu kelompok memberikan kontribusinya, hanya siswa-siswa tertentu saja. Siswa yang

malas-sudah memberikan kontribusi tetapi pendapatnya tidak dihargai dan diterima siswa lain dalam satu kelompok dengan alasan jawabannya kurang tepat. Untuk mengatasi permasalahan ini, kemudian di setiap pertemuannya semua siswa diberi pengarahan bahwa setiap siswa harus dapat menghargai kontribusi dari masing-masing anggota, karena setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Jadi, akan lebih baik jika berbagai pendapat yang ditampung tersebut dapat didiskusikan bersama-sama untuk memperoleh jawaban yang tepat.

Aspek tidak mendominasi pengerjaan tugas kelompok, berdasarkan analisis menunjukkan adanya peningkatan, pada pertemuan pertama sebesar 68,75, pertemuan kedua sebesar 70,31 dan pertemuan ketiga sebesar 81,25. Pada awalnya, siswa dalam satu kelompok seharusnya memperoleh tugas masing-masing, tetapi ada siswa dalam satu kelompok yang tidak mau berusaha untuk mengerjakan tugas-tugasnya dalam kelompok. Mereka hanya mengandalkan temannya yang mampu mengerjakan. Akibatnya pengerjaan tugas didominasi oleh siswa yang rajin dan pandai saja, sedangkan siswa yang malas dan kurang pandai tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Setelah dilakukan pengolahan grup dan pembagian tugas kelompok di setiap pertemuannnya, akan memungkinkan siswa untuk fokus pada peran masing-masing dan kerja kelompok sehingga semuanya dapat terlibat dalam pemecahan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Apriono (2011: 159-172), bahwa suatu kerjasama dalam belajar kemungkinan besar tidak dapat berjalan/berlangsung dengan optimal dan mencapai tujuan kelompok belajar secara maksimal tanpa didukung oleh adanya keterampilan kerjasama diantara semua anggota. Hal ini akan mendorong para

anggota kelompok bekerjasama secara sinergis mencapai tujuan belajar secara optimal.

Aspek interaksi antara siswa, berdasarkan analisis menunjukkan adanya peningkatan, pada pertemuan pertama sebesar 63,28, pertemuan kedua sebesar 74,22 dan pertemuan ketiga sebesar 82,81. Interaksi yang dimaksud bukan hanya terjadi antara guru dengan siswa saja tetapi siswa harus dapat berinteraksi dengan siswa lain. Berinteraksi dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa. Siswa dapat mengungkapkan ide/gagasan yang dimiliki dan kemudian pendapatnya dibandingkan dengan pendapat siswa lain untuk memperoleh kesepakatan. Berdasarkan penelitian Nattiv, Winitzky, dan Dricky mengatakan bahwa siswa berinteraksi paling banyak dengan temannya ketika teknik pembelajaran kooperatif digunakan. Pembelajaran dengan cara berkelompok akan memfokuskan siswa agar tidak menggantungkan pemikirannya pada guru, tetapi mereka berusaha untuk berfikir sendiri dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Siswa juga dapat mempunyai kesempatan berinteraksi secara luas dengan semua anggota kelompok untuk memberikan jawaban dari pemikirannya. Adanya interaksi semua anggota kelompok akan menumbuhkan iklim kerjasama yang baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Aspek memberi penjelasan materi, berdasarkan analisis menunjukkan adanya peningkatan, pada pertemuan pertama sebesar 57,03, pertemuan kedua sebesar 72,66 dan pertemuan ketiga sebesar 81,25. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization akan mendorong siswa untuk

Siswa menerapkan bimbingan antar teman dalam satu kelompok. Siswa yang merasa memiliki kemampuan lebih dapat membantu dengan memberi penjelasan materi kepada siswa yang merasa kesulitan dalam memahami materi. Kegiatan ini dapat mendorong siswa yang pandai dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. Hal ini akan meminimalisir sifat individual siswa dalam kerjasama kelompok, karena mereka hanya belajar untuk mencari nilai dan mementingkan diri sendiri. Adanya sikap saling memberikan bantuan, maka siswa dapat belajar sifat peduli terhadap orang lain yang mengalami kesulitan belajar dan diharapkan pada masa yang akan datang siswa tidak merasa kesulitan dalam bergaul dan bekerjasama dalam masyarakat.

Aspek menggunakan kesepakatan, berdasarkan analisis menunjukkan adanya peningkatan, pada pertemuan pertama sebesar 71,88, pertemuan kedua sebesar 79,69 dan pertemuan ketiga sebesar 83,59. Setiap anggota kelompok memberikan kontribusinya dengan mengungkapkan ide/gagasan yang dimilikinya. Dari berbagai ide dan solusi pemecahan masalah tersebut, kemudian mereka menggunakan kesepakatan hanya ada satu jawaban yang akan dijadikan solusi dalam memecahkan permasalahan. Solusi tersebut diperoleh berdasarkan hasil diskusi bersama, masing-masing anggota menjelaskan dan memperkuat ide/gagasan yang mereka miliki untuk memperoleh jawaban yang tepat. Dalam diskusi ini dapat merangsang siswa untuk berpikir dan meningkatkan belajar, karena siswa belajar mengatur perbedaan pemikiran dari masing-masing individu. Siswa harus dapat mengatur posisi, melihat masalah dari sudut pandang lainnya,

negosiasi, memediasi untuk menjadi penengah ketika konflik memanas, dan menentukan kesepakatan (Hill & Tim, 1993).

Aspek yang perlu ditingkatkan adalah aspek menghargai kontribusi. Pada kenyataanya yang terjadi dalam diskusi kelompok dan presentasi hasil percobaan, tidak semua siswa memperhatikan anggota lain pada saat menyampaikan pendapat. Berdasarkan pengamatan, siswa cenderung sibuk berbicara dengan siswa lain, bermain sendiri dan mengerjakan tugas mata pelajaran lain pada saat diskusi kelompok dan presentasi berlangsung. Hal inilah yang menyebabkan aspek menghargai kontribusi sangat rendah karena kurangnya kesadaran diri dari masing-masing siswa dalam menghargai orang yang sedang mengemukakan pendapat. Siswa tidak menyadari bahwa dengan mendengarkan pendapat orang lain, mereka dapat belajar menghargai perbedaan, dengan adanya perbedaan maka siswa mampu berpikir untuk mengatasi suatu perbedaan menjadi persamaan. Siswa juga dapat menambah pengetahuan dari informasi yang telah disampaikan dalam berpendapat.

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SMP Negeri 2 Boja. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotorik. Peningkatan hasil belajar kognitif kelas eksperimen dengan rumus gain ternormalisasi sebesar 0,51 sedangkan kelas kendali sebesar 0,36. Dari hasil uji gain kognitif kedua kelas tersebut menunjukkan kriteria sedang. Hasil uji gain aspek afektif sebesar 0,48 dengan kriteria sedang sedangkan pada kelas kendali sebesar 0,11 dengan kriteria rendah. Hasil uji gain aspek psikomotorik kelas eksperimen sebesar 0,36 dengan kriteria sedang dan pada kelas kendali sebesar 0,11 dengan kriteria rendah. Selain itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model kooperatif tipe Teams Assisted Individualization dengan rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan metode ceramah-demonstrasi. Dari hasil analisis dengan uji perbedaan dua rata-rata data post-test menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kendali diperoleh = 3,37 pada data post-test dengan taraf signifikasi 5% dan dk = 62 maka diperoleh = 1,999. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kendali. Jadi model pembelajaran IPA dengan model kooperatif tipe Teams Assisted

Individualization dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas eksperimen SMP Negeri 2 Boja. Peningkatan hasil belajar IPA dengan model kooperatif tipe Teams Assisted Individualization lebih tinggi daripada hasil belajar dengan metode ceramah-demonstrasi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan perlu disampaikan beberapa saran demi penyempurnaan penelitian selanjutnya. Bagi guru hendaknya melakukan evaluasi diri dan berupaya memperbaiki proses pembelajaran dengan tidak membiarkan siswa belajar dalam suasana kompetisi. Seorang guru seharusnya tidak hanya mengajarkan keterampilan akademis, tetapi keterampilan kerjasama juga harus diberikan kepada siswa, karena tindakan ini akan bermanfaat bagi mereka untuk meningkatkan kerja kelompok dan menentukan bagi keberhasilan hubungan sosial di masyarakat.

Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat lebih meningkatkan aspek-aspek kerjasama yang telah diteliti terutama aspek menghargai kontribusi, dalam hal ini sebaiknya siswa diberi motivasi untuk mempunyai nilai-nilai budi pekerti yaitu saling menghargai dan menghormati pendapat dan berusaha untuk terbiasa dalam menerapkan nilai-nilai budi pekerti tersebut. Pembiasaan nilai-nilai budi pekerti ini bisa dilaksanakan oleh siswa ketika proses belajar berlangsung melalui diskusi kelompok, belajar klasikal, individual dan ketika selesai evaluasi belajar dengan ataupun tanpa bimbingan dari guru. Dari proses belajar itulah anak membiasakan diri berinteraksi, berkomunikasi, menghargai pendapat teman, dan menghormati

perbedaan. Siswa harus diberi pengarahan sebelum pembelajaran dimulai bahwa

Dokumen terkait