• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

HASIL DAN PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian

5.2.1 Karakteristik Responden

Stroke dapat dialami oleh laki-laki dan perempuan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 68 orang (68,0%) diikuti perempuan sebanyak 32 orang (32,0%). Dalam penelitian Appelros (2012), dijumpai bahwa tingkat kejadian stroke pada pria yaitu 41,0% lebih tinggi daripada perempuan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian oleh Towfighi (2007) yang menunjukkan bahwa wanita yang berumur 45-54 tahun lebih mengalami kejadian stroke daripada laki-laki dengan usia yang sama. Hal ini disebabkan oleh penyakit arteri koroner, lingkar pinggang dan faktor resiko vaskular termasuk tekanan darah sistolik dan kadar total kolesterol meningkat lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki yang berumur 35-64 tahun.

Dari hasil penelitian ini, pasien stroke yang paling muda adalah 22 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ellekjaer H. (1997) dan Nencini P. (1988) dalam Griffiths D. (2011), dimana dalam beberapa penelitian telah menyatakan bahwa tingkat kejadian semua jenis stroke terdapat pada kelompok usia 15 sampai 44 tahun. Selain itu, dalam penelitian Miah T. (2008) dijumpai dari 50 pasien stroke dijumpai pada kelompok usia 21-25 tahun terdapat sebanyak 3 orang stroke iskemik (6,0%) dan 2 orang stroke hemoragik (4,0%).

Dari hasil penelitian dijumpai kelompok umur yang paling banyak pasien stroke adalah berumur 58-66 tahun dan 67-75 tahun sebanyak 33 orang (33,0%) diikuti 49-57 tahun sebesar 23 orang (23,0%). Dan rata-rata umur penderita stroke 60,57 (SD 10.91) tahun. Dalam penelitian Shimizu H. (2009), dijumpai bahwa dari 426 pasien, 227 orang (53,3%) berusia < 75 tahun dengan rata-rata ± standar deviasi adalah 64 ± 7,6. Hasil penelitian Go A. S (2013) mengatakan lifetime risk

kejadian stroke terjadi pada umur 55-75 tahun di mana resiko lebih tinggi pada perempuan (20%-21%) dari laki-laki (14%-17%).

5.2.2. Pola Makan

Pola makan yang paling banyak dijawab pasien stroke berada pada kategori kurang baik yaitu sebanyak 58 orang (58,0%). Pola makan yang kurang baik menurut pertanyaan dalam wawancara yang diajukan adalah konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol seperti konsumsi daging yang sering (54,0%) dan konsumsi makanan bersantan dan lemak (60,0%). Dalam hasil penelitian ini, uji statistik chi-square yang didapati adalah p = 0.229, berarti tidak mempunyai hubungan dengan kejadian stroke. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shilpasree AS. (2013), dimana kadar total kolesterol, LDL dan trigliserida meningkat dan HDL menurun lebih pada kelompok stroke dari kelompok kontrol dengan memiliki hubungan statistik signifikasi yang tinggi (p < 0.001). Dalam penelitian Fung T.T. (2004) dijumpai bahwa resiko relatif kejadian total stroke adalah 1.58 (p = 0,0002) dan stroke iskemik sebanyak 1.56 (p= 0,02) pada perempuan dalam kuintil tertinggi dibanding dengan kuintil terendah. Menurut pada Nurse Health’s Study, konsumsi daging > 4 kali per minggu dapat meningkatkan faktor resiko kejadian stroke (iskemik dan intraserebal hemoragik). Dalam penelitian Larsson S.C. (2011) dijumpai bahwa konsumsi olahan daging memiliki resiko kejadian stroke apabila dibanding antara kelompok kuintil tertinggi dengan kelompok kuintil terendah (p = 0.03). Konsumsi daging merah berkaitan dengan insidensi tekanan darah, kejadian hipertensi, sindrom metabolik dan peradangan.

Perbedaan ini terjadi mungkin akibat pengambilan data yang berbeda. Pada penelitian ini, pengambilan data lebih banyak dilakukan dengan wawancara bukan kepada pasien langsung, tetapi dengan orang terdekat (alloanamnese) dimana ada yang tidak tahu atau lupa apabila bertanya mengenai keseharian pasien atau responden. Ini dilakukan karena kebanyakan dari pasien stroke iskemik dan hemoragik yang dirawat di RSHAM Medan sulit berkomunikasi dengan baik.

Pada pertanyaan 11 yaitu mengenai konsumsi sayur dan buah-buahan segar dijumpai sebanyak 77 orang (77,0%) responden yang menjawab dengan

nilai 3. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Sauvaget (2003) menyatakan bahwa konsumsi sayuran hijau-kuning tiap hari dikaitkan dengan penurunan resiko kematian akibat semua jenis stroke yang signifikan sebanyak 26,0% dalam pada pria dan wanita dibandingkan dengan konsumsi sekali atau kurang per minggu. Tambahan pula, konsumsi buah-buahan tiap hari mengurangi resiko stroke secara signifikasi pada laki-laki (35,0%) dan perempuan (25%) dan hasil didapati sama untuk kedua perdarahan intraserebral dan infark serebral. Juga berbeda dalam penelitian Joshipura J.K. (1999) menyatakan bahwa responden yang berada dalam kuintil tertinggi untuk konsumsi buah-buahan dan sayuran memiliki resiko relatif lebih rendah (0.69) dibanding dengan responden dalam kuintil terendah. Resiko kejadian stroke iskemik berkurang sebanyak 6,0% dengan peningkatan 1 porsi buah-buahan atau sayur per hari (p = 0.01).

Menurut peneliti, hal ini terjadi karena dalam penelitian ini tidak ditelusuri tentang pola makan sayuran dan buahan secara terperinci kepada pasien, misalnya porsi sayuran dan buahan atau jenis syuran dan buahan yang dikonsumsi.

Kebiasaan kopi yang diminum hanya dijumpai 37 orang (37,0%) dimana 57 orang (57,0%) tidak minum kopi. Kafein yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, kadar kolesterol total dan kolesterol LDL dalam darah dimana akan berlaku proses aterosklerosis melalui pembentukan plak pada saluran atau lumen pembuluh darah. Dalam penelitian Lopez-Garcia E. (2009) menganalisis data dari kohort prospektif dalam Nurse’s Health Study sebanyak 83.076 wanita dimana mereka yang minum 2-3 cangkir per hari memiliki 19% penurunan resiko stroke manakala wanita yang minum =/> 4 kopi per hari memiliki resiko 20% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak minum kopi (p=0.003). Selain itu, dalam penelitian O’Keefe J.H. (2013) mendapat bahwa 1-3 cangkir kopi berkait dengan penurunan resiko stroke (p <0,001). Evaluasi resiko stroke pada populasi umum yang mengkonsumsi 3-6 cangkir kopi per hari menunjukkan penurunan yang signifikan (p = 0,003). Sebaliknya, konsumsi kopi > 6 per hari tidak ada hubungan dengan resiko kejadian stroke (p = 0,97).

5.2.3. Merokok

Hasil penelitian mengenai status merokok dijumpai responden yang merokok sebanyak 59 orang (59,0%) dan tidak merokok sebanyak 29 orang (29,0%). Dalam hasil penelitian ini, uji statistik chi-square yang didapati adalah p = 0,046. Hal ini bersokong dengan penelitian yang dilakukan oleh Paul S.L. (2004) bahwa US Physician’s Health Study ditemukan resiko stroke iskemik adalah 2 kali lipat meningkat pada perokok aktif. Peserta yang merokok < 20 batang per hari ditemukan memiliki peningkatan 1,6 kali lipat resiko stroke iskemik dan yang merokok ≥ 20 batang per hari meningkat 2,25 bila dibandingkan dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan dosis-respons antara jumlah rokok yang dihisap setiap hari dengan kejadian perdarahan subarakhnoid (p <0,0004). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Love B.B. (1990) dimana jumlah rokok yang dihisap setiap hari terdapat faktor resiko yang signifikan (p = 0,028) untuk infark serebral dan resiko sebanyak 1.014 meningkat untuk setiap batang rokok.

Selain itu, hasil penelitian ini terdapat 31 orang (31,0%) perokok berat dan 10 orang (10,0%) perokok ringan. Dalam penelitian Aldoori M.I (1998) dinyatakan bahwa perokok berat (>20 batang/hari) memiliki resiko relatif untuk total non-fatal stroke 2.71 dan fatal stroke 1.46 (p <0,05).

Dokumen terkait