• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan, diperoleh data yang merupakan keadaan nyata dengan cara mengkaji data dari rekam medis. Data tersebut dijadikan tolak ukur dalam melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir dapat dijabarkan sebagai berikut:

5.2.1. Jumlah kasus diare pada anak balita menurut jenis kelamin

Dilihat dari jenis kelamin penderita, pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah kasus diare pada anak balita yang terbanyak terdapat pada jenis kelamin laki- laki yaitu sebesar 55.0%, diikuti dengan perempuan yaitu sebanyak 45.0%. Namun dari penelitian ini didapatkan bahwa perbedaan jumlah kasus antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu signifikan. Hasil ini didukung oleh penelitian Adisasmito yang mengemukakan bahwa jenis kelamin bukanlah salah satu dari faktor resiko untuk terkena diare akut pada anak balita (Adisasmito, 2007).

5.2.2. Jumlah kasus diare pada anak balita menurut kelompok umur

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa kelompok umur yang terbanyak adalah dari 28 hari – 1 tahun yaitu sebanyak 54.0%, dan sebagian kecil kelompok umur yang paling sedikit terkena diare akut adalah dari kelompok umur kurang dari 28 hari yaitu 13.0% sahaja. Menurut Simatupang, adalah didukung bahwa faktor umur balita memainkan peran di mana sebagian besar diare terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun. Hasil analisis lanjut SKDI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai risiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan (Simatupang, 2004).

Hasil penelitian Sumali M. Atmojo dalam penelitian Sinthamurniwati juga menunjukkan bahwa besar pengaruh umur balita terhadap frekuensi kejadian diare pada anak balita hanya sebesar 8,77%. Meskipun demikian, kondisi ini perlu dicermati bahwa semakin muda usia anak balita kemungkinan terkena penyakit diare semakin besar. Hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 1991 (BPS, 1993) juga menemukan bahwa semakin muda usia anak balita semakin besar kecenderungan terkena penyakit diare, kecuali pada kelompok usia kurang dari enam bulan, yang mungkin disebabkan makanan bayi masih sangat tergantung pada Air

Susu Ibu (ASI). Tingginya angka diare pada anak balita yang berusia semakin muda dikarenakan semakin rendah usia anak balita daya tahan tubuhnya terhadap infeksi penyakit terutama penyakit diare semakin rendah, lebih – lebih jika status gizinya kurang dan berada dalam lingkungan yang kurang memadai. Oleh karena itu pola asuh terhadap anak balita yang berusia dini harus lebih baik daripada yang berusia lebih tua.

Selanjutnya, hasil penelitian Wiwik Suharti dalam penelitian Sinthamurniwati juga mendukung, yaitu menunjukkan bahwa jumlah balita penderita diare yang banyak pada kelompok umur 6 – 12 bulan yaitu 34 balita (40 %) dan pada kelompok umur 13 – 24 bulan sebanyak 25 balita (29,4 %) sedangkan yang sedikit pada kelompok umur 0 – 5 bulan yaitu 13 orang (15,3 %). Sedikitnya kejadian diare pada kelompok umur 0 – 5 bulan karena pada umur tersebut, balita biasanya masih mendapat ASI dari ibunya dan belum mendapat makanan tambahan, demikian tingkat imunitas balita tersebut tinggi yang diperoleh langsung dari ASI sehingga risiko untuk terkena diare lebih rendah. Pada kelompok umur 6 – 12 bulan biasanya balita sudah mendapat makanan tambahan dan menurut perkembangannya mulai dapat merangkak sehingga kontak langsung bisa saja terjadi, kontaminasi dari peralatan makan dan atau intoleransi makanan itu sendiri yang dapat menyebabkan tinginya risiko terkena diare (Sinthamurniwaty, 2006).

5.2.3. Jumlah kasus diare pada anak balita menurut status gizi

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa anak balita yang mengalami diare paling banyak mempunyai status gizi yang baik yaitu sebanyak 53.3%, diikuti dengan status gizi buruk yaitu 25.0% dan akhirnya status gizi kurang yaitu sebanyak 21.7%. Didapatkan dari penelitian ini bahwa anak dengan status gizi baik tetap juga bisa mengalami diare akut. Hal ini didukung dengan penelitian Simatupang di mana status gizi tidak termasuk faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita

(Simatupang M., 2004). Diare dapat disebabkan oleh infeksi, virus, atau parasit, malabsorbsi makanan, keracunan makanan dan juga alergi (Harianto, 2004)

Menurut Sutoto (1992) dalam penelitian Simatupang, menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan lingkaran setan. Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberatkan diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Menurut Suharyono (1986) dalam penelitian Simatupang, juga menjelaskan bahwa bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare.

5.2.4. Jumlah kasus diare pada anak balita menurut pemberian ASI eksklusif Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar anak balita yang menderita diare akut tidak mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif, yaitu sebesar 75.0% yang terdiri dari 45 orang. Hanya sebagian kecil anak balita yang menderita diare akut dalam penelitian ada mendapatkan ASI eksklusif yaitu 25.0% terdiri seramai 15 orang. Hal ini juga membuktikan bahwa ASI eksklusif ada memainkan peran penting dalam risiko terkena diare. Menurut Sutoto (1992) dalam penelitian Simatupang, mendukung hasil penelitian ini dengan menjelaskan bahwa pemberian ASI eksklusif akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai susu botol atau tanpa ASI.

Menurut penelitian Simatupang, dijelaskan bahwa pada bayi yang tidak diberi ASI penuh pada 6 bulan pertama kehidupan, resiko mendapat diare adalah 30 kali lebih besar. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan resiko tinggi terkena diare sehingga menyebabkan terjadinya gizi buruk (Simatupang, 2004).

5.2.5. Jumlah kasus diare pada anak balita menurut jenis dehidrasi yang dialami

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa jenis dehidrasi yang paling banyak dialami oleh anak balita dengan diare akut ini adalah dehidrasi ringan-sedang yaitu sebesar 72%, diikuti dengan tanpa dehidrasi yaitu sebesar 17% dan sebagian kecil mengalami dehidrasi berat yaitu sebesar 11%.

Bahaya utama diare adalah kematian yang disebabkan karena tubuh banyak kehilangan air dan garam yang terlarut yang disebut dehidrasi (Harianto, 2004). Dehidrasi yang terjadi pada penderita diare karena usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut didalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya tubuh kekurangan cairan. Dehidrasi lebih mudah terjadi pada bayi dan balita serta pada penderita demam. Derajat dehidrasi diukur menurut persentase terjadinya penurunan berat badan selama diare. Bila berat badan turun kurang dari 5% termasuk dehidrasi ringan, berat badan turun 5%-10% termasuk dehidrasi sedang dan bila berat badan turun lebih dari 10% termasuk dehidrasi berat (Harianto, 2004).

Dokumen terkait