• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Jumlah sampel yang didapat pada penelitian adalah 127 orang yang terdiri dari 82 orang pasien BPH dan 45 orang pasien kanker prostat. Semua data diambil dari rekam medis dan merupakan pasien BPH dan kanker prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011.

Dari penelitian didapati bahwa kelompok usia terbanyak penderita BPH adalah pada kelompok usia 71-80 tahun (35,4%) dengan usia rata-rata 66,94 dimana usia termuda adalah 49 tahun dan usia tertua adalah 90 tahun. Sedangkan untuk penderita kanker prostat, kelompok usia terbanyak pada 61-70 tahun (48,9%) dengan usia rata- rata 66,09 tahun dimana usia termuda adalah 47 tahun dan usia tertua adalah 84 tahun. Terlihat tidak ada perbedaan yang mencolok antara rata-rata usia penderita BPH dengan kanker prostat. Ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa insiden penyakit BPH dan kanker prostat dimulai pada usia 50 tahun dan meningkat seiring pertambahan usia (Presti, 2004; Elatar, 2008; Purnomo, 2009). Adanya hubungan usia dengan kejadian penyakit BPH dan kanker prostat juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan Amalia (2010) pada 52 sampel kasus dan 52 sampel kontrol penderita BPH dimana hasilnya menunjukkan bahwa umur merupakan salah satu faktor terjadinya BPH. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2012) pada 194 sampel penderita kanker prostat dimana hasilnya menunjukkan usia terbanyak pada kelompok usia 61-70 tahun sebanyak 49 orang (25,3%).

Ditinjau dari pekerjaannya, 30 orang penderita BPH berprofesi sebagai wiraswasta (36,6%), 21 orang sebagai petani (25,6%), 10 orang sebagai pensiunan (14,6%), dan 19 orang berprofesi lain-lain (PNS, tidak bekerja, pekerja lepas, pedagang, dan nelayan). Sedangkan dari 45 penderita kanker prostat, 20 orang

berprofesi sebagai wiraswasta (44,4%), 10 orang sebagai petani (22,2%), 7 orang sebagai pensiunan (15,6%), dan 8 orang berprofesi lain-lain (PNS, pegawai swasta, tidak bekerja, dan pekerja lepas). Terlihat kesamaan jenis pekerjaan yang mendominasi antara BPH dengan kanker prostat yaitu wiraswasta, petani, dan pensiunan. Belum ada teori maupun penelitian yang mendukung bahwa pekerjaan tertentu merupakan faktor resiko terjadinya BPH ataupun kanker prostat.

Berdasarkan diagnosisnya didapati jumlah penderita yang menderita BPH saja sebanyak 45 orang (54,9%) dan yang menderita BPH dan diikuti oleh penyakit penyerta sebanyak 37 orang (45,1%). Sedangkan jumlah penderita yang menderita kanker prostat saja sebanyak 32 orang (71,1%) dan yang menderita kanker prostat dan diikuti penyakit penyerta sebanyak 13 orang (28,9%). Terlihat kesamaan diagnosis tunggal antara penderita BPH dengan kanker prostat. Adanya penyakit penyerta mungkin disebabkan oleh insiden penyakit BPH dan kanker prostat yang lebih banyak pada usia tua dimana pada saat itu sistem imun dan fungsi-fungsi organ sudah mulai menurun sehingga rentan terkena beberapa penyakit.

Dari 80 penderita BPH didapati sebanyak 39 orang (47,6%) memiliki <2 gejala, 21 orang (25,6%) memiliki >4 gejala, dan 20 orang (24,4%) memiliki 2-4 gejala. Sedangkan pada penderita kanker prostat didapati sebanyak 21 orang (46,7%) memiliki 2-4 gejala, 13 orang (28,9%) memiliki >4 gejala, dan 11 orang (24,4%) memiliki <2 gelala. Adapun pasien-pasien yang memiliki jumlah gejala >4 adalah pasien-pasien yang memiliki semua gejala LUTS. Terlihat perbedaan bahwa penderita BPH paling banyak memiliki <2 gejala yaitu gejala obstruktif (hesitancy, intermittency, atau incomplete emptying) karena pembesaran di zona transisional akan menekan uretra sehingga proses perkemihan menjadi terganggu. Ada sedikit perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Tsukamoto tahun 2004 dimana hasilnya menunjukkan rata-rata penderita BPH yang mengalami gejala LUTS sedang atau berat berdasarkan kelompok usia adalah 51,7%. Sedangkan penderita kanker prostat paling banyak memiliki 2-4 gejala yaitu gejala obstruktif (hesitancy, weak

frequency, nocturia) atau hematuria atau kombinasi dari ketiganya. Terjadinya hematuria disebabkan oleh nekrosis jaringan pada prostat (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Dari 79 penderita BPH, onset 1-3 bulan dijumpai paling banyak yakni sebanyak 29 orang (35,4%) diikuti 22 orang (26,8%) pada <1 bulan, 13 orang (15,9%) pada 7- 12 bulan, 12 orang (14,6%) pada 4-6 bulan, dan 3 orang (3,7%) pada >1 tahun. Sedangkan dari 38 penderita kanker prostat, onset 1-3 bulan dijumpai paling banyak yakni sebanyak 11 orang (24,4%) diikuti 8 orang (17,8%) pada <1 bulan, 7 orang (15,6%) pada 4-6 bulan, dan 6 orang (13,3%) masing-masing pada 7-12 bulan serta >1 tahun. Terdapat kesamaan onset terjadinya gejala yang paling banyak dijumpai pada penderita BPH dan kanker prostat yaitu pada 1-3 bulan. Keadaan ini mungkin disebabkan akibat kurangnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat tentang gejala-gejala BPH dan kanker prostat serta gejala yang asimptomatik pada fase-fase awal (Kumar, 2007).

Berdasarkan terapi pada penderita BPH, dari 80 orang yang tercatat paling banyak diterapi dengan TURP yakni 49 orang (59,8%) diikuti terapi obat-obatan sebanyak 12 orang (14,6%), prostatektomi terbuka sebanyak 1 orang (1,2%), dan terapi lain-lain sebanyak 18 orang (22,0%). Sedangkan dari 39 orang penderita kanker prostat yang tercatat, paling banyak diterapi dengan TURP yakni 17 orang (37,8%) diikuti prostatektomi terbuka sebanyak 9 orang (4,4%), obat-obatan sebanyak 2 orang (4,4%), dan terapi lain-lain sebanyak 11 orang (24,4%). Terlihat bahwa TURP merupakan terapi yang paling banyak dilakukan baik pada penderita BPH maupun kanker prostat. Ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa TURP merupakan operasi yang cocok dan paling banyak dikerjakan di seluruh dunia (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Berdasarkan nilai PSA penderita BPH, sebanyak 27 orang (32,9%) tergolong tidak normal (cenderung meningkat) dan 13 orang (15,9%) tergolong normal dari 40 orang yang tercatat. Sedangkan pada penderita kanker prostat, sebanyak 30 orang (66,7%) tergolong tidak normal (cenderung meningkat) dan 1 orang (2,2%) tergolong

normal dari 31 orang yang tercatat. Terlihat bahwa sebagian besar penderita BPH dan kanker prostat sama-sama memiliki nilai PSA yang tergolong tidak normal (cenderung meningkat). Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi (2012) pada 33 orang pasien kanker prostat di RSUP HAM Medan periode Juli 2010- Juni 2012 dimana hasilnya menunjukkan keseluruhan pasien memiliki nilai PSA yang tinggi (>4 ng/ml). Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan PSA bisa sebagai skreening dan faktor prognostik karena memiliki nilai sensitivitas 79% dan spesifisitas 19% sesuai dengan penelitian Erlangga (2007).

Dari semua penderita kanker prostat yang tercatat, sebanyak 4 orang (8,9%) tergolong diferensiasi sedang (5-7), 3 orang (6,7%) tergolong diferensiasi baik (2-4), dan 1 orang (2,2%) tergolong diferensiasi buruk (8-10). Hanya delapan orang yang tercatat dilakukan penilaian berdasarkan skor Gleason. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendrianto tahun 2010 dimana hasilnya menunjukkan sebanyak 33 orang (63,46%) pasien kanker prostat tergolong diferensiasi sedang (5-7). Jumlah pasien yang hanya delapan orang mungkin disebabkan karena pengambilan data hanya dilakukan di bagian rekam medis, tidak mencakup di Instalasi Patologi Anatomi.

Dokumen terkait