• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.4. Pembahasan

Penelitian tentang PPOK semakin berkembang, seiring berkembangnya wacana bahwa PPOK yang pada awalnya merupakan suatu penyakit saluran napas yang proses inflamasinya merupakan proses self limiting menjadi suatu proses inflamasi sistemik. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa pada pasien PPOK sering ditemukan berbagai kelainan klinis lain seperti abnormalitas metabolik, penurunan berat badan, kelemahan otot dan kakhesia, penyakit kardiovaskular (atherotrombosis, penyakit jantung iskemik, stroke dan penyakit jantung koroner), depresi, osteoporosis, dan anemia (Rennard, 2007).

Kelainan gizi, seperti perubahan dalam asupan kalori, tingkat metabolisme basal, dan komposisi tubuh merupakan hal yang umum terjadi pada pasien PPOK. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan terjadi pada sekitar 50% dari pasien dengan PPOK yang berat dan sangat berat, serta sekitar 10 sampai 15% dari pasien dengan derajat PPOK ringan sampai sedang. Mekanisme pasti yang mendasari penurunan berat badan pada pasien PPOK sebenarnya masih belum jelas. Berbagai penelitian membuktikan penurunan berat badan pada pasien PPOK pada dasarnya diperantarai oleh kakhesia yang dialaminya, sehingga massa otot

akan lebih berkurang pada pasien PPOK daripada massa lemaknya (Ischaki et al.,

2007). Penelitian lain sebaliknya justru membuktikan tidak adanya penurunan fat free mass index atau massa bebas lemak secara signifikan pada pasien PPOK (Silvia et al., 2008) sehingga peran muscle wasting dalam penurunan berat badan pada pasien PPOK masih belum jelas.

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menemukan hubungan antara lean body mass index atau massa tubuh bebas lemak dengan keparahan penyakit pada pasien PPOK. Sebanyak 42 subjek PPOK stabil 50-79 tahun disertakan dalam penelitian yang berlangsung dari 7 Juli-11 Agustus 2011 di Rumah Sakit Tembakau Deli Medan. Jika ditinjau dari Indeks Massa Tubuhnya, dari 42 subjek yang menjadi sampel penelitian terdapat hanya 42.9 persen diantaranya atau sebanyak 18 orang yang termasuk kategori normal, sementara subjek yang termasuk kategori underweight mencapai sekitar 35.7% dari total sampel atau sebanyak 15 orang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dourado et al. (2006) bahwa prevalensi malnutrisi pada pasien PPOK bervariasi sekitar 26% sampai dengan 47% dari seluruh pasien PPOK.

Terdapat beberapa hal yang diduga menimbulkan kekurangan gizi pada pasien dengan PPOK. Namun, mekanisme yang pasti terlibat belum diketahui. Ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi, karena asupan berkurang atau pengeluaran yang meningkat, tampaknya menjadi faktor yang terlibat dalam kebanyakan kasus (Dourado et al., 2006). Faktor lain yang berperan penting juga kakhesia pada pasien PPOK (Wagner, 2008). Kakhesia sendiri didefinisikan sebagai lean body mass index (LBMI) < 16 kg/m2 pada laki-laki dan <17 kg/m2 pada perempuan (Schols et al., 2005). Dengan demikian dari ke-42 subjek pada penelitian ini terdapat 35.7 persen yang termasuk dalam kelompok kakhesia. Kembali hal ini sesuai dengan pernyataan Wagner (2006) bahwa prevalensi kakhesia pada pasien PPOK bervariasi antara 20-40% dari seluruh pasien PPOK. Sebagaimana disebutkan oleh Wagner (2008) terdapat berbagai mekanisme yang terkait dengan timbulnya kakhesia pada pasien PPOK diantaranya seperti peningkatan penggunaan energi saat istirahat, dimana pada pasien PPOK, konsumsi energi basal (Resting Energy Expenditure)-nya

dilaporkan 15-20% lebih tinggi daripada orang sehat, dan peningkatan kebutuhan energi untuk bernapas normal diduga menjadi kunci penyebabnya (Ezzel dan Jensen, 2000). Selain itu, berbagai hal seperti atropi otot yang tidak digunakan, inflamasi sistemik, peningkatan Reactive Oxygen Species oleh sitokin-sitokin proinflamasi memainkan peranan penting dalam timbulnya kakhesia pada pasien PPOK (Wagner et al., 2008)

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh keparahan penyakit dengan penurunan status nutrisional pasien PPOK, dilakukan studi korelasional dalam penelitian ini. Untuk mengetahui hubungan derajat keparahan penyakit dengan kejadian malnutrisi pada pasien PPOK dilakukan dengan menilai korelasi VEP1 dan IMT pada seluruh subjek. Sementara untuk mengetahui pengaruh derajat keparahan penyakit terhadap timbulnya kakhesia serta penurunan massa bebas lemak, digunakan korelasi VEP1 dengan LBMI (lean body mass index). Uji korelasi VEP1 dengan dengan IMT menunjukkan tidak adanya korelasi yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut (p>0.05). Dengan kata lain, tidak ada hubungan antara derajat keparahan penyakit PPOK dengan Indeks Massa Tubuh. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Ischaki et al (2007) yang menunjukkan masih terdapat hubungan antara nilai VEP1 dengan nilai IMT pada pasien PPOK meskipun nilai korelasi yang dihasilkan sangat lemah yakni dengan nilai r=0.07 dan p=0.49. Hasil yang sama dengan penelitian Ischaki et al juga ditemukan pada penelitian Hansen et al (2001) yang menunjukkan nilai korelasi r=0.18 dengan p=0.001 pada penelitiannya. Beberapa hal yang dapat menimbulkan perbedaan nilai koefisien korelasi (r) dalam penelitian ini diantaranya:

a. Jumlah sampel pada penelitian ini hanya terbatas sebesar 42 orang mengingat keterbatasan waktu dan populasi yang akan diteliti. Sementara pada penelitian Ischaki et al (2007) digunakan sampel sebanyak 100 pasien PPOK stabil, dan pada penelitian Hansen et al digunakan 1586 pasien PPOK.

b. Sampel pada penelitian ini terdiri dari 42 penderita PPOK stabil, dimana 19 orang (45.2%) diantaranya merupakan penderita PPOK berat; 13 orang (31%) penderita PPOK sangat berat; 10 orang (23.8%) penderita PPOK sedang, namun tidak terdapat penderita PPOK yang masih dalam derajat ringan. Hal

ini diperkirakan akan mempengaruhi nilai hasil penelitian mengingat subjek PPOK stadium ringan sebagian besar masih asimtomatik termasuk dalam hal belum terdapatnya penurunan berat badan secara bermakna akibat penyakit PPOK yang dideritanya, sementara pada penelitian Ischaki terdapat masing- masing 20 sampel pada 4 kelompok berdasarkan derajat penyakitnya, ditambah dengan 1 kelompok kontrol yang tidak menderita PPOK.

c. Perbedaan proporsi tubuh pada sampel diduga juga mempengaruhi hasil penelitian. Semua subjek dalam penelitian ini adalah penduduk asli Indonesia dan termasuk Ras Mongoloid. Sementara itu, subjek penelitian pada penelitian Ischaki et al (2007) merupakan penduduk Amerika. Begitu pula dengan penelitian Hansen et al (2001) yang dilaksanakan di Copenhagen, Denmark. Pada dasarnya orang Asia memiliki IMT yang lebih rendah daripada orang Barat dan memiliki lemak subkutan yang lebih tebal daripada orang Barat (Wang, 1994).

Sementara itu, dari hasil korelasi nilai spirometri VEP1 dengan lean body mass index didapatkan hubungan yang signifikan, dengan nilai korelasi r=0.323 dengan p=0.037. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Weni et al

(2008) yang juga menemukan korelasi bermakna antara LBMI dengan VEP1 dengan nilai r=0.367; p=0.010. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa lean body mass index pada dasarnya lebih menggambarkan variabel keparahan penyakit daripada Indeks Massa Tubuh, sebagaimana yang disebutkan oleh Ischaki et al

(2007). Adapun kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut dinyatakan dengan notasi r (koefisien korelasi). Dalam penelitian ini didapati nilai r = 0,323 yang berarti kekuatan hubungan antara VEP1 dengan LBMI adalah rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Weni et al (2008), namun berbeda dengan penelitian Ischaki et al (2001) yang mendapatkan nilai r = 0.424 (p value = 0,001) atau dengan kata lain hubungan antara kedua variabel adalah sedang. Selain dari jumlah sampel yang berbeda, faktor ras kembali diduga berperan dalam menimbulkan perbedaan nilai koefisien korelasi (r) yang didapatkan pada penelitian ini dengan penelitian Ischaki et al (2007). Subjek penelitian ini

merupakan penduduk asli Indonesia, sementara penelitian Ischaki et al dilakukan pada penduduk Amerika. Perbedaan komposisi tubuh antara orang Asia dengan Barat dapat mempengaruhi hasil penelitian yang didapat. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa penelitian sejenis yang sebelumnya pernah dilakukan di Indonesia oleh Weni et al (2008) juga mendapatkan korelasi antara VEP1 dan LBMI yang rendah (r=0.367; p=0.010). Selain hal tersebut, masih terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:

a. Pengukuran lean body mass index pada penelitian ini masih menggunakan perhitungan antopometrik, sehingga faktor berat badan dan tinggi badan masih mempengaruhi nilai lean body mass index yang dihasilkan. Sementara pada penelitian Ischaki et al., perhitungan lean body mass index sudah menggunakan gold standard pengukuran lean body mass index yaitu

bioelectrical impedance analysis.

b. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional mengingat keterbatasan waktu dimana pengumpulan data penelitian hanya dalam satu kali pengamatan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, akan lebih baik bila dilakukan penelitian secara cohort dimana tiap-tiap sampel diikuti seiring dengan perjalanan penyakitnya. Dengan metode ini, akan didapati hubungan yang lebih akurat antara perjalanan penyakit PPOK dengan lean body mass index

maupun Indeks Massa Tubuhnya.

c. Data nilai spirometri dalam penelitian ini menggunakan data rekam medik, sehingga kurang mewakili nilai spirometri pada saat dilakukan penelitian. Namun menimbang perburukan nilai spirometri pada pasien PPOK berjalan sangat lambat dan berlangsung kronik, diasumsikan hasil spirometri dalam data rekam medik dapat mewakili nilai spirometri subjek penelitian.

d. Beberapa variasi sampel seperti usia dan frekuensi olahraga tidak dapat disamakan pada penelitian ini, sementara hal tersebut dapat pula mempengaruhi lean body mass seseorang. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, akan lebih baik bila sampel yang dipilih berusia sama atau pada

rentang usia yang lebih sempit, selain itu frekuensi olahraga subjek perlu juga diperhatikan dalam pemilihan sampel.

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara nilai spirometri VEP1 sebagai indeks keparahan penyakit seorang pasien PPOK dengan lean body mass index-nya.

Berkebalikan dengan hal tersebut, ternyata tidak terdapat hubungan antara nilai spirometri VEP1 seorang pasien PPOK dengan Indeks Massa Tubuhnya. Sebagai massa tubuh bebas lemak, lean body mass index pada dasarnya lebih mencerminkan massa otot seorang pasien (Ischaki et al., 2007). Hal ini patut menjadi perhatian mengingat terapi rehabilitasi otot maupun olahraga masih belum menjadi baku tetap penatalaksanaan pasien PPOK sampai sekarang. Sampai sekarang penderita PPOK yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal, namun masih disertai: gejala pernafasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, dan kualitas hidup yang menurun (PDPI, 2003). Jika mengingat terdapatnya korelasi positif antara VEP1 dan LBMI, yang artinya semakin parah derajat obstruksi saluran pernapasan seorang pasien PPOK, semakin berkurang pula massa tubuh bebas lemaknya maka terapi rehabilitasi seyogyanya sudah dapat dilakukan bahkan sewaktu pasien PPOK masih dalam derajat ringan sebagai upaya pencegahan kakhesia pada pasien PPOK nantinya.

Banyak terapi yang dapat diterapkan sebagai upaya pencegahan dan penatalaksanaan kakhesia pada pasien PPOK. Terapi nutrisi, olahraga, obat anti inflamasi dan antioksidan, serta beberapa hormon anabolik seperti growth hormone dan insulin-like growth factor merupakan beberapa contoh terapi yang bisa digunakan pada pasien PPOK baik yang sudah maupun yang belum mengalami kakhesia (Wagner, 2008). Selain itu, berbagai program rehabilitasi fisik seperti fisioterapi berupa latihan pernapasan serta fisioterapi otot dapat menjadi pilihan bagi pasien-pasien PPOK dengan kakhesia berat yang sudah mengalami kesulitan melakukan aktivitas fisik ataupun pada mereka yang sudah mengalami disabilitas fisik.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut.

1. Terdapat korelasi bermakna antara nilai spirometri VEP1 dengan nilai lean body mass index pada pasien PPOK stabil di RS Tembakau Deli

2. Ditemukan hubungan korelasi positif antara nilai spirometri VEP1 dengan nilai lean body mass index. Dengan kata lain, semakin rendah nilai VEP1 pasien PPOK maka akan semakin rendah pula nilai lean body mass index-nya. 3. Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara nilai spirometri VEP1 dengan

nilai Indeks Massa Tubuh pada pasien PPOK stabil di RS Tembakau Deli. 4. Pada pasien PPOK terjadi kehilangan jaringan massa bebas lemak yang

ditunjukkan oleh rendahnya nilai lean body mass index.

5. Lean body mass index merupakan variabel keparahan penyakit PPOK yang lebih tepat digunakan daripada Indeks Massa Tubuh. Dengan kata lain, semakin parah obstruksi saluran pernapasan pada pasien PPOK, akan semakin berkurang pula LBMI-nya namun penurunan tersebut tidak terjadi pada Indeks Massa Tubuh-nya.

6. 2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Perlu dilaksanakan penelitian lain yang lebih dalam tentang hubungan nilai spirometri atau keparahan penyakit pada pasien PPOK dengan nilai lean body

mass index-nya dengan cakupan jumlah responden dan lokasi penelitian yang lebih besar lagi, khususnya di Indonesia.

2. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan pengukuran lean body mass index

secara baku yakni dengan bioimpedance analysis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

3. Mengingat banyaknya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penurunan lean body mass index, seperti usia dan frekuensi olahraga; perlu dilaksanakan lebih banyak penelitian guna mengidentifikasi lebih jauh faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi penurunan lean body mass index, khususnya pada pasien PPOK .

4. Upaya-upaya prevensi terhadap kakhesia pada pasien PPOK serta penatalaksanaan kakhesia pada pasien PPOK hendaknya menjadi perhatian para praktisi kedokteran dan kesehatan serta instansi-instansi terkait mengingat adanya keterlibatan penurunan lean body mass index dalam perjalanan penyakit pasien PPOK.

DAFTAR PUSTAKA .

Agustı, A.G.N., 2005. Systemic Effects of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Proc Am Thorac Soc 2: 367–370

Agustin, H., dan Yunus, F., 2008. Proses Metabolisme Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Dalam: Jurnal Respirologi Indonesia. 2008.

Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 155-161.

American Thoracic Society dan European Respiratory Society, 2004. Standards for the Diagnosis and Management of Patients with COPD. Available from

http:/[Accesed 5 March 2011].

Amin, M., 1996. Penyakit Paru Obstruktif Menahun: Polusi Udara, Rokok dan Alfa-1 Antitripsin. Cetakan Pertama. Surabaya: Airlangga Univesity Press.

Colla, L.L., Albertin, A., Colla, G.L., Porta, A., Aldegheri, G., Di Candia, et al., 2010. Pharmacokinetic Parameter Set in Morbidity Obese Patients Ensuing from a New Method for Calculating Lean Body Mass. Clin Pharmacokinet

49: 131-139.

MacNee, W., 2011. Pathology and Pathogenesis. In: Currie, G.P., ed. ABC of COPD second edition. UK: Blackwell Publishing Ltd, 6-11.

Dahlan, M.S., 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS Edisi Lima. Jakarta: Salemba Medika.

Debigare, R., Cote, C.H., dan Maltais, F., 2001. Peripheral Muscle Wasting in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J Respir Crit Care Med 164: 1712-1717.

Depkes RI, 2008. Keputusan Menteri Kesehatan, Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Available from http:/ [Accesed 5 March 2011].

Dourado, V.Z., Tanni, E.S., Vale, S.A., Faganello, M.M., Sanchez, F.F., Godoy, I., 2006. Systemic manifestations in chronic obstructive pulmonary disease.

J Bras Pneumol 32(2): 161-171.

Eid, A.A., Ionescu, A.A., Nixon, L.S., Jenkins, V.L., Matthews, S.B., Griffiths, T.L., et al., 2001. Inflammatory Response and Body Composition in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J Respir Crit Care Med 164: 1414–1418.

Ezzell, L., dan Jensen, G.L., 2000. Malnutrition in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Clin Nutr 72(6): 1415-1416

Fitriani, F., Yunus, F., Wiyono, W.H., dan Antariksa, B., 2007. Penyakit Paru Obstruktif Kronik sebagai Penyakit Sistemik. Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia. Available from: http

[Accessed 23 March 2011].

GOLD, 2010. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Available from: http:/

Hallin, R., 2009. Nutritional Depletion in Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Effect on Morbidity, Mortality and Physical Capacity. Sweden: Department of Medical Sciences, Uppsala University.

Hallynck, T.H., Soep, H.H., Boelaert, J.,Daneels, S,R., dan Dettli, L., 1981. Should Clearance be Normalised to Body Surface or to Lean Body Mass? Br J Clin Pharmacol 11: 523-526.

Han, P.Y., Duffull, S.B., Kirkpatrick, C.M.J., dan Green, B., 2007. Dosing in Obesity: a Simple Solution to a Big Problem. Clin. Pharmacol. Ther. 82 (5): 505-508.

Hansen, E.F., Vestbo, J., Phanareth, K., Kok-Jensen, A., dan Dirksen, A., 2001 Peak flow as predictor of overall mortality in asthma and chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med. 163(3):690-3.

Ischaki, E., Papatheodorou G., Gaki E., Papa, I., Koulouris, N., dan Loukides, S., 2007. Body Mass and Fat-Free Mass Indices in COPD: Relation With Variables Expressing Disease Severity. Chest 132: 164-169.

Janmahasatian, S., Dufull, S.B., Ash, S., Ward, L.C., Byrne, N.M., dan Grenn, B., 2005. Quantification of Lean Bodyweight. Clin. Pharmacokinet 44: 1051- 1065.

Khader, A.K.A., 2007. Systemic Effects of COPD. Pulmon 9 (1): 1 – 3.

Madiyono, B., dan Moeslichan, S., 2008. Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Sadstroasmoro, S., ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke 3. Jakarta: Sagung Seto, 302 – 331.

Martua, R.D., 2010. Hubungan Kadar Leptin dan Tumor Necrotizing Factor-α dengan Keadaan Kakhesia pada Penderita PPOK Usia Lanjut (KTA). Bandung: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Universitas Padjadjaran.

Mitchell, S.J., Kirkpatrick, C.M.J., Le Couteur, D.G., Nagathan, V., Sambrook, P.N., dan Seibel, M.J., 2009. Estimation of Lean Body Weight in Older Community-Dwelling Men. Br J Clin Pharmacol 69 (2): 118–127

Parhusip, D.H., 2008. Kadar C Reactive Protein pada Penderita PPOK Eksaserbasi [Tesis]. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Universitas Sumatera Utara.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia.

Available from http

Prajoso, J., 2004. Hubungan antara Gejala Bronkial dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik pada Perokok [Tesis]. Semarang: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Rennard, S.I., 2007. Inflammation in COPD: a link to systemic Comorbidities.

Eur Respir Rev 16: 105, 91–97.

Robbins, S.L., Kumar, V., dan Cotran, R.S., 2007. Paru dan Saluran Napas Atas

Dalam: Buku Ajar Patologi Edisi ke 7 Volume 2. Jakarta: Balai Penerbit Buku Kedokteran EGC, 514-521

Schols, A.M.W.J., Broekhuizen, R., Scheepers, C.A.W., dan Wouters, E.F., 2005. Body Composition and Mortality in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J Clin Nutr 82: 53–59.

Sin, D.D., dan Man, S.F.P., 2003. Impaired Lung Function and Serum Leptin in Men and Women with Normal Body Weight: a Population Based Study.

Thorax 58: 659-698.

Silva, K.R., Marrara, K.T., Marino, D.M., Di Lorenzo, V.A.P., dan Jamami, M., 2008. Skeletal Muscle Weakness and Exercise Intolerance in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Rev Bras Fisioter 12 (3): 169-175.

Tumbuleka, A.R., Riono, P., Sastroatmoro, S., Wirjodiarjo, M., Pudjiastuti, P., dan Firman, K., 2008. Pemilihan Uji Hipotesis. Dalam: Sadstroasmoro, Sudigdo. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis ed 3. Jakarta: Sagung Seto, 279-302.

Vestbo, J., Prescott, E., Almdal, T., Dahl, M., Nordestgaard, B.G., Andersen, T.,

et al., 2006. Body Mass, Fat-Free Body Mass, and Prognosis in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease from a Random Population Sample : Findings from the Copenhagen City Heart Study. Am J Respir Crit Care Med V 173: 79–83.

Wagner, P.D., 2008. Possible Mechanisms Underlying the Development of Cachexia in COPD. Eur Respir J 31: 492–501.

Wang, J., Thornton, J.C., Russell, M., Burastero, S., Heymsfield, S., dan Pierson, R.N., 1994. Asians have lower body mass index (BMI) but higher percent body fat than do whites: comparisons of anthropometric measurements. Am J Clin Nutr 60(1):23-8.

Wahyuni, A.S, 2007. Statistika Kedokteran Disertai Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Bamboedoea Communication.

Wetering, C.R.V., Nooten, F.E., Mol, S.J.M., Hoogendoorn, M., Mölken, M.H.R., dan Schols, A.M., 2008. Systemic Impairment in Relation to Disease Burden in Patients with Moderate COPD Eligible for a Lifestyle Program: Findings from the INTERCOM Trial. International Journal of COPD 3 (3): 443–451.

Weni, H.Y., dan Sulchan, M., 2008. Indeks Massa Bebas Lemak pada Berbagai Derajat Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Kaitannya dengan Tingkat Asupan Zat Gizi Makro. Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Wilson, L.M., 2006. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan. Dalam: Price, Sylvia A., dan Wilson, L.M (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- proses Penyakit. Jakarta: EGC, 783-795.

World Heart Organization, 2011. Chronic obstructive pulmonary disease

(COPD): Fact sheet. Available from

2011].

World Health Organization, 2000. The Asia Pacific Perspective: Redifining

Obesity and Its Treatment. Available from:

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yoser Thamtono

Tempar / Tanggal Lahir : Binjai, 06 Nopember 1990

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Jend Sudirman No 354 Binjai, Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan:

1. Sekolah Dasar Ahmad Yani Binjai 1996-2002 2. Sekolah Menengah Pertama Ahmad Yani Binjai 2002-2005 3. Sekolah Menengah Atas Ahmad Yani Binjai 2005-2008 4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2008-sekarang

Riwayat Pelatihan:

1. Peserta Scientific Class dan Seminar Update Kedokteran, Pekan Ilmiah Mahasiswa 2009 yang diadakan oleh SCORE BEM PEMA FK USU.

2. Peserta Diklat dan Workshop Hewan Coba Pekan Ilmiah Mahasiswa 2009 pada tanggal 30 Oktober dan 1 November 2009.

3. Peserta Pengabdian Masyarakat SCOPH PEMA FK USU 2010 tanggal 16-18 Januari 2010.

4. Peserta Simposium Nasional dan Workshop dengan tema “Love Yourself Love Your Diet” tanggal 26 Juni 2011 dan 29 Juni 2011 di Gedung H.Kabaruddin Dt.Rangkayo Basa, Padang dan Aula FK Universitas Andalas. 5. Peserta International Seminar “Better Reproductive Health for Indonesia’s

Brilliant Future” tanggal 2 Okotber 2011 di Ballroom Hotel Grand Sriwijaya, Palembang.

Riwayat Organisasi:

1. Anggota divisi Internal Standing Comitee on Medical Exchange (SCOME) PEMA FK USU periode 2009-2010

2. Anggota divisi Jurnal Standing Comitee on Research Exchange (SCORE) PEMA FK USU periode 2010-2011

3. Manager divisi Jurnal Standing Comitee on Research Exchange (SCORE) PEMA FK USU periode 2011

4. Pemimpin Umum Jurnal Ilmiah Scripta Vol 1 Edisi 2 tahun 2011

Karya Tulis yang Pernah Dibuat:

1. Karya Tulis Tinjauan Pustaka dengan judul “Penggunaan Rambut Jagung (Maydis stigma) sebagai Fitofarmaka Anti Hipertensi”

2. Karya Tulis Tinjauan Pustaka dengan judul, “Diarylquinolone TMC207 sebagai Generasi Baru Obat Anti Tuberkulosis”

3. Poster Ilmiah dengan judul “Penggunaan Rambut Jagung (Maydis stigma) sebagai Fitofarmaka Anti Hipertensi”

4. Karya Tulis Ilmiah Gagasan Tertulis dengan judul “Potensi Bawang Merah (Allium cepa) dan Bawang Putih (Alllium Sativum) sebagai Terapi Nutrisi untuk Penderita Sindrom Metabolik dan Diabetes Mellitus”.

5. Proposal Penelitian Multicenter dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Obesitas pada Anak Usia 6-11 Tahun di Indonesia”. 6. Essai Ilmiah dengan judul “Generasi Gizi Berlebih di Indonesia: Faktor

7. Essai Sosial dengan judul “Bagaimana Nasib Tanah Airku 100 Tahun ke Depan?”

8. Karya Tulis Ilmiah Gagasan Tertulis dengan judul, “Potensi Pemanfaatan Cyanovirin-N sebagai Mikrobisid Topikal Per-vaginam/rektal dalam Strategi Pencegahan Sexually Transmitted HIV/AIDS.

9. Karya Tulis Ilmiah Gagasan Tertulis dengan judul, “Potensi CAPE (Caffeic Acid Phenethyl Esther) dalam Propolis sebagai Terapi Adjuvan Karsinoma Kolorektal”

10.Karya Tulis Ilmiah Gagasan Tertulis dengan judul, “Potensi Chitosan IFN-γ

Dokumen terkait