• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoadmojo, 2003). Dalam penelitian ini telah dibagikan kuesioner yang telah valid untuk mengukur pengetahuan dan sikap serta tindakan responden pada tingkat pengetahuan pertama, yaitu tahu.

Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak, 35 responden (79.5%) telah memiliki pengetahuan yang baik bahwa tindakan mencuci tangan dengan kerap atau selalu merupakan tindakan penjagaan kesehatan yang baik. Sebanyak 32 responden

(72.7%) menjawab secara baik bahwa harus menukar pakaian dalam setiap hari dalam usaha pencegahan skabiasis dari permukaan kulit. Kuku yang pendek dan bersih menghindari seseorang untuk menggaruk dengan lebih dalam dan menimbulkan infeksi sekunder pada skabies (Habif, 2007).

Pada penelitian ini, 35 responden (79.5%) menjawab dengan baik mengenai kepentingan kuku yang pendek dan bersih. Sebanyak 37 responden (84.1%) menjawab dengan baik bahwa pengunaan detergen atau sabun untuk mencuci pakaian merupakan langkah yang baik dalam penghapusan tunggau. Sebanyak 27 responden (61.4%) mempunyai pengetahuan yang baik mengenai kepentingan penjagaan hygiene dalam pencegahan penyakit. Menurut The Columbia

Encyclopedi (2008), hygiene meliputi sikap seseorang dalam penahanan penyakit

menular pada diri sendiri dengan cara meningkatkan kesehatan dan penjagaan hygiene diri.

Menurut Jarrett (2009), kulit merupakan lapisan pertahanan utama bagi tubuh dalam penanganan infeksi dan dalam penelitian ini, 26 responden (59.1%) menjawab baik dalam pertanyaan ini. Menurut sumber yang sama, mikroorganisme dari badan harus dibuang dengan cara mandi, dan mikroorganisme dalam badan terdapat pada korneosit pada permukaan kulit. Sebanyak 24 responden (54.5%) menjawab dengan baik pada pertanyaan ini. Menurut Sterry (2006),

fomites dihilangkan dengan mencuci pakaian dan alas tidur dan panas pengeringan

(lebih dari 50 º C) dan ini menunjukan suhu berperanan penting dalam membunuh kuman.

Sebanyak 19 responden (43.2%) mempunyai pengetahuan yang baik dalam pertanyaan ini. Menurut The Columbia Encyclopedia (2008), Hygiene memiliki banyak aspek seperti kebersihan pribadi yang terdiri dari kebiasaan hidup yang teratur, kebersihan tubuh dan pakaian, diet sehat, seimbang rejimen istirahat dan olahraga. Sebanyak 27 responden (61.4%) menjawab dengan pengetahuan yang baik untuk pertanyaan ini. Perlakuan yang boleh mencegah penyakit seperti

seterika pakaian, mandi dan mencuci tangan dengan kerap serta merendam pakaian dalam air panas harus diketahui oleh semua responden.Tetapi dalam penelitian ini, 23 responden (52.3%) tidak mempunyai sebarang tanggapan dan tidak memberi jawaban yang rasional untuk pertanyaan ini. Terdapat banyak kepentingan penjagaan kesehatan tetapi hanya 11 responden (25%) yang menjawab secara benar mengenai pertanyaan ini.

Secara keseluruhan diperoleh sebanyak 26 responden (59.1%) yang mempunyai pengetahuan sedang, 18 responden (40.9%) pengetahuan baik tetapi tiada responden yang berpengetahuan kurang dalam pencegahan skabiasis.

5.2.2 Sikap dan Tindakan

Dalam penelitian sikap dan tindakan, pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisikan pertanyaan yang berhubungan dengan sikap dan tindakan responden terhadap pencegahan skabies. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian responden menempati tempat yang sesuai yaitu dengan perkiraan sebesar 43.2% dengan 4 orang menempati dalam 1 kamar. Ini berhubungan dengan suatu penelitian oleh Raza (2009) yang menyatakan bahwa kesesakan atau overcrowding pada tempat tidur merupakan salah satu faktor resiko terjadinya skabiasis dan jumlah penghuni yang melebihi 10 orang dalam 1 kamar merupakan resiko besar penularan skabies. Menurut sumber lain, suatu keadaan dikatakan lebih bersifat padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Hasnida S, 2002). Menurut Hasnida, Terlihat bahwa lantai rumah yang kurang dari 10 meter persegi per orang merupakan faktor resiko yang bermakna baik untuk terjadinya penyakit. Pada lokasi penelitian ini, batasan terhadap lokasi tempat tidur dan kamar yang kurang untuk penghuninya menyebabkan banyak masalah kesehatan bukan hanya secara fisikal tetapi secara psikis seseorang. Menurut Raza (2009) lagi, personal

pakaian atau cuci pakaian dan tiada penggunaan sabun ketika mandi menjadi faktor resiko terjadinya skabiasis. Dalam penelitian ini, responden mempunyai sikap dan tindakan baik yaitu 70.5% yang mandi sekurang-kurangnya 4 kali dalam sehari. Selain itu, responden juga mempunyai sikap dan tindakan yang baik yaitu 79.5% karena ada pengunaan seperti losyen, sabun antiseptik dan deodaran dan mencuci pakaian sekali seminggu. Menurut Raza (2009), teori yang dikemukakan bahwa tunggau betina yang sudah difertilisasi berperanan dalam transmisi skabies tetapi jumlahnya yang relatif kecil dan kecenderungan untuk menetap dalam liang membuktikan teoritas ini tidak begitu benar. Terdapat banyak tunggau pada permukaan kulit yang belum matang dan berperanan lebih penting dalam transmisi skabies.

Penjagaan hygiene yang baik seperti mandi yang teratur sekurang-kurangnya 2 kali sehari dan pemakaian sabun ketika mandi besar kemungkinan dapat membuang tunggau yang belum matang dari permukaan kulit, dan sekiranya jumlah tunggau yang belum matang ini berkurang pada permukaan kulit, transmisi oleh karena skabies juga akan berkurang. Sikap berkongsi barangan dengan teman lain dikalangan responden 72.7% dimana masih ada responden yang bertukar handuk mandi serta pakaian dengan teman lain. Ini merupakan salah satu faktor resiko tertularnya skabiasis. Responden juga menukar alas kasur sekali sebulan yaitu 45.5% karena alas kasur yang jarang ditukar mempermudahkan seseorang terinfestasi oleh tunggau atau skabies. Menurut Raza (2009), handuk atau pakaian yang dikongsi bukan merupakan faktor resiko utama transmisi skabiasis, tetapi perkongsian tempat tidur merupakan faktor resiko terpenting. Oleh itu, alas kasur atau sprai harus ditukar dengan lebih sering sebagai langkah pencegahan terhadap skabiasis. Pada responden, sikap untuk mendapat atau merujuk untuk pengobatan sendiri adalah 28.9%. Seharusnya seseorang harus mendapat pengobatan ke dokter praktek atau puskesmas sekiranya terdapat keluhan atau permasalahan pada kulit

karena penularan penyakit kulit di tempat yang sesak dengan personal hygiene yang kurang seperti pada tabel 5.3 banyak membawa permasalahan kesehatan.

Dari hasil analisa, dilihat bahwa penghuni panti asuhan dalam pencegahan skabiasis berada pada kategori sedang (45.5%), kategori baik (15.5%) sedangkan kategori kurang adalah (25.0%). Sikap dan Tindakan pada penelitian ini mayoritasnya adalah pada kategori sedang mungkin karena kurangnya kesadaran mengenai kepentingan personal hygiene dalam penularan penyakit. Menurut Raza, diperlukan suatu program berupa kesehatan masyarakat untuk memberi edukasi pada masyarakat berhubungan dengan langkah pencegahan penyakit seperti skabies.

Dari hasil analisa secara keseluruhan dapat dilihat bahwa sikap dan tindakan penghuni panti asuhan terhadap pencegahan skabiasis adalah pada kategori sedang (45.5%). Bila dilihat dari pengetahuan responden yang mempunyai pengetahuan sedang (59.1%), maka hal ini adalah bersesuaian dengan teori yang dikemukakan oleh Notoadmojo. Menurut Notoadmojo, pengetahuan yang diperoleh subjek selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap dan tindakan terhadap objek yang telah diketahuinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mengikut penelitian ini, pengetahuan yang sedang akan memiliki sikap dan tindakan yang sedang juga. Ini boleh diperhatikan pada tabel 5.13 dimana pada pengetahuan yang sedang memiliki sikap dan tindakan yang juga berupa sedang.

Dokumen terkait