• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan

Dalam dokumen Regulasi emosi pada sopir bus. (Halaman 112-127)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis yang dibahas pada bab sebelumnya, pembahasan ini mengenai hasil analisis dari regulasi emosi pada sopir bus dengan membandingkan teori pada bab sebelumnya. Pada bab analisis data telah menggambarkan hasil analisis dari masing-masing pertanyaan penelitian. Berikut ini pembahasan dari hasil analisis data kedua subjek.

Regulasi emosi berkaitan dengan mengurangi dan menaikkan emosi negatif dan positif. Emosi positif muncul apabila individu dapat mencapai tujuannya dan emosi negatif muncul bila individu mendapatkan halangan saat akan mencapai tujuannya (Gross, 1999). Yang termasuk emosi positif diantaranya adalah senang atau gembira dan harapan, sedangkan yang tergolong emosi negatif diantaranya adalah sedih.

104

Emosi pada kedua subjek umumnya relatif sama berkaitan dengan emosi senang, gembira dan harapan, dan sedih. Emosi positif pada kedua subjek seperti halnya senang/gembira dan harapan. Sedangkan gambaran emosi negatif pada kedua subjek seperti halnya sedih.

Emosi senang atau gembira pada kedua subjek relative sama yaitu berkaitan dengan mempunyai banyak teman baru, saudara baru juga suasana yang baru pula. Kedua subyek sama-sama merasa senang bisa bertemu dengan berbagai dan kenal dengan banyak teman dari berbagai daerah, dengan latar belakang keluarga yang berbeda, baik dari keluarga yang berada atau tidak.

Emosi harapan pada kedua subyek juga relatif sama yaitu sama-sama memiliki harapan agar pekerjaan yang saat ini mereka jalani bisa mendatangkan keberkahan, mendapatkan limpahan rejeki dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup anak dan istri. Karena bagi mereka tidak ada yang lebih membahagiakan selain kebahagiaan dan senyum dari keluarga kecil mereka. Emosi sedih pada kedua subyek juga relative sama yaitu sama-sama merasa jauh dari keluarga, jauh dari anak istri mereka. Kedua subyek pun harus rela tidak bertemu dengan anak dan istrinya dalam waktu yang lumayan lama karena jatah libur yang hanya sedikit. Kedua subyek hanya mendapatkan jatah libur 4 hari setelah 4 hari kerja. Subyek pertama hanya bisa pulang sebulan sekali karena jarak rumah dengan tempat kerja yang jauh. Subyek membutuhkan waktu 12 jam perjalanan untuk sampai ke rumah. Sehingga dengan jatah libur 4 hari subyek pun harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk bisa

105

mencurahkan kerinduan kepada keluarganya. Sedangkan subyek kedua dalam satu bulan bisa pulang 2 kali setelah gajian karena rumah subyek yang tidak jauh.

Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat mengontrol emosinya. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah (Krause dalam Coon, 2005, dalam Anggreiny. 2014). Gambaran religiusitas pada kedua subyek masih sangat rendah. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, saat tiba diterminal peristirahatan maupun terminal tujuan kedua subyek tidak ada yang melakukan ibadah. Saat beristirahat kedua subyek memanfaatkan untuk makan dan tidur. Seseorang tidak hanya memiliki emosi, tetapi juga perlu mengatur emosi mereka, dalam arti mereka perlu mengambil sikap terhadap emosi mereka dan menerima konsekuensi dari tindakan emosional mereka (Frijda, 1986). Regulasi emosi berkaitan dengan mengurangi dan menaikkan emosi negative dan positif. Emosi positif muncul apabila individu dapat mencapai tujuannya dan emosi negatif muncul bila individu mendapatkan halangan saat akan mencapai tujuannya (Gross, 1999).

Bentuk regulasi emosi yang digunakan oleh kedua subyek berupa awal tindakan (antecedence focused emotion regulation atau reapprasial). Yaitu regulasi awal yang terdiri dari perubahan berpikir tentang situasi untuk menurunkan dampak emosional. Regulasi awal dianggap lebih efektif daripada

106

regulasi akhir karena regulasi awal mengurangi pengalaman dan perilaku pengungkapan emosi yang tidak mempunyai dampak pada memori. Regulasi awal yang dilakukan oleh subyek pertama adalah langsung menyalip jika subyek di salip dahulun oleh bus lain. Subyek akan terus menempel sampai di terminal tujuan. Namun subyek pertama mau mengalah terlebih dahulu bila bus yang di bawa oleh subyek sudah penuh penumpang dan bus lain tersebut penumpangnya tidak seberapa. Sedangkan pada subyek kedua akan terus berusaha menyalip kembali bus tersebut sampai bisa mendahului kembali. Subyek kedua tidak mau mengalah terlebih dahulu jika sedang kejar-kejaran, namun ketika sudah ada adu mulut di antara sopir bus lain subyek baru mau mengalah.

Ketika subyek dalam kondisi sedang mengalami masalah, kedua subyek tidak mencampur adukan masalah pribadi dengan urusan pekerjaan. Kedua subyek lebih memilih diam dan menganggap tidak terjadi apa-apa. Jika masalah tersebut masih bisa diselesaikan, maka sesegera mungkin kedua subyek akan menyelesaikan. Namun jika masalah tersebut membutuhkan waktu yang lama, maka kedua subyek akan menyelesaikan masalah tersebut setelah selesai bekerja. Pada subyek pertama, subyek memilih memantau terlebih dahulu kondisi di jalan ketika sedang mengalami masalah. Subyek juga akan membuat keputusan langkah apa yang akan subyek lakukan untuk menghadapi segala bentuk emosi pikirannya misalnya dengan bercanda bersama crew-crew lain atau sekedar dengan bernyanyi ketika sedang menyetir. Kemudian subyek akan

107

membuat penilaian apakah hal tersebut berdampak positif atau negative. Seperti mengelola emosi ketika sedang dalam berkendara. Ketika subyek sedang mengalami masalah kedua subyek akan mempertimbangkan baik dan buruknya. Jika masalah tersebut memang harus segera di selesaikan, maka subyek akan segera menyelesaikannya. Jika memang membutuhkan waktu yang lumayan lama maka subyek tidak akan melanjutkan perjalanannya.

Aspek regulasi selanjutnya adalah kemampuan dalam memodifikasi situasi. Pada subyek pertama subyek lebih memilih diam jika terjadi masalah daripada terjadi apa-apa di jalan jika tetap di paksa untuk jalan. Pada subyek kedua, subyek tidak terlalu memusingkan jika terjadi masalah. Jika hatinya lagi tidak enak, maka subyek lebih memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan

Proses regulasi emosi yang digunakan oleh subyek pertama antara lain seleksi situasi. Seleksi situasi mengacu pada pilihan dari keadaan dengan mempertimbangkan konsekuensi ke depannya untuk respon emosional yang terjadi. Pada subyek pertama, tindakan yang dilakukan subyek selalu mengacu pada pilihan dengan mempertimbangkan konsekuensi kedepannya. Biasanya subyek akan mengalah jika terjadi kecemburuan antar sesama sopir yang lain agar permasalahan tidak menjadi panjang. Pada subyek kedua, subyek akan memilih cuek dan tidak terlalu memusingkan permasalahan yang sedang di alami. Subyek lebih memilih diam dan mangalah.

Proses regulasi emosi yang kedua yaitu modifikasi situasi. Hal ini mengacu pada cara individu mengatur situasi di sekitar untuk memunculkan emosi yang

108

diharapkan. Kedua subyek sama-sama berusaha memendam emosinya ketika di jalan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Subyek juga memilih diam jika terjadi masalah karea tidak ingin memperpanjang masalah. Biasanya kedua subyek akan berusaha menghibur diri dengan bercanda dengan crew lain. Proses regulasi emosi yang ketiga yaitu penyebaran atensi. Hal ini mempengaruhi tanggapan emosional dengan mengalihkan perhatian dalam situasi tertentu. Pada subyek pertama, subyek biasanya bercanda dengan teman- temannya sehingga tidak menjadi beban subyek. masalah itu akan subyek selesaikan ketika subyek libur ataupun ketika subyek sedang sudah pulang ke garasi, jika masalah itu tidak selesai dalam satu hari maka subyek akan meminta izin untuk tidak bekerja dahulu.

Proses regulasi emosi yang keempat adalah perubahan kognitif. Hal ini mengacu pada perubahan satu atau lebih dari penilaian dengan cara mengubah makna emosional situais tersbeut. Pada subyek pertama, sebisa mungkin subyek tidak meluapkan emosinyan ketika di jalan. Akan berbahaya karena subyek bekerja membawa banyak nyawa orang dan musuh di jalan pun tidak hanya sepeda motor melainkan truk-truk besar juga (Wcr/1/310H13). Subyek juga sebisa mungkin menenangkan dirinya dan di buat slow dalam bekerja.

Proses regulasi emosi yang kelima yaitu modulasi respon. Hal ini mempengaruhi fisiologis, pengalaman, atau respon perilaku relatif langsung. Pada subyek pertama, subyek tidak akan bekerja dulu jika terjadi masalah atau

109

jika akan menyelesaikan masalahnya. Subyek mengungkapkan jika fatal akibatnya bila bekerja dalam keadaan ada masalah dengan crew lain.

Sedangkan strategi regulasi emosi menurut Garnefski (dalam jektaji, dkk,, 2005) terdapat beberapa macam strategi-strategi untuk meregulasi emosi, yaitu: self blame, blaming other, acceptance, refocusing on planning, positive refocusing, ruminative thinking, positive re-evaluation, view of, dan catastrophobizing.

Self blame, pada kedua subjek penelitian tidak ditemukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang sudah di lakukan oleh peneliti.

Acceptance, pada kedua subjek penelitian tidak ditemukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang sudah di lakukan oleh peneliti.

Ruminative thinking, Pada subyek pertama, subyek merasa senang jika bisa menyalip bus-bus yang ada di depannya. Subyek juga merasa gengsi apabila di salip oleh bus yang ada di belakangnya. Sebisa mungkin subyek akan menyalip lagi. Subyek merasa bangga bisa menyalip bus-bus tersebut

Positive refocusing, Pada subyek pertama, subyek sudah biasa jika harus saling ejek dengan crew lain. Mereka saling ejek jika salah satu di antara mereka tersalip. Pada subyek kedua, subyek tidak terlalu memusingkan jika sedang memiliki masalah. Subyek berpedoman untuk selalu menanamkan kebaikan agar kita pun juga menuai kebaikan pula.

Refocusing on planning, Pada subyek pertama, subyek akan terus berusaha menyalip bus yang ada di depannya, subyek pepet terus sampai di terminal

110

tujuan. Pada subyek kedua, subyek lebih suka menyalipi bus yang ada di depannya. Subyek juga pernah kontra dengan crew lain karena rebutan penumpang, namun subyek memilih untuk mengalah.

Positif re-evalution, Pada subyek pertama, subyek lebih memilih mengalahj daripada harus adu fisik atau adu mulut dengan crew yang lain. Bagi subyek, dia kerja di jalan untuk mencari teman bukan untuk mencari musuh. Pada subyek kedua, subyek tidak mau jika harus mengalah terlebih dahulu. Namun jika adu mulut sudah terjadi subyek baru akan mengalah.

View of, pada kedua subjek penelitian tidak ditemukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang sudah di lakukan oleh peneliti.

Catastropobizing, pada kedua subjek penelitian tidak ditemukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang sudah di lakukan oleh peneliti. Blaming other, pada kedua subjek penelitian tidak ditemukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang sudah di lakukan oleh peneliti.

Menurut Brener dan Salovey (dalam Salovey & Skufter, 1997) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi strategi regulasi emosi, yaitu: usia, gender atau jenis kelamin, pola asuh orangtua, hubungan interpersonal, pengetahuan mengenai emosi dan perbedaan individual. Dari ke enam faktor tersebut, peneliti hanya menemukan satu faktor yang mempengaruhi strategi regulasi pada sopir bus. Berikut adalah pemaparan peneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi strategi regulasi emosi pada sopir bus :

111

a. Hubungan Interpersonal

Regulasi emosi pada kedua subyek sama-sama di pengaruhi oleh hubungan interpersonal terutama pada sesama crew. Kedua subyek lebih memilih menjalin hubungan yang baik dengan sesama crew agar ketika bekerja bisa lancar. Karena dalam pekerjaan menjadi sopir bus peran dan dukungan sesama crew dalam satu bus sangatlah di perlukan. Sehingga dibutuhkan kerja sama yang baik antar keduanya agar tercipta kelancaran di perjalanan.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian dari analisis data terhadap regulasi emosi pada sopir bus adalah sebagai berikut:

1. Ditemukan gambaran emosi-emosi yang terdapat pada umumnya sopir bus yaitu senang, harapan, dan sedih.

2. Ditemukan bentuk regulasi emosi pada sopir bus adalah Awal tindakan (antecedence focused emotion regulation atau reapprasial). Regulasi awal terdiri dari perubahan berpikir tentang situasi untuk menurunkan dampak emosional. Regulasi awal dianggap lebih efektif daripada regulasi akhir karena regulasi awal mengurangi pengalaman dan perilaku pengungkapan emosi yang tidak mempunyai dampak pada memori. kedua subyek merasa gengsi ketika disalip oleh bus-bus yang lain. Kedua subyek juga langsung berusaha menyalip bus-bus tersebut, jika tidak berhasil maka paling tidak subyek akan terus menempel di belakangnya sampai di terminal tujuan.

3. Ditemukan aspek-aspek regulasi emosi yang terdapat pada sopir bus yaitu :

113

Tabel 4

No Subyek Pemantauan Penilaian Modifikasi Emosi Kemampuan

1. Subyek 1 √ √ √

2. Subyek 2 √ √ √

4. Ditemukan Proses Regulasi Emosi pada sopir bus yaitu : Tabel 5

No Proses Regulasi Emosi Subyek 1 Subyek 2

1. Seleksi situasi

2. Modifikasi situasi

3. Penyebaran atensi

4. Perubahan kognitif

5. Modulasi respon

5. Ditemukan strategi regulasi emosi pada sopir bus yaitu : Tabel 6

No Strategi Regulasi Emosi Subyek 1 Subyek 2

1. Self Blame 2. Acceptance 3. Ruminative Thinking 4. Positive Refocusing 5. Refocusing on planning 6. Positive re-evaluation 7. View of 8. Catastrophobizing 9. Blamed others

114

6. Ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi regulasi emosi pada sopir bus. Dari keenam faktor menurut Garnefski , peneliti hanya menemukan satu faktor yang mempengaruhi strategi regulasi emosi sopir bus yakni hubungan interpersonal dengan sesama crew. Kedua subyek lebih memilih menjalin hubungan yang baik dengan sesama crew agar ketika bekerja bisa lancar. Karena dalam pekerjaan menjadi sopir bus peran dan dukungan sesama crew dalam satu bus sangatlah di perlukan. Sehingga dibutuhkan kerja sama yang baik antar keduanya agar tercipta kelancaran di perjalanan.

B. SARAN

Setelah melihat dan membaca analisis hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan, maka peneliti memberikan saran:

1. Untuk peneliti selanjutnya peneliti menyarankan agar peneliti berhati- hati dengan setiap pertanyaan yang yang hendak dilontarkan kepada informan mengingat bahasan emosi merupakan sesuatu hal yang sensitif, dan mempertimbangkan variasi significant others.

a. Pemilihan subyek untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan kriteria subyek dengan masa kerja yang lebih lama (≥ 3 tahun) dengan zero accident.

b. Gambaran emosi sopir berupa religiusitas agar dapat dimunculkan dalam penelitian selanjutnya.

115

c. Dalam observasi lapangan, hendaknya peneliti menggunakan alat bantu agar bisa mendapatkan data yang lebih akurat terkait gambaran emosi pada sopir bus ketika berkendara.

2. Bagi lembaga termohon penelitian, hendaknya bersikap luwes dalam proses yang dilakukan peneliti, agar tujuan peneliti dapat tercapai dan terlaksana dengan baik.

3. Bagi subyek penelitian agar lebih mampu meregulasi emosinya ketika berkendara di jalan mengingat bahwa pekerjaan sabagai sopir adalah pekerjaan dengan muatan stres yang tinggi, sehingga para sopir harus mampu menahan gejolak emosi yang mungkin tiba-tiba muncul saat bekerja.

4. Bagi masyarakat agar terbukanya wawasan tentang pekerjaan sebagai sopir bus dan tidak memadang sebelah mata pekerjaan sopir yang memiliki tingkat stres yang tinggi.

116

DAFTAR PUSTAKA

(http://www.transsurabaya.com/2010/07/transportasi-di-surabaya/, diakases pada 2 Oktober 2016)

_________. (2011). Terminal purabaya. (

http://www.transsurabaya.com/2011/01/terminal-purabaya-bungurasih/, diakses pada 2 Oktober 2016)

Adisasmita, Rahardjo. (2015). Analisis kebutuhan transportasi. Yogyakarta:Graha Ilmu.

Cole, P. M. Martin, S.E. and Dennis, T.A. (2004).“Emotion Regulation as a Scientific Construct: Methodological Challenges and Directions for Child Development Research, Child Development , March/April 2004, volume 75,Number 2, Pages 317-333.

Chaplin, JP. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Creswell, John W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualittaif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Farida, Elli Nur Lailatul. (2016). Regulasi Emosi pasca Kematian Pasangan Hidup pada Usia Dewasa Akhir. Skripsi. UIN Sunan Ampel Surabaya.

Fieldman, R. S. (1989). Essentials of understanding psychology. New York : Mc Graw-Hill.

Garnefski, N., Kraaj, V., & Spinhoven, P. (2001). Personality and Differences 30. Natherlans: Pergamon.

Goleman, Daniel. 2004. Kecerdasan emosional, Terjemahan Oleh T. Hermaya. PT. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta

Ghony, M.J. & Almanshur, F. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Gross, J. J . & Thompson, R.A. (2007). Emotion Regulation. Conceptual Foundations. Handbook of Emotion Regulation, edited by James J.Gross. New York, Guilford Publications.

Hurlock, B. Elizabeth. (1981). Psikologi Perkembangan Jilid 1 edisi ke 6. Jakarta:Erlangga.

Indah, Mekar Dwi & Elli Nur Hayati. (2015). Regulasi Emosi pada Penderita HIV/AIDS. Jurnal Psikologi vo. 3, No. 1. Universitas Ahmad Dahlan.

Issac. (2004). Panduan Belajar : Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta : EGC.

Istiqomah, A. (2014). “Regulasi Emosi Ibu yang Memiliki Anak Autis”. Skripsi Fakultas Psikologi dan Ilmu Kesehatan Jurusan Psikologi. UIN Sunan Ampel Surabaya.

117

Julaikah,Nurul. (2014). Transportasi Umum menjadi kebutuhan utama warga Indonesia, 20 November 2014, (http://www.merdeka.com/uang/transportasi- umum-menjadi-kebutuhan-utama-warga-indonesia.html

Kurniasih, Wulan & Wiwien Dinar Pratisti. (2013). Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh secara Otoriter oleh Orangtuanya. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Lazarus, R.S., & Folkman, S. (1984). Stress, Apprasial and Coping. New York : Springer Publishing Company.

Maramis, Willy F., dan Maramis, Albert A. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga.

Mawardah, M. dan Adiyanti, MG. Regulasi Emosi dan Kelompok Teman Sebaya Pelaku Cyberbullying. Jurnal Psikologi volume 41, No.1, Juni 2014: 60-73. Moleong, L. J. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Perfecta.

Pratisti, Wiwien Dinar. (2011). Peran Kehidupan Emosional Ibu dalam Perkembangan Regulasi Emosi Anak. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pratisti, Wiwien Dinar. (2012). Peran Kehidupan Emosional Ibu, Budaya, dan Karakteristik Remaja pada Regulasi Emosi Remaja. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Quick, J. C., & Quick, J.D. (1984). Organizational Stress And Preventive Management. USA : Mc Graw-Hill, Inc.

Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor. New York : Broadway. Books.

Sari, Mekar Duwi Indah & Elli Nur Hayati. (2015). Regulasi Emosi pada Penderita HIV/AIDS. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Ahmad Dahlan.

Selye, Hans. (1950). Stress in Health and Disease. Boston, M.A. Psychoneuroimmunology American Psychiatric Press.

Subagyo, P. Joko .(1997). Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudarmawan. (2012). Bus sumber kencono renggut 36nyawa dalam setahun. (http://www.tribunnews.com/regional/2012/01/06/bus-sumber-kencono-

118

T. S. Fiske., E. S. Taylor. (1991). Social Cognitif. Singapore : Mc.Graw International edition.

Thompson, R.A. (1994). Emotion Regulation: Atheme in search definition (pp.25- 52). Monograph the Society for Research in Child Development, 59 (2-3, Serial No.240).

WHO. (2010). Physial Activity. In Guide Community Preventive Service. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

Widuri, Erlina Listyani. (2012). Regulasi Emosi dan Resiliensi pada Mahasiswa Tahun Pertama. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Ahmad Dahlan.

Dalam dokumen Regulasi emosi pada sopir bus. (Halaman 112-127)

Dokumen terkait